I K A P Utama
Richard B Luhulima
0
DAFTAR ISI
Ikhtisar
Bagian 1 Pendahuluan
Bagian 2 Hambatan Kapal
2.1 Umum
2.2 Komponen Hambatan
2.3 Metode Perhitungan
2.3.1 Computational Fluids Dynamics (CFD)
2.3.2 Pengujian Fisik
2.4 Katamaran
2.4.1 Geometri
2.4.2 Hasil
2.4.2.1 Perhitungan CFD
2.4.2.2 Perhitungan Pengujian Fisik
2.5 Trimaran
2.5.1 Geometri
2.5.2 Hasil
2.5.2.1 Perhitungan CFD
2.5.2.2 Perhitungan Pengujian Fisik
Bagian 3 Propulsi
Referensi
Biodata Penulis
I Ketut Aria Pria Utama
Richard Benny Luhulima
1
2
Ikhtisar
Aplikasi kapal katamaran (lambung ganda) dalam moda transportasi
laut telah berkembang secara pesat dewasa ini dan nampaknya akan terus
berkembang di masa akan dating, khususnya di Eropa, Amerika, Australia
dan Asia Timur. Kapal katamaran banyak digunakan sebagai
hydrographic ships, submarine rescue ships, mine countermeasure ships,
oceanographic ships, environmental protection ships for oil spill recovery
dan khususnya sebagai high speed ferry. Di samping itu, juga
dikembangkan untuk tujuan militer sebagai kapal patroli, combat dan
Landing Craft Utility (LCU) untuk angkutan pasukan dan logistik.
Suatu hal yang membuat kapal katamaran menjadi populer dan sukses
diaplikasikan dalam moda transportasi karena tersedianya area geladak
(deck area) yang lebih luas, tingkat stabilitas yang lebih nyaman dan aman.
Disamping itu kapal katamaran (lambung ganda) cenderung memiliki sarat
air yang lebih rendah dibanding kapal monohull dengan displacement yang
sama, sehingga dapat dioperasikan pada perairan dangkal. Kemudian
bentuk lambung yang lansing (slender) dapat memperkecil timbulnya
sibakan air (wave wash) dibanding kapal lambung tunggal (monohull).
Komponen hambatan kapal katamaran memiliki fenomena yang lebih
kompleks dibanding dengan monohull, sebab adanya pengaruh interaksi
diantara dua lambung kapal dan hal tersebut menimbulkan interferensi
hambatan yakni interferensi komponen hambatan viskos dan gelombang.
Interferensi hambatan viskos disebabkan oleh aliran air yang tidak simetri
(asymmentric-flow) di sekitar lambung, yang mana memberikan pengaruh
pada formasi lapisan batas (boundary-layer) dan longitudinal vortices.
Sedangkan interferensi gelombang disebabkan interaksi dari gelombang
yang ditimbulkan oleh masing-masing lambung kapal katamaran.
Hasil kajian melalui eksperimen dan numerik menunjukkan bahwa
interferensi komponen hambatan pada lambung kapal katamaran sangat
siknifikan pengaruhnya terhadap perubahan jarak antara lambung secara
melintang (S/L). Semakin kecil jarak antara lambung katamaran (S/L)
maka semakin besar hambatan dan interferensi/interaksi komponen
hambatan yang terjadi. Selanjutnya dilakukan kajian korelasi hambatan
dan seakeeping secara koprehensif untuk memperoleh keterkaitan factor
tersebut. Korelasi yang terlihat antara hambatan dan seakeeping adalah
3
adanya perbedaan karena adanya interferensi semakin besar interferensi
maka gerakan heave dan pitch semakin berkurang. Namun inteferensi
tidak mempengaruhi terhadap gerakan roll. Hasil analisa pengujian dan
numeric menunjukkan bahwa pada S/L=0,4 menunjukkan hasil yang
sangat baik untuk permorma hambatan dan seakeeping.
Hasil-hasil didapat berupa besaran hambatan dan karateristik
seakeeping dari moda kapal trimaran. Selanjutnya dibandingkan dengan
published data yang verified dari berbagai referensi. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya dan memperkuat data base dalam
mempresentasikan korelasi hambatan terhadap olah gerak pada lambung
kapal trimaran dan selanjutnya dapat diaplikasikan secara lansung dalam
perhitungan hambatan dan seakeeping yang digunakan pada tahapan
desain (preliminary design).
4
Bagian 1
Pendahuluan
5
penumpang, pengangkut kontainer dan kargo cair, kapal perang, dan lain-
lain.
Kira-kira sejak 40 tahun terakhir, perkembangan dan permintaan
terhadap tipe kapal-kapal (multihulls) semakin meningkat. Kapal-kapal
jenis ini apabila dibandingkan dengan kapal-kapal berbadan tunggal
(monohulls) mempunyai beberapa kelebihan antara lain tata letak
akomodasi yang lebih menarik, adanya peningkatan stabilitas melintang
dan dalam sejumlah kasus mampu mengurangi kapasitas tenaga penggerak
kapal untuk mencapai kecepatan dinas tertentu. Penggunaan kapal
katamaran pada umumnya adalah untuk kapal penumpang cepat dimana
lambung yang ramping (slender) memungkinkan adanya pengurangan
hambatan sebagai akibat dari berkurangnya luas permukaan basah badan
kapal dan selanjutnya menghasilkan kapasitas motor induk (main engine)
yang lebih kecil dan konsumsi BBM yang lebih efisien serta lebih ramah
lingkungan. Secara ekonomis, data dan fakta ini menunjukkan bahwa
biaya operasional kapal katamaran dapat menjadi lebih murah
dibandingkan sebuah kapal berbadan tunggal yang setara.
Secara ekonomis, data dan fakta ini menunjukkan bahwa biaya
operasional kapal katamaran dan trimaran dapat menjadi lebih murah
dibandingkan sebuah kapal berbadan tunggal yang setara. Keuntungan
yang sama dipercaya dapat diaplikasikan pada pengoperasian kapal –
kapal penumpang yang tidak membutuhkan kecepatan terlalu tinggi
seperti untuk angkutan sungai dan kapal-kapal penyeberangan untuk
menggantikan peranan feri roro berbadan tunggal yang disinyalir
bermasalah dengan persoalan stabilitas dan keselamatan (Utama dkk,
2009). Suatu hal yang membuat kapal katamaran menjadi populer dan
sukses digunakan dalam moda transportasi adalah tersedianya area
geladak (deck area) yang lebih luas, tingkat stabilitas yang lebih nyaman
dan aman (Seif, 2004 dan Zouridakis, 2005).
Kata “catamaran” berasal dari bahasa India yakni ‘kattamaram’
(sebutan dari suku Malayalam) atau ‘kattumaram’ (sebutan dari suku
Tamil). ‘Katta’ atau ‘kattu’ berarti adalah suatu kesatuan (block) yang
diikat dan ‘maran’ berarti pohon. Kemudian seorang perantau dari Inggris
William Dampier yang pertama kali menuliskan nama catamaran, pada
tahun 1696, yang dikenal hingga saat ini. Gambar 1.1 memperlihatkan
6
photograph sebuah kapal katamaran yang pertama didokumentasikan di
benua Eropa, yang didesain oleh William Petty
(wikipedia.org/wiki/Catamaran).
Kapal katamaran memiliki sarat air yang rendah sehingga kapal ini
dapat dioperasikan pada perairan dangkal dan kemudian bentuk lambung
yang langsing (slender) dapat memperkecil timbulnya sibakan air (wave
wash) dibanding kapal lambung tunggal (monohull). Konsep kapal
katamaran paling banyak dipilih dan mendapatkan perhatian karena
sejumlah kelebihannya antara lain memiliki luasan geladak yang lebih
besar dan stabilitas melintang yang lebih baik dibandingkan kapal
berbadan tunggal (Insel dan Mollland, 1992). Sejumlah hasil penelitian
memperlihatkan bahwa konfigurasi kapal katamaran dapat memperbaiki
karakteristik hambatan kapal seperti yang dilakukan oleh Matsui dkk
(1993), Molland dan Utama (1997), Couser dkk (1997), Couser dkk
(1998), Molland dkk (2000), dsn Utama (2006). Keberadaan 2 lambung
(demihull) yang saling berdekatan pada jarak tertentu telah menimbulkan
apa yang disebut hambatan interaksi atau interferensi dimana efeknya
dapat menguntungkan atau malahan merugikan kapal itu sendiri.
Fenomena menarik lainnya adalah perilaku gerakan kapal akibat pengaruh
7
gelombang yang lebih popular disebut seakeeping. Sejumlah hasil
penelitian memperlihatkan bahwa konfigurasi kapal katamaran dapat
memperbaiki kualitas seakeeping kapal (Wellicome dkk, 1998).
Aplikasi kapal katamaran (lambung ganda) dalam moda transportasi
laut ataupun sungai telah berkembang secara pesat dewasa ini dan
tampaknya akan terus berkembang di masa akan datang (Moraes dkk,
2007). Kapal katamaran sangat banyak digunakan sebagai hydrographic
ships, submarine rescue ships, mine countermeasure ships, oceanographic
ships, environmental protection ships for oil spill recovery dan khususnya
sebagai high speed ferry (Dubrovsky dan Matveev, 2005). Gambar 1.2
memperlihatkan data base (prosentase) beberapa tipe advance marine
vehicle (AMV) dalam pengembangan kapal lambung ganda yang
dioperasikan hingga tahun 2005 (Papanikolaou dkk, 2005).
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada kapal katamaran adalah
keakurasian estimasi hambatan pada tahapan awal proses disain, dimana
besar hambatan merupakan faktor yang sangat penting diketahui dalam
menghitung daya mesin suatu kapal.
Pada kapal monohull, masalah hambatan telah banyak dipresentasikan
dan dipublikasikan oleh para peneliti. Namun untuk kapal katamaran,
masalah hambatan masih banyak dibahas dan didiskusikan dalam forum
ilmiah karena komponen hambatannya lebih kompleks dibanding kapal
monohull, yang mana disebabkan rumitnya efek interaksi dan interferensi
komponen hambatan viskos dan gelombang pada lambung kapal
katamaran. Fenomena interaksi dan interferensi komponen hambatan
tersebut masih merupakan bahasan ilmiah yang terus berkembang,
khususnya dalam rangka memperkaya dan memperkuat database untuk
tujuan saintifik.
Kajian perihal perubahan jarak antara lambung secara membujur
(staggered hull) belum banyak dikaji oleh para pakar. Soding (1997) dan
Caprio (2007) telah melakukan suatu kajian hambatan pada lambung
katamaran simetris yang tidak sejajar secara membujur (staggered
symmetrical catamaran) melalui eksperimen di Towing Tank. Namun
9
kajian untuk lambung tidak simetris yang tidak sejajar (staggered
asymmetrical catamaran) belum ada publikasi dari pakar yang
mengkajinya hingga saat ini, sehingga fenomena komponen hambatan
pada lambung tidak simetris (asymmetrical hull) dengan konfigurasi
staggered hull belum dipahami secara baik dan komprehensif. Konfigurasi
lambung tersebut sangat menarik untuk diteliti secara mendalam dalam
rangka mengaplikasikan konfigurasi lambung tersebut ke dalam bentuk
desain multihull (trimaran, pentamaran) pada moda transportasi di masa
akan datang dan disamping itu juga dapat diaplikasikan untuk tujuan
saintifik yang lebih luas.
Konfigurasi desain lambung kapal katamaran telah lama
diperkenalkan di dalam dunia industri perkapalan, tetapi baru beberapa
tahun belakangan ini banyak dijumpai kapal katamaran yang diaplikasikan
untuk transportasi angkutan penumpang dan barang, khususnya high speed
ferry. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh naval architects adalah
keakurasian dalam memprediksi karakteristik hidrodinamikanya,
khususnya pada aspek hambatan dan propulsi. Walaupun telah banyak
dijumpai hasil riset kapal katamaran pada aspek tersebut, tetapi data dan
informasi yang diperoleh dari eksperimen masih kurang memadai.
Disamping itu, masih ditemukan ketidak akurasian (degree of uncertainty)
khususnya dalam memprediksi interferensi komponen hambatan pada air
tenang (calm-water resistance), Kwag (2001), Sahoo (2007).
Di samping kedua bentuk lambung kapal monohull dan katamaran,
bentuk lambung kapal berbadan tiga (trimaran) juga mengalami
perkembangan yang cukup pesat di seluruh dunia pada saat ini. Istilah
trimaran dalam abad ke-20 diyakini berhubungan dengan kata ‘tri’ dan
‘(cata) maran’ dimana diketahui pertama kali dikembangkan oleh Victor
Thechet, perintis dan perancang kapal-kapal berbadan banyak (multihulls)
kelahiran Ukrainia. Namun demikian, kapal trimaran (tradisional)
dipercaya sebagai trimaran pertama dikembangkan oleh orang
Austronesia dan masih banyak digunakan saat ini oleh nelayan tradisional
di Asia Tenggara, Madagaskar, Mikronesia, dan Polinesia di Pasifik
Selatan kira-kira 4.000 tahun yang lalu, lihat Gambar 1.4. Popularitas
kapal katamaran dan trimaran, terutama sebagai kapal layar, berkembang
pada tahun 1960an dan 1970an.
10
Gambar 1.4 Trimaran outrigger canoes digunakan didekat Waigeo,
Indonesia, 1899 (Wikipedia:Trimaran)
11
Gambar 1.6. Kapal perang trimaran (fregat)
13
Gambar 1.7. Peta Kepulauan Maluku
14
(a) (b)
Gambar 1.8 Pelayaran (a) Jarak dekat, (b) Jarak jauh
15
Komponen hambatan kapal katamaran memiliki fenomena yang lebih
kompleks dibanding dengan monohull, sebab adanya pengaruh
interferensi dan interaksi diantara dua lambung kapal. Pengaruh
interferensi dan interaksi tersebut perlu dikaji secara saksama baik melalui
beberapa seri eksperimen model fisik maupun melalui komputasi dan
simulasi CFD. Diharapkan hasil ini dapat memberikan kontribusi dalam
memprediksi secara rasional dan akurat komponen hambatan dan total
hambatan kapal katamaran, yang selanjutnya dapat diaplikasikan untuk
menghitung kebutuhan tenaga mesin (propulsi) kapal katamaran.
Komponen hambatan kapal katamaran memiliki fenomena yang lebih
kompleks dibanding dengan monohull, sebab adanya pengaruh
interferensi dan interaksi diantara dua lambung kapal. Pengaruh
interferensi dan interaksi tersebut perlu dikaji secara saksama baik melalui
beberapa seri eksperimen model fisik maupun melalui komputasi dan
simulasi CFD. Diharapkan hasil ini dapat memberikan kontribusi dalam
memprediksi secara rasional dan akurat komponen hambatan dan total
hambatan kapal katamaran, yang selanjutnya dapat diaplikasikan untuk
menghitung kebutuhan tenaga mesin (propulsi) kapal katamaran.
Karakteristik kapal umumnya ditinjau dari penentuan hambatan kapal
yang berguna untuk menentukan besarnya tenaga penggerak kapal. Moda
kapal katamaran dan trimaran memiliki fenomena dan karakteristik
hambatan yang lebih kompleks dibandingkan dengan moda monohull,
dalam hal ini adanya fenomena interferensi di antara lambung kapal
katamaran dan trimaran.
Fenomena interferensi di antara lambung katamaran telah
diformulasikan dengan sangat baik oleh Insel dan Molland (1992) dan
berbagai penelitian memperkuat fenomena tersebut, antara lain dilaporkan
oleh Sahoo dkk (2007), Utama dkk (2009), dan Jamaluddin (2012).
Fenomena interferensi tersebut meliputi 2 hal yaitu interferensi hambatan
viskos dan interferensi hambatan gelombang. Sementara itu, fenomena
interferensi pada kapal trimaran belum diformulasikan dengan sempurna
disebabkan oleh banyaknya konfigurasi dari moda kapal trimaran tersebut.
Sejumlah penelitian telah dilakukan dan antara lain dilaporkan oleh
Doctors dkk (1995), Murdijanto dkk (2010, Utama dkk (2011), Sahoo
(2013), Luhulima dkk (2012), dan Luhulima dkk (2016). Aspek lain yang
16
tidak kalah pentingnya adalah tinjauan karakteristik seakeeping kapal.
Sejumlah penelitian menjelaskan tentang kualitas seakeeping yang sangat
baik untuk trimaran (Doctors dkk, 1995, Murdijanto dkk, 2010, dan
Fernandez, 2012).
17
18
Bagian 2
Hambatan Kapal
2.1 Umum
Desain awal dari sebuah kapal umumnya berlangsung melalui tiga
tahap: concept; preliminary; and contract design. Proses desain awal
sering digambarkan oleh desain spiral seperti gambar 2.1 (Evans, 1957)
yang menunjukkan bahwa tujuan dari desain adalah untuk memperoleh
solusi terbaik dengan menyesuaikan dan menyeimbangkan parameter yang
saling terkait sebagai fase.
Spiral Design adalah metodologi untuk mengembangkan desain
kapal. Kapal adalah sistem yang kompleks dengan variabel yang sangat
saling terkait, dan tidak mungkin untuk menghitung faktor-faktor tersebut
secara bersamaan. Oleh sebab itu, spiral design menggambarkan proses
perbaikan secara berulang untuk memperoleh desain yang efisien. Setiap
iterasi perputaran biasanya disebut fase. Fase atau siklus dalam setiap
putaran digunakan untuk penyempurnaan teknis yang telah dicapai.
19
Pedatzur (2004) melakukan modifikasi terhadap spiral desain kapal
(lihat Gambar 2.2), maka terlihat dengan jelas bahwa aspek penting yang
perlu diperhatikan adalah persoalan hambatan (resistance) dan dinamika
gerak kapal (seakeeping). Persoalan hambatan kapal berkaitan dengan
gaya yang dialami oleh kapal untuk mencapai kecepatan tertentu, dimana
kemudian berkorelasi dengan besarnya tenaga penggerak kapal untuk
mencapai kecepatan tertentu tersebut, misalnya kecepatan dinas 15 knots
(Harvald, 1983). Sementara itu, seakeeping adalah persoalan dinamika
gerak kapal sebagai akibat dari perlakuan gelombang terhadap sebuah
kapal (Bhattacaryya, 1978) dimana kapal akan mengalami gerakan heave,
pitch, dan roll.
20
Diketahui bahwa kapal displasmen monohull yang konvensional tidak
ekonomis pada bilangan Froude sekitar 0,4, dimana umumnya terjadi
hump hambatan akibat besarnya gelombang gravitasi pada permukaan air
(Zouridakis,2005). Untuk memperkecil hambatan kapal monohull adalah
suatu hal yang sulit dicapai karena dibutuhkan lebar kapal yang lebih kecil
(atau rasio L/B>>) dengan displasmen tetap, dimana hal ini dapat
menurunkan karakteristik stabilitas kapal monohull. Sehingga kapal
trimaran menjadi solusi atas problem tersebut, dimana lambung kapal
trimaran yang terpisah memiliki bentuk lambung yang tipis/ pipih dapat
memperkecil gangguan permukaan air (disturbance on the free surface).
Hal ini dengan sendirinya dapat memperkecil hambatan kapal.
Disamping itu, dengan konfigurasi lambung yang terpisah akan
memberikan momen inersia yang besar sehingga menghasilkan
kemampuan stabilitas yang cukup baik dengan sudut akselerasi gerakan
rolling yang kecil.
Secara umum, konsep konstruksi kapal trimaran terdiri atas tiga bagian
1. Lambung (hull) sebagai daya apung (bouyancy) dan akomodasi sistim
propulsinya.
2. Struktur penghubung (cross structure) sebagai penguat bidang
transversal (transversal strength)
3. Bangunan atas (super structure) yang terletak diatas struktur
penghubung sebagai geladak.
Desain lambung trimaran merupakan hal yang sangat esensi dari bagian
lainnya untuk memprediksi besarnya hambatan dan kebutuhan tenaga
mesin pada kapal trimaran. Saat ini, belum banyak dijumpai desain kapal
trimaran dengan konfigurasi dan dimensi yang bervariasi, dimana
karakteristik desainnya sangat tergantung pada misi dan fungsi
operasionalnya.
21
Seperti diketahui, William Froude adalah orang pertama di dunia
yang mengenalkan tata cara meprediksi hambatan kapal yang besar
melalui kegiatan uji model kapal dalam skala yang lebih kecil dari kapal
sesungguhnya. Atas jasanya, beliau kemudian dijuluki “the father of ship
resistance”. Froude menjelaskan bahwa hambatan total kapal terdiri dari
hambatan gesek dan hambatan sisa yang didominasi oleh hambatan
gelombang. Froude menekankan bahwa hambatan gesek sebuah bentuk
kapal adalah sama dengan hambatan gesek dari sebuah pelat datar dengan
luas permukaan basah yang sama (1872). Secara matematis, formulasi
Froude dinyatakan sebagai berikut:
Dimana :
RTM = Total hambatan dari eksperimen model
RFM = Hambatan Gesek (friction)
RRM = Hambatan Sisa (residuary)
CT = CF+CR (2.2)
22
(a) ATTC-Schoenherr (1947)
Hasil evaluasi Schoenherr terhadap hasil kajian Froude pada pelat
datar dan teori Prandtl-von Karman, meng-ekspresikan koefisien gesek
fungsi dari bilangan Reynolds. Persamaan ini kemudian dikenal sebagai
Schoenherr line, yang kemudian diadopsi oleh American Towing Tank
Conference (ATTC) pada 1947.
(2.3)
(2.4)
(2.5)
23
Kemudian, ITTC mempelajari formulasi tersebut dan pada tahun 1957
memperkenalkan modifikasi empiris untuk skin friction “ITTC 1957
model-ship correlation line” untuk tujuan praktis.
(2.6)
(2.7)
24
memperkenalkan metode untuk digunakan dalam korelasi model ke kapal
dimana total hambatan adalah penjumlahan dari 3 (tiga) komponen:
1. Hambatan gesek (skin friction) adalah gaya tangential stress yang
timbul antara molekul air dan kulit badan kapal, yang kemudian
dikenal sebagai hambatan bidang permukaan dengan area dan
panjang yang sama dengan model.
2. Hambatan bentuk (form) adalah komponen hambatan yang
dinyatakan dalam bilangan “1+k‟, dimana merupakan hambatan di
luar batas item di atas dalam kasus lambung yang tercelup cukup
dalam. Untuk lambung yang streamline pada aliran turbulen, dapat
diekspresikan sebanding dengan hambatan gesek.
3. Hambatan free surface sebagai hambatan gelombang (CW) adalah
hambatan yang timbul akibat pergerakan kapal relatif terhadap air
sehingga timbul perbedaan tekanan pada permukaan (bidang) basah
kapal yang selanjutnya menimbulkan wave pattern. Hambatan
gelombang merupakan pengurangan hambatan total (CT) dari
penjumlahan hambatan gesek (CF) dan hambatan bentuk (CF0) dari
model.
CT = (1+k)CF + CW (2.8)
(2.9
25
Standar internasional dari ITTC (1978) dengan judul “1978
Performance Prediction Method for Simple Single Screw Ships”
selanjutnya mengklasifikasikan hambatan kapal di air tenang (calm water),
secara praktis, ke dalam 2 (dua) komponen hambatan utama yaitu
hambatan kekentalan (viscous resistance) yang merupakan fungsi
bilangan Reynolds (Re) dan hambatan gelombang (wave-making
resistance) yang merupakan fungsi bilangan Froude (Fr).
Berdasarkan pada proses fisiknya, Couser dkk (1997) mengemukakan
bahwa hambatan pada kapal yang bergerak di permukaan air terdiri dari
dua komponen utama yaitu tegangan normal (normal stress) dan tegangan
geser (tangential stress) fluida yang bekerja pada lambung kapal dibawah
permukaan air, lihat Gambar 2.7.
26
Hambatan gelombang terjadi karena adanya gelombang gravitasi
permukaan bebas dan tegangan viskos ditimbulkan oleh pengurangan
tekanan di lambung bagian belakang (stern) kapal akibat adanya lapisan
batas (boundary layer). Sedangkan wave breaking dan spray dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap total hambatan pada kecepatan
tinggi. Selanjutnya, Molland (2008) mengelompokan komponen hambatan
ini ke dalam dua kelompok yaitu hambatan viskos (viscous resistance)
dan hambatan gelombang (wave resistance) dan diperlihatkan pada
Gambar 2.4.
Dimana:
( 1+k) : Form factor
CF : Hambatan gesek (friction) dari ITTC-1957 line
CR : Hambatan sisa (residuary) dari eksperimen model
ΔCF : Kekasaran permukaan (0 untuk model yang licin)
CAA : Hambatan udara
(0 untuk model yang tanpa bangunan atas)
28
(ITTC 2002, Bertram 2000) dapat digunakan seperti terlihat pada
Persamaan (10)
CT = (1 + k) CF + a Frn (2.11)
Pada metode form factor, efek bentuk (form) pada hambatan gesek
diperhitungkan, sehingga peng-skala-an (scaling) antara model dan kapal
(prototype) dapat dilakukan lebih akurat. Tetapi (1+k) diasumsikan tidak
tergantung pada kecepatan, bilangan Reynolds dan Froude. Untuk kasus
pada model, dimana transom stern vortices dan bilge vortices dapat terjadi,
maka pengaruh bilangan Reynolds pada faktor bentuk (form factor) dapat
dipertimbangkan.
30
Komponen hambatan kapal yaitu hambatan total dan viskous yang
memiliki akurasi yang cukup bagus terhadap data eksperimen
(Javanmardi, 2008). Reduksi hambatan pada kapal multihull (trimaran)
sangat penting untuk dilakukan investigasi, salah satu metode yang
digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan CFD (Yanuar, dkk,
2015). Persamaan Reynolds-averaged Navier–Stokes equations (atau
persamaan RANS) adalah persamaan gerak untuk aliran fluida. Faktor
persamaan adalah Reynolds dekomposisi, dimana kuantitas sesaat
didekomposisi menjadi jumlah waktu rata-rata dan fluktuasinya,
diusulkan pertama kali oleh Osborne Reynolds. Persamaan RANS
terutama digunakan untuk menggambarkan arus turbulen. Persamaan ini
dapat digunakan dengan perkiraan berdasarkan pengetahuan tentang
sifat-sifat aliran turbulensi untuk memberikan perkiraan solusi waktu rata-
rata untuk persamaan Navier-Stokes. Persamaan ini dapat ditulis dalam
notasi sebagai berikut:
(2.12)
(2.13)
31
(2.14)
(2.15)
(2.16)
(2.17)
(2.18)
35
Gambar 2.14. Diagran komputasi pada program ANSYS CFX
36
shear stress dan pressure yang lainya relatif kecil harus diukur pada
semua permukaan lambung. Oleh sebab itu metode ini tidak banyak
digunakan.
2. Total hambatan dapat disimplifikasi dari pendekatan energi sebagai
suatu penjumlahan hambatan wave pattern dari enersi yang hilang
akibat timbulnya gelombang, dan hambatan viscous wake transverse
diukur dari total head loss in the wake dari model, yaitu CT =
CWP+CWT. Komponen hambatan gelombang (wave pattern
resistance) diukur dan dianalisa berdasarkan multiple longitudinal
cuts dengan menggunakan peralatan ukur wave resistance probes
yang cukup banyak dan hambatan viskos (viscous resistance) diukur
berdasarkan analisa wake transverse dengan menggunakan peralatan
ukur pitot tubes.
Komponen hambatan gelombang (wave resistance) diukur dan
dianalisa berdasarkan multiple longitudinal cuts dengan menggunakan
peralatan ukur wave resistance probes yang cukup banyak dan hambatan
viskos (viscous resistance) diukur berdasarkan analisa wake transverse
dengan menggunakan peralatan ukur pitot tubes.
Metode terakhir ini membutuhkan teknik dan peralatan ukur yang
lebih canggih dan rumit untuk menganalisa komponen-komponen dari
pada metode yang pertama. Disamping itu metode terakhir ini
membutuhkan pengujian yang sangat memadai dan waktu yang cukup
lama serta memiliki tingkat kesalahan pengukuran yang lebih besar.
Kemudian dari pada itu, wave breaking dan spray sulit terukur secara
akurat dan wake transverse dibelakang transom stern sangat sulit diukur
dengan pitot tubes khususnya disekitar permukaan air (Insel dan Molland,
1991).
Perhitungan hambatan dengan pengujian fisik dengan menggunkakn
metode yang pertama. Penggunaan metode pertama yang digunakan
dengan melakukan teknik dan prosedur pengukuran sebagai berikut:
- Mengukur besarnya total komponen hambatan (RT) berdasarkan
variasi kecepatan dan konfigurasi jarak antara lambung kapal (secara
melintang), termasuk:
Mengamati refleksi dan interaksi gelombang pada mainhull dan
sidehull
37
Mengamati aliran dan gelombang disekitar lambung kapal.
Mengamati gelombang depan (bow) dan belakang (stern) yang
ditimbulkan oleh mainhull dan sidehull.
- Total hambatan lambung kapal diukur dengan load cell transducer.
Load cell adalah suatu transducer gaya yang bekerja berdasarkan
prinsip deformasi suatu material akibat adanya tegangan mekanis
yang bekerja. Besar tegangan mekanis berdasarkan pada deformasi
yang diakibatkan oleh regangan.
38
Gambar 2.17 Towing tank
39
Perhitungan hambatan kapal lambung ganda (catamaran)
mengadopsi metode hambatan kapal lambung tunggal (monohull) dengan
memasukkan faktor interferensi hambatan sebagai berikut:
ITTC 1957
(2.19)
dimana:
σ Faktor interferensi hambatan gesek (friction)
Ω Faktor interferensi hambatan sisa (residuary)
ITTC 1978
(2.20)
dimana:
ø Faktor interferensi hambatan bentuk (form)
τ Faktor interferensi hambatan gelombang (wave)
σ Faktor interferensi hambatan viskos (viscous)
2.4.1 Geometri
41
Konfigurasi geometri model uji yang digunakan adalah bentuk
lambung simetris (symetrical hull) dengan beberapa variasi jarak antara
lambung (secara melintang), seperti yang terlihat pada Gambar 2.18.
42
Secara umum, kapal katamaran memiliki 2 jenis bentuk lambung
yaitu simetris dan tak-simetris (Zouridakis, 2005). Lambung simetris
mempunyai body plan yang sama pada garis tengahnya dan memiliki sudut
masuk bagian dalam dan luar yang sama.
Batasan bilangan Froude (Fr) yang dikaji adalah antara 0.15 – 2.7
untuk mengetahui dan memprediksi secara sistemanis fenomena
interferensi gelombang dan viskos. Pada Fr> 0.7, untuk kapal katamaran,
merupakan kecepatan tinggi dimana wave breaking dapat terjadi secara
siknifikan (Utama dkk, 2001) dan total hambatannya didominasi oleh
komponen hambatan viskos karena bentuk lambungnya yang pipih/ tipis.
43
1. Pemodelan kapal
2. Pembuatan domain fluida
3. Pemodelan kondisi batas
4. Optimasi model yang optimum
5. Pemihan jumlah grid yang optimum
44
Pemodelan dengan menerapkan free surface yaitu pemodelan kapal
dengan menggunakan dua fluida. Pemodelan dengan menggunakan dua
fluida menggunakan fluida air dan udara dalam proses simulasi.
Pemodelan dengan menerapkan kondisi ini memungkinkan diperoleh
hambatan total kapal tanpa mengabaikan adanya beberapa air yang naik
dari batas sarat kapal.
45
kapal maka menggunakan ukuran panjang domain kedepan dari kapal
sebesar 2 Lwl, panjang kebelakang dari kapal sebesar 3 Lwl, panjang dari
sisi-sisi kapal sebesar 1.5 Lwl dan dengan kedalaman domain yang cukup
dari permukaan domain.
3Lwl 1Lwl
2
2Lwl
46
Gambar 4.5 Dimensi domain untuk pemodelan dengan free surface.
47
Gambar 3.1 Hasil penggunaan ukuran grid yang berbeda untuk kapal.
48
Pada pemodelan tanpa free surface, kondisi batas terdiri dari inlet,
outlet, wall dan model itu sendiri yaitu kapal katamaran asimetris. Kondisi
batas inlet didefinisikan sebagai tempat masuknya fluida pada proses
simulasi. Pada daerah ini kecepatan mengalirnya fluida didefinisikan
untuk menginterpretasikan besar laju dari fluida yaitu air.
50
Kondisi air dimodelkan sebagai fresh water pada temperature 26 C
(massa jenis = 999 kg/m3, dynamic viscosity = 1.137 x 10-3 kg/ms). Kondisi
udara diasumsikan compressible (untuk alasan stabilitas komputasi) dan
dimodelkan dengan massa molekul 28.96 kg/mole dan dynamic viscosity
= 1.8 x 10-5 kg/ms.
Setelah penerapan kondisi batas pada setiap bagian dari domain,
langkah selanjutnya adalah pemilihan model turbulen yang digunakan dan
penentuan batas kriteria konvergensi. Pemilihan model turbulen
didasarkan bahwa untuk memecahkan persamaa yang mengatur fluida,
domain fluida dibagi kedalam jumlah sel yang terbatas dan persamaan ini
dirubah kedalam bentuk aljabar melalui proses diskritisasi dimana
menggunakan mentode finite volume (Jamaluddin dkk., 2011). Model
turbulen untuk awal simulasi adalah Shear Stress Transport (SST) seperti
yang telah diaplikasikan oleh Menter (1993a, 1994b).
Pada berbagai penelitian telah banyak dijelaskan mengenai model
turbulen dengan menggunakan SST. Model SST merupakan model yang
paling akurat untuk digunakan pada pemodelan aliran pada NASA
Technical Memorandum (Bardina, dkk, 1997). Model ini pada awalnya
banyak digunakan untuk bidang aeronatika tetapi dengan berkembangnya
teknologi, model ini banyak digunakan pada berbagai model industri.
Model turbulen ini memecahkan turbulensi berbasis (k-) pada dinding-
dinding dan turbulensi berbasis (k-) pada aliran massal (Jamaluddin dkk.,
2011).
Langkah selanjutnya adalah penetuan batas criteria konvergensi.
Penentuan batas kriteria konvergensi yaitu Root Mean Square (RMS)
untuk proses simulasi dengan residual target value sebesar 10-5. Nilai ini
merupakan nilai konvergensi terbaik dan telah banyak digunakan pada
berbagai perhitungan aplikasi teknik (Ansys, 2007; Dinham dkk., 2008).
52
atau 3D. Dari hasil perhitungan tersebut akan didapat hasil output dari
simulasi program CFD.
53
Selanjutnya akan dilakukan analisa dan evaluasi data hasil numerik
dan dibandingkan dengan hasil pengukuran eksperimen. Kemudian,
melakukan kajian besarnya nilai faktor interferensi hambatan viskos, lihat
Persamaan 2.15, yang terdiri dari faktor perubahan tekanan disekitar
lambung (ø) dan faktor perubahan kecepatan aliran (σ) diantara lambung
kapal dengan mem-variasikan jarak antara lambung karamaran (S/L).
Program CFD terdiri dari 4 (empat) elemen utama :
1. ICEM,yang merupakan desain geometri dan meshing.
2. CFX-pre,adalah boundary condition dan Spesific parameter.
3. Solver,adalah proses iterasi
4. CFX-post, adalah proses analisa.
1. Convergence
Tahap ini, proses iterasi perhitungan akan selalu dikontrol dengan
persamaan pengendali. Jika hasil perhitungan belum sesuai dengan tingkat
kesalahan yang ditentukan, maka komputasi akan terus berjalan. Berikut
54
beberapa grafik RMS yang menunjukkan convergensi proses iterasi,
sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.1
2. Grid Independence
Besarnya jumlah cell atau grid yang digunakan dalam perhitungan
akan menentukan keakurasian hasil yang diperoleh karena jumlah cell
mempengaruhi perubahan bentuk geometri pada saat pemprosesan hasil.
Gambar 6.2 memperlihatkan initial computational domain. Grid (mesh) di
bagian depan lambung berjarak hingga 1.5 panjang model lambung, di
bagian belakang lambung berjarak 4 kali panjang lambung. Kemudian
kesamping berjarak 1.5 kali panjang model, dan jarak di atas 2.5 kali
panjang model serta di bawah 2 kali panjang model lambung. Jarak
tersebut sudah cukup memadai untuk menghindari blockage effect (Utama,
1999; Ahmed dan Soares, 2009). Komputasi untuk mesh digunakan
55
(multiphase flow calculations) terdiri dari 822,087 dan 1,334,943 mesh
elements untuk demihull dan katamaran seperti yang disajikan pada Tabel
4.3.
56
Gambar 6.3 Grid independence pada CFD.
Symmetrical Hull
0.014
0.012
0.01
0.008
Ct
0.006
0.004
Demi Cat S/L 0.2
0.002
Cat S/L 0.3 Cat S/L 0.4
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Fr
Gambar 0-1 Koefisien Hambatan Total (Ct) Lambung Katamaran Simetris
Dengan Variasi S/L
Gambar 6.10 memperlihatkan koefisien hambatan total kapal dengan
menggunakan lambung demihull dan lambung katamaran simetris dengan
variasi jarak pisah lambung. Besarnya hambatan total diluar prediksi
terjadi pada range Froude Number 0.28<Fr<0.37 dimana besar hambatan
total katamaran simetris lebih kecil dari demihull. Hal ini sesuai dengan
peneitian yang dilakukan oleh Zaraphonitis, Spanos dan Papanikolaou
(2001) bahwa antara range Froude Number 0.33<Fr<0.39, katamaran
dengan konfigurasi sysmetri terjadi efek interferensi antara kedua lambung
meskipun sangat lemah yang disebabkan oleh efek dari the bow-generated
waves yang berjalan berlawanan sepanjang kearah butitan. Pada kombinasi
panjang kapal, range kecepatan kapal dan jarak pisah tertentu, gelombang
ini menghasilkan peningkatan diviasi gelombang dan tekanan
hidrodinamis didaerah buritan kapal. Pada range Fr>0.5 menunujukkan
hambatan katamaran simetris jauh lebih kecil dan pada Fr>0.4 terdapat
hasil hambatan katamaran yang sedikit diluar prediksi. Hal ini diakrenakan
semakin besar jarak pisah lambung katamaran maka hambatan gelombang
58
yang dihasilkan akan semakin kecil dan adanya perbandingan kecepatan
dan panjang yang berpengaruh terhadap terbentuknya gelombang
transversal dan gelombang divergen pada saat nilai perbandingan semakin
meningkat sehingga berpengaruh terhadap besarnya hambatan viskos yang
terbentuk pada kecepatan tinggi.
Sesuai dengan penelitian Zaraphonitis, Spanos dan Papanikolaou
(2001) bahwa pada Fn rendah dan tinggi, hambatan katamaran simetris
lebih kecil sedangkan pada Froude Number Fr>0.4, hambatan katamaran
simetris cenderung memiliki hasil yang sedikit diluar prediksi. Pada jarak
pisah lambung S/L = 0.3, interferensi antar lambung datar kapal katamaran
asimetris masih terjadi meskipun terjadi begitu lemah dan pada jarak pisah
lambung S/L = 0.4, interferensi yang ditimbulkan antar lambung kapal
hampir tidak ada (Zaraphonitis, Spanos dan Papanikolaou, 2001).
59
Symetri Demihull
0.014
0.012
Total Resistance Coeff (CT)
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002 CT-CFD
CT-Exp
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Froude Number (Fr)
Gambar 6.16 Perbandingan CFD dan Experiment
Hambatan Total antara Demihull simetris
60
0.014
Symetri Catamaran, S/L=0.2
61
Symetri Catamaran, S/L=0.3
0.014
0.012
Total Resistance Coeff (CT)
0.01
0.008
0.006
0.004
CT-CFD
0.002
CT-Exp
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Froude Number (Fr)
62
besar dibandingkan dengan hasil eksperimen dengan prosentase perbedaan
diantar keduanya sebesar 3.6 %.
0.014
Symetri Catamaran, S/L=0.4
0.012
Total Resistance Coeff (CT)
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002 CT-CFD
CT-Exp
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Froude Number (Fr)
Gambar 6.19 Perbandingan CFD dan Experiment Hambatan Total antara
Katamaran simetris pada S/L = 0.4
1/3 -0.04
(1+βk) = 3.03 (L/ ) (6.1)
Persamaan (6.1) diperoleh nilai form factor untuk lambung katamaran
simetris (1+βk) sebesar 1.38. Sedangkan untuk menghitung koefisien
hambatan gesek (Cf) menggunakan formula yang direkomendasikan
ITTC’57.
0.075
CF= [ log(Re)-2]2 (6.2)
VL
Re= (6.3)
v
Dimana Re = Reynold Number
V = Kecepatan Kapal (m/s)
L = Panjang Kapal (m)
V = Kinematika Viskos
64
Grafik 6.1 diperlihatkan bahwa besarnya koefisien hambatan
viskos (CV) tidak dipengaruhi oleh perubahan jarak pemisah lambung
demihull (S/L) karena form factor konstan terhadap rasio S/L sedangkan
hasil eksperimen oleh Molland (1991) menunjukkan hambatan viskos
bergantung perubahan jarak antara demihull (S/L). walaupun memiliki
perbedaan nilai yang kecil, karena terjadi fenomena interaksi antara
lambung demihull.
Symmetrical Hull
0.008
0.007
0.006
Cv
0.005
0.004
65
Proses verifikasi perlu dilakukan untuk pengujian model kapal
melalui komputer. Verifikasi merupakan terminologi untuk menunjukkan
tingkat kebenaran dari simulasi yang dilakukan. Untuk menentukan
tingkat kevalidan, dapat dilakukan dengan beberpat metode yaitu
memastikan semua boundary condition dan inisialisasi telah sesuai dengan
teori dan kasus yang ditinjau serta dengan cara membandingkan dengan
sebuah acuan/standart yang telah ada dengan referensi yang jelas.
Verifikasi pengujian komputer dilakukan dengan membandingkan hasil
pengujian simulasi model kapal dikomputer dengan pengujian model
kapal pada kolam pengujian.
Pengujian melalui tangki percobaan pada katamaran simetris
dilakukan di kolam pengujian Laboratorium Hidrodinamika Indonesia
(LHI) oleh Jammaluddin, Utama dan Molland (2010). Kolam pengujian di
LHI mempunyai dimensi panjang 240 m, lebar 11 m dan kedalaman 5,5
m. Ukuran model kapal pada tangki percobaan disajikan pada tabel 6.2.
Ukuran model kapal untuk simulasi model kapal dikomputer dibuat sama
dengan model kapal untuk tangki percobaan.
Demihull
0.012
0.01
0.008
Cv
0.006
0.004
0.002 Cv-EXp
Cv-CFD
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Fr
Gambar 6.12 Perbandingan CFD dan Eksperimen Hambatan Viskos
antara Demihull simetris
66
Gambar 6.12 memperlihatkan hasil simulasi numerik hambatan
viskos CFD-ANSYS CFX dan eksperimen dari demihull. Pada Fr = 0.19,
hambatan viskos antara CFD dan eksperimen hampir sama meskipun
terdapat perbedaan yang sangat kecil dengan prosentase perbedaan sebesar
1.8%. Penggunaan jumlah grid yang sama untuk pengujian CFD
berpengaruh terhadap besar hasil selanjutnya. Penambahan kecepatan
dengan Fr = 0.28 memberikan prosentase perbedaan yang semakin besar
antara hasil CFD dan eksperimen dengan prosentase perbedaan sebesar
2.7%. Penambahan prosentase perbedaan semakin besar pada Fr = 0.37
yaitu dengan prosentase penambahan sebesar 4.0%. Begitu juga pada
penambahan kecepatan selanjutnya, yaitu pada Fr = 0.46 dan Fr = 0.55,
perbedaan prosentase masing-masing adalah 4.7% dan 5.4%. Prosentase
perbedaan terbesar ditunjukkan pada bilangan Froude Fr = 0.65. Pada
kecepatan ini, prosentase perbedaan antara hasil CFD dan eksperimen
adalah sebesar 6%.
Symmetrical Catamaran, S/L=0.2
0.012
0.01
0.008
Cv
0.006
0.004
0.002 Cv-EXp
Cv-CFD
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Fr
Gambar 6.13 Perbandingan CFD dan Experiment Hambatan
Viskos antara Katamaran simetris pada S/L = 0.2
0.01
0.008
Cv
0.006
0.004
0.002 Cv-EXp
Cv-CFD
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Fr
Gambar 6.14 Perbandingan CFD dan Experiment Hambatan
Viskos antara Katamaran simetris pada S/L = 0.3
0.01
0.008
Cv
0.006
0.004
0.002 Cv-EXp
Cv-CFD
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Fr
Gambar 6.15 Perbandingan CFD dan Experiment Hambatan Viskos
antara Katamaran simetris pada S/L = 0.4
69
penambahan kecepatan aliran akibat pengaruh dua lambung demihull yang
berdekatan.
Symmetrical Hull
0.008
Demi
0.007
Cat S/L 0.2
0.006
Cat S/L 0.3
0.005 Cat S/L 0.4
Cw
0.004
0.003
0.002
0.001
0
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80
Fr
Gambar 6.2 Koefisien Hambatan Gelombang (Cw) Lambung Katamaran
Simetris Dengan Variasi S/L
70
2.5 Hambatan Trimaran
Trimaran adalah kapal dengan lambung banyak (multihull), yang
terdiri dari satu lambung utama (mainhull) dan dua lambung sisi (sidehull)
71
yang ukurannya cenderung lebih pendek dan terletak di kedua sisi lambung
utama. Bentuk lambung trimaran adalah pengembangan dari bentuk
lambung tunggal yang bertujuan untuk meningkatkan kecepatan kapal
yang diikuti dengan berkurangnya daya yang dibutuhkan. Investigasi pada
hambatan trimaran telah membuktikan bahwa bentuk lambung trimaran
memiliki hambatan lebih kecil pada kecepatan tinggi jika dibandingkan
dengan lambung trimaran dan lambung tunggal (Murdijanto dkk, 2010 dan
Maynard dkk, 2008).
Dengan adanya cadik atau lambung sisi, memberikan keunggulan
stabilitas dan karakteristik olah gerak kapal trimaran (Gray, 2001).
Penyempurnaan bentuk lambung trimaran terus dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang semakin beragam terutama untuk
meningkatkan kecepatan dan efisiensi energi. Salah satu penyempurnaan
kapal trimaran adalah dengan optimalisasi posisi mainhull dan sidehull
sehingga mampu meminimalisir daya yang dibutuhkan dari mesin
penggerak utama dan menemukan performa trimaran yang terbaik dari
aspek hambatan kapal.
Hambatan kapal trimaran diasumsikan sebagai penjumlahan dari
beberapa komponen yang saling tidak bergantung (independent) agar
mudah memecahkan masalah hambatan lambung kapal dan pengaruh
jarak antara lambung (hull clearance).
Metode yang digunakan pada pengujian lambung kapal yang
konvensional yaitu dengan membagi hambatan pada beberapa komponen
yang didasarkan pada pengukuran total hambatan dari pengujian model
dengan mengestimasi hambatan gesek (friction) dari formula empiris,
atau pengukuran lansung pada komponen- komponen hambatannya.
Kedua metode tersebut untuk mengidentifikasi komponen-komponen
dan asumsi-asumsi yang terkait.
2.5.1 Geometri
Konfigurasi geometri model uji yang digunakan adalah bentuk
lambung simetris (symetrical hull), dengan beberapa variasi jarak antara
lambung (secara melintang) dan Displamen yang sama, seperti yang
terlihat pada Gambar 3.10
Batasan bilangan Froude (Fr) yang dikaji adalah antara 0.15 – 0.27
untuk mengetahui dan memprediksi secara sistemanis fenomena
interferensi gelombang dan viskos. Nilai bilangan Froude 0.15 – 0.27
dianggap ideal karena kapal displacement trimaran dapat dioperasikan
secara optimal pada Fr = 0.21
1. Convergence
Tahap ini, proses iterasi perhitungan akan selalu dikontrol dengan
persamaan pengendali. Jika hasil perhitungan belum sesuai dengan
tingkat kesalahan yang ditentukan, maka komputasi akan terus
berjalan. Berikut beberapa grafik RMS yang menunjukkan konvergensi
proses iterasi, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.20
75
Gambar 2.20. Konvergensi proses iterasi pada CFD
2. Grid Independence
Besarnya jumlah cell atau grid yang digunakan dalam
perhitungan akan menentukan keakurasian hasil yang diperoleh karena
jumlah cell mempengaruhi perubahan bentuk geometri pada saat
pemprosesan hasil. Gambar 2.21 memperlihatkan initial computational
domain. Batas Boudary di bagian depan lambung berjarak hingga 1.5
panjang model lambung, di bagian belakang lambung berjarak 4 kali
panjang lambung. Kemudian kesamping berjarak 1.5 kali panjang model,
dan jarak di atas 2.5 kali panjang model serta di bawah 2 kali
panjang model lambung. Jarak tersebut sudah cukup memadai untuk
menghindari blockage effect (Utama, 1999; Ahmed dan Soares, 2009).
Komputasi untuk mesh digunakan (multiphase flow calculations) terdiri
dari 1.582.580 mesh elements trimaran seperti yang disajikan pada Tabel
2.5.
76
Gambar 2.21 Initial computational domain pada CFD
79
Gambar 4.11. Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan
variasi jarak antar lambung
81
Gambar 4.13. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.2 (CFD)
82
Gambar 4.15 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,2
83
Gambar 4.16. Koefisien komponen hambatan trimaran, S/L=0.3 (CFD)
84
Gambar 4.18 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,3
85
pada trimaran S/L=0,4 tampak mulai berkurang hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.12.
86
Gambar 4.21 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,4
87
yang terjadi antar hull pada trimaran S/L = 0,5 cukup kecil yaitu terjadi
peningkatan hambatan total rata–rata sebesar 1,66%.
88
Gambar 4.24 Interferensi Gelombang Trimaran S/L = 0,5
(2.23)
di mana:
ρ: massa jenis air (1000 kg/m3 ),
V: kecepatan kapal dan
WSA: luas bidang basah lambung kapal.
Model diuji dengan konfigurasi jarak antara lambung yang
bervariasi secara melintang (S/L) Pengujian hambatan lambung trimaran
dilakukan di kolam uji hidrodinamika (towing tank) Fakultas Teknologi
Kelautan-ITS pada kecepatan Froude (Fr) hingga 0.27 dengan tiga
konfigurasi jarak lambung yang berbeda pada arah melintang (clearance,
S/L).
Program pengujian pada model lambung diperlihatkan pada Tabel
2.20. Rasio S/L menggambarkan rasio jarak antara kedua lambung
(terhadap garis tengah main hull).
Tabel 2.20Program pengujian
Kondisi Uji Model Uji Clearance (S/L)
Fn: 0.15, 0.17, 0.19, 0.21, Trimaran 0.2, 0.3, 0.4, 0.5
0.23, 0.25, 0.27
Model uji dilengkapi dengan alat ukur ‘load cell transducer’ untuk
mengukur besar (gaya) hambatan. Posisi alat tersebut terletak ditengah
(center line) model kapal dan model dapat bergerak vertikal (pitch dan
heave) secara bebas.
Efek interaksi antara kedua lambung pada arah melintang (S/L)
sangat berpengaruh terhadap hambatan. Semakin kecil jarak antara
lambung (S/L) maka semakin besar hambatan yang terjadi
90
Hasil perhitungan Hambatan dan Seakeeping kapal trimaran dengan
variasi S/L=0,2 – 0,5 pada kecepatan Fr=0,15 – 0,27 akan dilakukan
perbandingan untuk memperoleh hasil yang valid. Perbandingan yang
dilakukan adalah dengan membandingan hasil perhitungan melalui
pendekatan CFD dan uji fisik.
91
5.4 Pengaruh Konfigurasi Jarak Lambung Secara Melintang (S/L)
Efek interaksi antara kedua lambung pada arah melintang (S/L)
sangat berpengaruh untuk lambung simetris dari pada lambung tak
simetris. Koefisien hambatan total (CT) untuk lambung simetris lebih
besar. Hasil Pengujian juga memperlihatkan bahwa semakin kecil jarak
antara lambung trimaran (S/L) maka semakin besar hambatan yang terjadi.
Fenomena ini timbul karena adanya efek interaksi viskos dan gelombang
diantara kedua lambung tersebut (Caprio dkk, 2007). Zaraphonitis dkk
(2001) menyatakan bahwa jarak pemisahan lambung antara hull (S/L)
adalah sangat krusial akan terjadinya interaksi gelombang timbul (wave
making) yang saling berlawanan dari depan (bow) dan menjalar
kebelakang (stern) kapal. Namun dengan jarak dan kecepatan tertentu,
efek interaksi gelombang dapat negatif (menguntungkan) dimana
hambatan gelombang yang ditimbulkan menjadi lebih kecil.
Pada Fr < 0.3, untuk lambung trimaran memperlihatkan hambatan
yang lebih besar dari pada hambatan hull yang dihitung secara terpisah
untuk jarak lambung (S/L) yang diuji. Fenomena tersebut terjadi karena
pada bilangan Fr tersebut luas bidang basah (wetted surface area)
meningkat akibat adanya interferensi antara kedua lambung (Moraes,
2004)
92
Gambar 2.24 Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,2
93
Gambar 2.26 Perbandingan Koefisien Hambatan Total S/L = 0,4
95
CFD Eksprimen
0,15 4,291 4,386 2,149
0,17 4,647 5,079 9,006
0,19 4,802 5,225 8,077
0,21 5,264 5,456 3,505
0,23 5,947 5,977 0,491
0,25 6,292 6,192 0,311
0,27 6,332 6,546 3,263
96
Gambar 2.28 Perbandingan Koefisien Viskos S/L = 0,2
97
Gambar 2.30 Perbandingan Koefisien Viskos S/L = 0,4
98
pun akan bertambah.Sedangkan untuk hambatan gelombang, umumnya,
menjadi lebih kecil dengan pertambahan panjang lambung kapal (untuk
displasmen yang tetap), Tuck dan Lazauskas (1996)
99
CFD Eksprimen
0,15 3,311 3,402 2,641
0,17 3,313 3,363 1,369
0,19 3,303 3,309 0,116
0,21 3,215 3,278 1,880
0,23 3,163 3,252 2,695
0,25 3,120 3,236 3,566
0,27 3,116 3,195 2,481
100
Gambar 2.32 Perbandingan Koefisien Gelombang S/L = 0,2
101
Gambar 2.34 Perbandingan Koefisien Gelombang S/L = 0,4
102
lambung trimaran pada model CFD memiliki keterbatasan meshing dan
pada pengujian terdapat faktor lingkungan yang perlu diperhitungkan lebih
teliti
103
Tabel 2.31 Perbandingan Koefisien Hambatan Gelombang pada S/L =
0,4
Hambatan Lambung Trimaran
S/L=0,4 Selisih
Fr
x10-3 %
CFD Eksprimen
0,15 0,906 0,922 1,827
0,17 1,456 1,518 4,099
0,19 1,786 1,815 1,598
0,21 2,079 2,278 8,721
0,23 2,784 2,823 1,372
0,25 3,172 3,173 0,039
0,27 3,227 3,238 0,351
104
Terjadinya wave breaking pada sekitar lambung membuat asumsi ini
underestimate dalam perhitungan komponen hambatan gelombang. Untuk
mengukur wave breaking secara lansung adalah suatu hal yang sangat
sulit/kompleks dilakukan, bagaimanapun hal ini hanya dapat diobservasi
dengan pengamatan visual. Wave breaking terjadi pada daerah depan
lambung (bow) bila jarak antara lambung trimaran sangat dekat.
Dengan asumsi di atas, maka hambatan akibat gelombang dapat
diperhitungkan hingga 5% - 21% dari hambatan total yang diakibatkan
oleh wave breaking (Couser dkk, 1997). Sehingga, hambatan wave
breaking kecil (tidak begitu siknifikan) pengaruhnya terhadap total
hambatan lambung kapal.
Kemudian dengan lambung yang memiliki transom stern akan
memungkinkan terjadinya tekanan yang sangat rendah (large low pressure
area) di daerah belakang transom, yang mengakibatkan transom
mengalami ‘atmospheric’ bukan ‘stagnation pressure’. Hal tersebut yang
menyebabkan terjadinya spray dan breaking. Dengan fenomena ini maka
hambatan tekan (pressure resistance) yang dihitung berdasarkan
pengukuran ‘wave pattern’ akan terjadi ‘underestimate’. Pernyataan ini
juga sama dengan hasil penelitian (Pengujian) Insel (1990) yang
menunjukkan bahwa nilai hambatan viskos [(1+βk) CF] adalah tidak sama
dengan (CT - CWP) pada lambung trimaran.
Hasil Pengujian oleh Couser dkk (1998) bahwa CW (dari estimasi,
CW= CT – (1+k) CF) adalah tidak sama dengan CWP, dimana hambatan
gelombang (wave pattern) CWP lebih kecil dibanding dengan CW. Lebih
praktis dan rasional mengestimasi CW dari persamaan CT= (1+k) CF + CW,
dimana CT dan form factor (k) yang diperoleh melalui pengukuran pada
Pengujian
105
𝐶𝑉𝑇𝑅𝐼𝑀
𝐼𝐹𝑉𝐼𝑆𝐾𝑂𝑈𝑆 = 𝐶 (2.24)
𝑉𝑇𝑅𝐼𝑀𝐼𝑁𝐷𝐸𝑃𝐸𝑁𝐷𝐸𝑁𝑇
𝐶𝑉𝑇𝑅𝐼𝑀
𝐼𝐹𝑊𝑎𝑣𝑒 = 𝐶 (2.25)
𝑊𝑇𝑅𝐼𝑀𝐼𝑁𝐷𝐸𝑃𝐸𝑁𝐷𝐸𝑁𝑇
107
5.6.2 Interferensi Hambatan Gelombang
Interferensi hambatan gelombang antar lambung trimaran dapat
berkontribusi negatif (meningkatkan hambatan) atau positif (menurunkan
hambatan) sebagaimana yang dipresentasikan dari hasil teori dan
eksperimen. Fenomena tersebut juga dikemukakan oleh Yeung dkk (2004
dan 2009).
Hasil CFD dan eksperimen memperlihatkan faktor interferensi
hambatan terhadap perubahan jarak melintang antara lambung kapal (S/L)
dimana pada kecepatan yang tinggi menunjukkan peningkatan
interferensi. Faktor interferensi hambatan gelombang lambung trimaran
lihat Tabel 2.35 – 2.36 dan Gambar 2.38-2.39 Hal ini menunjukkan bahwa
interaksi hambatan gelombang pada lambung dengan kecepatan yang
lebih tinggi (Fr> 0,23) memiliki interaksi yang cukup kuat
108
S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5
Fr
103 103 103 103
0,1533 1,0297 0,9524 0,9833 0,9780
0,1724 0,9760 0,9647 0,8595 0,9703
0,1916 1,0431 0,9176 0,9336 0,9759
0,2107 1,0463 0,8159 0,9049 0,9713
0,2299 1,0257 0,9683 0,9110 0,9031
0,2491 1,0210 0,9942 0,9494 0,9389
0,2682 1,0840 1,0496 0,9713 0,9856
112
113
Bagian 4
Dinamika Kapal
4.1 Umum
4.2 Kamataran
4.2.1 Perhitungan Olah Gerak Kapal melalui CFD
4.2.2 Perhitungan Olah Gerak Kapal melalui Pengujian Fisik
4.3 Trimaran
4.3.1 Perhitungan Olah Gerak Kapal melalui CFD
Program CFD terdiri dari lima tahap yaitu : Geometry, Model, Set-up,
Solution dan Result. Geometry digunakan pada tahap pembuatan model
kapal trimaran, kemudian pembuatan meshing dilakukan pada tahap
Model. Selanjutnya dilakukan penentuan kondisi uji pada taha Set-up dan
Solution digunakan untuk pengerjaan proses penyelesaian masalah.
Analisa CFD yang akan dilakukan pada pemodelan kapal trimaran
adalah RAO yang diakibat gaya eksternal berupa gelombang kapal
trimaran dan visualisasi hasil.
Geometry
Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Pembuatan geometri, dalam proses pembuatan geometri pada
program Design Modeller , hal pertama yang perlu dilakukan adalah
melakukan import geometry dari model yang telah ada. Model yang dibuat
dalam maxsurf diekspor dalam bentuk ekstensi iges (.iges). Cara ini
memudahkan dalam pembuatan geometri Karena wise merupakan bentuk
yang sangat rumit. Perintah yang digunakan;
Model
Pada langkah berikutnya adalah menentukan kedalaman
laut/pengujian kemudian menentukan meshing. Pemodelan dilakukan
dengan memasukkan Point Mass berupa titik berat gravitasi secara
memanjang, melintang dan vertikal. Kemudian, memasukkan momen
inertia kapal trimaran (Ixx, Iyy, Izz), sebagaimana ditunjukkan pada tabel
5.9 dan gambar 5.11
Pada gambar 5.12 dan tabel 5.10, meshing dilakukan dengan
mengatur ukuran elemen-elemen penyususun. Semakin kecil elemen
pembentuk model kapal, maka nilai akurasinya cukup baik. Untuk
115
memperoleh harga akurasi yang baik perlu mengatur ukuran elemen
meshing yang optimal.
Tabel 5.9 titik Point Mass
Object Name Point Mass
State Fully Defined
Details of Point Mass
Visibility Visible
Suppressed Not Suppressed
X 48,7 cm
Y 0.0 cm
Z 0.0 cm
Mass Definition Manual
Mass 8,644 kg
Define Inertia Values by via Radius of Gyration
Kxx 27,46 cm
Kyy 43,09 cm
Kzz 50,74 cm
Ixx 10236,8648 kg.cm²
Ixy 0.0 kg.m²
Ixz 0.0 kg.m²
Iyy 25204,2918 kg.m²
Iyz 0.0 kg.m²
Izz 349489,9528 kg.cm²
116
Gambar 5.11 Penentuan titik gravitasi dan Kedalam air yang dikehendaki
Set-up
Pada tahap Set-up dilakukan pengkondisian sesuai dengan kondisi
pengujian. Harga yang dimasukkan kedalam set-up merupakan konstanta
yang umum digunakan dalam perhitungan empiris. Pada Gambar 5.13 dan
Tabel 5.11-5.12 menunjukkan pengaturan kondisi perhitungan numerik
yang dilakukan menggunakan ANSYS AQWA.
Gambar
5.13 set-up Model
118
Tabel 5.11 set up gelombang
Object Name Wave Directions
State Fully Defined
Details of Wave Directions
Range of Directions, No Forward
Type
Speed
Required Wave Input
Wave Range -180° to 180°
Interval 45°
Number of Intermediate
7
Directions
Optional Wave Directions A
Additional Range None
Optional Wave Directions B
Additional Range None
Optional Wave Directions C
Additional Range None
120
(rad/s) 0 45 90 135 180
0.71 0.000 1.245 1.533 1.064 0.000
1.01 0.000 2.673 3.571 2.413 0.000
1.31 0.000 2.142 2.903 2.142 0.000
1.61 0.000 0.89 0.983 0.706 0.000
1.90 0.000 0.427 0.539 0.383 0.000
2.20 0.000 0.31 0.351 0.249 0.000
2.50 0.000 0.277 0.251 0.177 0.000
121
Gambar 5.15 RAO Pitch pada S/L=0,2
RAO Roll (ᴼ/cm)
123
1.61 0.039 0.088 0.024 0.019 0.06
1.90 0.038 0.029 0.038 0.018 0.029
2.20 0.008 0.006 0.009 0.005 0.012
2.50 0.009 0.008 0.013 0.008 0.002
124
Gambar 5.17 RAO Heave pada S/L=0,3
125
Gambar 5.19 RAO Roll pada S/L=0,3
126
Tabel 5.20 RAO Pitch dengan S/L=0,4
Freq. Sudut Heading (deg)
(rad/s) 0 45 90 135 180
0.71 0.72 0.556 0.282 0.445 0.627
1.01 0.043 0.043 0.083 0.038 0.059
1.31 0.018 0.009 0.035 0.014 0.029
1.61 0.018 0.016 0.016 0.017 0.011
1.90 0.002 0.002 0.009 0.002 0.006
2.20 0.001 0.002 0.004 0.002 0.003
2.50 0.001 0.002 0.003 0.002 0.001
127
Gambar 5.20 RAO Heave pada S/L=0,4
128
Gambar 4.22 RAO Roll pada S/L=0,4
129
Tabel 5.23 RAO Pitch dengan S/L=0,5
Freq. Sudut Heading (deg)
(rad/s) 0 45 90 135 180
0.71 1.102 0.781 0.42 0.898 1.137
1.01 1.341 1.093 0.817 0.916 0.626
1.31 0.816 0.648 0.438 0.489 0.048
1.61 0.039 0.088 0.024 0.019 0.06
1.90 0.038 0.029 0.038 0.018 0.029
2.20 0.008 0.006 0.009 0.005 0.012
2.50 0.009 0.008 0.013 0.008 0.002
130
Gambar 5.23 RAO Heave pada S/L=0,5
131
Gambar 5.25 RAO Roll pada S/L=0,5
132
akan memudahkan terjadinya roll dengan arah gelombang dari samping
(beam seas).
133
1.31 0,161 0,08 0,016 0,015 0,133
1.61 0,087 0,043 0,009 0,003 0,012
1.90 0,055 0,032 0,004 0,002 0,039
2.20 0,022 0,022 0,003 0,002 0,011
2.50 0,01 0,009 0,002 0,001 0,012
134
Gambar 5.27 RAO Pitch pada S/L=0,2
RAO Roll (ᴼ/cm)
135
Pada Tabel 5.29-5.31, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO
dengan S/L=0,3 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.28-5.30 didapatkan
RAO heave terbesar pada sudut 45 derajat dengan frekuensi gelombang
sebesar 0,71 rad/s, sebesar 0,935, sedangkan RAO Picth Signifikan sebesar
1,02 terjadi pada sudut 0 derajat dengan frekuensi gelombang 0,71 rad/s,
selanjutnya RAO Roll terbasar terjadi pada sudut 90 derajat dengan
frekuensi gelombang 2,20 rad/s sebesar 4,831.
136
2.20 0,053 0,011 0,013 0,013 0,043
2.50 0,036 0,015 0,005 0,009 0,03
137
Gambar 5.30 RAO Pitch pada S/L=0,3
RAO Roll (ᴼ/cm)
140
Gambar 5.33 RAO Pitch pada S/L=0,4
RAO Roll (ᴼ/cm)
142
Tabel 5.36 RAO Roll dengan S/L=0,5
Freq. Sudut Heading (deg)
(rad/s) 0 45 90 135 180
0.71 0,000 0,715 1,151 0,748 0,000
1.01 0,000 0,725 1,27 0,976 0,000
1.31 0,000 0,727 1,457 2,054 0,000
1.61 0,000 0,72 1,764 2,341 0,000
1.90 0,000 0,709 2,323 0,694 0,000
2.20 0,000 0,71 3,531 0,366 0,000
2.50 0,000 0,745 4,244 0,234 0,000
143
Gambar 5.36 RAO Pitch pada S/L=0,5
RAO Roll (ᴼ/cm)
144
Sebagai mana perhitungan yang dilakukan melalui pendekatan
CFD di atas pada kondisi Fr = 0,21, dapat diambil gambaran secara umum
bahwa harga RAO heave yang terbesar adalah pada trimaran dengan
variasi S/L=0,5 yaitu sebersar 0,999 cm/cm yang terjadi pada sudut 0
derajat hal ini disebabkan adanya penampang melintang yang cukup besar
sehingga memudahkan terjadi heave akibat harga ROA yang cukup besar.
Selanjutnya pada S/L = 0,5 juga terjada RAO Pitch yang cukup
signifikan, yaitu sebesar 1.341 0/cm , hal ini karena adanya frekuensi
gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi
yang cukup besar ke buritan kapal yang meyebabkan terjadinya gerak pitch
yang signifikan. Selain itu, pada frekuensi 1,01 rad/s terjadi resonansi
gerakan terhadap hull trimaran sehingga RAO pitch menjadi lebih
dominan.
RAO Roll terbesar terjadi pada sudut 90 derajat (beam seas)
sebesar 4.631o/cm yang terjadi pada kapal Trimaran dengan variasi
S/L=0,2. Hal ini terjadi karena lebar posisi melintang yang cukup kecil
dibandingakan variasi trimaran lainnya, sehingga lebar yang cukup kecil
akan memudahkan terjadinya roll dengan arah gelombang dari samping
(beam seas).
146
0 45 90 135 180
Heave (cm) 0,15 0,09 0,07 0,08 0,13
Pitch (ᵒ) 0,60 0,50 0,37 0,40 0,45
Roll (ᵒ) 0,00 1,70 2,71 1,68 0,00
147
Gambar 5.38 RMS Heave pada Fr = 0
148
Gambar 5.40 RMS Roll pada Fr = 0
150
Gambar 5.41 RMS Heave pada Fr = 0,21
151
Gambar 5.43 RMS Roll pada Fr = 0,21
4.3.2 Perhitungan Olah Gerak Kapal melalui Pengujian Fisik
4.3.2.1 Pengujian dengan Kondisi kapal diam (Fr=-0)
Pengujian secara fisik dilakukan di Laboratorium Hidrodinamika
ITS. Pada Tabel 5.1-5.4, menunjukkan Hasil Perhitungan RAO dengan
S/L=0,2 - 0,5 kemudian ditunjukkan oleh Gambar 5.1-5.4 dengan kondisi
model diam (Fr=0) didapatkan Sebagai mana perhitungan yang dilakukan
melalui eksperimen pada kondisi diam dapat diambil gambaran secara
umum bahwa harga RAO heve yang terbesar adalah pada trimaran dengan
variasi S/L=0,5 yaitu sebersar 0,618 cm/cm yang terjadi pada sudut 0
derajat hal ini disebakan adanya penampang melingtag yang cukup besar
sehingga memudahkan terjadi heave akibat harga ROA yang cukup besar.
Selanjutnya pada S/L = 0,5 juga terjada RAO Pitch yang cukup
signifikan, yaitu sebesar 1,6140/cm , hal ini karena adanya frekuensi
gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi
yang cukup besar ke buritan gelobang yang meyebabkan terjadinya gerak
pitch yang signifikan. Selain itu, dan frekuensi 1,01 rad/s terjadi resonansi
gerakan terhadap hull trimaran sehingga RAO pitch menjadi lebih
dominan.
154
Gambar 5.1 RAO Heave pada sudut 0 derajat
Gambar
5.2 RAO Pitch pada sudut 0 derajat
155
Gambar 5.3 RAO Heave pada sudut 180 derajat
156
0,595cm/cm yang terjadi pada sudut 0 derajat hal ini disebakan adanya
penampang melingtag yang cukup besar sehingga memudahkan terjadi
heave akibat harga ROA yang cukup besar.
Kemudian pada S/L = 0,5 juga terjada RAO Pitch yang cukup
signifikan, yaitu sebesar 1,900 o/cm , hal ini karena adanya frekuensi
gelombang dari arah 0 derajat (following seas) yang memberikan energi
yang cukup besar ke buritan gelobang yang meyebabkan terjadinya gerak
pitch yang signifikan.
157
1,31 0,271 0,571 0,191 0,327
1,61 0,139 0,231 0,064 0,120
1,90 0,035 0,082 0,015 0,041
2,20 0,021 0,014 0,009 0,033
2,50 0,021 0,013 0,008 0,028
158
1,90 0,071 0,171 0,037 0,141
2,20 0,049 0,108 0,030 0,073
2,50 0,049 0,077 0,020 0,048
160
4.4 Perbandingan Seakeeping RAO Hasil Pengujian Fisik dan
Komputasi CFD
Pengujian ini dilakukan pada model kapal trimaran diplasmen
dengan skala 1:59,231 dan kondisi perairan bergelombang dengan seastate
4. Pengujian model fisik dan hasil analisa dari hasil pengujian model kapal
trimaran diplasmen dengan metode statistic spectral analisis pada
masing-masing gerakan kapal trimaran diplasmen. Pada pengujian, signal
terbaca secara analog kemudian dilakukan analisa dengan cara komulatif
probability sebagai fungsi dari peak total signal. Jika signal yang terbaca
sangat signifikan maka akan didiskusikan penyebabnya.
Pembahasan dilakukan dengan membandingkan 2 (metode) yang
telah dilakukan yaitu, Pengujian Fisik. dan Computational Fluid Dynamics
(CFD) Dari dua pendekatan perhitungan tersebut disajikan pada tabel
6.17-6.24 dan ditunjukkan pada gambar 6.18-6.33
Pada tabel 6.17-6.24 menunjukkan hasil perhitungan CFD dan
Pengujian pada kapal trimaran S/L = 0,2-0,5 dengan sudut arah gelombang
sebesar 0 dan 180 derajat. Hasil perbandingan Heave menunjukkan tren
yang sama dengan selisih rata-rata 5% dengan hasil perhitungan CFD yang
lebih besar. Hasil ini dikarenakan adanya komponen lingkungan uji dalam
towing tank yang tidak bisa dimasukkan secara tepat dalam perhitungan
CFD. Namun demikian hasil selisih yang kecil dan tren yang sama dapat
dijadikan acuan untuk melakukan perhitungan model.
Selanjutnya, pada ROA Pitch menujukkan hasil yang sama. Pada
perhitungan Pengujian menujukkan hasil yang lebih kecil daripada hasil
perhitungan CFD dengan perbedaan rata-rata 6%. Pada arah gelombang 0
derajat RAO Pitch memiliki pengaruh yang dominan karena adanya luasan
area penampang buritan yang lebih besar dari pada area penampang haluan
yang ditunjunkkan pada gambar 6.18-6.33
161
Tabel 6.17 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,2, sudut heading 0
derajat
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.574 1.108 0.552 1.028
1.01 0.383 0.741 0.240 0.569
1.31 0.092 0.331 0.053 0.225
1.61 0.059 0.156 0.048 0.112
1.90 0.055 0.087 0.036 0.055
2.20 0.050 0.036 0.031 0.017
2.50 0.043 0.012 0.012 0.001
162
Gambar 6.19 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,2
dengan arah gelombang 00
163
Gambar 6.20 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,2
dengan arah gelombang 1800
164
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.600 1.363 0.541 1.285
1.01 0.392 1.040 0.296 0.712
1.31 0.189 0.551 0.147 0.300
1.61 0.116 0.202 0.074 0.180
1.90 0.070 0.102 0.032 0.108
2.20 0.062 0.026 0.030 0.011
2.50 0.055 0.037 0.012 0.011
165
Gambar 6.23 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,3
dengan arah gelombang 00
Tabel 6.20 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,3 pada sudut heading
180 derajat
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.600 1.363 0.541 1.285
1.01 0.392 1.040 0.296 0.712
1.31 0.189 0.551 0.147 0.300
1.61 0.116 0.202 0.074 0.180
1.90 0.070 0.102 0.032 0.108
2.20 0.062 0.026 0.030 0.011
2.50 0.055 0.037 0.012 0.011
166
Gambar 6.24 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,3
dengan arah gelombang 1800
Tabel 6.21 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,4 pada sudut heading 0
derajat
167
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.610 1.800 0.555 1.739
1.01 0.566 1.732 0.304 1.148
1.31 0.456 1.524 0.210 0.666
1.61 0.198 1.055 0.105 0.391
1.90 0.134 0.475 0.074 0.186
2.20 0.085 0.24 0.031 0.107
2.50 0.073 0.129 0.012 0.015
168
Gambar 6.27 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,4
dengan arah gelombang 00
Tabel 6.22 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,4 pada sudut heading
180 derajat
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.5589 1.62 0.54 1.56001
1.01 0.3049 1.465 0.2076 1.13114
1.31 0.1867 1.124 0.1259 0.53989
1.61 0.0698 0.604 0.0721 0.33512
1.90 0.0218 0.222 0.0108 0.10284
2.20 0.0086 0.07 0.0087 0.07116
2.50 0.0087 0.065 0.012 0.001
169
Gambar 6.28 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,4
dengan arah gelombang 1800
Tabel 6.23 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,5 pada sudut heading 0
derajat
170
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.653 1.841 0.552 1.714
1.01 0.530 1.285 0.302 0.864
1.31 0.215 0.425 0.135 0.247
1.61 0.132 0.131 0.074 0.076
1.90 0.101 0.059 0.066 0.016
2.20 0.066 0.024 0.032 0.016
2.50 0.050 0.049 0.013 0.015
171
Gambar 6.31 Perbandingan RAO Pitch S/L = 0,5
dengan arah gelombang 00
Tabel 6.24 Perbandingan RAO Trimaran S/L = 0,5 pada sudut heading
180 derajat
CFD Pengujian
f (rad/s)
Heave Pitch Heave Pitch
0.71 0.643 1.503 0.557 1.421
1.01 0.387 1.073 0.214 0.775
1.31 0.111 0.343 0.124 0.217
1.61 0.050 0.182 0.065 0.053
1.90 0.038 0.110 0.041 0.035
2.20 0.044 0.019 0.009 0.049
2.50 0.029 0.042 0.009 0.032
172
Gambar 6.32 Perbandingan RAO Heave S/L = 0,5
dengan arah gelombang 1800
174
175
Bagian 5
Korelasi Hambatan Dan Gerak Kapal
5.1 Umum
5.2 Katamaran
5.3 Trimaran
Hambatan kapal trimaran menujukkan bahwa pada S/L=0,5
menunjukkan interaksi antar hull yang kecil bahkan pada Fr=0.22-0.24
dapat simpulkan interkasi antar lambung tidak tidak ada. Hal ini dapat di
lihat pada tabel 6.25 dan gambar 6.34.
Tabel 6.25 Koefisien hambatan total
Lambung Trimaran
Fr Trimaran Hull S/L = 0,2 S/L = 0,3 S/L = 0,4 S/L = 0,5
x10-3 x10-3 x10-3 x10-3 x10-3
0,15 4,170 4,491 4,391 4,291 4,120
0,17 4,158 4,848 4,648 4,648 4,288
0,19 4,423 5,258 5,003 4,803 4,623
0,21 5,035 5,965 5,446 5,265 5,135
0,23 5,608 6,295 6,195 5,947 5,508
0,25 5,801 6,443 6,393 6,293 5,901
0,27 5,765 6,653 6,533 6,333 5,965
176
Gambar 6.34 Koefisien hambatan total kapal trimaran dengan variasi
jarak antar lambung
Selanjutnya dilakukan perhitungan predeiksi gerakaan kapal pada
Fr=0.21. pada tabel 6.26-6.27 menunjukkan hasil perhitungan olah gerak
kapal dimana hasil kapal memiliki gerakan yang siknifikan pada variasi
S/L = 0,5
178
telah dilakukan, memberikan gambaran bahwa interferensi kapal dapat
mengurangi RAO kapal yang pada tahap selanjutnya dapat mempengaruhi
pola gerakan kapal.
Pada Tabel 6.28 menunjukkan adanya korelasi koefisien hambatan
total dan RMS heave dimana pada S/L=0,5 menunjukkan nilai RMS heave
yang paling besar yaitu sebesar 0,34 derajat pada arah sudut 0 derajat
sedangkan CT pada kondisi tersebut paling kecil. Hal ini menunjukkan
pada kondisi hambatan tanpa interfensi (hambatan paling kecil) pada S/L
= 0,5 memiliki nilai heave yang cukup besar. Hal ini disebabkan tidak
adanya interferensi untuk megurangi besarnya heave. Sehingga dapat
diambil kesimpulan sementara bahwa efek positif interferensi dan
mengurangi gerakan heave trimaran. Efek positif interferensi terjadi pada
S/L = 0,2 yang memiliki RMS sebesar 0,21. Harga tersebut merupakan
nilai terkecil daripada RMS heave dari bentuk variasi S/L lainnya. Korelasi
Hambatan dan RMS heave pada variasi kapal trimaran ditunjukkan pada
gambar 6.35
179
Gambar 6.35 Korelasi CTdan RMS Heave
(deg)
Uji
180
135 0,34 0,33 0,32 0,36
180 0,39 0,36 0,36 0,39
182
0,30 5,45 0,31 0,52 2,51
0,40 5,27 0,30 0,52 2,00
0,50 5,14 0,34 0,54 1,98
CT
183
Tabel 6.32 Optimasi grafik
Heave Pitch Roll
S/L CT (x10-3) S/L CT (x10-3) S/L CT (x10-3)
0,32 5,38 0,36 5,32 0,4 5,26
184