Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Pembimbing :
dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S

Disusun Oleh :
Muhammad Alkadri Anugrah
030.14.126

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD KOTA CILEGON
PERIODE 28 OKTOBER – 30 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Laporan Kasus dengan judul


“BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD – CILEGON periode 28 Oktober - 30 November 2019

Penyusun :
Muhammad Alkadri Anugrah
030.14.126

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S


selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUD – CILEGON

Jakarta, 11 November 2019

dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Benign
paroxysmal positional vertigo” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Saraf di RSUD – Cilegon periode 28
Oktober – 30 November 2019. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan
bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Mukhdiar, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD Cilegon.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD - Cilegon.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar laporan kasus ini
dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini dapat memberikan manfaat, yaitu
menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta , November 2019

Muhammad Alkadri Anugrah


03014126

3
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar. Vertigo bukan
suatu penyakit namun adalah gejala dari berbagai penyakit. Gangguan sistem vestibular
diklasifikasikan menjadi vertigo vestibular perifer dan vestibular sentral berdasarkan
letak lesi secara anatomi. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
vertigo vesibular perifer yang paling sering dijumpai.(2,3)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang dicetuskan
oleh perubahan posisi kepala atau badan terhadap gaya gravitasi dan merupakan
gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar
diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.(4)
Serangan pada BPPV dapat dicetuskan oleh perubahan sikap misalnya bila
berguling di tempat tidur, menolehkan kepala, melihat ke bawah, dan mengadah.
Patofisiologi dari BPPV berhubungan dengan perpindahan otoconia menuju kanalis
semisirkularis (anterior, posterior atau lateral), yang mengambang di endolimfe dari
kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau canalolithiasis) atau melekat pada cupula
(cupulithiasis).(5)
Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver dan
penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar
menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.(3)

4
BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Karyawan honorer
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1
Status : Belum menikah
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
Autoanamnesis. Tanggal 12 November 2019
1. Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 3 hari yang lalu
2. Keluhan Tambahan : Mual, muntah, telinga berdengung
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Cilegon dengan keluhan utama pusing berputar
sejak 3 hari yang lalu. Rasa pusing berputar pertama kali dirasakan mendadak
sewaktu pasien baru bangun dari tidur. Pasien merasakan lingkungan
disekitarnya berputar dan berlangsung sekitar 1-5 menit, berkurang dengan
sendirinya apabila pasien berbaring. Pusing berputar dirasa semakin memberat
hingga pasien tidak bisa beraktivitas 1 hari yang lalu. Keluhan selalu timbul
apabila pasien ingin bangun dari tempat tidur, saat perubahan posisi kepala
terutama saat pasien menunduk, rukuk, dan sujud.

5
Keluhan pasien disertai dengan mual hebat dan muntah sebanyak 3 kali dan
telinga kiri bedengung yang hilang timbul sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya,
pasien bekerja hingga larut malam sehingga jam tidur berkurang, makan tidak
teratur dan merasa kelelahan selama 1 minggu terakhir.
Tidak ada riwayat gangguan pendengaran, tidak terdapat riwayat
penurunan kesadaran dan kelemahan sesisi anggota tubuh. Gangguan
penglihatan, gangguan penghidu, mulut mencong, bicara pelo, gangguan
menelan juga disangkal. Nyeri kepala yang semakin memberat disangkal.
Tidak terdapat riwayat trauma dan tidak terdapat riwayat demam.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebanyak 3 kali
selama satu tahun terakhir dan selalu timbul apabila jam tidur pasien berkurang
dan sedang mengalami stress serta kelelahan. Riwayat hipertensi, diabetes
melitus, trauma, stroke disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
dan riwayat stroke pada keluarga.
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan tidak tepat waktu
serta merokok 5 batang per hari. Kebiasaan konsumsi alkohol disangkal.
7. Riwayat Pengobatan
Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun, dan belum
pernah berobat sebelumnya. Tidak terdapat alergi obat.

