Anda di halaman 1dari 26

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

APENDISITIS

Dosen Pengampuh : Hotnida E. Situmorang, S.Kep., Ns.,M.Ng

Kelompok 2 :

- Alief Munandar - Sintiche P Patakke


- Anita Jalmav - Vatica Ramandei
- Adelika Kaitam - Sarah Mina Sanyar
- Arnold Awak
- Enjel Metalmeti
- Nur Azizah
- Ria Liwin

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga Makalah Keperawatan Maternitas yang penulis buat dengan judul
“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS” dapat terselesaikan dengan
baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini bukanlah usaha dari penulis sendiri
melainkan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu baik secara moril
maupun materil.

Tentunya dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan atas
segala kekurangannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jayapura, 02 April 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan penyebab paling umum sakit perut akut yang memerlukan
intervensi bedah, Penyebab apendisitis tidak jelas dan mekanisme patogenesis terus
diperdebatkan, dikarenakan apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi
pada masyarakat secara umum, yang tatalaksananya dengan cara apendiktomi, sehingga
penggunaan antibiotic profilaksis pada pasien bedah apendisitis memerlukan perhatian
khusus, karena masih tingginya kemungkinan timbul infeksi paska bedah, yaitu 5-15%
(Departemen/SMF ilmu bedah, 2009).
Apendisitis masih menempati prevalensi tertinggi dari akut abdomen lain dibidang bedah
yang memerlukan operasi segera baik di negara berkembang maupun di negara maju untuk
mengurangi angka kematian dan angka kesakitan salah satu upaya adalah dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis yaitu dengan membuat diagnosa yang
tepat (Chidmat, 2005). Apendisitis akut timbul dalam sekitar 7% individu di negara barat, dan
merupakan sebab terlazim akut abdomen yang memerlukan intervensi bedah. Sekitar 200.000
apendiktomi dilakukan tiap tahun di Amerika Serikat. Angka mortalitas bervariasi dari
kurang dari 0,1 % dalam kasus tak berkomplikasi sampai sekitar 5% dalam kasus dengan
perforasi (Lally et al., 2001).
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan apendisitis adalah dengan cara
pengangkatan apendiks secara bedah atau sering disebut dengan istilah apendiktomi .Apabila
apendiks pecah sebelum tindakan bedah,maka diperlukan pemberian antibiotik untuk
mengurangi risiko peritonitis dan sepsis .
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat dituntut untuk dapat selalu teliti dalam
menangkap serta memahami perubahan yang dialami oleh pasien. Seperti pada kasus ini,
dimana pasien dengan apendisitis mengalami perubahan status kesehatan seperti adanya rasa
nyeri pada perut kanan bawah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang di maksud dengan apendisitis?
1.2.2 Apa saja yang menjadi penyebab, gejala dan komplikasi dari apendisitis?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi serta penatalaksanaan dari apendisitis?
1.2.4 Seperti apa konsep asuhan keperawatan untuk apendisitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari apendisitis
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab, gejala dan komplikasi dari apendisitis
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi dan penatalaksanaan dari apendisitis
1.3.4 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan apendisitis
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf,
2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh
darahya (Corwin, 2009).

2.2 Klasifikasi
2.2.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2.2.2 Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan
ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti
nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum.

2.2.3 Apendisitis kronik


Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

2.2.4 Apendisitis rekurens


Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.

2.2.5 Mukokel Apendiks


Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila
terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.

2.2.6 Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks


Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.

2.2.7 Karsinoid Apendiks


Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan
diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
2.3 Anatomi dan Fisiologi Apendiks
a. Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan


berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens
apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pendarahan apendiks berasal dari arteri
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari
medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua nervus
vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke
segmen medula spinalis thorakal 10 (Moore, 2006). Posisi apendiks terbanyak adalah
retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal (2%), anteileal (2%) dan
preleal (1%) (R.Putz dan R.Pabst, 2006). Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung
pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks (Schwartz, 2000).
b. Fisiologi
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah
kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut
serta dalam sistem imun sekretorik di saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks
tidak menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000).

2.4 Etiologi

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

2.5 Patofisiologi dan Pathway


Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
2.7 Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor


keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-
15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren
atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amylase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.

