Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. TEORI UMUM

Dari sejarahnya, oksidasi diterapkan untuk proses-proses dimana


yang didasarkan pada reaksi redoks. Reaksi-reaksi yang melibatkan
oksidasi reduksi lebih sering digunakan dalam analisa titrimetrik daripada
reaksi-reaksi asam basa, pembentukan kompleks atau pun pengendapan
ion-ion dari berbagai unsur hadir dalam wujud oksidasi yang berbeda-beda
mengakibatkan timbulnya banyak keyakinan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi
(redoks). Kebanyakan dari reaksi-reaksi ini yang layak digunakan dalam
analisa titrimetrik dan aplikasinya sangat beraneka ragam.

Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami


oleh suatu atom, molekul, atau ion. Sementara reduksi adalah perolehan
elektron. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang biasa dan
kehilangan elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalu disertai
oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya. Istilah reaksi transfer
elektron terkadang dipergunakan untuk reaksi-reaksi redoks.

Dalam percobaan ini kita menggunakan kalium permanganat yang


distandarisasi dengan menggunakan Natrium oksalat atau sebagai Arsen
(III) oksida. Standar-standar primer yang ditandai dengan timbulnya warna
merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat yang mana MnO4-
bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+
dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan
kadar oksalat atau besi dalam sampel.

Titrasi permanganometri ini sering digunakan dalam dunia farmasi,


khususnya dalam penentuan kadar suatu senyawa berdasarkan reaksi
redoks untuk pembuatan sediaan-sediaan obat. Misalnya dalam bentuk
kapsul, tablet, maupun injeksi serta menetukan kadar besi dalam tubuh
dengan cara mengobatinya. Contoh sediaan obatnya yaitu sangobion,
cymafort, mirabion, dan desabion.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatusampel
menggunakan metode volumetri.

2. Tujuan Percobaan
 Membuat larutan baku KMnO4 0,1 N
 Menstandarisasikan larutan baku KMnO4 dengan asam oksalat
 Menentukan kadar H2O2 dengan metode permanganometri

C. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan kadar H2O2 menggunakan metode permanganometri
berdasarkan reaksi redoks dimana sampel bersifat asam dengan
penambahan H2SO4 dan dititrasi dengan larutan baku KmnO4 yang
bersifat basa dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna merah
muda.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM
Titrasi permanganometri adalah titrasi berdasarkan prinsip
oksidasi-reduksi dan digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam
suasana asam sulfat encer. Larutan baku yang digunakan adalah larutan
KmnO4.
Dalam suasana asam encer :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51o V
dan dalam suasana penetapan asam atau basa lemah akan terbentuk
endapan coklat MnO2 yang mengganggu.
MnO4- + 4H+ + 3e MnO3 + 2H2O Eo = 1,70o V
Dalam larutan netral atau basa :
MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH-
( Haeria, 2011 : 11 )
Kalium permanganat telah banyak digunakan sebagai agen
pengoksidasi selama lebih dari 1000 tahun. Reagen ini dapat diperoleh
dengan mudah, tidak mahal dan tidak membutuhkan indikator kecuali
untuk larutan yang amat encer. Satu tetes permanganat 0,1 N
memeberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan
yang biasa digunakan dalam sebuah titran, warna ini dipergunakan untuk
mengidentifikasi reagen tersebut.
Reaksi yang paling umum diterapkan dalam laboratorium adalah
reaksi yang terjadi di dalam larutan-larutan yang bersifat amat asam, 0,1
N atau lebih. Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen
pereduksi atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Kalium permanganat secara luas dipergunakan sebagai larutan
standar oksidimetri, ia dapat berlaku sebagai indikatornya sendiri.
KMnO4 0,1 N adalah suatu larutan yang setiap liternya mengandung 1/5
gram mol KmnO4 jika dipergunakan dalam lingkungan asam. Perlu
diketahui bahwa KmnO4 ini sebelum dipergunakan dalam proses
permanganometri, harus distandarisasi terlebih dahulu. Untuk
menstandarisasi larutan KMnO4 ini, dapat digunakan zat reduktor seperti
asam oksalat ( H2C2O4 ), natrium oksalat ( Na2C2O4 ), dan lain-lain.
( Harjadi, 1993 : 21-25 )
Selama lebih dari satu abad, kalium permanganat telah digunakan
sebagai alat pengoksidasi yang penting dalam reaksi redoks. Dalam
suasana asam reaksi paro kalium permanganat sebagai berikut:

MnO4- + 8H+ + 5e 2Mn2- + 5Cl2 + 8H2O

Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam


larutan alkalis kuat, maka ada dua kemungkinan bagian reaksi, yaitu
pertama reaksi yang berjalan relatif cepat :

MnO4- + e MnO42-

Dan reaksi kedua yang berlangsung lambat :


MnO42- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OH-
Potensial standar reaksi yang pertama adalah Eo = 0,56 volt.
Sedangkan pada reaksi yang kedua sebesar E0 = 0,06 volt. Dengan
mengatur suasana sebaik- baiknya ( misalnya menambahkan ion barium
yang dapat berjalan dengan baik sekali ).
Dalam suasana alkalis, permanganat secara kuantitatif direduksi
menjadi mangan dioksidasi menurut reaksi berikut dengan nilai potensial
standar E0 = 0,59 volt.
Mn04 + 2 H2O + 3E MnO2 + 4 OH
Dari uraian di atas maka untuk membuat larutan baku kalium
permanganat harus di jaga. Faktor – faaktor yang dapat menyebabkan
penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, aantara lain
dengan pemanasan daan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang
mudah dioksidasi.
( prof.Dr.Ibnu Gholib Gandjar, 2007,155-156).