3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadan Umum :
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4, M6, V5)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 115/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5⁰ C
Berat badan : 65 kg
Tinggi : 168 cm

6
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, tidak terdapat bekas trauma
Leher : Tidak terdapat benjolan dan pembesaran KGB serta tiroid

Thoraks
- Jantung : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
- Paru-paru : SNV +/+, rhonki-/-, wheezing -/-

Abdomen : Supel

C. Status Neurologis
Pupil isokor
3mm/3mm RCL +/+
RCTL +/+
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
Lesi Nervi Kanialis dalam batas normal
Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 4 │ 5
4 │ 5
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Refleks Fisiologis
 Biceps +2 +2
 Triceps +2 +2
 Patella +2 +2
 Achilles +2 +2

7
Refleks Patologis

 Hofman-Tromner (-) (-)


 Babinski (-) (-)
 Chaddock (-) (-)
 Schaeffer (-) (-)
 Oppenheim (-) (-)
 Gordon (-) (-)

Sensibilitas

Dalam batas normal

Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi

 Tes Romberg dan Romberg Dipertajam


Romberg tutup mata dan romberg dipertajam tutup mata deviasi ke kiri
 Fukuda Stepping Test
Deviasi ke kiri
 Tandem Gait
Deviasi ke kiri
 Past Pointing Test
Tidak ada dismetri/hipometri/hipermetri/tremor intention
 Pemeriksaan Finger to Finger
Tidak ada dismetri/hipometri/hipermetri/tremor intention
 Finger to Nose
Tidak ada dismetri/hipometri/hipermetri/tremor intention
 Disdiadokokinesis
Negatif
 Knee to Heel
Negatif
 Fenomena Rebound
Negatif
 Nistagmus
Unidirectional ke arah kiri (horizontal)

8
4. RESUME
Seorang laki-laki, usia 26 tahun datang ke RSUD Cilegon dengan keluhan
pusing berputar sejak 3 hari yang lalu. Pusing memberat satu hari yang lalu hingga
mengganggu aktivitas. Keluhan timbul saat perubahan posisi kepala, dan
berkurang dengan sendirinya apabila pasien berbaring terlentang. Keluhan disertai
dengan mual, muntah sebanyak 3 kali, telinga kiri bedengung yang hilang timbul
sejak 3 hari lalu. Satu minggu terakhir pasien bekerja hingga larut malam sehingga
jam tidur berkurang, makan tidak teratur dan merasa kelelahan.
Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sebanyak 3 kali selama satu
tahun terakhir. Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan tidak tepat
waktu serta merokok 5 batang per hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan deviasi
ke kiri saat tes romberg dan romberg dipertajam tutup mata, fukuda stepping test
dan tandem gait terdapat deviasi ke kiri. Terdapat nistagmus unidirectional ke arah
kiri. Hasil laboratorium dalam batas normal.

5. ASSESMENT
 Diagnosis Klinis : Vertigo perifer, tinitus AS
 Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
 Diagnosis Topis : Vestibular perifer sinistra
 Diagnosis Patologis : Kerusakan kristal otokonia (otolith)
6. PLANNING
 Medikamentosa
o Betahistine 2x24 mg
o Flunarizine 1x10 mg
o Ondansentron 2x4 mg
o Diazepam 3x2 mg
 Non-medikamentosa
o Latihan vestibular manuver Brandt-Daroff
7. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Vestibular


Sistem utama yang mendasari kontrol keseimbangan adalah sistem visual,
sistem somatosensorik (proprioseptif), dan sistem vestibular. Gangguan dari salah
satu sistem tersebut dapat menimbulkan gangguan keseimbangan. Sistem
vestibular berfungsi untuk mempertahankan orientasi spasial dan stabilisasi visual
dalam memelihara keseimbangan. Reseptor keseimbangan mendeteksi sensasi
berupa akselerasi linier dan angular, dilanjutkan dengan proses transduksi sinyal
elektrokimia yang diteruskan ke susunan saraf pusat (SSP).(1,5)

Gambar 3.1 Sistem vestibular sentral dan perifer

Gangguan sistem vestibular diklasifikasikan menjadi vertigo vestibular perifer


dan vestibular sentral berdasarkan letak lesi secara anatomi. Sistem vestibular
dibagi menjadi dua dengan nukleus vestibularis yang berada di pons sebagai
penanda, yaitu (1) sistem vestibular perifer yang merupakan strukrur dan jaras
vestibular sebelum nukleus vestibularis; dan (2) sistem vestibular sentral, dimulai
dari nukleus vestibularis hingga korteks vestibular insuloparietal atau
parietoinsular vestibular complex (PIVC).(1,5)

10
Gambar 3.2 Anatomi Sistem Vestibular Perifer

Pada beberapa literatur, aparatus vestibular disebut juga membranous


labyrinth.
Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu
kanal anterior, kanal posterior, dan kanal horizontal. Setiap kanal semisirkular terisi
oleh endolimf dan pada bagian dasarnya terdapat ampula Didalam ampula
terdapat kupula, suatu massa gelatin yang melekat pada sel rambut.(2,5) Labirin
terdiri dari dua struktur otolit, yaitu utrikulus dan sakulus yang mendeteksi
akselerasi linear gerakan kepala, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptor yang bekerja (mekanoreseptor) adalah makula. Makula utrikulus terletak
pada dasar utrikulus di bidang horizontal. Makulus sakulus terletak di dinding
medial sakulus dan terutama terketak di bidang vertikal. Setiap macula terdapat
sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith.(2)

Kupula adalah mekanoreseptor di kanalis semisirkularis berfungsi mendeteksi


akselerasi gerakan angular/rotasional baik dalam aksis horizontal, vertikal, dan
torsional yang teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe.
Pergerakan kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa
rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal
semisirkular yang terkena.(2)
3.2 Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan
Neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Pada populasi
umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%).
Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan di Amerika Serikat dengan
keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV. (3)

11
3.3 Definisi
Sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala yang terjadi di
telinga yang terjadi secara berulang dengan onset paroksimal. Benign pada BPPV
merupakan bentuk dari vertigo posisional yang tidak menyebabkan gangguan
susunan saraf pusat sehingga memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroxysmal
yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung
cepat biasanya tidak lebih dari satu menit.(2,3)
3.4 Etiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh perpindahan
kristal otokonia (kristal karbonat kalsium yang biasanya tertanam di sakulus dan
utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran kanalis
semisirkularis dan menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang terlepas didalam
endolimfe kanalis semisirkularis (ductolithiasis atau canalolithiasis) atau melekat
pada kupula (kupulothiasis)dalam menyebabkan BPPV.(2)
3.5 Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang
berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu
kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan
endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan
akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular,
akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang
terkena, sehingga menyebabkan vertigo.(3) Patomekanisme BPPV dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
3.5.1 Teori Kupulolitiasis
Tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori partikel-partikel
basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang
terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada
permukaan kupula. Kanalis semiriskularis menjadi sensitif akan gravitasi
akibat partikel yang melekat pada kupula. Kanalis semisirkularis posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing berputar (vertigo).
Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.(3)

12
3.5.2 Teori Kanalitiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi
tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya
gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang, partikel
ini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus
dan pusing berputar. Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan
kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang
bergerak ke arah berlawanan.(3)

Gambar 3.3 Kupulolitiasis dan Kanalitiasis

3.6 Diagnosis

Vertigo dan dizziness bukan penyakit, namun adalah gejala dari berbagai
penyakit. Anamnesis pada kasus vertigo dan dizziness tidak hanya berperan penting
dalam menentukan jenis vertigo, tetapi juga dalam menentukan etiologi. Terdapat
perbedaan alur diagnosis vertigo dan dizziness berdasarkan teori sakit dan klasifikasi
ICVD-1. Berdasarkan teori klasik, tipe dizziness dapat menentukan sistem yang
mengalami gangguan. Apabila pasien sudah masuk dalam kriteria vertigo vestibular,
maka harus dibedakan antara vertigo perifer atau vertigo sentral, kemudian ditentukan
etiologinya.(4,5)

13
Tipe Dizziness Deskripsi Sistem yang terganggu

Vertigo vestibular Pusing berputar Sistem vestibular

Imbalance atau Rasa goyah dan tidak stabil, Sistem


disequilibrium rasa hendak jatuh. Sensasi ini somatosensoris/proprioseptif dan
membaik/menghilang saat serebelum
duduk dan berbaring

Vertigo nonvestibular Melayang atau rasa bergoyang Sistem


somatosensoris/proprioseptif dan
visual
Presinkop Perasaan hendak pingsan Sistem kardiovaskular

Tabel 3.1 Klasifikasi Vertigo berdasarkan International Classification of Vestibular


Disorders-I (ICVD-I)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo diklasifikasikan menjadi dua jenis (3), yaitu :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering terjadi,
tercatat bahwa tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi
yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung
jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi
yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali diperkenalkan
oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus
horizontal berubah arah.

3.6.1 Gejala Klinis


Berikut adalah perbandingan gejala klinis vertigo vestibular perifer dan sentral.
Pada BPPV terdapat gejala vertigo vestibular perifer dan timbul akibat perubahan
posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat bangkit dari
tempat tidur. Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam
durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi
dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and
intensitas. BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan
kehidupan penderita.(2)

14
Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral
Onset Mendadak, akut Gradual, kecuali pada stroke

Mual dan muntah Sering dan berat Bervariasi

Gangguan pendengaran Sering Jarang

Gangguan keseimbangan Ringan-sedang Berat

Defisit neurologis Tidak ada Ada

Faktor risiko vaskular Bervariasi Ada

Tabel 3.2 Perbandingan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral

3.6.2 Anamnesis
Terdapat beberapa komponen yang harus ditanyakan dalam anamnesis
vertigo, yakni: (1) bentuk serangan; (2) onset, episode, durasi serangan; (3)
pencetus; (4) intensitas dan perjalanan klinis; (5) gejala otonom; (6) gangguan
pendengaran; (7) defisit neurologis; (8) gejala penyerta lain; (9) riwayat
penyakit dahulu; (10) riwayat pengobatan; (11) riwayat penyakit keluarga; (12)
riwayat kebiasaan.(5)
Pada kasus BPPV, serangan dapat terjadi berulang dan di antara
serangan, gejala pusing berputar benar-benar hilang. Berbeda halnya dengan
vertigo kontinu pada neuritis vestibularis. Durasi BPPV umumnya kurang dari
<5 menit, penyakit Meniere 20 menit hingga jam. Pada vertigo vestibular
episodik, penting dibedakan apakah munculnya secara spontan atau terdapat
pencetus, vertigo episodik spontan dapat dipikirkan transient ischemic attack
(TIA). Vertigo episodik dengan pencetus dapat ditemukan pada BPPV.(4,5)
Secara umum, intensitas vertigo vestibular perifer hebat sedangkan
vertigo vestibular sentral ringan. Gejala otonom yang sering menyertai vertigo
berupa mual, muntah dan keringat dingin. Vertigo vestibular perifer memiliki
gejala otonom yang hebat dan sebaliknya vertigo vestibular sentral memiliki
gejala otonom ringan. Gangguan pendengaran pada vertigo vestibular perifer
dapat terjadi jika melibatkan sistem pendengaran, baik organ maupun nervus
koklearis. Dapat terjadi pada labirinitis yang melibatkan keseimbangan dan
sistem pendengaran. Pada neuritis vestibularis terdapat gangguan pada nervus
vestibularis tanpa keterlibatan nervus koklearis.(5)

15
Tabel 3.3 Obat-obatan yang dapat menyebabkan dizziness

Defisit neurologis dapat berupa fokal dan global. Fokal dapat berupa gangguan
penglihatan, pandangan ganda, wajah baal, mulut mencong, bicara pelo,
tersedak atau kelemahan sisi tubuh. Nyeri kepala berdenyut, unilateral dapat
menyertai vertigo/dizziness. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu juga
dapat menimbulkan dizziness.(2)

3.6.3 Pemeriksaan Fisik


Dengan beragamnya pemeriksaan neuro-otologi, pemeriksa harus mampu
memilah pemeriksaan yang diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis.(5)
Auditori Vestibulo-Ocular Vestibulo-Spinal Serebelum Proprioseptif
Reflex (VOR) Reflex (VSR)

 Tes  Nistagmus  Past  Past pointing  Tes


Weber spontan pointing  Finger to nose Romberg
 Tes  Nistagmus  Fukuda  Finger to finger  Tes
Rinne posisional Stepping  Disdiadokokinesis Romberg
Test  Tes Romberg dipertaja
 Tes  Tes Romberg m
Romberg dipertajam
 Tes  Nistagmus
Romberg
dipertajam

Tabel 3.4 Pemeriksaan Neuro-otologi

16
3.6.3.1 Tes Weber
Pemeriksa menggetarkan garpu tala frekuensi 512 Hz di verteks,
dahi. Pemeriksa menanyakan apakah suara garpu tala terdengar sama di
kedua telinga atau lebih terdengar di salah satu telinga (lateralisasi). Pada
tuli konduktif, didapatkan lateralisasi ke telinga sakit, sedangkan pada
tuli sensorineural, didapatkan lateralisasi ke telinga sehat.(3)

3.6.3.2 Tes Rinne

Gambar 3.4 Tes Rinne dan Weber

Pemeriksa menggetarkan garpu tala dan meletakan garpu tala


pada tulang mastoid kanan pasien dan memintanya mendengarkan suara
garpu tala. Pemeriksa meminta pasien untuk memberi tahu apabila suara
garpu tala sudah tidak terdengar lagi. Setelah suara garpu tala tidak
terdengar, garpu tala dipindah ke depan lubang telinga pasien dan
ditanyakan apakah suara garpu tala masih terdengar.(3)
3.6.3.3 Nistagmus Spontan
Nistagmus merupakan tanda objektif pada kasus vertigo.
Pelaporan nistagmus dilakukan berdasarkan komponen cepat,
sedangkan lokasi lesi sesuai dengan komponen lambat dari nistagmus.
Pemeriksa mengamati apakah terdapat nistagmus saat pasien melihat
kedepan, lalu mengikuti gerakan jari pemeriksa ke arah kiri dan kanan
sejauh 30⁰ kemudian ke arah atas dan bawah. Pada lesi perifer
didapatkan arah nistagmus unidireksional dengan tipe nistagmus
horizontal dan rotatoar. Pada lesi sentral didapatkan arah nistagmus
bidireksional dengan tipe nistagmus vertikal, rotatoar, atau
horizontal.(4,5)

17
3.6.3.4 Nistagmus Posisional (Dix-Hallpike)

Gambar 3.5 Dix-Hallpike

Pasien didudukkan di tempat tidur kemudian pemeriksa


merotasikan kepala 45⁰ ke sisi kanan. Kemudian dibaringkan hingga
kepala menggantung sekitar 15⁰-20⁰ di bawah bidang datar dari tempat
tidur. Pemeriksa mengamati apakah muncul nistagmus. Kemudian
pasien diminta untuk duduk kembali, lakukan pada sisi kiri.(5)

3.6.3.5 Tes Romberg dan Romberg Dipertajam


Pemeriksa meminta pasien berdiri tanpa alas kaki, dirapatkan
dan kedua tangan diletakan di dada atau kedua lengan lurus ke depan.
Pasien diminta untuk mempertahankan posisi saat mata terbuka selama
30 detik. Selanjutnya, pasien diminta menutup mata dan diamati selama
30 detik. Dilanjutkan dengan romberg dipertajam, pemeriksa meminta
pasien berdiri tegak dengan tumit pasien berada di depan ibu jari kaki
lainnya. Pasien diminta mempertahankan posisi tersebut dengan mata
terbuka selama 30 detik. Selanjutnya, menutup mata selama 30 detik.(5)

Gambar 3.6 Romberg dan Romberg Dipertajam

18
Romberg positif, disebut juga ataksia sensoris, jika pasien
mengalami deviasi/jatuh dengan mata tertutup, mengindikasikan
gangguan proprioseptif dan vestibular ipsilateral. Pada lesi serebelum,
pasien akan terjatuh saat melakukan romberg/romberg dipertajam
dengan mata terbuka, dapat disebut dengan ataksia serebelar.(3,5)
3.6.3.6 Fukuda Stepping Test
Pemeriksa berada di belakang atau samping pasien. Pemeriksa
meminta pasien menutup mata dan kedua lengan pasien dijulurkan lurus
ke arah depan. Pemeriksa meminta pasien untuk berjalan di tempat
sebanyak 50 hitungan dan mengamati respon posisi pasien setelah
berjalan di tempat. Abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih dari 30⁰ dan
atau bergeser lebih dari 1 meter.(5)

Gambar 3.7 Fukuda Stepping Test deviasi ke arah kiri

3.6.3.7 Tandem Gait


Pemeriksa berada di belakang atau di samping pasien, kemudian
meminta pasien untuk berjalan dengan mengikuti garis lurus dengan
menempatkan tumit di depan ibu jari kaki sisi lain secara bergantian.
Selama pemeriksaan, mata pasien menatap lurus ke depan. Subjek
normal dapat melakukan tandem gait tanpa deviasi atau jatuh. Pada
tandem gait terganggu, pasien dapat mengalami deviasi (kelainan
vestibular) atau jatuh ke sisi lesi (kelainan serebelar).(4)

19
3.6.3.8 Past Pointing Test
Terganggu apabila pasien tidak dapat menyentuhkan ujung jari
ke target. Deviasi akan lebih jelas pada saat mata tertutup. Pada lesi
vestibular atau proprioseptif, akan ditemukan deviasi ke sisi lesi, baik
dengan lengan kanan dan kiri. Ataksia atau inkoordinasi (tremor
intention) pada lengan ipsilateral ditemukan pada lesi serebelum.(5)

Gambar 3.8 Intrepretasi Pemeriksaan Past Pointing

3.6.3.9 Finger to Finger


Pemeriksa meminta pasien untuk mengekstensikan kedua lengan
ke samping lalu menyentuhkan ujung jari telunjuk kanan dan kiri
didepan dada dengan mata terbuka, lakukan secara berulang, dan mata
tertutup. Dismetri dapat ditemukan pada lesi serebelum ipsilateral.(5)

Gambar 3.9 Pemeriksaan Finger to Finger

20
3.6.3.10 Finger to Nose
Pemeriksa meminta pasien untuk menyentuh hidung dengan
menggunakan jari telunjuk kanan, ekstensikan lengannya secara
sempurna dan menyentuhkan ujung jari telunjuk pasien ke ujung jari
telunjuk pemeriksa, kemudian kembali ke hidung. Abnormal apabila
terdapat dismetria, baik hipometri atau hipermetri atau tremor intention.
Hasil ini ditemukan pada lesi serebelum ipsilateral.(4,5)
3.6.3.11 Disdiadokokinesis
Pemeriksa meminta pasien melakukan pronasi dan supinasi
kedua telapak tangan secara bergantian pada pasien, perhatikan ritme.
Dinyatakan positif apabila terdapat gerakan melambat atau tertinggal
pada satu sisi, serta ritme ireguler. Ditemukan pada lesi serebelum.(5)
3.6.2.12 Tes Knee to Heel
Pasien dalam posisi berbaring dan diminta meletakkan tumit
kanan pada lutut kiri, kemudian mengetukkan tumit pada lutut beberapa
kali, selanjutnya menyusuri tulang kering hingga ke ujung ibu jari kaki
lalu kembali ke lutut. Pada lesi serebelum, pasien seringkali mengalami
kesulitan meletakkan tumit pada lutut.(5)

Gambar 3.10 Knee to Heel

3.6.2.13 Fenomena Rebound


Pasien diminta untuk memfleksikan lengan kanan. Salah satu
tangan pemeriksa diletakkan didepan wajah pasien dan tangan lain
memegang lengan pasien yang difleksikan. Pemeriksa menarik lengan
pasien dan meminta pasien untuk menahannya, kemudian melepaskan
tarikan secara tiba-tiba dan mengamati respons ayunan lengan pasien.(5)

21
Positif pada keadaan normal, saat tahanan dilepaskan terdapat
sedikit fleksi pada lengan pasien. Negatif apabila terdapat fleksi
berlebihan hingga hampir mengenai wajah pasien, ditemukan pada lesi
serebelum.(5)

Gambar 3.11 Fenomena Rebound

3.6.3 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium rutin sesuai indikasi


 Neurofisiologi:
o Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP)
 Neuroimaging:
o CT-scan kepala
o MRI
o Arteriografi(2,4)
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Medikamentosa
 Calcium Entry Blocker (Flunarizine 1 x 5-10 mg/hari)
Mengurangi aktivitas eksitatori susunan saraf pusat dengan menekan
pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA special channel, bekerja
langsung sebagai depresor labirin.

 Histaminik (Betahistine 2 x 24 mg/hari)

Inhibisi neuron post-sinaps pada nervus vestibularis lateralis.

 Antihistamin (Dimenhydrinate 3 x 50 mg/hari)

Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory monoaminergic akibat


inhibisi nervus vestibularis.

 Benzodiazepine (Diazepam 3 x 2-5 mg/hari)

Menurunkan resting activity neuron pada nervus vestibularis.

22
3.7.2 Simtomatik
 Ranitidin 2 x 150 mg apabila terdapat gejala otonom (mual, muntah)
 Paracetamol 3 x 500 mg apabila terdapat demam

3.7.3 Non-medikamentosa
3.7.3.1 Brandt Daroff

Gambar 3.6 Brandt Daroff


Pasien diminta untuk bergerak dengan cepat dari posisi duduk ke
posisi berbaring pada sisi yang mencetuskan vertigo (kepala pasien
menoleh ke sisi kontralateral sejauh 45 derajat) selama minimal 30 detik.
Bila timbul vertigo, pasien tetap dalam posisi tersebut hingga vertigo
hilang. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk dengan cepat dan
tetap dalam posisi duduk selama 30 detik. Setelah itu pasien berbaring
ke sisi kontralateral, kepala menoleh menjauhi sisi tersebut selama 30
detik dilanjutkan dengan kembali ke posisi duduk kembali selama 30
detik. Latihan dilakukan 3 set/hari masing-masing 5 siklus ke kiri dan ke
kanan selama 2 minggu.(3,4,5)
3.7.3.2 Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolotoasis
kanalis posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita
didudukkan dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita dimiringkan
45 derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan secara cepat
bergerak ke posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan.
Dan posisi ini dipertahankan selama 1 sampai 3 menit.(5)

23
Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan
tanpa berhenti saat posisi duduk.

Gambar 3.6 Manuver Semont

3.5.4.3 Manuver Epley

Sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta


menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45⁰, lalu berbaring dengan
kepala tergantung, dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90⁰
ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus
dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.(2,5)

Gambar 2. Manuver Epley

3.8 Prognosis

Pasien harus diedukasikan bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani, tetapi
harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi, bahkan jika terapi manuvernya
berhasil. Beberapa studi menunjukkan bahwa 15% pasien BPPV terjadi kekambuhan
pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi pada 40 bulan setelah terapi
dengan menggunakan manuver.(2)

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sobbota. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 24. Jakarta: ECG Penerbit Buku
Kedokteran 2018;270-6
2. Newman-Toker DE, Edlow JA. Evidence-based Approach to Diagnosis Acute
Dizziness and Vertigo. Neurol Clin. 2015;33:577-99
3. Biller J, Gruener G, Brazis P. DeMyer's The Neurologic Examination. Seventh Ed.
The McGraw-Hill Companies 2017;10
4. Sitorus F. Vertigo Vestibular Perifer. Dalam: Anindhita T, Wiratman P. Buku Ajar
Neurologi. Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017:271-83
5. Estiasari R, Tunjungsari D, Samatra D. Neuro-otologi. Dalam: Pemeriksaan Klinis
Neurologi Praktis: Khusus. PERDOSSI 2018;1:52-95

25
26

Anda mungkin juga menyukai