2.9 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi


penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS
3.1 Pengkajian

Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:


3.1.1 Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
3.1.2 Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
3.1.3 Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
3.1.4 Kebiasaan eliminasi.
3.1.5 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
3.1.6 Aktivitas/istirahat : Malaise.
3.1.7 Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
3.1.8 Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
3.1.9 Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
3.1.10 Demam lebih dari 38oC.
3.1.11 Data psikologis klien nampak gelisah.
3.1.12 Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
3.1.13 Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
3.1.14 Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi peradangan apendiks
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
3.2.2 Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi post operasi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.

3.3 Intervensi

Pre Operasi

DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan - Kaji tingkat nyeri, - Untuk mengetahui sejauh
berhubungan asuhan keperawatan, lokasi dan mana tingkat nyeri dan
dengan agen diharapkan nyeri klien karasteristik nyeri. merupakan indiaktor secara
obstruksi berkurang dengan dini untuk dapat
peradangan kriteria hasil: memberikan tindakan
apendiks - Klien mampu selanjutnya
mengontrol nyeri - Jelaskan pada - Informasi yang tepat dapat
(tahu penyebab pasien tentang menurunkan tingkat
nyeri, mampu penyebab nyeri kecemasan pasien dan
menggunakan menambah pengetahuan
tehnik pasien tentang nyeri.
nonfarmakologi - Ajarkan tehnik - Napas dalam dapat
untuk mengurangi untuk pernafasan menghirup O2 secara
nyeri, mencari diafragmatik adequate sehingga otot-otot
bantuan) lambat / napas menjadi relaksasi sehingga
- Melaporkan bahwa dalam dapat mengurangi rasa
nyeri berkurang nyeri.
dengan - Meningkatkan relaksasi
menggunakan - Berikan aktivitas dan dapat meningkatkan
manajemen nyeri hiburan (ngobrol kemampuan kooping.
- Tanda vital dalam dengan anggota
rentang normal : keluarga) - Deteksi dini terhadap
TD (systole 110- - Observasi tanda- perkembangan kesehatan
130mmHg, tanda vital pasien.
diastole 70- - Sebagai profilaksis untuk
90mmHg), HR(60- - Kolaborasi dengan dapat menghilangkan rasa
100x/menit), RR tim medis dalam nyeri.
(16-24x/menit), pemberian
suhu (36,5-37,50C) analgetik
- Klien tampak
rileks mampu
tidur/istirahat
2. Perubahan pola Setelah dilakukan - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam
eliminasi asuhan keperawatan, defekasi klien dan pembentukan jadwal
(konstipasi) diharapkan konstipasi gaya hidup irigasi efektif
berhubungan klien teratasi dengan sebelumnya.
dengan kriteria hasil: - Auskultasi bising - Kembalinya fungsi
penurunan - BAB 1-2 kali/hari usus gastriintestinal mungkin
peritaltik. - Feses lunak terlambat oleh inflamasi
- Bising usus 5-30 intra peritonial
kali/menit - Tinjau ulang pola - Masukan adekuat dan
diet dan jumlah / serat, makanan kasar
tipe masukan memberikan bentuk dan
cairan. cairan adalah faktor
penting dalam
menentukan konsistensi
feses.
- Makanan yang tinggi
- Berikan makanan serat dapat memperlancar
tinggi serat. pencernaan sehingga
tidak terjadi konstipasi.
- Obat pelunak feses dapat
- Berikan obat sesuai melunakkan feses
indikasi, contoh : sehingga tidak terjadi
pelunak feses konstipasi.