Beberapa sistem Redoks :

a). Ce (IV) sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indikator 0-
fenantrolin. Pada reaksi Ce4+ Ce3+ + e elektron orbital 4f-lah yang
dibebaskan. Laju reaksi dipengaruhi oleh pelarut dan pembentukan
kompleks Ce ( IV ) selama reaksi dalam medium H2SO4, dan HNO3
dan HClO4 berada dalam bentuk kompleks. Potensial formal pasangan
Ce ( IV )- Ce ( III ) adalah 1,70 V dalam HClO4 = 1,60 V dalam HNO3
dan 1,42 V dalam larutan H2SO4. Tidak begitu stabil dalam medium
HCl dengan potensial formal 1,88 V yang merupakan potensial
campuran. Ce ( IV ) dalam H2SO4 distandarkan oleh Na2C2O4. Ce ( IV
) standar dapat dipersiapkan dari amonium heksanitrosenat.

b).Kalium permanganet adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan


indikator. Kelemahannya adalah dalam medium HCl Cl- dapat
teroksidasi, demikian jua larutannya, mempunyai kestabilan yang
terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam o,1 N : MnO4- +
8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt. Reaksi oksidasi
terhadap H2C2O4 berjalan lambat padat pada temperatur ruang. Untuk
mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As ( III )
memerlukan katalis. Titik akhir permanganat tidak permanen dan
warnanya dapat hilang karena reaksi :

2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+

Ungu ( # berwarna )

Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksidasi dengan cara :

4MnO4- + 2H2O 4MnO4 + 3O2 + 4OH-


Penguraiannya dikatalis oleh cahaya panas asam basa, ion Mn ( II )
dan MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan
bersifat auto katalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO4,
harus dihindarkan adanya MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap
Na2C2O4 : 2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + OCO2 + 8H2O. Hal ini
digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.

c). Kalium dikromat. Reaksi ini berproses seperti :

Cr2O72- + 14H+ + 6e Cr3+ + 7H2O Eo = 1,33 V

Zat ini mempunyai keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau Ce ( IV ),


yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya lambat. K2Cr2O7
bersifat stabil dan inert terhadap HCl. Mudah diperoleh dalam
kemurnian tinggi dan merupakan standar primer. Biasanya indikator
yang digunakan adalah asam Defenilamin sulfonat. Terutama
digunakan untuk analisis besi ( III ) menurut reaksi :

6Fe 2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

d). Kalium Bromat ini adalah oksidator kuat. Reaksinya

BrO3- + 6H+ + 6e Br- + 3H2O Eo = i,44 V

BrO3- adalah standar dari primer dan sifatnya stabil. Methyl orange
or red digunakan sebagai indikator tetapi tidak sebaliknya –nafta
flavon, quinoline yellow. kalium bromat banyak digunakan dalam
kimia organik misalnya, titrasi dengan oksin.

e). Kalium iodat, banyak dipakai dalam kimia analitik IO3- + 5I- + 6H+
3I2 + 3H2O dan reaksi dalam titrasi Andrew’s :

IO3- + Cl- + 6H+ + 4e ICI + 3H2O Eo = 1,20 V


Titrasi Andrew dilakukan pada suasana asam HCl 6M dalam CCl4.
Titrasi akhir ditetapkan pada saat warna ungu menghilang. Untuk
mendapatkan warna titik akhir yang tepat perlu dilakukan
pengocokan. ( Khopkar , 1990 : 52-53 )

Dalam suasana netral,ion permanganat mengalami reduksi menjadi


mangan dioksida seperti reaksi berikut :

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 volt

Dan dalam suasana basa atau OH ≥ 0,1N, ion permanganat akan


mengalami reduksi sebagai berikut :

MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,5 volt (Svehla .1995 : 123)

Asam salisilat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi
terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida,
kemungkinan terjadi reaksi 2MnO4- + 10 Cl- + 16H+ 2Mn2+ +
5Cl2 + 8H2O

Dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor.


Rekasi ini terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-
garam besi, kecuali jika tindakan-tindakan pencegahan yang khusus
diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang
sangat encer, temperatur yang rendah dan titrasi yang lambat sambil
mengocok terus menerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi
sampai minimal. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan
larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu.
Pada percobaan ini, untuk membakukan kalium permanganat ini dapat
digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik
untuk permanganat dalam larutan asam. (Basset. 1994 )
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat , karena asam ini
tidak menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya, jika dipakai asam klorida
dapat terjadi kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan
reaksi ini mengakibatkan dipakainya permanganat dalam jumlah berlebih.
Meskipun untuk beberapa reaksi dengan arsen (II) oksida , antimoni (II)
dan hidrogen peroksida, karena pemakaian asam sulfat justru akan
menghasilkan beberapa tambahan kesulitan. Kalium permanganat adalah
oksidator kuat, oleh karena itu jika berada dalam HCl akan mengoksidasi
ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor dan kestabilan ion ini
juga terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N. Namun
beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat
reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih
banyak kesulitan dalam menggunakan reagensia ini. (Svehla .1995)

Banyak sekali metode-metode volumetri yang berprinsip pada


transfer elektron, pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-
komponennya, yaitu reaksi separuhnya adalah cara untuk menunjukkan
masing-masing spesies yang memperoleh maupun kehilangan elektron.
Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron daro donor
ke akseptor. (Rivai, 1995; 362)

Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi


volumetri asalkan kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran
dapat berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator
yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stokiometri dengan durasi yang
tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan menggunakan indikator
warna. Dua setengah reaksi untuk setiap sistem titrasi redoks selalu dalam
kesetimbangan pada seluruh titik setelah memulai titrasi, sehingga
potensial reduksi untuk separuh sel adalah identik pada seluruh titik.

(Rivai, 1995; 363)


Metode permanganometri didasarkan atas reaksi oksidasi ion
permanganat. Oksidasi ini dapat dijalankan dalam suasana asam, netral
ataupun alkali. Jika titrasi dilakukan dalam lingkungan asam, maka akan
terjadi reaksi

MnO4- + 4 H+ + 3 e Mn2+ + 4 H2O

Dimana potensial oksidasinya sangat dipengaruhi oleh adanya kepekatan


ion hidrogen akan tetapi konsentrasi ion mangan (II) pada persenyawaan di
atas tidak terlalu berpengaruh terhadap potensial redoks, karena
konsentrasi ion mangan (II) sendiri mampu mereduksi ion permanganat
dengan membentuk ion ion Mn3+ dan MnO2. Dalam suasana asam reaksi
di atas berjalan sangat lambat, tetapi masih cukup cepat untuk
memucatkan warna dari permanganat setelah reaksi sempurna. Jadi
umunya titrasi dilakukan dalam lingkungan asam karena lebih mudah
mengamati titik akhirnya. (Roth, 1988;287)

Oksidasi dengan permanganat dalam lingkungan asam lemah,


netral atau alkali dengan reaksi sebagai berikut.

MnO4- + 4 H+ + 3 e MnO2 + 2 H2O

Disini dapat dilihat bahwa pengaruh konsentrasi ion H+ agak kurang


dibandingkan dalam suasana asam.

Titrasi yang dilakukan dalam lingkungan alkali menghasilkan


endapan yang berwarna coklat tua dari mangan oksida, atau hidratnya
MnO(OH)2 yang akan menyulitkan pengamatan titik akhir. Dalam
lingkungan alkali ion permanganat yang akan tereduksi lebih lanjut
menjadi MnO2.

Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat dalam


larutan yang bersifat asam. Karena itu titrasi harus dilakukan dalam larutan
yang bersifat asam kuat (H2SO4 1 N). Meskipun demikian KMnO4 juga
merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah, netral
atau basa lemah.

Oksidimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada


sifat oksidasi dari larutan standartnya. Pada umumnya larutan zat yang
ditritrasi bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa
reaksi redoks. Dalam analisis oksidimetri tidak digunakan indikator dari
luar (estern indicator), tetapi larutan standartnya telah dapat berfungsi
sebagai indikator sendiri (auto indicator). Beberapa metode analisis
oksidimetri sesuai dengan jenis larutan standar yang digunakan yaitu :
permanganometri, kromatometri, iodo-iodimetri, cerimetri dan lain-lain.
(Harjadi, 1995;73)
Kelemahan dari kalium permananganat adalah dalam medium HCl
Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya,mempunyai kestabilan yang
terbatas, biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N .

MnO4 - +8H+ +5e→Mn2+ +4H2 O E0 = 1,51 v

Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur


ruang. Untuk mempercepat perlu pemanasan. (Khophar.2007 :53)

Dalam titrasi redoks, permanganometri adalah proses titrasi dimana


garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standard karena
kalium permanganat (KMnO4) tidak murni, banyak mengandung oksidanya
(MnO dan Mn2O3), maka zat tersebut bukan merupakan standard primer
melainkan zat standard sekunder sehingga larutannya harus distandarisasi
dengan zat standard primer. Standarisasi dapat dilakukan dengan beberapa
reduktor, seperti : As2O3, Fe, Na2C2O4, H2C2O4.2H2O, KHC2O4,
K4{Fe(CN)6}, Fe(NH4)2(SO4)2.

Reaksi reduksi ion permanganat (MnO4 -) tergantung pada suasana


larutan. Dalam suasana asam ion permanganat (MnO4 -) yang berwarna
ungu mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang tidak berwarna menurut reaksi
MnO4 - + 8H+ + 5e-  Mn2+ + 4H2O

-
Dengan demikian, 1 ekivalen MnO4 = 1/5 mol, atau berat
ekivalen (BE) = 158/5 = 31,6. Dalam suasana asam ini dapat digunakan
untuk menentukan secara langsung berbagai macam kation maupun anion,
antara lain :

Kation / anion Hasil oksidasi

Fe2+, Sn2+, VO2+, H2O2 Fe3+, Sn4+, VO3 -, O2

Mo3+, As3+, Ti3+, U4+ Mo3+, As3+, Ti3+, U4+

C2O4 2-, NO2 -, SO3 2- CO2, NO3 -, SO4 2-

Sedangkan secara tidak langsung, melalui penambahan reduktor


berlebih dapat digunakan untuk menentukan : MnO4 -, Cr2O7 2-, Ce4+, MnO2,
Mn3O4, PbO2, Pb2O3, dan Pb3O4.

Dalam suasana netral dan basa, MnO4 - mengalami reduksi menjadi


endapan MnO2 yang berwarna hitam, menurut reaksi :

MnO4 - + 2H2O + 3e-  MnO2 + 4OH-

-
Dalam reaksi tersebut, 1 ekivalen MnO4 = 1/3 mol, atau berat
ekivalen (BE) = 158/3 = 52,7. Zat-zat yang dapat ditentukan secara
permanganometri dalam suasana netral dan basa ini antara lain garam-garam
Mn(II), asam format, dan garam format.

Pada proses titrasi permanganometri tidak perlu ditambahkan


indikator untuk mengatahui terjadinya titik ekivalen, karena MnO4 - yang
berwarna ungu dapat berfungsi sebagai indikator sendiri ( auto indicator ).

(Fernando, 1997,103-105)

Dari sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk proses – proses


dimana oksigen diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai
proses dimana oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kemudian
penangkapan hydrogen disebut juga reduksi, sehingga kehilangan hydrogen
harus disebut oksidasi. Sekali lagi reaksi – reaksi lain dimana baik oksigen
maupun hydrogen tidak ambil bagian belum dapat dikelompokkan sebagai
oksidasi atau reduksi sebelum definisi oksidasi dan reduksi yang paling
umum, yang didasarkan pada pelepasan dan pengambilan electron, disusun
orang. Sebelum mencobamendefinisikan lebih cermat apa arti istilah –
istilah itu, baiklah diperiksa beberapa reaksi ini

a. Reaksi antara ion besi(III) dan timah(II) menuju terbentuknya besi(II)


dan Timah(IV):
2Fe3+ + Sn2+ 2Fe2+ + Sn2+
Jika reaksi ini dijalankan dengan hadirnya asam klorida, hilangnya warna
kuning ( ciri khas Fe3+) dapat diamati dengan mudah. Dalam reaksi ini
Fe3+ dan direduksi menjadi Fe2+ dan Sn2+ dioksidasi menjadi Sn4+.
Sebenarnya apa yang telah terjadi adalah warna Sn2+ memberikan
electron – electron pada Fe3+, maka terjadilah serah terima (transfer
electron)

b. Jika sepotong besi (misalkan Paku) dibenamkan dalam larutan tembaga


sulfat, paku itu akan tersalut logam tembaga yang merah, sementara itu
dapatlah dibuktikan adanya besi(II) dalam larutan. Reaksi yang
berlangsung adalah :
Fe + Cu2+ Fe2+ + Cu
Dalam hal ini logam besi menyumbangkan electron – electron kepada ion
tembaga(II). Fe teroksidasi menjadi Fe2+ dan Cu2+ tereduksi menjadi
Cu.

c. Pelarutan zink dalam asam klorida juga merupakan reaksi oksidasi –


reduksi
Zn + 2H+ Zn 2+ + H2
Elektron diambil oleh H+ dari dalam Zn2+; atom hydrogen tanpa muatan
bergabung menjadi molekul H2.

d. Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodide menjadi


iod, sementara dirinya direduksikan menjadi bromida :
BrO3- + 6H+ + 6I- Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah untuk mengikuti serah terima electron dalam hal ini, karena
suatu reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan
tahap redoksnya. Namun Nampak bahwa ion iodida kehilangan 6
elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.

e. Lebih ruwet lagi adalah oksidasi hydrogen peroksida menjadi oksigen


dan air oleh permanganat, yang ia sendiri tereduksi menjadi mangan(II):
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2 + 8H2O

Sepuluh electron disumbangkan oleh lima molekul hydrogen peroksida


kepada dua electron ion permanganat dalam proses ini.

(Shevla, 1990; 107)

Penentuan titik akhir titrasi didasarkan atas perubahan warna dari


ion permanganat (ungu) menjadi Mn2+ yang tidak berwarna. Pengasaman
dilakukan dengan H2SO4. Untuk dapat digunakan sebagai larutan standar
KMnO4 harus distandarisasi terlebih dahulu dengan Na-oksalat, selanjutnya
metode permanganometri diterapkan untuk menentukan kadar MnO2 dalam
pirolusit dan nitrit dalam KNO2

a. Standardisasi
Standardisasi terhadap larutan satandard KMnO4 dapat dilakukan dengan
zat standard primer, antara lain :
As2O3 (Warangan) - NH4Fe(SO4)2. 6aq (amonium fero sulfat)
- Na2C2O4 (Anhidris) - K4Fe (CN)6
Reaksi :

𝑜𝑘𝑠𝑖
- As2O3 → As2O5 1 N = ¼ mol
𝑜𝑘𝑠𝑖
- C 2 O4 → H2O + CO2 + 2e 1 N = ½ mol
𝑜𝑘𝑠𝑖
- Fe2+ → Fe3+ + 3e 1 N = 1 mol
𝑜𝑘𝑠𝑖
- Fe (CN)63- → Fe (CN)63- 1 N = 1 mol
Larutan standard KMnO4 harus disimpan dalam tempat yang berwarna
coklat atau gelap. Hindarkan dari debu, zat organik ataupun sinar/ cahaya,
sebab larutan KMnO4 mudah beruabah menjadi endapan MnO2.
Standarisasi maupun penetatapan dilakukan pada temperature 400 C– 800
C agar reaksi oksidasinya berjalan dengan cepat.

b. Menyelidiki kemurnian nitrit


Garam nitrit (KNO2) bersifat kurang stabil, dengan pengaruh udara atau
asam akan berubah menjadi senyawa nitrat (KNO3). Oleh karena itu untuk
menetapkan kemurnian nitrit titrasinya harus dibalik yang berartu bahwa
asamnya dicampur pada larutan standard KMnO4 nya.
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
NO2- + H2O → NO3- + 2H+ + 2e +
2 MnO4- + 6H+ + 5NO2- 5NO3- +2Mn2+ + 3H2O

Oksidasi dan Reduksi

1. Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi adalah muatan formal atom dalam suatu molekul atau
dalam ion yang dialokasikan sedemikian sehingga atom yang ke-
elektronegativannya lebih rendah mempunyai muatan positif. Karena
muatan listrik tidak berbeda dalam hal molekul yang terdiri atas atom yang
sama, bilangan oksidasi atom adalah kuosien muatan listrik netto dibagi
jumlah atom. Dalam kasus ion atau molekul mengandung atom yang
berbeda, atom dengan ke-elektronegativan lebih besar dapat dianggap
anion dan yang lebih kecil dianggap kation. Misalnya, nitrogen
berbilangan oksidasi 0 dalam N2; oksigen berbilangan oksidasi -1 dalam
O22-; dalam NO2nitrogen +4 dan oxygen -2; tetapi dalam NH3 nitrogen -3
danhidrogen +1. Jadi, bilangan oksidasi dapat berbeda untuk atom yang
sama yang digabungkan dengan pasangan yang berbeda dan atom
dikatakan memiliki muatan formal yang sama nilainya dengan bilangan
oksidasinya. Walaupun harga nilai muatan formal ini tidak
mengungkapkan muatan sebenarnya, namun nilai ini sangat memudahkan
untuk untuk menghitung elektron valensi dan dalam menangani reaksi
redoks.

2. Reaksi redoks
Awalnya, oksidasi berarti pembentukan oksida dari unsurnya atau
pembentukan senyawa dengan mereaksikannya dengan oksigen, dan
reduksi adalah kebalikan oksidasi. Definisi reduksi saat ini adalah reaksi
yang menangkap elektron, dan oksidasi adalah reaksi yang membebaskan
elektron.

Oleh karena itu, suatu pereaksi yang memberikan elektron disebut


reduktor dan yang menangkap elektron oksidator. Akibat reaksi redoks,
reduktor mengalami oksidasi dan oksidator mengalami reduksi.
Contohnya, dalam reaksi antara logam molibdenum dan gas khlor
membentuk molibdenum pentakhlorida,
2 Mo + 5 Cl2 → Mo2Cl10
Molibdenum adalah reduktor dan berubah bilangan oksidasinya
dari 0 menjadi +5 dan khlor adalah oksidator dan berubah bilangan
oksidasinya dari 0 ke -1.

Bilangan oksidasi logam dalam senyawa logam transisi dapat


bervariasi dari rendah ke tinggi. Bilangan oksidasi ini dapat berubah
dengan reaksi redoks. Akibat hal ini, jarak ikatan dan sudut ikatan antara
logam dan unsur yang terkoordinasi, atau antar logam, berubah dan pada
saat tertentu keseluruhan struktur kompleks dapat terdistorsi secara
dramatik atau bahkan senyawanya dapat terdekomposisi.

Reaksi senyawa logam transisi dengan berbagai bahan oksidator


atau reduktor juga sangat penting dari sudut pandang sintesis. Khususnya,
reaksi reduksi digunakan dalam preparasi senyawa organologam, misalnya
senyawa kluster atau karbonil logam.

Sementara itu, studi transfer elektron antar kompleks, khususnya


reaksi redoks senyawa kompleks logam transisi telah berkembang. Taube
mendapat hadiah Nobel (1983) untuk studi reaksi transfer elektron dalam
kompleks logam transisi dan mengklasifikasikan reaksi ini dalam dua
mekanisme. Mekanisme transfer elektron dengan ligan jembatan
digunakan bersama antara dua logam disebut dengan mekanisme
koordinasi dalam, dan mekanisme reaksi yang melibatkan transfer
langsung antar logam tanpa ligan jembatan disebut mekanisme
koordinasi luar.

Mekanisme koordinasi dalam bila [CoCl(NH3)5]2+ direduksi


dengan [Cr(OH2)6]2+, suatu kompleks senyawa antara, [(NH3)5Co-Cl-
Cr(OH2)5]4+, terbentuk dengan atom khlor membentuk jembatan
antara kobal dan khromium. Sebagai akibat transfer elektron antara
khromium ke kobalmelalui khlor, terbentuk [Co(NH3)5Cl]+, dengan kobal
direduksi dari trivalen menjadi divalen, dan [Cr(OH2)6]3+, dengan
khromium dioksidasi dari divalen menjadi trivalen. Reaksi seperti ini
adalah jenis reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi dalam. Anion
selain halogen yang cocok untuk pembentukan jembatan semacam ini
adalah SCN-, N3-, CN-,dsb.

Mekanisme koordinasi luar. Bila [Fe(phen)3]3+ (phen adalah


ortofenantrolin) direduksi dengan [Fe(CN)6]4- , tidak ada jembatan ligan
antar logam dan elektron berpindah dari HOMO Fe(II) ke LUMO Fe(III)
dalam waktu yang sangat singkat dan kontak langsung antar dua
kompleks. Akibat transfer elektron ini, terbentuk [Fe(phen)3]2+ dan
[Fe(CN)6]3-. Reaksi seperti ini adalah reaksi redoks melalui mekanisme
koordinasi luar, dan karakteristik sistem kompleks yang memiliki laju
substitusi ligan yang sangat lambat dibandingkan dengan laju transfer
elektron, khususnya dalam sistem yang memiliki ligan yang sama tetapi
bilangan oksidasi yang berbeda, [Fe(CN)6]3- dan [Fe(CN)6]4- yang
memiliki laju transfer elektron yang besar. (svehla, 1995 278)
B. URAIAN BAHAN
1. Aquadest ( Dirjen POM, 1979 : 96 )
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Rumus bangun : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarnah,
Tidak berbau,tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut.

2. Asam Sulfat ( Dirjen POM, 1979 : 58 )


Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak,
korosif, tidak berwarna, jika
ditambahkan air menimbulkan
panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pemberi suasana asam

3. Besi ( II ) Sulfat ( Dirjen POM, 1979 : 381 )


Nama resmi : FERROSI SULFAS
Nama lain : Besi ( II ) Sulfat
Rumus molekul : FeSO4.7H2O
Berat molekul : 151,90
Pemerian : Hablur atau granul, warna hijau
kebiruan, pucat tidak berbau dan
rasa seperti garam, meleleh di udara
kering, segera teroksidasi dalam
udara lembab, pH lebih kurang 3,7.
Kelarutan : Larut dalam air bebas CO2 P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel / titer

4. Hidrogen Peroksida (Dirjem POM, 1979; 296)


Nama resmi : HYROGEN PEROXYDUM

Nama lain : Hirogen peroksida

RM/BM : H2O2 / 34,01

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna,


Bereaksi asam
terhadap lakmus, terurai secara
perlahan dan dipengaruhi oleh
cahaya.
Kelarutan : Tercampur dengan air, larut dalam
eter, tidak larut dalam petroleum
eter.
Penyimpanan :Dalam wadah berisi tidak
penuh, dilengkapi dengan lubang
udara kecil, dan disimpan di tempat
sejuk.
Kegunaan : Sebagai sampel
5. Kalium Permanganat ( Dirjen POM, 1979 : 330 )
Nama resmi : KALII PERMANGANAS
Nama lain : Kalium permanganat
Rumus molekul : KMnO4
Berat molekul : 162,5 gr/mol
Pemerian : Hablur mengkilap, ungu tua atau
hampir hitam, tidak berbau, rasa
manis atau sepat.
Kelarutan : Larut dalam 16 bagian air, mudah
larut dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai titran
C. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan dan standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N
a. Pembuatan Larutan Baku
Timbang seksama 3,3 gr kalium permnganat lalu masukkan ke
dalam labu ukur 1000 ml dan larutkan dengan air
suling.panaskan larutan selama 15 menit, tutup dan simpan
selama 2 hari. Saring dengan saringan asbes lalu pindahkan ke
dalam botol.
b. Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N dengan Asam Oksalat
Timbang seksama 200 mg asam oksalat yang telah dikeringkan
pada suhu 110o dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
Larutkan dengan 100 ml air suling kemudian tambahkan asam
sulfat dan panaskan pada suhu 70o. Titrasi dengan larutan
KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah yang stabil selama
15 menit. Suhu titrasi tidak boleh lebih rendah dari 60o . Hitung
normalitasnya.

2. Penetapan Sampel
a. Penetapan FeSO4
Timbang seksama 500 mg FeSO4.7H2O, masukkan dalam
erlenmeyer. Tambahkan 25 ml asam sulfat encer dan 25 ml air
suling. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0,1 N
sampai warna merah muda tetap. Ulangi perlakuan dua kali
lagi, hitung kadar FeSO4
Tiap ml KMnO4 0,1 N setara dengan 15,19 KMnO4 atau 27,80
mg FeSO4.7H2O.
b. Penetapan Kadar H2O2
Diukur secara seksama 2 ml larutan H2O2. Pindahkan ke dalam
labu ukur yang berisi 20 ml H2O. Tambahkan 20 ml H2SO4
encer dan titrasi dengan KMnO4 0,1 N hingga warna merah
muda yang mantap.

.
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu Buret,
botol semprot, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, lap kasar, lap halus,
pipet volume, pipet tetes, sendok tanduk, statif dan klem serta neraca
analitik.

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu Air suling,
Aluminium foil, Kertas timbang, Larutan hidrogen peroksida (H2O2
pekat), Larutan asam sulfat (H2SO4) encer 0,1 N, Asam oksalat, Larutan
baku kalium permanganat (KMnO4) 0,1023 N, dan Tisu gulung.

B. CARA KERJA
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu
diukur larutan sampel H2O2 sebanyak 2ml menggunakan gelas ukur ,
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 20ml H2SO4
encer 0,1 N. Lalu dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna merah muda.
Diulangi perlakuan di atas sebanyak dua kali.
1. Pembuatan Larutan Baku
Ditimbang seksama 3,3 gram KMnO4, lalu dimasukkan ke dalam labu
ukur 1000 ml. Kemudian dilarutkan dengan air suling, dipanaskan
larutan selama 15 menit, kemudian ditutup dan disimpan selama dua
hari. setelah itu, disaring dengan saringan asbes.
2. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan asam Oksalat
Ditimbang seksama 200 mg asam oksalat yang telah dikeringkan pada
suhu 110oC. Kemudian dilarutkan dalam 100 ml air suling, lalu
ditambahkan H2SO4, setelah itu dipanaskan pada suhu 70o, kemudian
dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah
muda yang stabil selama 15 menit. Lalu dihitung normalitasnya.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. TABEL PENGAMATAN

Ukuran sampel Volume titrasi Perbahan warna


2 ml 0,1 ml Merah muda
2 ml 0,2 ml Merah muda

B. PERHITUNGAN
1. Mgrek H2O2 : Mgrek KMnO4
mg : N XV
BE
mg : 0,1023X0,1
34,02
Mg : 0,3480 mg
: 0,000348 gram
% kadar : 0,000348 X 100%
0, 00058
: 60%
H2O2 mengandung 29% ≤ 31,0%
29mg = X
100ml 2 ml
x = 58
100
= 0,58 mg
= 0,00058 gram
2. Mgrek H2O2 = Mgrek KMnO4
Mg =NxV
Be
Mg = 0,1023 x 0,2
34,02
Mg = 0,6960 mg
= 0,000696 gram
% Kadar = 0,000696 x 100 %
0,00058
= 120 %
3. ∑ kadar H2O2 = 60 % + 120 %
2
= 90%
C. Reaksi

MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ + 4H2O x2


O22- → 1
̸2 O2 + 2e- x5

2MnO4- + 16H+ + 10e- → 2Mn2+ + 8 H2O

5O22- → 5
̸ 2 O2 + 2e-
2Mn04 + 5O2- + 16H+ → 2 Mn2+ + 5 ̸ 2 O2 + 8 H2O
BAB V

PEMBAHASAN

Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium


permanganat, yang merupakan oksidator kucit sebagai titran. Titran ini didasarkan
atas reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan
sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah
diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan
yang sangat encer. Permanganat beraksi secara beraneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7.

Dalam suasana asam [H+] ≥ o, I N, ion permanganat mengalami reduksi


menjadi ion mangan (II) sesuasi reaksi.

MnO4- + 8H+ + 5 e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 volt

Dalam suasana netral, ion pemanganat mengalami reduksi menjadi mangan


dioksida seperti reaksi berikut.

MnO4- + 4H+ + 3e MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 volt

Dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0, I N, ion permanganat akan mengalami


reduksi sebagai berikut.

MnO4- + e- Mn O22- Eo = 0,56 volt

Adapun cara kerja pada percobaan ini, yakninpertama—tama disiapkan


alat dan bahan, lalu diukur sampel H2O2 sebanyak 2ml menggunakan gelas ukur,
kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah 20 ml H2SO4 encer 0,1 N.
Lalu dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Perlakuan ini diulang
sebanyak dua kali.
Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor
dalam suasana asam sulfat encer dengan menggunakan kalium permanganat
sebagai titran.

Dalam perconaan ini digunakan erlenmeyer karena memiliki luas


permukaan pada mulut labu lebih sempit, sehingga senyawa-senyawa yang
kemungkinan menguap dapat diminimalisir, dan digunakan gelas ukur karena
memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, serta digunakan buret untuk menetrasi
sehingga kita dapat mengetahui skala atau volume sampel yang ada didalam buret
dan untuk mengetahui kecepatan titran.

Dalam percobaan ini digunakan sampel H2O2 karena memiliki sifat sebagai
pereduktor kuat sehingga dapat bereaksi sempurna dengan KMnO4 yang bersifat
sebagai pengoksidator kuat. Reduktor merupakan suatu senyawa yang mengalami
oksidasi sedangkan oksidator merupakan suatu senyawa yang mengalami reduksi

. Pada percobaan ini, tidak digunakan indikator karena KMnO4 adalah


pereaksi dapat di pakai tanpa penambahan indikator dan dapat pula bertindak
sebagai indikaor. Pada saat percobaan larutan ditambahkan H2SO4 untuk memberi
suasana asam, selain itu H2SO4 tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan
encer. Adapun sampel-sampel yang dapat dititrasi dengan metode
permanganometri yaitu sampel yang mengandung Fe3+, H2O2, NO2-, HSO3-, dan
H3AsO3.

Dalam percobaan ini, H2O2 yang direaksikan dengan KMnO4 akan


menghasilkan uap gas dalam bentuk O2, endapan Mn2+ yang memberikan warna
merah muda dan H2O.

Mekanisme perubahan warna pada titrasi permanganometri biasanya tidak


memerlukan indikator karena larutan baku KMnO4 sendiri yang berwarna ungu
sudah berfungsi sebagai indikator (autoindikator). Pada awal titrasi larutan
KMnO4 yang berwarna ungu akan hilang warnanya setelah direaksikan dengan
analat. Menjelang titik akhir titrasi, dengan kelebihan satu tetes KMnO4
menimbulkan warna yang dengan mudah dapat dipakai sebagai penunjuk
berakhirnya titik akhir titrasi yaitu warna merah mudah pucat yang mantap. Hanya
0,01 – 0,02 ml KMnO4 sudah cukup untuk memberikan warna yang tampak dalam
100 ml air. Warna pada titik akhir titrasi ini tidak tetap bertahan, yang setelah
beberapa lama lenyap kembali akibat reaksi antara kelebihan MnO4 dengan ion
Mn2+ hasil reaksi penetapan.

Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu kadar H2O2 pada
erlenmeyer I sebesar 60%, erlenmeyer II sebesar 120%. Kadar rata-rata H2O2
sebesar 90% sedangakan menurut literatur kadar H2O2 sebesar atau tidak kurang
dari 29,0% dan tidak lebih dari 31,0%. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan
literatur karena adanya faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu ketepatan
dalam mengukur dan tehknik menitrasi yang kurang baik.

Adapun faktor-faktor yang dapat memepengaruhi hasil akhir percobaan ini


adalah :

1.Larutan KMnO4 yang digunakan sudah banyak yang menguap atau tereduksi
menjadi MnO2 atau Mn2+
2.Pembuatan larutan yang tidak disaring, sehingga pengotor masih terdapat di
dalam larutan.
3.Asam oksalat yang digunakan tidak diketahui kadarnya dengan pasti, karena
tidak dibakukan.
4.Alat-alat yang digunakan sudah tidak memenuhi persyaratan untuk analisis
kuantitatif, seperti timbangan yang tidak pernah dikalibrasi.
Adapun hubungannya dalam dunia farmasi, yaitu untuk menentukan kadar
dari obat, selain itu kita dapat menentukan zat-zat penyusun (zat-zat kimia) yang
terkandung dalam obat dan makanan yank tidak diketahui zat-zat penyusunnya.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Kadar H2O2 pada Erlenmeyer I sebesar 60%
2. Kadar H2O2 Erlenmeyer II sebesar 120%.
3. Kadar rata-rata H2O2 sebesar 90% sedangakan menurut farmakope
indonesia kadar H2O2 tidak kurang dari 29,0% dan tidak lebih dari
31,0%.
B. Saran
 Untuk laboratorium :
Diharapkan kelengkapan bahan yang akan digunakan dalam
peraktikum, serta alat yang akan digunakan agar praktikum berjalan
dengan baik tanpa hambatan
 Untuk asisten :
Tetap semangat,ikhlas dan sabar menghadapi kami,serta jangan
pernah berhenti untuk selalu mentransfer ilmu yang kakak miliki
kepada kami maupun orang lain, karena itu sangat berguna.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. Etc. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.

Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 1994

Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta. 1979

Fernando. Kimia Analitik Kuantitatif. Penerbit Andi: Yogyakarta. 1997

Gholib Ibnu Gandjar, Abdul Rahman. Kimia Analisis Farmasi. Pustaka

Pelajar: Jakarta. 2007

Haeria,S.si. Praktikum Kimia Analisis. Uin Alauddin Makassar.

: Makassar. 2011

Harjadi, W. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia: Jakarta. 1990

Khopkar, S.M. Kimia Analisis Kuantitatif. UIP Press: Yogyakarta. 2008

Rivai. H., Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia. Jakarta. 1996

Svehla, G. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimikro. Kalman Media Pustaka: Jakarta. 1995

Roth J. Blaschke.G., Analisis Farmasi. UGM Press. Jakarta. 1988


SKEMA KERJA

Penetapan kadar H2O2

Disiapkan alat dan bahan

2 ml H2O2

20 ml H2O

20 ml H2SO4 encer 0,1 N

Titrasi dengan KMnO4 0,1023 N

Pembuatan H2SO4 encer

Ukur 10 ml H2SO4 0,1 N

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

Ditambahkan air dalam 100 ml


homogenkan

Anda mungkin juga menyukai