Pembimbing :
dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S
Disusun Oleh :
Muhammad Alkadri Anugrah
030.14.126
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD – CILEGON periode 28 Oktober - 30 November 2019
Penyusun :
Muhammad Alkadri Anugrah
030.14.126
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Benign
paroxysmal positional vertigo” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Saraf di RSUD – Cilegon periode 28
Oktober – 30 November 2019. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan
bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Mukhdiar, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD Cilegon.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD - Cilegon.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar laporan kasus ini
dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini dapat memberikan manfaat, yaitu
menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar. Vertigo bukan
suatu penyakit namun adalah gejala dari berbagai penyakit. Gangguan sistem vestibular
diklasifikasikan menjadi vertigo vestibular perifer dan vestibular sentral berdasarkan
letak lesi secara anatomi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
vertigo vesibular perifer yang paling sering dijumpai.(2,3)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang dicetuskan
oleh perubahan posisi kepala atau badan terhadap gaya gravitasi dan merupakan
gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar
diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.(4)
Serangan pada BPPV dapat dicetuskan oleh perubahan sikap misalnya bila
berguling di tempat tidur, menolehkan kepala, melihat ke bawah, dan mengadah.
Patofisiologi dari BPPV berhubungan dengan perpindahan otoconia menuju kanalis
semisirkularis (anterior, posterior atau lateral), yang mengambang di endolimfe dari
kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau canalolithiasis) atau melekat pada cupula
(cupulithiasis).(5)
Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver dan
penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar
menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.(3)
4
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Karyawan honorer
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1
Status : Belum menikah
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
Autoanamnesis. Tanggal 12 November 2019
1. Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 3 hari yang lalu
2. Keluhan Tambahan : Mual, muntah, telinga berdengung
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Cilegon dengan keluhan utama pusing berputar
sejak 3 hari yang lalu. Rasa pusing berputar pertama kali dirasakan mendadak
sewaktu pasien baru bangun dari tidur. Pasien merasakan lingkungan
disekitarnya berputar dan berlangsung sekitar 1-5 menit, berkurang dengan
sendirinya apabila pasien berbaring. Pusing berputar dirasa semakin memberat
hingga pasien tidak bisa beraktivitas 1 hari yang lalu. Keluhan selalu timbul
apabila pasien ingin bangun dari tempat tidur, saat perubahan posisi kepala
terutama saat pasien menunduk, rukuk, dan sujud.
5
Keluhan pasien disertai dengan mual hebat dan muntah sebanyak 3 kali dan
telinga kiri bedengung yang hilang timbul sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya,
pasien bekerja hingga larut malam sehingga jam tidur berkurang, makan tidak
teratur dan merasa kelelahan selama 1 minggu terakhir.
Tidak ada riwayat gangguan pendengaran, tidak terdapat riwayat
penurunan kesadaran dan kelemahan sesisi anggota tubuh. Gangguan
penglihatan, gangguan penghidu, mulut mencong, bicara pelo, gangguan
menelan juga disangkal. Nyeri kepala yang semakin memberat disangkal.
Tidak terdapat riwayat trauma dan tidak terdapat riwayat demam.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebanyak 3 kali
selama satu tahun terakhir dan selalu timbul apabila jam tidur pasien berkurang
dan sedang mengalami stress serta kelelahan. Riwayat hipertensi, diabetes
melitus, trauma, stroke disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
dan riwayat stroke pada keluarga.
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan tidak tepat waktu
serta merokok 5 batang per hari. Kebiasaan konsumsi alkohol disangkal.
7. Riwayat Pengobatan
Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun, dan belum
pernah berobat sebelumnya. Tidak terdapat alergi obat.
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadan Umum :
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4, M6, V5)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 115/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5⁰ C
Berat badan : 65 kg
Tinggi : 168 cm
6
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, tidak terdapat bekas trauma
Leher : Tidak terdapat benjolan dan pembesaran KGB serta tiroid
Thoraks
- Jantung : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
- Paru-paru : SNV +/+, rhonki-/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel
C. Status Neurologis
Pupil isokor
3mm/3mm RCL +/+
RCTL +/+
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
Lesi Nervi Kanialis dalam batas normal
Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 4 │ 5
4 │ 5
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Refleks Fisiologis
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
7
Refleks Patologis
Sensibilitas
8
4. RESUME
Seorang laki-laki, usia 26 tahun datang ke RSUD Cilegon dengan keluhan
pusing berputar sejak 3 hari yang lalu. Pusing memberat satu hari yang lalu hingga
mengganggu aktivitas. Keluhan timbul saat perubahan posisi kepala, dan
berkurang dengan sendirinya apabila pasien berbaring terlentang. Keluhan disertai
dengan mual, muntah sebanyak 3 kali, telinga kiri bedengung yang hilang timbul
sejak 3 hari lalu. Satu minggu terakhir pasien bekerja hingga larut malam sehingga
jam tidur berkurang, makan tidak teratur dan merasa kelelahan.
Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebanyak 3 kali selama satu
tahun terakhir. Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan tidak tepat
waktu serta merokok 5 batang per hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan deviasi
ke kiri saat tes romberg dan romberg dipertajam tutup mata, fukuda stepping test
dan tandem gait terdapat deviasi ke kiri. Terdapat nistagmus unidirectional ke arah
kiri. Hasil laboratorium dalam batas normal.
5. ASSESMENT
Diagnosis Klinis : Vertigo perifer, tinitus AS
Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Diagnosis Topis : Vestibular perifer sinistra
Diagnosis Patologis : Kerusakan kristal otokonia (otolith)
6. PLANNING
Medikamentosa
o Betahistine 2x24 mg
o Flunarizine 1x10 mg
o Ondansentron 2x4 mg
o Diazepam 3x2 mg
Non-medikamentosa
o Latihan vestibular manuver Brandt-Daroff
7. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
Gambar 3.2 Anatomi Sistem Vestibular Perifer
11
3.3 Definisi
Sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala yang terjadi di
telinga yang terjadi secara berulang dengan onset paroksimal. Benign pada BPPV
merupakan bentuk dari vertigo posisional yang tidak menyebabkan gangguan
susunan saraf pusat sehingga memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroxysmal
yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung
cepat biasanya tidak lebih dari satu menit.(2,3)
3.4 Etiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh perpindahan
kristal otokonia (kristal karbonat kalsium yang biasanya tertanam di sakulus dan
utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran kanalis
semisirkularis dan menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang terlepas didalam
endolimfe kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau canalolithiasis) atau melekat
pada kupula (kupulothiasis)dalam menyebabkan BPPV.(2)
3.5 Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang
berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu
kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan
endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan
akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular,
akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang
terkena, sehingga menyebabkan vertigo.(3) Patomekanisme BPPV dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
3.5.1 Teori Kupulolitiasis
Tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori partikel-partikel
basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang
terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada
permukaan kupula. Kanalis semiriskularis menjadi sensitif akan gravitasi
akibat partikel yang melekat pada kupula. Kanalis semisirkularis posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing berputar (vertigo).
Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.(3)
12
3.5.2 Teori Kanalitiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi
tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya
gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang, partikel
ini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus
dan pusing berputar. Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan
kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang
bergerak ke arah berlawanan.(3)
3.6 Diagnosis
Vertigo dan dizziness bukan penyakit, namun adalah gejala dari berbagai
penyakit. Anamnesis pada kasus vertigo dan dizziness tidak hanya berperan penting
dalam menentukan jenis vertigo, tetapi juga dalam menentukan etiologi. Terdapat
perbedaan alur diagnosis vertigo dan dizziness berdasarkan teori sakit dan klasifikasi
ICVD-1. Berdasarkan teori klasik, tipe dizziness dapat menentukan sistem yang
mengalami gangguan. Apabila pasien sudah masuk dalam kriteria vertigo vestibular,
maka harus dibedakan antara vertigo perifer atau vertigo sentral, kemudian ditentukan
etiologinya.(4,5)
13
Tipe Dizziness Deskripsi Sistem yang terganggu
Benign Paroxysmal Positional Vertigo diklasifikasikan menjadi dua jenis (3), yaitu :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering terjadi,
tercatat bahwa tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi
yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung
jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi
yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali diperkenalkan
oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus
horizontal berubah arah.
14
Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral
Onset Mendadak, akut Gradual, kecuali pada stroke
3.6.2 Anamnesis
Terdapat beberapa komponen yang harus ditanyakan dalam anamnesis
vertigo, yakni: (1) bentuk serangan; (2) onset, episode, durasi serangan; (3)
pencetus; (4) intensitas dan perjalanan klinis; (5) gejala otonom; (6) gangguan
pendengaran; (7) defisit neurologis; (8) gejala penyerta lain; (9) riwayat
penyakit dahulu; (10) riwayat pengobatan; (11) riwayat penyakit keluarga; (12)
riwayat kebiasaan.(5)
Pada kasus BPPV, serangan dapat terjadi berulang dan di antara
serangan, gejala pusing berputar benar-benar hilang. Berbeda halnya dengan
vertigo kontinu pada neuritis vestibularis. Durasi BPPV umumnya kurang dari
<5 menit, penyakit Meniere 20 menit hingga jam. Pada vertigo vestibular
episodik, penting dibedakan apakah munculnya secara spontan atau terdapat
pencetus, vertigo episodik spontan dapat dipikirkan transient ischemic attack
(TIA). Vertigo episodik dengan pencetus dapat ditemukan pada BPPV.(4,5)
Secara umum, intensitas vertigo vestibular perifer hebat sedangkan
vertigo vestibular sentral ringan. Gejala otonom yang sering menyertai vertigo
berupa mual, muntah dan keringat dingin. Vertigo vestibular perifer memiliki
gejala otonom yang hebat dan sebaliknya vertigo vestibular sentral memiliki
gejala otonom ringan. Gangguan pendengaran pada vertigo vestibular perifer
dapat terjadi jika melibatkan sistem pendengaran, baik organ maupun nervus
koklearis. Dapat terjadi pada labirinitis yang melibatkan keseimbangan dan
sistem pendengaran. Pada neuritis vestibularis terdapat gangguan pada nervus
vestibularis tanpa keterlibatan nervus koklearis.(5)
15
Tabel 3.3 Obat-obatan yang dapat menyebabkan dizziness
Defisit neurologis dapat berupa fokal dan global. Fokal dapat berupa gangguan
penglihatan, pandangan ganda, wajah baal, mulut mencong, bicara pelo,
tersedak atau kelemahan sisi tubuh. Nyeri kepala berdenyut, unilateral dapat
menyertai vertigo/dizziness. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu juga
dapat menimbulkan dizziness.(2)
16
3.6.3.1 Tes Weber
Pemeriksa menggetarkan garpu tala frekuensi 512 Hz di verteks,
dahi. Pemeriksa menanyakan apakah suara garpu tala terdengar sama di
kedua telinga atau lebih terdengar di salah satu telinga (lateralisasi). Pada
tuli konduktif, didapatkan lateralisasi ke telinga sakit, sedangkan pada
tuli sensorineural, didapatkan lateralisasi ke telinga sehat.(3)
17
3.6.3.4 Nistagmus Posisional (Dix-Hallpike)
18
Romberg positif, disebut juga ataksia sensoris, jika pasien
mengalami deviasi/jatuh dengan mata tertutup, mengindikasikan
gangguan proprioseptif dan vestibular ipsilateral. Pada lesi serebelum,
pasien akan terjatuh saat melakukan romberg/romberg dipertajam
dengan mata terbuka, dapat disebut dengan ataksia serebelar.(3,5)
3.6.3.6 Fukuda Stepping Test
Pemeriksa berada di belakang atau samping pasien. Pemeriksa
meminta pasien menutup mata dan kedua lengan pasien dijulurkan lurus
ke arah depan. Pemeriksa meminta pasien untuk berjalan di tempat
sebanyak 50 hitungan dan mengamati respon posisi pasien setelah
berjalan di tempat. Abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih dari 30⁰ dan
atau bergeser lebih dari 1 meter.(5)
19
3.6.3.8 Past Pointing Test
Terganggu apabila pasien tidak dapat menyentuhkan ujung jari
ke target. Deviasi akan lebih jelas pada saat mata tertutup. Pada lesi
vestibular atau proprioseptif, akan ditemukan deviasi ke sisi lesi, baik
dengan lengan kanan dan kiri. Ataksia atau inkoordinasi (tremor
intention) pada lengan ipsilateral ditemukan pada lesi serebelum.(5)
20
3.6.3.10 Finger to Nose
Pemeriksa meminta pasien untuk menyentuh hidung dengan
menggunakan jari telunjuk kanan, ekstensikan lengannya secara
sempurna dan menyentuhkan ujung jari telunjuk pasien ke ujung jari
telunjuk pemeriksa, kemudian kembali ke hidung. Abnormal apabila
terdapat dismetria, baik hipometri atau hipermetri atau tremor intention.
Hasil ini ditemukan pada lesi serebelum ipsilateral.(4,5)
3.6.3.11 Disdiadokokinesis
Pemeriksa meminta pasien melakukan pronasi dan supinasi
kedua telapak tangan secara bergantian pada pasien, perhatikan ritme.
Dinyatakan positif apabila terdapat gerakan melambat atau tertinggal
pada satu sisi, serta ritme ireguler. Ditemukan pada lesi serebelum.(5)
3.6.2.12 Tes Knee to Heel
Pasien dalam posisi berbaring dan diminta meletakkan tumit
kanan pada lutut kiri, kemudian mengetukkan tumit pada lutut beberapa
kali, selanjutnya menyusuri tulang kering hingga ke ujung ibu jari kaki
lalu kembali ke lutut. Pada lesi serebelum, pasien seringkali mengalami
kesulitan meletakkan tumit pada lutut.(5)
21
Positif pada keadaan normal, saat tahanan dilepaskan terdapat
sedikit fleksi pada lengan pasien. Negatif apabila terdapat fleksi
berlebihan hingga hampir mengenai wajah pasien, ditemukan pada lesi
serebelum.(5)
22
3.7.2 Simtomatik
Ranitidin 2 x 150 mg apabila terdapat gejala otonom (mual, muntah)
Paracetamol 3 x 500 mg apabila terdapat demam
3.7.3 Non-medikamentosa
3.7.3.1 Brandt Daroff
23
Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan
tanpa berhenti saat posisi duduk.
3.8 Prognosis
Pasien harus diedukasikan bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani, tetapi
harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi, bahkan jika terapi manuvernya
berhasil. Beberapa studi menunjukkan bahwa 15% pasien BPPV terjadi kekambuhan
pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi pada 40 bulan setelah terapi
dengan menggunakan manuver.(2)
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sobbota. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 24. Jakarta: ECG Penerbit Buku
Kedokteran 2018;270-6
2. Newman-Toker DE, Edlow JA. Evidence-based Approach to Diagnosis Acute
Dizziness and Vertigo. Neurol Clin. 2015;33:577-99
3. Biller J, Gruener G, Brazis P. DeMyer's The Neurologic Examination. Seventh Ed.
The McGraw-Hill Companies 2017;10
4. Sitorus F. Vertigo Vestibular Perifer. Dalam: Anindhita T, Wiratman P. Buku Ajar
Neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017:271-83
5. Estiasari R, Tunjungsari D, Samatra D. Neuro-otologi. Dalam: Pemeriksaan Klinis
Neurologi Praktis: Khusus. PERDOSSI 2018;1:52-95
25
26