3. Kekurangan Setelah dilakukan - Monitor tanda- - Tanda yang membantu


volume cairan asuhan keperawatan tanda vital mengidentifikasikan
berhubungan diharapkan fluktuasi volume
dengan mual keseimbangan cairan intravaskuler.
muntah. dapat dipertahankan - Kaji membrane - Indicator keadekuatan
dengan kriteria hasil: mukosa, kaji tugor sirkulasi perifer dan
- Kelembaban kulit dan pengisian hidrasi seluler.
membrane mukosa kapiler.
turgor kulit baik - Awasi masukan - Penurunan haluaran urin
- Haluaran urin dan haluaran, catat pekat dengan peningkatan
adekuat: 1 cc/kg warna berat jenis diduga
BB/jam urine/konsentrasi, dehidrasi/kebutuhan
- Tanda-tanda vital berat jenis. peningkatan cairan.
dalam batas normal - Auskultasi bising - Indicator kembalinya
: TD (systole 110- usus, catat peristaltic, kesiapan untuk
130mmHg, diastole kelancaran flatus, pemasukan per oral.
70-90mmHg), gerakan usus.
HR(60- - Berikan perawatan - Dehidrasi mengakibatkan
100x/menit), RR mulut sering bibir dan mulut kering
(16-24x/menit), dengan perhatian dan pecah-pecah
suhu (36,5-37,50C) khusus pada
perlindungan bibir.
- Pertahankan - Selang NG biasanya
penghisapan dimasukkan pada
gaster/usus. praoperasi dan
dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi
untuk dekompresi usus,
meningkatkan istirahat
usus, mencegah mentah.
- Kolaborasi - Peritoneum bereaksi
pemberiancairan terhadap iritasi/infeksi
IV dan elektrolit dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan
yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi
ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas Setelah dilakukan - Evaluasi tingkat - Ketakutan dapat terjadi
berhubungan asuhan keperawatan, ansietas, catat karena nyeri hebat, penting
dengan akan diharapkan kecemasan verbal dan non pada prosedur diagnostik
dilaksanakan klien berkurang verbal pasien. dan pembedahan.
operasi. dengan kriteria hasil :
- Melaporkan - Jelaskan dan - Dapat meringankan
ansietas menurun persiapkan untuk ansietas terutama ketika
sampai tingkat tindakan prosedur pemeriksaan tersebut
teratasi sebelum dilakukan melibatkan pembedahan.
- Tampak rileks - Jadwalkan istirahat - Membatasi kelemahan,
adekuat dan menghemat energi dan
periode meningkatkan kemampuan
menghentikan koping.
tidur. - Mengurangi kecemasan
klien
- Anjurkan keluarga
untuk menemani
disamping klien

Post Operasi

DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri Setelah dilakukan - Kaji skala nyeri - Berguna dalam
berhubungan asuhan keperawatan, lokasi, karakteristik pengawasan dan keefesien
dengan insisi post diharapkan nyeri dan laporkan obat, kemajuan
operasi. berkurang dengan perubahan nyeri penyembuhan,perubahan
kriteria hasil: dengan tepat. dan karakteristik nyeri.
- Melaporkan nyeri - Monitor tanda- - Deteksi dini terhadap
berkurang tanda vital perkembangan kesehatan
- Klien tampak rileks pasien.
- Dapat tidur dengan - Pertahankan - Menghilangkan tegangan
tepat istirahat dengan abdomen yang bertambah
- Tanda-tanda vital posisi semi powler. dengan posisi terlentang.
dalam batas normal - Dorong ambulasi - Meningkatkan kormolisasi
: TD (systole 110- dini. fungsi organ.
130mmHg, diastole - Berikan aktivitas - Meningkatkan relaksasi.
70-90mmHg), hiburan.
HR(60- - Kolaborasi tim - Menghilangkan nyeri
100x/menit), RR dokter dalam .
(16-24x/menit), pemberian
suhu (36,5-37,50C) analgetika.

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji adanya tanda- - Dugaan adanya infeksi
berhubungan asuhan keperawatan tanda infeksi pada
dengan tindakan diharapkan infeksi area insisi
invasif (insisi post dapat diatasi dengan - Monitor tanda- - Dugaan adanya
pembedahan). kriteria hasil: tanda vital. infeksi/terjadinya sepsis,
- Klien bebas dari Perhatikan demam, abses, peritonitis
tanda-tanda infeksi menggigil,
- Menunjukkan berkeringat,
kemampuan untuk perubahan mental
mencegah - Lakukan teknik - Mencegah transmisi
timbulnya infeksi isolasi untuk penyakit virus ke orang
- Nilai leukosit (4,5- infeksi enterik, lain.
11ribu/ul) termasuk cuci
tangan efektif. - Mencegah meluas dan
- Pertahankan teknik membatasi penyebaran
aseptik ketat pada organisme infektif /
perawatan luka kontaminasi silang.
insisi / terbuka,
bersihkan dengan
betadine. - Menurunkan resiko
- Awasi / batasi terpajan.
pengunjung dan
siap kebutuhan. - Terapi ditunjukkan pada
- Kolaborasi tim bakteri anaerob dan hasil
medis dalam aerob gra negatif.
pemberian
antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan - Mandikan pasien - Agar badan menjadi segar,
berhubungan asuhan keperawatan setiap hari sampai melancarkan peredaran
dengan nyeri. diharapkan kebersihan klien mampu darah dan meningkatkan
klien dapat melaksanakan kesehatan.
dipertahankan dengan sendiri serta cuci
kriteria hasil: rambut dan potong
- Klien bebas dari kuku klien.
bau badan - Ganti pakaian yang - Untuk melindungi klien
- Klien tampak kotor dengan yang dari kuman dan
bersih bersih. meningkatkan rasa nyaman
- ADLs klien dapat - Berikan - Agar klien dan keluarga
mandiri atau Hynege Edukasipa dapat termotivasi untuk
dengan bantuan da klien dan menjaga personal hygiene.
keluarganya
tentang pentingnya
kebersihan diri.
- Berikan pujian - Agar klien merasa
pada klien tentang tersanjung dan lebih
kebersihannya. kooperatif dalam
kebersihan
- Bimbing keluarga - Agar keterampilan dapat
klien memandikan diterapkan
/ menyeka pasien
- Bersihkan dan atur - Klien merasa nyaman
posisi serta tempat dengan tenun yang bersih
tidur klien. serta mencegah terjadinya
infeksi.

4. Kurang Setelah dilakukan - Kaji ulang - Memberikan informasi


pengetahuan asuhan keperawatan pembatasan pada pasien untuk
tentang kondisi diharapkan aktivitas merencanakan kembali
prognosis dan pengetahuan pascaoperasi rutinitas biasa tanpa
kebutuhan bertambah dengan menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kriteria hasil: - Anjuran - Membantu kembali ke
kurang informasi. - Menyatakan menggunakan fungsi usus semula
pemahaman proses laksatif/pelembek mencegah ngejan saat
penyakit dan feses ringan bila defekasi
pengobatan perlu dan hindari
- Berpartisipasi enema
dalam program - Diskusikan - Pemahaman meningkatkan
pengobatan perawatan insisi, kerja sama dengan terapi,
termasuk meningkatkan
mengamati balutan, penyembuhan
pembatasan mandi,
dan kembali ke
dokter untuk - Upaya intervensi
mengangkat menurunkan resiko
jahitan/pengikat komplikasi lambatnya
- Identifikasi gejala penyembuhan peritonitis.
yang memerlukan
evaluasi medic,
contoh peningkatan
nyeri
edema/eritema
luka, adanya
drainase, demam

3.4 Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan tindakan intervensi yang telah disusun

3.5 Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien:
Pre Operasi:
3.5.1 Dx 1 :
 Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Tanda vital dalam rentang normal : TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
 Klien tampak rileks mampu tidur/istirahat
3.5.2 Dx 2 :
 BAB 1-2 kali/hari
 Feses lunak
 Bising usus 5-30 kali/menit
3.5.3 Dx 3 :
 Kelembaban membrane mukosa
 turgor kulit baik
 Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
 Tanda-tanda vital dalam batas normal : TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
3.5.4 Dx 4 :
 Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi
 Tampak rileks

Post Operasi

3.5.5 Dx 1 :
 Melaporkan nyeri berkurang
 Klien tampak rileks
 Dapat tidur dengan tepat
 Tanda-tanda vital dalam batas normal : TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
3.5.6 Dx 2:
 Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)
3.5.7 Dx 3 :
 Klien bebas dari bau badan
 Klien tampak bersih
 ADLs klien dapat mandiri atau dengan bantuan
3.5.8 Dx 4 :
 Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
 Berpartisipasi dalam program pengobatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Apendisitis merupakan penyebab paling umum sakit perut akut yang memerlukan
intervensi bedah, Penyebab apendisitis tidak jelas dan mekanisme patogenesis terus
diperdebatkan, dikarenakan apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang
terjadi pada masyarakat secara umum, yang tatalaksananya dengan cara apendiktomi,
sehingga penggunaan antibiotic profilaksis pada pasien bedah apendisitis memerlukan
perhatian khusus, karena masih tingginya kemungkinan timbul infeksi paska bedah, yaitu
5-15% (Departemen/SMF ilmu bedah, 2009).
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan apendisitis adalah dengan cara
pengangkatan apendiks secara bedah atau sering disebut dengan istilah apendiktomi
.Apabila apendiks pecah sebelum tindakan bedah,maka diperlukan pemberian antibiotik
untuk mengurangi risiko peritonitis dan sepsis .

4.2 Saran
 Untuk Mahasiswa/i
Untuk dapat membaca dan memberikan masukan tentang makalah ini serta dapat
mempergunakan makalah ini sebagai bahan penunjang materi pembelajaran.
 Untuk pembaca
Agar dapat membaca makalah dan menggunakan makalah ini sebagai bahan
bacaan yang bermanfaat bagi si pembaca dan juga yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E. Marilynn, Geissler C. Alice, Moorhouse F. Mary. 2002. Rencana Asuhan


Keperawatan Edisi 3.

Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc Jilid 1.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai