Anda di halaman 1dari 23

Pengertian batuan marmer

Salah satu jenis batuan yang ada di Bumi adalah batu marmer. Batuan marmer ini merupakan salah satu
jenis batuan metamorf atau malihan, dimana proses terbentuknya batu marmer ini karena diakibatkan
oleh proses metamorfosis batu kapur atau batu gamping. Batu marmer seringkali kita temukan sebagai
batu yang menghiasi rumah, sebagai batu yang digunakan untuk lantai, dinding, bahkan furniture seperti
meja, bangku, dan lain sebagainya.

Alasan mengapa batu marmer ini seringkali dipilih sebagai batu penghias rumah adalah karena batu ini
mempunyai tampilan yang sangat indah. Marmer mempunyai corak atau pola tertenu dan mempunyai
beragam warna yang mengombinasinya, hal inilah yang membuat marmer indah dan cocok digunakan
sebagai bahan untuk dekorasi bagunan. Selain itu juga karena batu marmer mempunyai sifat yang tanah
lama dan juga mudah dipahat. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas lebih banyak mengenai
batu marmer. Artikel ini akan menjelaskan mengenai berbagai macam informasi mengenai batu marmer.

Ciri- ciri Batu Marmer


Sebagai salah satu jenis batu alam, dan salah satu jenis batuan metamorf atau malihan, batu marmer ini
mempunyai ciri khusus yang membedakannya dengan jenis batu lain. Beberapa jenis dari batu marmer
adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai struktur batu yang kompak.


2. Gugusan kristal yang ada di batu marmer relatif sama dengan tekstur halur sampai yang agak kasar.
3. Pada umumnya marmer tersusun atas mineral kalsit dengan mineral minor lainnya seperti mika, klhorit,
kuarsa, dan jenis silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan juga limorit.
4. Mempunyai nilai komersil atau ekonomi yang bergantung pada warna dan tekstur batu tersebut.
5. Terpengaruh oleh porositas, kekuatan regangan, dan kekuatan terhadap cuaca.

Itulah beberapa ciri yang melekat pada batu marmer yang akan membedakannya dengan jenis batuan
yang lainnya.

Baca juga: ciri-ciri air tanah yang baik, ciri- ciri air tanah yang tercemar

Jenis- jenis Batuan Marmer


Sebagai salah satu jenis batuan alam dan sebagai salah satu jenis batuan malihan atau metamorf, batu
marmer ini mempunyai beberapa jenis. Jenis dari batu marmer ini biasanya dibedakan berdasarkan
warna, tekstur, dan juga komposisi mineral yang menyusun batuan tersebut. Jenis- jenis dari batuan
marmer antara lain sebagai berikut:

 Statuary marble, yakni jenis batuan marmer yang putih bersih dan mempunyai teksture yang bagus.
 Architectural marble, yakni batuan marmer yang mempunyai warna teksur, mutu, dan kekuatan yang
bagus.
 Ornamental marble, yakni batuan marmer yang memiliki warna yang indah.
 Onix marble, yakni batuan marmer yang yang jernih dan terdiri dari materal- material organik dan juga
kalsit.
 Cipolin marble, yakni batuan marmer yang banyak mengandung mika dan juga talk.
 Ruin marble, merupakan batuan marmer yang bertekstur hakus dan juga kristal yang tidak teratur.
 Breccia marble, merupakan batuan marmer yang mempunyai tekstur asar dan juga paesegi.
 Shell marble, merupakan batuan marmer yang terdiri dari fosil- fosil.
 Carrara marble, yakni batu marmer yang mempunyai warna putih murni. Batu jenis ini seringkali
digunakan oleh bangsa Yunani dan Romawi sebagai bahan dasar pembuatan patung dan juga air
mancur.
 Limestone, yakni marmer yang yang memiliki warna begie atau coklat. Batu marmer ini bisa ditemukan
dari danau ataupun bekas danau.
 Breksi, yakni batu marmer yang terbentuk karena adanya bekas longsoran tanah.
 Marmer budidaya, adalah marmer yang dibuat oleh manusia, yakni kombinasi antara debu marmer dan
juga semen.
 Marmer hijau, yakni batuan pertama yang hanya sekedar terlihat seperti mamrmer namun bukan marmer
asli.

Itulah jenis- jenis dari batu marmer yang mana jenis- jenis tersebut disandarkan pada warna dan juga
tekstur batuan itu sendiri.

Proses Terbentuknya Batu Marmer


Batu marmer ini adalah batu yang dihasilkan dari proses metamorfosa batuan kapur atau gamping
selama kurun waktu yang lama. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai ciri- ciri batu ini, bisa dibaca
di proses terjadinya marmer.

Manfaat Batuan Marmer


Sebagai salah satu jenis batuan yang banyak diminatil oleh orang- orang, marmer ternyata mempunyai
banyak manfaat. Marmer yang mempunyai visualisasi indah ini sering digunakan untuk berbagai
keperluan manusia. Berkut ini akan dijelaskan mengenai manfaat yang diperoleh manusia dari batu
marmer. Atau bisa juga dikatakan sebagai penggunaan batuan marmer oleh manusia, yakni sebagai
berikut:

1. Penghias rumah

Fungsi yang paling sering diambil manusia dari batu marmer adalah menjadikannya sebagai bahan
penghias rumah. Struktur batuan ,marmer yang indah dengan pola- pola tertentu dan juga perzampuran
berbagai warna ini tampak cocok sekali apabila batu maremer dijadikan bahan penghias rumah.
Penghias rumah dari bahan batu marmer ini dilakukan dengan menjadikan marmer ini sebagai bahan
utama konstruksi bangunan paling luar di rumah kita.

misalnya, bagian lantai, tangga, veneer atau dinding. Dengan demikian rumah kita akan mempunyai
dekorasi yang indah dengan full batu marmer sebagai penyusunnya. Batu marmer apabila dijadikan
bahan konstruksi atau penghias rumah maka akan menjadikan rumah tersebut tampak mewah dan
eksklusif. Banyak orang yang sengaja menjadikan marmer sebagi hiasan rumah mereka. Setidaknya
ditemukan beberapa alasan mengapa batu marmer ini dipilih sebagai bahan penghias rumah. Alasan-
alan tersebut antara lain:

 Marmer merupakan jenis batu alam yang tanah lama


 Batuan marmer ini mudah ubtuk dibersihkan
 Mempunyai penampilan yang menakjubkan

2. Sebagai bahan dasar pembuatan berbagai macam furniture

ads
Banyak sekali jeis furniture yang dibutuhkan oleh manusia. seiring dengan kemajuan zaman, furniture-
furniture ini dibuat dengan menggunakan berbagai macam bahan, tidak hanya kayu, namun juga aneka
batu alam. Salah satu jenis batu alam yang dipilih sebagai bahan pembuatan furniture adalah batuan
marmer. Batuan marmer ini sangat banyak digunakan sebagai bahan pembuatan aneka macam furniture
seperti meja, kiursi, jendela, guci, perapian, dan juga bahan- bahan- bahan kerajinan lainnya.

Batu marmer ini dipilih sebagai bahan pembuat furniture karena mempunyai sifat yang lunak. Batu
marmer merupakan jenis batu alam yang yang dapat tembus cahaya, inilah yang membuatnya
mempunyai sifat lunak. Selain itu batuan marmer juga mempunyai manfaat tinggi untuk menyerap cat.
Batu marmer juga mempunyai teksutur yang lembut sehingga mudah di pahat.

3. Sebagai bahan pembuat batu nisan

Batu nisan biasanya dibuat dari batu- batuan alam yang mempunyai corak keindahan khusus. salah satu
batu yang banyak digunakan adalah batu marmer. Seperti yang telah dijelaskan sebalumbya
bahwasannya batu mamer mempunyai tampilan yang menarik serta menawarkan kemudahan yakni
mudah dipahat. Hal- hal seperti itulah yang menjadikan batu marmer dipilih sebagai salah satu batu untuk
pembuatan batu nisan. Selain itu, alasan lainnya adalah karena batu marmer ini bersifat tahan lama atau
awet, dan tahan terhadap hujan.

4. Bahan dasar pembersi rumah

Selain digunakan untuk bahan keindahan atau hiasan, ternyeta batu marmer juga bisa digunakan
sebagai bahan dasar pembersih rumah. Batu marmer ini terdiri atas kalsit, yakni semacam mineral
dengan kekerasa Mosh tiga. Maka dari itulah batu marmer ini sering digunakan sebgai bahan dasar
dalam pembuatan cairan pembersih kamar mandi maupun dapur. Karena batu marmer ini bersifat
lembut, maka pembersig dari batu marmer ini tidak menyebabkan goresan atau kerusakan lainnya.

5. Sebagai pupuk

Selain kotoran dan juga kompos, ternyata pupuk bisa juga dibuat dari bahan batu. Salah satu yang
digunakan adalah batu marmer ini. Batu marmer ketika dipanaskan maka akan membuang kandungan
karbondioksida yang terkandung dalam batu tersebut, sehingga yang tersisa adalah kalsiumoksida atau
zat kapur. Zat kapur ini bisa digunakan sebagai penguranh keasaman pada tanah, maka dari itu bisa
digunakan sebagai pupuk untuk lahan pertanian. Untuk hasil yang lebih baik maka pemakaian pupuk
batu marmer ini diterapkan bersama- sama dengan jenis pupuk lainnya.

baca juga: cara menyuburkan tanah kering dan tandus

6. Untuk bahan pewarna

Marmer yang mempunyai warna putih ini seringkali digunakan sebagai penghasil produk yang dikenal
sebagai kapur sirih. Kapur sisrih ini merupakan serbuk putih yang digunakan sebagai pigmen, brighteer,
dan juga pengisis dalam cat, kertas, serta prosuk- produk lainnya.

7. Penetral asam

Batu marmer bisa juga dimanfaatkan sebagai penetral asam karena batu ini terdiri dari kalsium karbonat.
Hal tersebut membuat batu marmer menjadi jenis batuan yang sangat efektif untuk menetralisir asam.
Batu marmer yang mencapai kemurnian tinggi,maka akan hancur manjadi bubuk. Bubuk yang berasal
dari hancurnya batu marmer ini diproses sedemikian rupa hingga siap digunakan sebagai penetral rasa
asam. Kadar asam yang seringkali dikurangi dengan menggunakan batu marmer ini adalah asam tanah,
asam sungai, asam dalam industri kimia, hingga asam dalam tubuh manusia.

Apa itu Pertambangan?


Pertambangan adalah kegiatan untuk mendapatkan logam dan mineral dengan cara
membongkar tanah yang kemudian hancurkan: gunung, hutan, sungai, laut dan
penduduk kampung.
Pertambangan adalah kegiatan paling merusak (alam dan kehidupan sosial) yang
dimiliki orang kaya dan hanya menguntungan orang kaya.
Pertambangan adalah lubang besar yang menganga dan digali oleh para pembohong
(Mark Twian)
Pertambangan adalah industri yang banyak mitos dan kebohongan:

Apa itu Lingkungan Hidup


Kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri-kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.Lingkungan hidup dapat diperbaharui
dan tidak dapat diperbaharui. Atau sering disebut 2 Komunitas yakni: biotic community
dan abiotic community. Lingkungan Hidup tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Pertambangan Vs Lingkungan Hidup


Pertambangan dan lingkungan hidup adalah dua topik yang berlawanan sepanjang
masa. Pertambangan selalu dilihat sebagai bidang yang akan memberikan percepatan
aliran devisa, penyedian lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, percepatan daerah
tertinggal, dan lebih dari itu mengurangi kemiskinan. Semua ini merupakan mantera
yang terus digulirkan untuk memberi keyakinan bagi rakyat. Hingga hari ini belum ada
daerah tambang yang maju. Padahal, kegiatan ini mendapat dukungan dari negara dan
dukungan modal korporasi/perusahan multi-nasional. kelompok-kelompok kritis
seperti para aktivis lingkungan, akademisi dan berbagai kelompok yang pro-rakyat
melihat pertambangan sebagai monster yang menakutkan.
Dari realitas dapat ditemukan bahwa di kawasan pertambangan selalu terjadi
kekerasan, pelanggaran Hak Asasi Manusia (pengambilan tanah rakyat), perusakan
pencemaran lingkungan dan penggerogotan kedaulatan-kedaulatan negara. Kedua
kelompok ini memiliki analisis bertolak dari substansi yang berbeda. Kelompok pro
pertambangan melupakan aspek lingkungan hidup dan lebih diaksentuasikan pada
aspek ekonomi. Kelompok kontra tambang lebih menegaskan pada aspek keseimbangan
lingkungan hidup dan keberpihakan kepada masyarakat kawasan.
Sektor pertambangan menjadi primadona yang telah membuat negara menganaktirikan
sektor seperti (cendana, pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan).
Pertambangan dianggap gampang mendatangkan uang tunai tanpa membebani
pemerintah dengan pengadaan infrastruktur. Tidak heran, bila di bumi Flobamora
memiliki banyak potensi tambang, misalnya: tambang emas lembata, tambang mangan
di Sirise (Manggarai), Tambang Marmer di Molo (TTS), Tambang Emas di Batu Gosok
(Manggarai Barat), Tambang emas di Alor, Tambang Mangan hampir di seluruh wilayah
Timor, Tambang Emas di Pulau Sumba yang mencakupi 2 kawasan Taman Nasional di
Sumba (Lai Wanggi Wanggameti dan Manupeu Tanadaru). Dan rencana Tambang
Emas di dua titik yakni (Waiblama dan Liakutu). Tambang Emas di Noeltoko (Kab.
TTU) dan masih banyak lokasi pertambangan yang belum sempat dipublikasikan.

Tahap-Tahap Tambang
Tahap Penyelidikan Umum
Penyelidikan Umum adalah sebuah tahap dimana dilakukan penyelidikan lokasi, studi
geologi dan pengambilan contoh batuan di permukaan tanah, atau sungai-sungai.
Kegiatan ini dilakukan oleh para geolist untuk mencari apakah daerah yang
bersangkutan terdapat mineralisasi. Penyelidikan umum adalah suatu pemeriksaan
atau penyelidikan awal yang diadakan dalam usaha mengetahui indikasi-indikasi
mineralisasi di suatu lahan berhubungan dengan ciri-ciri geografisnya.

Tahap Eksplorasi
Eksplorasi adalah pencarian mineral-mineral dengan memakai metode geologi,
geofisika, geokimia termasuk menggunakan lubang bor, lubang ujicoba, parit,
terowongan dan teknik-teknik lain, baik di permukaan maupun di bawah tanah dengan
tujuan mengetahui letaknya tumpukan (deposit) mineral yang bernilai ekonomis dan
juga mengetahui ciri-ciri, bentuk dan tingkat kandungan mineralnya.
Tahap Persetujuan AMDAL
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) bertujuan memberikan pertimbangan
untuk menolak ataukah menerima proyek. Faktanya AMDAL hanya alat pembenaran
proyek, walau dampaknya jelas merugikan rakyat dan lingkungan. Selain itu hasil
AMDAL: Pertama, Dapat menunjukkan lokasi pembangunan yang layak serta wilayah
persebaran dampaknya; Kedua, Dapat digunakan sebagai masukan dengan
pertimbangan yang lebih luas bagi perencanaan dan pengambilan keputusan
pembangunan sejak awal; Ketiga, Dapat dijadikan arahan/pedoman bagi pelaksanaan
rencana kegiatan pembangunan termasuk rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan.

Persiapan dan Pembangunan Sarana


Pada tahap ini, terjadi pembebasan besar-besaran lahan penduduk, hutan, dan
perkebunan di bakal lokasi tambang. Setelah itu dibangun berbagai sarana seperti:
jalan, pemukiman (bahkan perkotaan) pembangkit tenaga listrik, dermaga, pelabuhan
udara, pabrik pengolahan, penampung limbah tailing dan perumahan pekerja, dan
lainnya.

Tahap Produksi/Eksploitasi
Pada tahap ini dilakukan pengalian dan pengambilan batuan, pemisahan, mineral,
pembuangan limbah dan pengelolahan biji.

DAMPAK-DAMPAK PERTAMBANGAN
Dampak bagi Ekologi
Perubahan Bentangan alam (landscape)
Semua Proyek pertambangan, terutama pertambangan terbuka memerlukan lahan
dalam jumlah sangat besar untuk membangun lubang tambang, pabrik pengolah biji
besi, perumahan karyawan. Tentunya proses penggalian dan pengambilan batuan akan
menggusur lahan pertanian, hutan, dan sumber air (hidrologi).
Aktivitas ini menyebabkan terjadinya tata air setempat, resiko bencana, longsor serta
banjir. Karena permukaan tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang raksasa.
Banyak kasus hilangnya keanekaragaman hayati dan mata pencaharian penduduk
terutama yang hidupnya bergantung pada hutan.
Lebih dari itu, perubahan bentangan alam juga akan mengubah tatanan ekologi yang
selama ini ada, dan malah membawa malapetaka. Sering orang beranggapan bahwa
gunung tidak punya manfaat. Padahal gunung itu berfungsi untuk mengurangi dan
menahan lajunya kecepatan angin.
Pertambangan, Industri Rakus Air
Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa air manusia tidak bisa
hidup. Dengan air, manusia dapat memanfaatkannya untuk menjamin kehidupannya,
misal: untuk minum, mandi, cuci. Lebih dari itu air dimanfaatkan untuk persawahan,
penyiraman sayur-mayur dan usaha ekonomi lain yang dapat membantu meningkatkan
mutu hidup manusia.
Pertambangan merupakan industri rakus air. Misalnya; Untuk memperoleh satu gram
emas membutuhkan 104 liter air. Pada setiap ton batu bara, untuk mengontrol debu
dan perlindungan dan kebakaran dibutuhkan 65 hingga 120 liter air, jika penambangan
secara tertutup. Dan tiga kali lipat jika penambangan secara terbuka masih ditambah 33
liter air untuk mencuci tiap ton batu batubara. Itu belum termasuk dampak
terganggunya sistem air tanah akibat terbentuknya air asam. Tambang yang bisa
mencemari sungai dan air tanah.

Pertambangan Menyebabkan Limbah Beracun/Tailing


Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang. Selain, tailing
kegiatan tambang juga menghasilkan limbah lain seperti: limbah kemasan bahan kimia
dan limbah domestik. Tailing yang menyerupai lumpur kental, pekat, asam dan
mengandung logam-logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhuluk
hidup.Dampak tailing yang ditimbulkan oleh sebuah perusahan tambang berarti kita
sedang bunuh diri dan anak cucu. Perusahaan tambang setiap hari membuang ribuan
ton tailing ke laut yang mengancam keselamatan dan melahirkan malapetaka bagi anak
cucu.
Dampak bagi Sosial – Budaya
Dalam “The forms of Capital” (1986) Piere Boudieu membagi modal menjadi modal
kapital, modal budaya dan modal sosial. Modal sosial dapat secara bebas diterjemahkan
sebagai hubungan atau jaringan (network) antara orang-orang yang memiliki pikiran
dan gagasan sama tentang suatu hal.
Dalam konteks masyarakat lokal di lokasi pertambangan, hubungan sosial terbentuk
karena kesamaan kepentingan di atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat,
kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya.
Direnggutnya penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan
fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada: 1). Lenyapnya daya ingat
sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki komunitas, 2). Putusnya
hubungan silahturami antar warga menyebabkan perpecahan, persengketaan dan
bahkan ke taraf konflik (saling melenyapkan eksistensi satu sama lain). Mekanisme
resolusi konflik tradisional yang telah hidup dalam komunitas tidak lagi dijadikan
kontrol dalam kehidupan sosial. 3). Menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya
mutu kesehatan, mental warga, dan seringkali munculnya penyakit-penyakit baru, baik
penyakit yang berupa metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan
bahan-bahan hayati yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin)dan penyakit lain
yang dibawa oleh pekerja yang berasal dari luar daerah.

Dampak Pertambangan bagi Ekonomi Masyarakat


Ekonomi dibagi menjadi kegiatan Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Daya rusak
tambang pada ekonomi setempat, merupakan penghancuran pada tata produksi,
distribusi dan konsumsi lokal.
Operasi pertambangan membutuhkan lahan yang luas, dipenuhi dengan cara
menggusur tanah milik dan wilayah kelola rakyat. Kehilangan sumber produksi (tanah
dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat menghasilkan
barang-barang dan kebutuhan mereka sendiri. 2). Rusaknya tata konsumsi, lumpuhnya
tata produksi menjadikan masyarakat makin tergantung pada barang dan jasa dari luar.
Untuk kebutuhan sehari-hari mereka semakin lebih jauh dalam jeratan ekonomi. Uang
tunai yang cendrung melihat tanah dan kekayaan alam sebagai faktor produksi dan bisa
ditukar dengan sejumlah uang tidak lebih. 3). Rusaknya tata distribusi, kegiatan
distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam
komunitas.
Dibangun opini publik bahwa pertambangan akan membawa kesejateraan dengan
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Tetapi yang terjadi seperti
yang dikemukakan di atas, maka janji investor dan pemkab adalah peningkatan
ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di negeri sendiri.
Tawaran akan pertambangan perlu dikaji secara cermat dengan melihat fakta-takta
yang sudah ada. Bukan dengan pragramtis lalu pertambangan disetujui, setelah itu baru
diakhiri dengan kekesalan.

Dampak Pertambangan bagi Aspek Politik


Politik seringkali diartikan sebagai proses pembuatan keputusan dalam sebuah
kelompok. Dickerson dan Flanagan, politik sebagai “sebuah proses resolusi konflik
(kepentingan), dimana segala daya dan usaha dikerahkan untuk pencapaian tujuan
bersama”. Dalam kenyataannya, ia berujud upaya seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuannya dengan berbagai cara, bisa mempengaruhi dan meyakinkan,
membohongi atau bahkan menyingkirkan pihak lain.Harold Lasswell, politik yaitu:
siapa mendapatkan apa, kapan, dimana dan bagaimana?
Politik lokal merupakan sarana penampungan dan pengakomodasian kepentingan
warga setempat. Politik menjadi sasaran daya rusak untuk memenangkan kepentingan
industri tambang. Ini dapat dilihat dari beberapa indikasi berikut: 1). Margininalisasi
tata-kepemimpinan yang membela kepentingan warga oleh negara dan korporasi. Ini
bisa dilakukan dengan mendorong penggunaan perangkat-perangkat kepemimpinan
formal, yang harus patuh kepada ketentuan negara. 2). Rontoknya kelembagaan politik
setempat digantikan oleh tata kelembagaan yang patuh kepada aturan-aturan negara.
Ini menyebabkan lenyapnya ruang aspirasi dan partisipasi warga, dalam pengambilan
keputusan politik setempat. Proses politik menjadi ajang legitimasi sosial bagi operasi
tambang di tanah-tanah milik dan wilayah kelola warga. 3.) Program Community
Development adalah cara yang digunakan untuk menggusur kelembagaan politik
setempet. Dan ini biasanya dipakai jaringan LSM/NGO makanya banyak NGO tidak
banyak berkomentar tentang pertambangan atau kerusakan lingkungan hidup. LSM
model ini biasanya sangat akrab dengan Birokrat dan sangat kompromistis.

Kesimpulan
Akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui
bidang pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), penyedian lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan
pembangunan desa tertinggal atau pengurangan kemiskinan perlu dicermati. Para
pelaku pertambangan juga selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan
kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi Indonesia
umumnya dan NTT pada khususnya adalah mantera yang digulirkan terus menerus
untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri di atas mutlak diperlukan.
Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui
penggalian. Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton limbah
tambang dan kerusakan lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi dicermati bahwa
lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat pemanasan global, global
warming dan perubahan iklim, climate change yang terus terjadi.
Apabila kondisi ini tidak disikapi secara objektif, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat NTT, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaaskan.
1). Bahwa bumi NTT berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng indo-australia,
lempeng pasifik dan lempeng eurosia. Karena letak ini, maka tidak heran wilayah sering
terjadi bencana. 2.) Bahwa bumi NTT merupakan gugus pulau kecil yang sangat rentan
dengan kehilangan pulau, 3.) Bahwa Bumi NTT tidak hanya bisa dibangun dengan
pertambangan. Karena NTT bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang
pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya; 3.) Bahwa bumi NTT harus
dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh pertambangan yang sedang
diproses.

Kesimpulan
Akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui
bidang pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), penyedian lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan
pembangunan desa tertinggal atau pengurangan kemiskinan perlu dicermati. Para
pelaku pertambangan juga selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan
kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi Indonesia
umumnya dan NTT pada khususnya adalah mantera yang digulirkan terus menerus
untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri di atas mutlak diperlukan.
Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui
penggalian. Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton limbah
tambang dan kerusakan lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi dicermati bahwa
lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat pemanasan global, global
warming dan perubahan iklim, climate change yang terus terjadi.
Apabila kondisi ini tidak disikapi secara objektif, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat NTT, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaaskan.
1). Bahwa bumi NTT berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng indo-australia,
lempeng pasifik dan lempeng eurosia. Karena letak ini, maka tidak heran wilayah sering
terjadi bencana. 2.) Bahwa bumi NTT merupakan gugus pulau kecil yang sangat rentan
dengan kehilangan pulau, 3.) Bahwa Bumi NTT tidak hanya bisa dibangun dengan
pertambangan. Karena NTT bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang
pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya; 3.) Bahwa bumi NTT harus
dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh pertambangan yang sedang
diproses.

Pengantar
Proses penolakan (baca=perlawanan) masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS) Propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap rencana penambangan
gunung batu Faut Lik dan Fatu Ob masih berlangsung sampai sekarang ini. Proses ini
berawal dari dikeluarkannya Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) bernomor:
69/KEP/HK/2004 tertanggal 13 Juli 2004 oleh Bupati Kepala Daerah Tk II Kabupaten TTS,
Drs. Daniel Banunaek. Berbekal surat yang diterima dari Bupati tersebut, PT. Teja Sekawan,
sebuah perusahaan dari Surabaya, melakukan serangkaian kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi diwilayah ini.

Penolakan masyarakat Molo terhadap penambangan gunung batu (marmer) bukan hanya
terjadi dalam kasus ini saja. Wilayah Molo merupakan satu wilayah/ hamparan yang kaya
akan sumber daya alam sekaligus sebagai salah satu wilayah tangkapan air yang terletak di
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wilayah ini dikelilingi oleh satu deretan gunung batu
yang telah melahirkan/ mewariskan banyak persoalan. Sebagai salah satu wilayah yang
kaya sumberdaya alam di Kabupaten TTS, pemerintah daerah selalu berusaha melakukan
eksploitasi dengan dalih peningkatan pendapatan daerah serta pembangunan.

Berbagai rangkaian penolakan masyarakat terkait dengan penambangan batu marmer mulai
marak tahun 1999 ketika PT. Karya Hasta dan PT. Kawan Setia Pramesti bermaksud
mengeksploitasi batu marmer di wilayah Fatu Naususu, Fatu Anjaf dan Fatu Nua di desa
Fatukoto dan Ajaobaki. Rencana penambangan ini berhasil digagalkan oleh masyarakat
yang mendapat dukungan penuh dari banyak pihak, khususnya LSM yang ada di Kota
Kupang yang melakukan penolakan secara terus menerus.

Keberhasilan penolakan masyarakat terhadap penambangan di desa Fatukoto dan Ajaobak


tidak diikuti di desa Tunua. PT. Sumber Alam Makmur (SAM) yang telah melakukan
penambangan Fatu Naetapan di desa Tunua sejak tahun 2003. Penolakan masyarakat yang
mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Pemerhati Tambang Marmer Mollo baru dilakukan
tiga (3) tahun setelah penambangan berjalan. Pada tanggal 6-7 Maret 2006 masyarakat
melakukan pendudukan lokasi selama dua hari berturut-turut, namun perusahaan tetap
melanjutkan kegiatannya (Pos Kupang, 10/3/06).
Penolakan lebih besar kemudian dilakukan masyarakat dengan melakukan aksi blokade
yang berbuntut penangkapan terhadap masyarakat dan beberapa aktifis yang
mendampingi. Penangkapan ini dipicu oleh serangan yang dilakukan para preman sehingga
terjadi saling lempar antara pengunjuk rasa dan preman. Atas dasar kejadian ini Polisi
memiliki alasan untuk membubarkan secara paksa aksi blockade yang dilakukan (Senin,
3/4/06). Buntut dari kerusuhan ini, lima puluh satu (51) orang warga dan aktifis ditangkap
oleh Polisi dan enam belas (16) diantaranya ditahan dengan tuduhan pengrusakan (Siaran
Pers TAPAL, AMAN, WALHI, JATAM tanggal 12 April 2006).

Keberhasilan pemerintah daerah meredam perlawanan masyarakat, kemudian dilanjutkan di


desa Kuanoel-Fatumnasi (satu desa yang tidak jauh dari Tunua) persis empat (4) bulan
setelah “kegagalan” tersebut. Berangkat dari pengalaman diatas, rencana penambangan
Faut Lik dan Fatu Ob bisa jadi merupakan satu pintu masuk bagi pemerintah daerah dan
perusahaan untuk melakukan penambangan yang lebih massive di wilayah ini. Hamparan
gunung batu masih tersebar di sepanjang wilayah ini dan “kemungkinan besar” wilayah ini
masih menyimpan sumber kekayaan alam lainnya yang siap untuk dieksploitasi

Perempuan Sang Pendobrak


Penolakan masyarakat Kuanoel-Fatumnasi terhadap penambangan marmer oleh PT. Tedja
Sekawan Surabaya tidak bisa dilepaskan dari kegigihan/ peran perempuan (Para Mama)
yang berdiri paling depan melakukan penolakan. Penolakan pertamakali dilakukan oleh dua
orang perempuan (Etty Anone dan Yosina Lake/alm*) pada bulan Agustus 2006 ketika alat
berat (excavator) mulai masuk dan merusak pagar lahan pekarangannya (24/8/06). Mama
Etty Anone dan Mama Yosina Lake/alm tidak peduli ketika anggota Babinsa menegurnya
dengan keras serta mengatakan,”Pekarangan itu adalah hak Mama Yosina dan kamu tidak
boleh ikut campur!”. Mendapat teguran tersebut Etty Anone dengan lantang
menjawab,”Kamu yang harus berhenti merusak kami punya batu!!”
(http://rakyatmollo.blogspot.com, November 2006). Atas kegigihan dan perlawanan yang
dilakukan dua orang perempuan ini, akhirnya pihak perusahaan mengurungkan niat
menggunakan tanah milik Etty Anone maupun Yosina Lake untuk melakukan eksploitasi
Faut Lik dan Fatu Ob dan mencoba menggunakan lahan penduduk lainnya.

Kegigihan tersebut kembali ditunjukkan oleh para mama ketika penolakan secara massive
(bersama-sama) dilakukan pertamakali tanggal 14 Oktober 2006 lalu. Kurang lebih 100
orang Mama harus berhadap-hadapan dengan para pekerja tambang yang sudah memulai
melakukan eksploitasi terhadap batu (marmer) yang berada tepat dipinggir gunung. Tanpa
rasa takut, para Mama berteriak-teriak agar para pekerja tambang menghentikan seluruh
kegiatan penambangan. Penolakan ini kemudian dilanjutkan dengan pendudukan lokasi
tambang, dengan membangun tenda tepat didepan lokasi tambang selama kurang lebih tiga
(3) bulan.

Peran para Mama yang berdiri paling depan dalam melakukan penolakan penambangan
Faut Lik dan fatu Ob sangat berbeda dengan dua peristiwa sebelumnya (penolakan Fatu
Naususu dan Fatu Naetapan). Bagi masyarakat Molo, hal ini merupakan satu catatan baru
yang telah menjadi warna tersendiri bagi perjuangan masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi.
Kegigihan para mama untuk mempertahankan dan menolak kehadiran perusahaan yang
akan mengeksploitasi Faut Lik dan Fatu Ob bukan tanpa alasan. Ada banyak alasan untuk
melihat kegigihan para mama dalam mempertahankan wilayah yang saat ini menjadi
sengketa. Wilayah Faut Lik dan Fatu Ob merupakan satu wilayah; sumber air, lahan
pertanian, tempat tinggal, lokasi untuk ritus/upacara adat dsb. Dan masyarakat telah
memanfaatkan wilayah ini selama puluhan bahkan ratusan tahun lamanya.

Dalam struktur masyarakat yang masih mengedepankan lak-laki, para Mama memiliki
peran yang cukup penting dalam wilayah yang lebih bersifat domestik. Para Mama inilah
yang selama ini mengatur, mengelola, memperhitungkan seluruh hasil pertanian yang
didapat dalam kurun waktu tertentu sampai dengan masa panen berikutnya. Artinya, para
mama inilah yang akan bertanggungjawab terhadap seluruh pengelolaan dan pemanfaatan
hasil panen untuk satu keluarga. Disamping memiliki kewajiban tersebut, para Mama juga
memiliki kewajiban lain untuk tetap berada di kebun bersama para bapak pada musim
tanam maupun panen.

Begitupula pemanfaatan gunung batu sebagai wilayah sumber air. Kita bisa menyaksikan
para Mama membawa air yang diletakkan diatas kepala sambil menenteng air lainnya
dengan tangan yang akan dibawa pulang. Dalam peran domestiknya, para Mama harus
bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan rumah tangganya
seperti; kebutuhan memasak, air minum dsb. Relasi yang kuat antara perempuan dengan
lingkungan seperti inilah, yang mendorong kesadaran kritis para Mama untuk tetap
mempertahankan wilayah mereka dari proses pengrusakan yang akan dilakukan oleh
perusahaan tambang.

“Jika batu ini ditambang, darimana kami akan memperoleh air? Dimana kami akan
berkebun?Bagaimana anak-anak Kami akan memperoleh makan dsb? Dimana kami akan
tinggal?”, begitu ungkapan para Mama. “Kehidupan Kami selama ini telah ditopang oleh
kehadiran gunung batu yang mampu memberi Kami makan,memberi Kami minum dan
bukan perusahaan”, ungkap para Mama dalam satu waktu.

Atas dasar kondisi inilah, jika gunung batu ini ditambang maka yang akan terjadi adalah
kerusakan alam/ lingkungan, pencemaran air, semakin sempitnya lahan,kerusakan tanah
dsb. Berbagai kondisi tersebut akan berakibat pada penurunan hasil produksi pertanian
yang selama ini telah menghidupi masyarakat. Penurunan hasil produksi akan semakin
menyusahkan dan menyengsarakan para Mama karena merekalah yang harus
bertanggungjawab untuk mengatur dan mengelolanya demi kelangsungan hidup keluarga.

Berangkat dari berbagai kondisi tersebut diatas, kegigihan para Mama yang selalu berdiri
paling depan melakukan penolakan di desa Kuanoel-Fatumnasi menemukan muaranya. Bagi
para Mama, penambangan gunung batu akan menambah kesengsaraan dan penderitaan
bagi banyak orang dalam waktu yang sangat panjang termasuk untuk dirinya sendiri.
Selamat berjuang Mama-mama Kami akan selalu berada di pihakmu.

Catatan:
*Mama Yosina Lake adalah salah seorang tokoh perempuan yang selalu berdiri paling depan
ketika harus berhadapan dengan perusaahan. Namun umur Mama Yosina Lake tidak terlalu
panjang untuk bisa menemani masyarakat melakukan penolakan. Mama Yosina Lake
meninggal dunia pada tanggal 30 November 2006 setelah beberapa hari sebelumnya Mama
Yosina Lake bersama dua orang perempuan lain harus berhadap-hadapan dengan para
pekerja tambang yang melakukan pengeboran batu. (Baca;
http://rakyatmollo.blogspot.com ,bulan November 2006) Pengantar
Proses penolakan (baca=perlawanan) masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS) Propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap rencana penambangan
gunung batu Faut Lik dan Fatu Ob masih berlangsung sampai sekarang ini. Proses ini
berawal dari dikeluarkannya Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) bernomor:
69/KEP/HK/2004 tertanggal 13 Juli 2004 oleh Bupati Kepala Daerah Tk II Kabupaten TTS,
Drs. Daniel Banunaek. Berbekal surat yang diterima dari Bupati tersebut, PT. Teja Sekawan,
sebuah perusahaan dari Surabaya, melakukan serangkaian kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi diwilayah ini.

Penolakan masyarakat Molo terhadap penambangan gunung batu (marmer) bukan hanya
terjadi dalam kasus ini saja. Wilayah Molo merupakan satu wilayah/ hamparan yang kaya
akan sumber daya alam sekaligus sebagai salah satu wilayah tangkapan air yang terletak di
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wilayah ini dikelilingi oleh satu deretan gunung batu
yang telah melahirkan/ mewariskan banyak persoalan. Sebagai salah satu wilayah yang
kaya sumberdaya alam di Kabupaten TTS, pemerintah daerah selalu berusaha melakukan
eksploitasi dengan dalih peningkatan pendapatan daerah serta pembangunan.

Berbagai rangkaian penolakan masyarakat terkait dengan penambangan batu marmer mulai
marak tahun 1999 ketika PT. Karya Hasta dan PT. Kawan Setia Pramesti bermaksud
mengeksploitasi batu marmer di wilayah Fatu Naususu, Fatu Anjaf dan Fatu Nua di desa
Fatukoto dan Ajaobaki. Rencana penambangan ini berhasil digagalkan oleh masyarakat
yang mendapat dukungan penuh dari banyak pihak, khususnya LSM yang ada di Kota
Kupang yang melakukan penolakan secara terus menerus.

Keberhasilan penolakan masyarakat terhadap penambangan di desa Fatukoto dan Ajaobak


tidak diikuti di desa Tunua. PT. Sumber Alam Makmur (SAM) yang telah melakukan
penambangan Fatu Naetapan di desa Tunua sejak tahun 2003. Penolakan masyarakat yang
mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Pemerhati Tambang Marmer Mollo baru dilakukan
tiga (3) tahun setelah penambangan berjalan. Pada tanggal 6-7 Maret 2006 masyarakat
melakukan pendudukan lokasi selama dua hari berturut-turut, namun perusahaan tetap
melanjutkan kegiatannya (Pos Kupang, 10/3/06).

Penolakan lebih besar kemudian dilakukan masyarakat dengan melakukan aksi blokade
yang berbuntut penangkapan terhadap masyarakat dan beberapa aktifis yang
mendampingi. Penangkapan ini dipicu oleh serangan yang dilakukan para preman sehingga
terjadi saling lempar antara pengunjuk rasa dan preman. Atas dasar kejadian ini Polisi
memiliki alasan untuk membubarkan secara paksa aksi blockade yang dilakukan (Senin,
3/4/06). Buntut dari kerusuhan ini, lima puluh satu (51) orang warga dan aktifis ditangkap
oleh Polisi dan enam belas (16) diantaranya ditahan dengan tuduhan pengrusakan (Siaran
Pers TAPAL, AMAN, WALHI, JATAM tanggal 12 April 2006).

Keberhasilan pemerintah daerah meredam perlawanan masyarakat, kemudian dilanjutkan di


desa Kuanoel-Fatumnasi (satu desa yang tidak jauh dari Tunua) persis empat (4) bulan
setelah “kegagalan” tersebut. Berangkat dari pengalaman diatas, rencana penambangan
Faut Lik dan Fatu Ob bisa jadi merupakan satu pintu masuk bagi pemerintah daerah dan
perusahaan untuk melakukan penambangan yang lebih massive di wilayah ini. Hamparan
gunung batu masih tersebar di sepanjang wilayah ini dan “kemungkinan besar” wilayah ini
masih menyimpan sumber kekayaan alam lainnya yang siap untuk dieksploitasi

Perempuan Sang Pendobrak


Penolakan masyarakat Kuanoel-Fatumnasi terhadap penambangan marmer oleh PT. Tedja
Sekawan Surabaya tidak bisa dilepaskan dari kegigihan/ peran perempuan (Para Mama)
yang berdiri paling depan melakukan penolakan. Penolakan pertamakali dilakukan oleh dua
orang perempuan (Etty Anone dan Yosina Lake/alm*) pada bulan Agustus 2006 ketika alat
berat (excavator) mulai masuk dan merusak pagar lahan pekarangannya (24/8/06). Mama
Etty Anone dan Mama Yosina Lake/alm tidak peduli ketika anggota Babinsa menegurnya
dengan keras serta mengatakan,”Pekarangan itu adalah hak Mama Yosina dan kamu tidak
boleh ikut campur!”. Mendapat teguran tersebut Etty Anone dengan lantang
menjawab,”Kamu yang harus berhenti merusak kami punya batu!!”
(http://rakyatmollo.blogspot.com, November 2006). Atas kegigihan dan perlawanan yang
dilakukan dua orang perempuan ini, akhirnya pihak perusahaan mengurungkan niat
menggunakan tanah milik Etty Anone maupun Yosina Lake untuk melakukan eksploitasi
Faut Lik dan Fatu Ob dan mencoba menggunakan lahan penduduk lainnya.

Kegigihan tersebut kembali ditunjukkan oleh para mama ketika penolakan secara massive
(bersama-sama) dilakukan pertamakali tanggal 14 Oktober 2006 lalu. Kurang lebih 100
orang Mama harus berhadap-hadapan dengan para pekerja tambang yang sudah memulai
melakukan eksploitasi terhadap batu (marmer) yang berada tepat dipinggir gunung. Tanpa
rasa takut, para Mama berteriak-teriak agar para pekerja tambang menghentikan seluruh
kegiatan penambangan. Penolakan ini kemudian dilanjutkan dengan pendudukan lokasi
tambang, dengan membangun tenda tepat didepan lokasi tambang selama kurang lebih tiga
(3) bulan.

Peran para Mama yang berdiri paling depan dalam melakukan penolakan penambangan
Faut Lik dan fatu Ob sangat berbeda dengan dua peristiwa sebelumnya (penolakan Fatu
Naususu dan Fatu Naetapan). Bagi masyarakat Molo, hal ini merupakan satu catatan baru
yang telah menjadi warna tersendiri bagi perjuangan masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi.

Kegigihan para mama untuk mempertahankan dan menolak kehadiran perusahaan yang
akan mengeksploitasi Faut Lik dan Fatu Ob bukan tanpa alasan. Ada banyak alasan untuk
melihat kegigihan para mama dalam mempertahankan wilayah yang saat ini menjadi
sengketa. Wilayah Faut Lik dan Fatu Ob merupakan satu wilayah; sumber air, lahan
pertanian, tempat tinggal, lokasi untuk ritus/upacara adat dsb. Dan masyarakat telah
memanfaatkan wilayah ini selama puluhan bahkan ratusan tahun lamanya.
Dalam struktur masyarakat yang masih mengedepankan lak-laki, para Mama memiliki
peran yang cukup penting dalam wilayah yang lebih bersifat domestik. Para Mama inilah
yang selama ini mengatur, mengelola, memperhitungkan seluruh hasil pertanian yang
didapat dalam kurun waktu tertentu sampai dengan masa panen berikutnya. Artinya, para
mama inilah yang akan bertanggungjawab terhadap seluruh pengelolaan dan pemanfaatan
hasil panen untuk satu keluarga. Disamping memiliki kewajiban tersebut, para Mama juga
memiliki kewajiban lain untuk tetap berada di kebun bersama para bapak pada musim
tanam maupun panen.

Begitupula pemanfaatan gunung batu sebagai wilayah sumber air. Kita bisa menyaksikan
para Mama membawa air yang diletakkan diatas kepala sambil menenteng air lainnya
dengan tangan yang akan dibawa pulang. Dalam peran domestiknya, para Mama harus
bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan rumah tangganya
seperti; kebutuhan memasak, air minum dsb. Relasi yang kuat antara perempuan dengan
lingkungan seperti inilah, yang mendorong kesadaran kritis para Mama untuk tetap
mempertahankan wilayah mereka dari proses pengrusakan yang akan dilakukan oleh
perusahaan tambang.

“Jika batu ini ditambang, darimana kami akan memperoleh air? Dimana kami akan
berkebun?Bagaimana anak-anak Kami akan memperoleh makan dsb? Dimana kami akan
tinggal?”, begitu ungkapan para Mama. “Kehidupan Kami selama ini telah ditopang oleh
kehadiran gunung batu yang mampu memberi Kami makan,memberi Kami minum dan
bukan perusahaan”, ungkap para Mama dalam satu waktu.

Atas dasar kondisi inilah, jika gunung batu ini ditambang maka yang akan terjadi adalah
kerusakan alam/ lingkungan, pencemaran air, semakin sempitnya lahan,kerusakan tanah
dsb. Berbagai kondisi tersebut akan berakibat pada penurunan hasil produksi pertanian
yang selama ini telah menghidupi masyarakat. Penurunan hasil produksi akan semakin
menyusahkan dan menyengsarakan para Mama karena merekalah yang harus
bertanggungjawab untuk mengatur dan mengelolanya demi kelangsungan hidup keluarga.

Berangkat dari berbagai kondisi tersebut diatas, kegigihan para Mama yang selalu berdiri
paling depan melakukan penolakan di desa Kuanoel-Fatumnasi menemukan muaranya. Bagi
para Mama, penambangan gunung batu akan menambah kesengsaraan dan penderitaan
bagi banyak orang dalam waktu yang sangat panjang termasuk untuk dirinya sendiri.
Selamat berjuang Mama-mama Kami akan selalu berada di pihakmu.

Catatan:
*Mama Yosina Lake adalah salah seorang tokoh perempuan yang selalu berdiri paling depan
ketika harus berhadapan dengan perusaahan. Namun umur Mama Yosina Lake tidak terlalu
panjang untuk bisa menemani masyarakat melakukan penolakan. Mama Yosina Lake
meninggal dunia pada tanggal 30 November 2006 setelah beberapa hari sebelumnya Mama
Yosina Lake bersama dua orang perempuan lain harus berhadap-hadapan dengan para
pekerja tambang yang melakukan pengeboran batu. (Baca;
http://rakyatmollo.blogspot.com ,bulan November 2006)
Tambang Datang Mengusik
Kekayaan Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur tidak terlepas dari hadirnya
gunung-gunung batu yang oleh masyarakat setempat disebut Faut Kanaf dan mata air di bawah kaki Faut
Kanaf yang disebut dengan nama Oe Kanaf atau air dari
batu. Arit Oematan seorang pemuda dari desa Tune wilayah Cagar Alam Mutis yang ditemui di desa
Bonleu belum lama ini mengatakan bahwa bukit-bukit batu yang
merupakan batu marmer ini oleh masyarakat bermanfaat sebagai sumber kehidupan.

Namun para investor mulai datang mengusik kawasan Gunung Mutis. Mereka ingin mengeruk bukit-
bukit batu marmer yang menjanjikan keuntungan berlipat ganda. Hadirnya sejumlah perusahaan
penambangan yang mendapat ijin eksploitasi dengan mengantongi sejumlah dokumen resmi menambah
deretan kecemasan masyarakat Fatumnasi dan sekitarnya.

Sebut saja PT Sumber Alam Marmer (PT SAM) yang mengantongi Surat Ijin Penambangan Daerah
(SIPD) No. 82/SKEP/HK/2000 Tanggal 3 April 2000 berlokasi di
Bukit Naitapan, Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara dengan luas area eksploitasi 10,5 Ha. Menurut
Kepala Bidang Operasional PT SAM Arnol T, ijin itu mempeunyai
tenggang waktu eksploitasi selama 30 tahun dan bisa diperpanjang. Bahkan ijin eksploitasi marmer ini
juga diperkuat dengan SK Gubernur NTT Piet Talo, SH.

Aksi tolak tambang


Kehadiran PT SAM ini menuai aksi penolakan warga. Warga sekitar lokasi tambang mewujudkannya
dengan menduduki lokasi tambang. Bahkan aksi pendudukan yang sama juga dilakukan masyarakat di
kantor Daerah Kabupaten TTS sebagai pusat pengambil kebijakan.

Ibu Aleta Baun, seorang tokoh perempuan dari masyarakat adat Mollo- Fatumnasi mengaku kecewa
dengan pemerintah yang memberikan ijin penambangan kepada PT SAM tanpa memperhatikan hak-hak
masyarakat. Mata air yang berada tepat di bawah kaki bukit marmer Naitapan sudah keruh dan tak dapat
dikonsumsi oleh masyarakat Desa Tunua. Bahkan beberapa kuburan milik masyarakat di lokasi tambang
tak digubris managemen PT SAM. Belum lagi pembuangan limbah yang tidak beraturan. Belum habis
perjuangan masyarakat dalam aksi protesnya, datang lagi PT Teja Setia Kawan yang mendapat ijin
eksploitasi tambang marmer di lokasi Fatlik desa Kuanoel Kecamatan Fatumnasi.
Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatamnas) di Jakarta merespons aksi protes masyarakat adat
Mollo Fatumnasi dengan melaporkan perusahaan itu ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta.

Karena itu, Komnas HAM meminta Bupati TTS Daniel Banunaek untuk memberikan penjelasan secara
rinci tentang kasus penambangan marmer di kawasan pegunungan Mollo di Kecamatan Mollo Utara dan
Kecamatan Fatumnasi.

Sementara anggota DPRD TTS Sefrits Nau menilai, langkah pemerintah menjual batu marmer dengan
memotong bukit dengan maksud mendapat pemasukan bagi PAD adalah
tindakan yang sangat keliru. "Secara pribadi, saya mau katakan bahwa bukit batu itu adalah sumber daya
alam yang tidak dapat diperbarui. Jika dipotong lalu
diambil, maka habis sudah. Sumber air dan hutan di bukit itu akan habis dan tempat adat seperti batu
pemali (fatukanaf) dan air pemali (oekanaf) dicemari
oleh aktivitas tambang. Ini yang sangat disesali," ujar Nau seperti dikutip sebuah harian di NTT. Dia
menyarankan agar kawasan itu dijadikan pariwisata dengan pemandangan di Fatumnasi yang sangat
indah dan udaranya yang sejuk. Masyarakat juga akan mendapatkan manfaat luar biasa dari situ.

Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Universitas Nusa Candana Kupang
yang melakukan Studi Aspek Lingkungan Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Mutis Menjadi Kawasan
Taman Nasional dalam laporan akhirnya kepada pemerintah Kabupaten TTS juga menyatakan,
penambangan marmer yang sedang dan akan datang dapat menimbulkan kerusakan habitat,
menurunkan produktivitas lahan dan mengancam tata air
yang dapat mengakibatkan penurunan produksi tani seperti perladangan, tegalan dan sawah. Hal itu juga
akan menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di
kalangan masyarakat. Selain itu penambangan juga dapat
menimbulkan kerusakan prasarana transportasi.

Bersandar Pada Faut Kanaf


Masyarakat Mollo - TTS pada khususnya atau Timor (Barat) pada umumnya pasti mengenal karakteristik
Gunung Mutis. Demikian juga apa pandangan masyarakat Mollo terhadap Gunung Batu yang
berkandungan Marmer itu?

Secara turun temurun yang dituturkan dari generasi ke generasi, masyarakat yang mendiami wilayah
mutis dan sekitarnya sangat mengagungkan batu-batu yang
menjulang tinggi ibarat pohon itu dikenal dengan nama Faut Kanaf/Batu Nama. Di bawah Faut Kanaf
keluarlah mata air yang disebut Oe Kanaf/Air Batu Nama. Faut
Kanaf yang diyakini masyarakat yang mendiami kawasan Mutis telah membentuk mata air-mata air yang
mengalir dan menyatuh dalam kebersamaan membentuk DAS Benain
dan DAS Noelmina. Kedua DAS yang bersumber dari Faut Kanaf ini telah memberikan kehidupan bagi
masyarakat Timor Barat pada khususnya.

Dengan demikian Faut Kanaf atau Batu Nama bukanlah sembarangan Batu tetapi batu yang memiliki
makna lebih dalam kaitan dengan pembentukkan hidrology. Karena itu, Faut Kanaf dan Oe Kanaf, oleh
masyarakat Mollo dinilai sebagai sumber kehidupan. Maka batu yang menjulang tinggi ibarat pohon itu
tetap dipelihara masyarakat sebagai sumber kehidupan.

Dari berbagai penelitian yang akhirnya diketahui bahwa Faut Kanaf ternyata memiliki nilai milyaran
bahkan triliunan jika dieksploitasi. Pada gilirannya Faut Kanaf menjadi kejaran para investor untuk
meraup keuntungan.

Bagi masyarakat di wilayah Mollo, gunung batu (marmer) memiliki nilai yang sangat tinggi untuk
menjamin kelangsungan hidup, seperti ketersediaan air. Tidak
saja bagi masyarakat di wilayah itu namun juga untuk masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) secara
keseluruhan.

Secara ekologis, posisi atau letak batu yang berada di puncak gunung merupakan salah satu wilayah
tangkapan dan tendon air yang baik disamping hutan. Sebagai
wilayah tangkapan air, batu di wilayah Mollo merupakan sumber air (hulu) bagi sungai besar di Provinsi
NTT yaitu Benenain dan Noelmina yang menjadi sumber air
utama bagi masyarakat.

Jika batu ini ditambang atau dirusak, maka keseimbangan ekologis, khususnya dalam ketersediaan air
bagi masyarakat akan sangat terganggu, apalagi wilayah NTT merupakan salah satu daerah yang selalu
mengalami kekeringan setiap tahunnya.
Disamping itu, daerah di sekitar lokasi pertambangan merupakan satu wilayah produktif yang telah
menghidupi masyarakat secara turun temurun. Masyarakat
memanfaatkannya sebagai lahan pertanian.

Ibu Aleta Baun soerang pejuang perempuan masyarakat adat Mollo menyatakan kekesalan atas prilaku
eksploitatif investor yang bekerjasama dengan pemerintah untuk menambang marmer dar Faut Kanaf
adalah suatu tindakan yang sangat tidak berpihak pada
kearifan masyarakat dan keberlangsungan tata-hidrology demi keberlangsungan hidup masyarakat.

Disamping alasan yang bersifat ekologis, ada pula alasan yang didasarkan pada kultur atau kebudayaan
masyarakat setempat. Batu yang sering mereka sebut Faot Kanaf memiliki hubungan langsung dengan
sejarah enam belas marga masyarakat Mollo yang tersebar di daratan pulau Timor. Hal inilah yang
menentukan identitas masyarakat Mollo, sehingga masyarakat tidak pernah mengenal istilah marmer
untuk ditambang.
Masyarakat hanya mengenal batu yang telah menghidupi masyarakat selama ini.

Dengarkan suara masyarakat


Berdasarkan kondisi tersebut maka cara penyelesaian kasus ini secara adil adalah mendengarkan secara
langsung suara masyarakat. Selama ini proses penyerahan tanah hanya dilakukan secara sepihak, yaitu
antara perusahaan atau Pemerintah Daerah dengan para tokoh adat (Amaf). Pemerintah juga telah
memanipulasi masyarakat dengan
menggunakan struktur adat yang notabene masih ada masalah dengan masyarakat. Inilah yang menjadi
salah satu faktor pemicu utama dalam konflik ini. Jika demikian, Aleta Baun mempertanyakan
dimanakah hati nurani pemerintah? Faut Kanaf dan Oe Kanaf adalah
sandaran hidup masyarakat. Tambang Datang Mengusik
Kekayaan Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur tidak terlepas dari hadirnya
gunung-gunung batu yang oleh masyarakat setempat disebut Faut Kanaf dan mata air di bawah kaki Faut
Kanaf yang disebut dengan nama Oe Kanaf atau air dari
batu. Arit Oematan seorang pemuda dari desa Tune wilayah Cagar Alam Mutis yang ditemui di desa
Bonleu belum lama ini mengatakan bahwa bukit-bukit batu yang
merupakan batu marmer ini oleh masyarakat bermanfaat sebagai sumber kehidupan.

Namun para investor mulai datang mengusik kawasan Gunung Mutis. Mereka ingin mengeruk bukit-
bukit batu marmer yang menjanjikan keuntungan berlipat ganda. Hadirnya sejumlah perusahaan
penambangan yang mendapat ijin eksploitasi dengan mengantongi sejumlah dokumen resmi menambah
deretan kecemasan masyarakat Fatumnasi dan sekitarnya.

Sebut saja PT Sumber Alam Marmer (PT SAM) yang mengantongi Surat Ijin Penambangan Daerah
(SIPD) No. 82/SKEP/HK/2000 Tanggal 3 April 2000 berlokasi di
Bukit Naitapan, Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara dengan luas area eksploitasi 10,5 Ha. Menurut
Kepala Bidang Operasional PT SAM Arnol T, ijin itu mempeunyai
tenggang waktu eksploitasi selama 30 tahun dan bisa diperpanjang. Bahkan ijin eksploitasi marmer ini
juga diperkuat dengan SK Gubernur NTT Piet Talo, SH.

Aksi tolak tambang


Kehadiran PT SAM ini menuai aksi penolakan warga. Warga sekitar lokasi tambang mewujudkannya
dengan menduduki lokasi tambang. Bahkan aksi pendudukan yang sama juga dilakukan masyarakat di
kantor Daerah Kabupaten TTS sebagai pusat pengambil kebijakan.
Ibu Aleta Baun, seorang tokoh perempuan dari masyarakat adat Mollo- Fatumnasi mengaku kecewa
dengan pemerintah yang memberikan ijin penambangan kepada PT SAM tanpa memperhatikan hak-hak
masyarakat. Mata air yang berada tepat di bawah kaki bukit marmer Naitapan sudah keruh dan tak dapat
dikonsumsi oleh masyarakat Desa Tunua. Bahkan beberapa kuburan milik masyarakat di lokasi tambang
tak digubris managemen PT SAM. Belum lagi pembuangan limbah yang tidak beraturan. Belum habis
perjuangan masyarakat dalam aksi protesnya, datang lagi PT Teja Setia Kawan yang mendapat ijin
eksploitasi tambang marmer di lokasi Fatlik desa Kuanoel Kecamatan Fatumnasi.
Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatamnas) di Jakarta merespons aksi protes masyarakat adat
Mollo Fatumnasi dengan melaporkan perusahaan itu ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta.

Karena itu, Komnas HAM meminta Bupati TTS Daniel Banunaek untuk memberikan penjelasan secara
rinci tentang kasus penambangan marmer di kawasan pegunungan Mollo di Kecamatan Mollo Utara dan
Kecamatan Fatumnasi.

Sementara anggota DPRD TTS Sefrits Nau menilai, langkah pemerintah menjual batu marmer dengan
memotong bukit dengan maksud mendapat pemasukan bagi PAD adalah
tindakan yang sangat keliru. "Secara pribadi, saya mau katakan bahwa bukit batu itu adalah sumber daya
alam yang tidak dapat diperbarui. Jika dipotong lalu
diambil, maka habis sudah. Sumber air dan hutan di bukit itu akan habis dan tempat adat seperti batu
pemali (fatukanaf) dan air pemali (oekanaf) dicemari
oleh aktivitas tambang. Ini yang sangat disesali," ujar Nau seperti dikutip sebuah harian di NTT. Dia
menyarankan agar kawasan itu dijadikan pariwisata dengan pemandangan di Fatumnasi yang sangat
indah dan udaranya yang sejuk. Masyarakat juga akan mendapatkan manfaat luar biasa dari situ.

Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Universitas Nusa Candana Kupang
yang melakukan Studi Aspek Lingkungan Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Mutis Menjadi Kawasan
Taman Nasional dalam laporan akhirnya kepada pemerintah Kabupaten TTS juga menyatakan,
penambangan marmer yang sedang dan akan datang dapat menimbulkan kerusakan habitat,
menurunkan produktivitas lahan dan mengancam tata air
yang dapat mengakibatkan penurunan produksi tani seperti perladangan, tegalan dan sawah. Hal itu juga
akan menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di
kalangan masyarakat. Selain itu penambangan juga dapat
menimbulkan kerusakan prasarana transportasi.

Bersandar Pada Faut Kanaf


Masyarakat Mollo - TTS pada khususnya atau Timor (Barat) pada umumnya pasti mengenal karakteristik
Gunung Mutis. Demikian juga apa pandangan masyarakat Mollo terhadap Gunung Batu yang
berkandungan Marmer itu?

Secara turun temurun yang dituturkan dari generasi ke generasi, masyarakat yang mendiami wilayah
mutis dan sekitarnya sangat mengagungkan batu-batu yang
menjulang tinggi ibarat pohon itu dikenal dengan nama Faut Kanaf/Batu Nama. Di bawah Faut Kanaf
keluarlah mata air yang disebut Oe Kanaf/Air Batu Nama. Faut
Kanaf yang diyakini masyarakat yang mendiami kawasan Mutis telah membentuk mata air-mata air yang
mengalir dan menyatuh dalam kebersamaan membentuk DAS Benain
dan DAS Noelmina. Kedua DAS yang bersumber dari Faut Kanaf ini telah memberikan kehidupan bagi
masyarakat Timor Barat pada khususnya.
Dengan demikian Faut Kanaf atau Batu Nama bukanlah sembarangan Batu tetapi batu yang memiliki
makna lebih dalam kaitan dengan pembentukkan hidrology. Karena itu, Faut Kanaf dan Oe Kanaf, oleh
masyarakat Mollo dinilai sebagai sumber kehidupan. Maka batu yang menjulang tinggi ibarat pohon itu
tetap dipelihara masyarakat sebagai sumber kehidupan.

Dari berbagai penelitian yang akhirnya diketahui bahwa Faut Kanaf ternyata memiliki nilai milyaran
bahkan triliunan jika dieksploitasi. Pada gilirannya Faut Kanaf menjadi kejaran para investor untuk
meraup keuntungan.

Bagi masyarakat di wilayah Mollo, gunung batu (marmer) memiliki nilai yang sangat tinggi untuk
menjamin kelangsungan hidup, seperti ketersediaan air. Tidak
saja bagi masyarakat di wilayah itu namun juga untuk masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) secara
keseluruhan.

Secara ekologis, posisi atau letak batu yang berada di puncak gunung merupakan salah satu wilayah
tangkapan dan tendon air yang baik disamping hutan. Sebagai
wilayah tangkapan air, batu di wilayah Mollo merupakan sumber air (hulu) bagi sungai besar di Provinsi
NTT yaitu Benenain dan Noelmina yang menjadi sumber air
utama bagi masyarakat.

Jika batu ini ditambang atau dirusak, maka keseimbangan ekologis, khususnya dalam ketersediaan air
bagi masyarakat akan sangat terganggu, apalagi wilayah NTT merupakan salah satu daerah yang selalu
mengalami kekeringan setiap tahunnya.
Disamping itu, daerah di sekitar lokasi pertambangan merupakan satu wilayah produktif yang telah
menghidupi masyarakat secara turun temurun. Masyarakat
memanfaatkannya sebagai lahan pertanian.

Ibu Aleta Baun soerang pejuang perempuan masyarakat adat Mollo menyatakan kekesalan atas prilaku
eksploitatif investor yang bekerjasama dengan pemerintah untuk menambang marmer dar Faut Kanaf
adalah suatu tindakan yang sangat tidak berpihak pada
kearifan masyarakat dan keberlangsungan tata-hidrology demi keberlangsungan hidup masyarakat.

Disamping alasan yang bersifat ekologis, ada pula alasan yang didasarkan pada kultur atau kebudayaan
masyarakat setempat. Batu yang sering mereka sebut Faot Kanaf memiliki hubungan langsung dengan
sejarah enam belas marga masyarakat Mollo yang tersebar di daratan pulau Timor. Hal inilah yang
menentukan identitas masyarakat Mollo, sehingga masyarakat tidak pernah mengenal istilah marmer
untuk ditambang.
Masyarakat hanya mengenal batu yang telah menghidupi masyarakat selama ini.

Dengarkan suara masyarakat


Berdasarkan kondisi tersebut maka cara penyelesaian kasus ini secara adil adalah mendengarkan secara
langsung suara masyarakat. Selama ini proses penyerahan tanah hanya dilakukan secara sepihak, yaitu
antara perusahaan atau Pemerintah Daerah dengan para tokoh adat (Amaf). Pemerintah juga telah
memanipulasi masyarakat dengan
menggunakan struktur adat yang notabene masih ada masalah dengan masyarakat. Inilah yang menjadi
salah satu faktor pemicu utama dalam konflik ini. Jika demikian, Aleta Baun mempertanyakan
dimanakah hati nurani pemerintah? Faut Kanaf dan Oe Kanaf adalah
sandaran hidup masyarakat.
Pada lingkungan fisik dan kimiawi :

 Terjadinya peningkatan debu yang menyebabkan kualitas udara menurun, sebagai akibat dari
mobilisasi kendaraan proyek atau kendaraan lain serta akibat tiupan angin jika di lokasi tambang
tersebut tidak ada vegetasi yang cukup
 Terjadinya peningkatan kebisingan karena akibat aktivitas penggunaan alat-alat berat maupun
lalulintas kendaraan proyek. Pada hal sebelum ada penambangan batu mangan, suasana di lokasi
tersebut jauh dari kebisingan dan mereka masih dapat menghirup udara segar karena selain arus
lalu lintas yang sangat sedikit, juga masih banyak pohon yang bisa menahan karbondioksida.
 Terjadinya penurunan kualitas air dan kuantitas air (debit air) sebagai akibat dari pencucian batu
mangan maupun karena akibat dari tanah/lahan yang telah menjadi terbuka (tidak ada vegetasi
penutup) sehingga air dapat mengalir dengan bebas ke badan-badan air jika tanpa adanya wadah
penampungan/pengelolaan limbah cair tersebut, Debit air tanah juga akan menurun karena
vegetasi (terutama pepohonan) yang dapat menampung air telah ikut di tebang dalam sistim
pertambangan itu.
 Terjadinya perubahan topografi/morfologi (bentangan lahan) yang disebabkan oleh kegiatan
penambangan (penggalian) maka pada daerah yang berbukit dapat menjadi rata,daerah yang
berkemiringan akan semakin miring atau terjadi cekungan –cekungan pada daerah datar
 Peningkatan erosi tanah dan longsor sebagai akibat dari kegiatan penggalian batu mangan dan
pembersihan lokasi (penebangan vegetasi) sehingga lapisan tanah atas (top soil) menjadi saling
melepas dan jika turun hujan maka akan semakin banyak permukaan lahan yang terkikis oleh
aliran air permukaan (run-off) ke daerah yang lebih rendah dengan membawa material tanah
maupun humus dan jika terbawa masuk ke aliran sungai maka akan terjadi pendangkalan sungai
dan naiknya Total Suspended Solid (TSS) air sungai.
 Terjadi perubahan pola tata guna lahan sebagai akibat pembersihan lokasi penambangan (land
clearing) dan penggalian dapat menyebabkan pola penggunaan lahan dimana yang sebelumnya
diperuntukan bagi lahan usaha tani telah beralih menjadi lahan penambangan maupun
pembangunan sarana dan prasarana proyek penambangan itu sendiri
 Terjadinya penurunan kesuburan tanah sebagai akibat dari perubahan pola tata guna lahan
maupun erosi tanah serta longsor dari aktivitas penambangan sehingga lahan menjadi tidak subur
jika dimanfaatkan lagi untuk kegiatan usaha tani dalam jangka waktu yang pendek
 Terjadinya perubahan nilai estetika lingkungan sebagai akibat dari kegiatan penambangan
(penggalian) dengan lubang-lubang tambang, limbah padat yang berserakan dan badan –badan
jalan akan rusak akibat lalulintas kendaraan yang padat dan menyebabkan pemandangan
lingkungan sekitar yang tidak/kurang menarik

2. Pada lingkungan biologis

 Terjadinya penurunan keanekaragaman flora karena banyak tumbuhan yang harus di tebang untuk
membuka lokasi tambang dan juga jalan raya sebagai akses keluar masuk kendraan proyek
 Terjadinya penurunan keanekaragaman fauna karena terbatasnya bahan maknan dan juga habitat
akibat pembukaan lokasi tambang yang semakin hari semakin menigkat

3. .Pada lingkungan social,ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat


 Terjadinya perubahan proses social dan pranata social karena ada buruh (orang-orang yang
melakukan penambangan) dan majikan (pemilik lahan)
 Terjadinya perubahan sikap dan persepsi masyarakat dalam hal ini adanya pro dan contra terhadap
penambangan mangan
 Terjadinya perubahan tingkat pendapatan Rumah Tangga (RT)/masyarakat dimana sebelum
menjadi penambang penghasilan tiap bulan Cuma Rp.600.000/bulan. Tetapi estela menjadi
penambang penghasilan mereka menjadi Rp.3.000.000/bulan
 Terjadinya perubahan kesempatan berusaha/peluang bekerja/angka
Jika dulu sebelum ada penambangan mangan, angka penganguran besar tetapi Sekarang mereka
semua sudah memfokuskan diri untuk mengumpulkan mangan dan juga sebagai “obama” alias
ojek batu mangan
 Terjadinya mobilitas penduduk karena mencari daerah yang punya bahan baku(batu mangan)
lebih banyak karena di tempat asal mereka bahan bakunya sudah habis dikeruk
 Perubahan proses budaya (ketaatan terhadap elit tradisional). Mereka dulunya beranggapan bahwa
mangan ádalah barang mistis tetapi sekarang sudah sudah menjadi barang berharga.
 Perubahan pola penyakit.angka kesakitan. Dimana terjadi jumlah kematian yang Sangat tinggi dan
menimbulkan penyakit karena debu dari kendraan proyek dan juga tambang.

D. Kerusakan lingkungan
Kegiatan penambangan khususnya Mangan dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan
yang dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan
kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa
banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat
penambangannya.
Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa dilain pihak kualitas lingkungan di tempat
penambangan meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut kualitas hidup manusia yang
berada di lingkungan tempat penambangan itu, namun juga alam sekitar menjadi tertata lebih
baik, dengan kelengkapan infrastrukturnya. Karena itu kegiatan penambangan dapat menjadi
daya tarik, sehingga penduduk banyak yang berpindah mendekati lokasi penambangan tersebut.
Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan penambangan telah menjadi lokomotif
pembangunan di daerah tersebut.

Akan tetapi, tidaklah mudah menepis kesan bahwa penambangan dapat menimbulkan dampat
negatif terhadap lingkungan. Terlebih-lebih penambangan yang hanya mementingkan laba, yang
tidak menyisihkan dana yang cukup untuk memuliakan lingkungannya.
Hal ini dapat dipahami jika disadari bahwa infestasi telah menelan banyak biaya, yang bila
semuanya dihitung dengan harga dana, yaitu bunga pinjaman, maka faktor yang paling mudah
dihapuskan adalah faktor lingkungan. Kesadaran manusia untuk meningkatakan kualitas
lingkungan dan memperhitungkannya sebagai baya dalam kegiatan tersebut, atau dikenal sebagai
Internasionalisasi biaya eksternal, menyebabkan perhitungan cost-benefit suatu penambangan
berubah. Dalam hal ini, faktor harga komoditas mineral sangat penting, tetapi lebih penting lagi
pergeseran cut off grade, yaitu pada tingkat mana suatu jebakan mineral dapat disebut ekonomis.
Upaya lanjutan adalah penelitian untuk meningkatkan teknologi proses.
Dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan penambangan berskala besar, baik dalam
ukuran teknologi maupun investasi, dapat berukuran besar pula. Namun pengendaliannya lebih
memungkinkan ketimbang pertambangan yang menggunakan teknologi yang tidak memadai
apalagi danannya terbatas.
Memang pada kenyataannya, perubahan permukaan bumi yang disebabkan oleh kegiatan
penambangan terbuka dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Hal ini disebabkan
kerena dengan mengambil mineral seperti Mangan tubuh tanah atau soil harus dikupas sehingga
hilanglah media untuk tumbuh tumbuhan dan pada akhirnya merusak keanekaragaman hayati
yang ada di permukaan tanah yang memerlukan waktu ribuan tahun untuk proses
pembentukannya.
Di samping pengupasan tubuh tanah atau soil dan bopeng-bopengnya permukaan bumi,
penambangan juga menghasikan gerusan batu, mulai dari yang kasar sampai yang halus yang
merupakan sisa atau ampas buangan disebut Tailing. Dan biasanya selalu menggunung di lokasi
penambangan atau dibuang ke sungai sehingga menyebabkan banjir dan sungai mengalami
kedangkalan. Selain itu juga bisa berakibat pada pencemaran sungai yang menyebabkan
ekosistem sungai bisa terganggu. Manusia yang ditinggal disekitar sungai juga akan terkena
dampak dari pencemaran ini.
Setiap kegiatan penambangan baik itu penambangan Mangan, Emas, Batu bara, Nikel dan
Marmer serta lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitarnya.
Dampak positifnya adalah meningkatnya devisa negaradan pendapatan asli daerah serta
menampung tenaga kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat
dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan,
polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena transportasi
alat dan pengangut berat.
Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan
maka perlu kesadaran kita terhadap lingkungan sehingga dapat memenuhi standar lingkungan
agar dapat diterima pasar. Apalagi kebanyakan komoditi hasil tambang biasanya dijual dalam
bentuk bahan mentah sehingga harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila para pemakai
mengetahui bahan mentah yang dibeli mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan
tamparannya terhadap industri penambangan kita.
Sementara itu, harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya alam hasil
penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya adalah dengan
pengembangan wilayah atau community development. Perusahaan pertambangan wajib ikut
mengembangkan wilayah sekitar lokasi tambang termasuk yang berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia. Karena hasil tambang suatu saat akan habis maka
penglolaan kegiatan penambangan sangat penting dan tidak boleh terjadi kesalahan.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Kegiatan penambangan pasti menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik terhadap


tumbuhan, hewan dan manusia serta wilayah yang ada di sekitannya. Untuk itu sebelum memulai
sebuah kegiatan penambangan perlu ada suatu studi atau telaah mengenai analisis dampak
lingkungan atau yang disingkat AMDAL guna mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam kaitan dengan hal ini pemerintah harus meyeleksi secara ketat para pemegang
Kuasa Penambangan sehingga betul-betul melaksanakan AMDAL sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Peraturan perundangan mengenai dampak lingkungan berkembang sejak
diundangkannya Undang-Undang No. 4/1982, Undang-Undang No. 23/1997 serta Surat
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 389K/008/MPE/1995 tentang Pedoman Teknis
Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL).Untuk menyederhanakan prosedur, pemerintah harus membuat daftar kegiatan yang sudah
berjalan atau yang disebut listing, yang didasarkan ada luas jangkuan kegiatan dan skala
produksinnya. Semua kegiatan penambangan yang termasuk dalam daftar diharuskan membuat
AMDAL, sedangkan tidak termasuk dalam daftar diharuskan membuat UKL dan UPL. Kegiatan
yang menyusun AMDAL adalah kegiatan penambangan yang berada di lokasi yang sensitif
terhadap lingkungan seperti hutan lindung, daerah cagar budaya dan cagar alam. Dalam undang-
undang No. 11/1967 mengenai pertambangan telah dicantumkan pula daerah yang tidak
diperkenankan untuk dijadikan ajang kegiatan penambangan antara lain kuburan, cagar budaya,
bangunan penting seperti jembatan, instalasi militer dan sebagainya.

KESIMPULAN
Kegiatan penambangan selalu menimbulkan dampak baik dampak positif maupun dampak
negatif terhadap lingkungan. Dalam kaitan dengan kegiatan penambangan Mangan (Mn) yang
lagi marak dilakukan di kabupaten TTU, TTS dan Belu, penulis menyarankan agar pemerintah
mengambil langkah sosialisasi secara terus menerus ditingkat masyarakat dan penerapan aturan
yang lebih ketat baik menyangkut prosedur pemberian ijin Kuasa Penambangan, pengelolaan
lingkungan dan pengembangan masyarakat pasca penambangan karena yang terjadi dilapangan
kegiatan penambangan sudah memasuki eksploitasi walaupun
ijin dipegang adalah eksplorasi.Kita tidak menginginkan cerita cendana, ternak sapi yang
banyak hanya menjadi kenangan bagi anak cucu kita tetapi kegiatan penambangan Mangan dan
lain-lain harus membawa manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya
masyarakat TTS, TTU, dan Belu

http://denyrebel.blogspot.co.id/2011/04/dampak-kerusakan-lingkungan-akibat.html

Anda mungkin juga menyukai