Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MIKROBIOLOGI
INFEKSI NOSOKOMIAL

DOSEN PEMBIMBING

Disusun Oleh :

Khairinnisa Aladha (1848201030)

STIKes HARAPAN IBU JAMBI


FARMASI
2019 / 20220
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari dulu sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat untuk
peyakit yang diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat
bersarangnya bibit penyakit, bibit penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit
penyakit biasa, melainkan bibit penyakit yang sudah resisten terhadap antiiotika,
jenis kuman resisten seperti ini yang bercokol di pelosok ruangan rumah sakit,
bisa saja melekat di alat-alat pemeriksaan medis, alat-alat bantu medis, alat-alat
bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya yang mungkin lolos dari prosedur
sanitasi dan sterilisasi.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi
melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari
pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang infeksi nosokomial.
2. Untuk mengetahui dampak infeksi nosokomial
3. Untuk mengetahui penyebab infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial.
5. Untuk mengetahui gejala–gejala yang ditimbulkan infeksi nosokomial.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan penularan dan pengendalian infeksi
nosokomial.
7. Untuk mengetahui contoh infeksi nosokomial.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial atau infeksi yang diperoleh dari rumah sakit adalah
infeksi yang tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit melainkan setelah
± 72 jam berada di tempat tersebut. Infeksi ini terjadi bila toksin atau agen
penginfeksi menyebabkan infeksi lokal atau sistemik. Contoh penyebab
terjadinya infeksi nosokomial adalah apabila dokter atau suster merawat
seorang pasien yang menderita infeksi karena mikroorganisme patogen tertentu
kemudian mikroorganisme dapat ditularkan ketika terjadi kontak. Selanjutnya,
apabila suster atau dokter yang sama merawat pasien lainnya, maka ada
kemungkinan pasien lain dapat tertular infeksi dari pasien sebelumnya.

Infeksi adalah Adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang
muncul selama seseorang tersebut di rawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat disebut infeksi
nosokomial.

Infeksi di rumah sakit ini juga dinamakan disebut juga sebagai ”Health-
care Associated Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections
(HAIs)”, infeksi nosokomial ini merupakan persoalan serius karena dapat
menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung kematian pasien, kalaupun
tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi melalui penularan antar
pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau petugas rumah sakit dan
dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien dirawat lebih
lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial


Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas
2 bagian besar, yaitu :
1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan
kondisikondisi lokal).
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat
medis, serta lingkungan).
Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial
selama dirawat di RS dapat diringkas sebagai berikut :
 Pasien mendapat infeksi niosokomial melalui peralatan yang dipakai
dirumah sakit tersebut.
 Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi)
 Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merwat di RS
 Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan makanan yang
disediakan rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit.
Disamping cara-cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang
dinyatakan diatas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai
factor penunjang untuk terjadinya infeksi nosokomial, faktor lingkungan
tersebut adalah :

1. Air
2. Bahan yang harus di buang ( Disposial)
3. Udara.
C. Penyebab Infeksi Nosokomial
a. agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di
rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya
infeksi tergantung pada:
1. karakteristik mikroorganisme,
2. resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
3. tingkat virulensi,
4. dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan
oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal,
yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau
bahan-bahan yang tidak steril.
b. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang
sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari
datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan
infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap
mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai
penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan
menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya :
 Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene
 Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit
dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan
infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
 Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di
air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan
dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar
setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
 Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas
jahitan, paru, dan peritoneum.
c. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai
macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari
transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV),
rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau
melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian
jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius,
penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex
virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
d. Parasit Dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke
orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul
selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan,
contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus
neoformans, Cryptosporidium.
e. Faktor Alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi
dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit,
infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin
lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25%
pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat
berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi.

D. Proses Penularan Infeksi Nosokomial


1. Langsung
Antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien
2. Tidak Langsung
 obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah
 lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan
(Sebagai contoh perawatan luka pasca operasi)
 penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke
udara (air borne)
 Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau
serangga yang membawa kuman.

Selain itu penularan infeksi nosokomial:


1. Penularan Secara Kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak
langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi
berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada
penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak
langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara
(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah
terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh
mikroorganisme.
2. Penularan Melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu.
Adapun jenis-jenis common vehicleadalah darah/produk darah, cairan
intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
3. Penularan Melalui Udara Dan Inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup
jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang
terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus) dan
tuberculosis.
4. Penularan Dengan Perantara Vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut
penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis
dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya shigella
dan salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh
vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit
malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis,
misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).

E. Gejala Infeksi
1. Demam
2. bernapas cepat,
3. kebingungan mental,
4. tekanan darah rendah,
5. urine output menurun,
6. pasien dengan urinary tract infection mungkin ada rasa sakit ketika kencing
dan darah dalam air seni
7. sel darah putih tinggi
8. radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan
ketidakmampuan untuk batuk.
9. infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di
sekitar bedah atau luka.
F. Dampak Infeksi nosokomial
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan
cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS
yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu
dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan
obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hokum

G. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial


Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah
sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran.
Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti
mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan
dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat
medis yang telah dipakai berkali-kali.
Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat
menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien
diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus
selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan
mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:
1. Mempunyai kriteria membunuh kuman
2. Mempunyai efek sebagai detergen
3. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan
protein.
4. Tidak sulit digunakan
5. Tidak mudah menguap
6. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
7. Efektif
8. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak.

1. Perbaiki Ketahanan Tubuh


Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada
pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses
fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik
patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal
pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna
manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang
dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas,
sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut
pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan
bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.

2. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk
penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan
SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan
virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga
perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan
dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat
penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu
menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi
bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas,
beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka
menderita penyakit yang sama.

Selain itu Pencegahan Infeksi nosokomial juga dengan menggunakan


Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :

1. Cuci Tangan

 Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan


terkontaminasi.
 Segera setelah melepas sarung tangan.
 Di antara sentuhan dengan pasien.
2. Sarung Tangan
 Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang
terkontaminasi.
 Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka


Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung,
dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4. Baju Pelindung
 Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
 Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat
berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
5. Kain
 Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
 Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan
pasien.
6. Peralatan Perawatan Pasien
 Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah
kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah
kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
 Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali.
7. Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
8. Instrumen Tajam
 Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
 Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
 Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum
bekas dengan tangan
 Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus
tusukan.
9. Resusitas pasien
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain
untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke
mulut.
10. Penetapan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang
pribadi / isolasi.

H. Contoh Infeksi Nosokomial


1. Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun
jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan
dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh,
organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi
pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
 Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
 Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
 Ditemukan abses
 Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
 Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan
semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat
resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan
pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan
timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial
infection control team.

2. Infeksi Saluran Kencing (ISK )


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering
terjadi. ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih
(bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli)
yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon.
Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek
daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya.
Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan
koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga
dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi
cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E
coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga
penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.

Gejala
Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
 Sakit pada saat atau setelah kencing
 Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni
yang keluar)
 Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada
darah
 Nyeri pada pinggang
 Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai
ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau
muntah).

3. Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu
hidup dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap.
Bakteremia merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat
berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor
risiko terjadinya bakteremia pada orang dewasa antara lain lama
perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit, komorbiditas,
tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi
imunosupresan, dan penggunaan steroid.

Gejala
 Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)
 Hiperventilasi
 Menggigil
 Kulit teraba hangat
 Ruam kulit
 Takikardi (peningkatan denyut jantung)
 Mengigau atau linglung
 Penurunan produksi air kemih.

4. Infeksi Saluran Napas (ISN)


Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi
infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi
saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,
epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah
meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis,
pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi
saluran napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak
diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran
nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta
perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang
membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika pasien di rawat di rumah
sakit infeksi ini dapat menular dari satu pasien ke pasien lainya serta petugas
medis,selain itu alat kesehatan yang di gunakan biasanya sebagai media transmisi
dalam segi penularan sebab biasanya kurang sterilnya alat kesehatan
tersebut.Infeksi ini disebabkan dari mikroorganisme yang ada dalam tubuh
manusia dan juga bakteri dari lingkungan rumah sakit.oleh karna itu dengan
pencegahan dan pengendalian terhadap infeksi ini dengan berbagai cara mulai
sterilisasi alat kesehatan,pemusnahan mikroorganisme yang menjadi penyebabnya
serta sanitasi lingkungan.
Saran
1. Sterilisasi alat kesehatan agar mengurangi dampak dari penularan infeksi
nosokomial.
2. Melakukan sanitasi lingkungan sekitar dengan baik dan benar,
3. Serta penanganan pasien infeksi sesuai dengan prosedur.

DAFTAR PUSTAKA

Committee on Identifying Priority Areas for Quality Improvement, Karen Adams,


Janet M. Corrigan (2003). Priority Areas for National Action: Transforming Health
Care Quality. National Academies Press.
Steven Jonas, Raymond L. Goldsteen, Karen Goldsteen (2007). Introduction to the US
health care system. Springer Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai