PESISIR KEPULAUAN
“mereviu vidio pasar barter lembata”
DI SUSUN OLEH :
NAMA : WULANDARI
NIM : 2018-68-011
PRODI : AGROBISNIS PERIKANAN
Kelebihan
Di pasar barter ini masyarakat pegunungan dan masyarakat pesisir di pertemukan hal itu
membuat mereka saling mengenal satu sama lain dan membuat mereka lebih dekat lagi. Di
pasar barter wulandoni juga bisa memberi nilai toleransi agama yang tinggi, yang di mana
perbedaan agama disana membuat mereka berbaur, bergaul, dan melakukan aktifitas sosial
kemasyarakatan lainnya. Tanpa memandang perbedaan agama.yang di mana juga masyarakat
pegunungan penganut agam Kristen katolik sedangkan masyarakat pesisir mayoritas penganut
agama Islam.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Pasar-Pasar Barter di Kecamatan
Wulandoni
1. Adat
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi bertahannya pasar-pasar barter di
Kecamatan Wulandoni adalah adat atau budaya.Adat dapat mengambil bentuk berupa larangan,
seperti larangan bagi penduduk pedalaman untuk menenun sarung dan larangan untuk
menangkap ikan paus selain orang Lamalera (Blikololong, 2010). Aturan adat yang berlaku
secara turun-temurun menyebabkan adanya ketergantungan kebutuhan antara masyarakat
pesisir dengan masyarakat pegunungan. Pelanggaran terhadap aturan ini akan mendatangkan
kutukan dan kesialan.
Selain itu, adat yang bisa disaksikan saat ini adalah ritual Groi Tena yang menjadi cikal
bakal hadirnya pasar barter di Wulandoni, dimana sampai saat ini selalu diperingati dengan
melakukan seremonial adat antara masyarakat pesisir Lamalera dengan masyarakat pedalaman
Lewuka pada hari sabtu (hari pasar) setiap adanya Perahu penagkap ikan paus (peleddang)
yang baru.
2. . Memberdayakan Norma dan Nilai di Pasar Barter
Salah satu cara agar menjaga eksistensi dari pasar tradisional atau barter adalah dengan
menjaga dan memberdayakan norma dan nilai yang menjadi modal sosial di pasar barter
tersebut. Norma-norma yang perlu dipelihara dan diberdayakan misalnya norma saling
membantu, norma kejujuran, saling mempercayai, dan norma menghargai perbedaan. Dengan
adanya kepercayaan akan timbul adanya harapan untuk selanjutnya terjadinya kerjasama dan
pertukaran kebutuhan.
Pasar-pasar barter di Wulandoni sudah menerapkan nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi
modal untuk eksistensi pasar tersebut. Pasar tidak akan dimulai jika belum ada komando, saling
tawar-menawar untuk saling barter dengan tertib dan pasar akan ditunda jika ada hari-hari besar
baik dari yang muslim maupun dari yang non muslim. Bapak Muhammad samin ketika ditanya
terkait norma di pasar menjelaskan bahwa: “Pasar barter
3. budaya dan toleransi agama
Sudut pandang budaya, Kabupaten Lembata, Kecamatan Wulandoni Provinsi Nusa
Tenggara Timur adalah daerah yang kaya akan keanekaragaman, ragam budaya, ragam bahasa
dan ragam adat istiadat. Penulis tidak mampu menuliskan berapa banyak bahasa yang
digunakan di daerah ini, penulis tidak mampu menghitung jumlah dialek, adat Istiadat, corak
pakaian adat, dan segala macamnya, daerah ini adalah syurga budaya, syurga adat, syurganya
keberagaman yang tiada tandingannya.
Di Pasar ini penduduk Wulandoni bertemu, orang gunung dan orang pantai saling sapa,
menjajakan barang dagangannya, jadi disini tidak ada Istilah penjual dan pembeli, karena
pembeli juga ingin menjual dan penjual juga ingin membeli, orang gunung menjajakan hasil
perkebunan, ada jangung, pisang, umbi-umbian, hewan ternak dan sebagainya, sedangkan
orang pantai menjajakan hasil tangkapannya, ikan basah dari berbagai jenis Ikan, orang
Lamalera yang terkenal sebagai penangkap ikan paus menjajakan daging ikan pausnya, orang
Labala yang terkenal sebagai kerajaan bungsu Solor Watanlema menjajakan ikannya, mulai
dari berbagai jenis ikan basah (Segar) maupun ikan kering dengan berbagai jenis olahannya.
disinilah terjadi pembauran budaya antara orang gunung dan orang pantai, jangan heran
orang yang berasal dari daerah ini kadang menguasai beberapa bahasa daerah sekaligus, tidak
mengherankan karena bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting, tidak semua orang
kampung mengerti Bahasa Indonesia, Apalagi ketika anda harus saling barter barang dengan
nenek-nenek yang sudah udzur usianya.mayoritas penduduk wulandoni yang tinggal di daerah
pegunungan adalah penganut kristen katolik yang taat, sedangkan penduduk wulandoni yang
tinggal di daerah pantai mayoritas penganut agama Islam yang taat, coba pembaca bayangkan,
Labala Leworaja adalah Salah satu desa di kecamatan wulandoni dahulunya adalah Kerajaan
Islam pantai, dan merupakan pintu masuknya agama Islam di Kabupaten Lembata atau biasa
di sebut serambi Makkah Lembata, sedangkan Lamalera, salah satu desa di kecamatan
wulandoni yang jaraknya tidak sampai 10 Kilometer dari Labala adalah Serambi Roma
lembata, Dimana disinilah pintu masuk untuk yang pertama kali agama kristen katolik ke
Kabupaten Lembata, Sehingga bisa dikatakan Kecamatan Wulandoni adalah pintu masuk dua
agama besar di dunia di Kabupaten lembata, Serambi Roma Makkah Lembata
Di Pasar barter wulandoni kedua pemeluk agama besar ini bertemu, bukan untuk berperang
atau saling bunuh, akan tetapi untuk melangsungkan kegiatan ekonomi, saling bertegur sapa
selayaknya tidak ada perbedaan, bercanda, tertawa, saling memenuhi kebutuhan, tidak ada
konflik, yang ada kita semua bersaudara, perbedaan agama memang masalah keimanan, bukan
berarti kita harus saling bermusuhan, ada sebuah pepatah mengatakan perbedaan itu seperti air
dan minyak, tidak pernah bersatu, akan tetapi bisa hidup berdampingan.
dengan nilai historis, pada awal tulisan ini penulis mengatakan pasar barter wulandoni
memiliki nilai Historis yang tinggi, akan tetapi sejaranya masih simpangsiur, maklum pada
masa dahulu masyarakat wulandoni tidak memiliki budaya tulis menulis, sejarah hanya
disimpan melalu metode Tutu Koda atau Sejarah Lisan yang diceritakan oleh penutur turun
temurun. Untuk menyikapi hal ini penulis mengadakan penelitian kecil-kecilan, walaupun tidak
memenuhi syarat ilmiah penulis menemukan dua kisah sejarah yang berbeda mengenai lahirnya
pasar barter Wulandoni ini.
KESIMPULAN
1. Kecamatan Wulandoni ditengah pesatnya perkembangan pasar modern ialah faktor adat
atau budaya, faktor tena dan kotokelema, faktor prewo (langganan), faktor geografis, dan
faktor pertumbuhan dan perkembangan daerah
2. Pasar barter merupakan salah satu pasar tradisional yang menggambarkan transaksi
barang pada jaman dahulu sebelum manusia mengenal uang sebagai alat pembayaran.
Akktivitas pasar Wulandoni dilaksanakan pada setiap hari Sabtu dimulai pada jam 10.00
pagi yang ditandai dengan tiupan peluit (Buri) dari petugas (mandor) yang mengawasi
kegiatan barter. Di pasar ini tempat ibu-ibu Lamalera menjual daging ikan paus dengan cara
Barter yakni menukarkan dengan bahan makanan seperti jagung, ubi-ubian,dll.
3. Tetap mempertahankan tradisi jual beli dengan cara barter. Ada angkutan umum yang
melayani rute ke pasar Wulandoni meskipun kondisi jalan yang belum beraspal.
4. Sistem nilia tukar barang yang diterapkan di pasar-pasar barter di Pulau Lembata
khususnya di Wulandoni sejak dahulu hingga sekarang adalah dengan menggunakan sistem
Monga. Monga adalah kata bahasa Lamaholot, berasal dari kata bonga yang berarti
memilah-milah dalam kelompokkelompok kecil. Misalnya, membagi-bagi garam atau kapur
(sirih) dalam bagian-bagian kecil untuk ditukar dengan suatu komoditas, atau membagi
pisang, jagung dan ikan dalam bagian kecil untuk dibarterkan.
SARAN
1. Untuk masyarakat Wulandoni agar tetap menjaga pasar barter dengan
mempertahankan nilai-nilai kebersamaan, kepercayaan, kejujuran dan kerukunan antar
masyarakat pesisir dan masyarakat pedalaman.
2. Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan pengembangan pasarpasar barter di
Kecamatan Wulandoni yang dapat menjadi potensi unggul dalam pengembangan
pariwisata di Kabupaten Lembata
DAFTAR PUSTAKA
Blikololong, Jacobus Belida. 2010. Du-Hope di Tengah Penetrasi Ekonomi Uang: Sebuah
Kajian Sosiologis Terhadap Sistem Barter di Lamalera, Nusa Tenggara Timur.
Disertasi. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Chapman, Anne. 1980. Barter As A Universal Mode of Exchange. L’Homme, juilsept. 1980,
XX (3), 33-83.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2007. Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007
tentangPenataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
(Online). (http://depdag.go.id,Diakses 09 Desember 2018).
Garnett, Wesly. 2013. Eksistensi Pasar Tradisional di Tengah Maraknya Pasar Modern
(Online). (https://gmnisumedang.wordpress.com /, Diakses 04 Januari 2019).
Hutabarat, Raphael Martin. 2009. Dampak Kehadiran Pasar Modern Berastagi Supermarket
terhadap Pasar Tradisional Sei Sikambing di Kota Medan. Medan: Departemen
Agribisnis Fakultas Pertanian
Laksono, S. 2009. Runtuhnya Modal Sosial Pasar Tradisional. Malang: Penerbit Citra.
Miles, MB dan AM. Huberman.1992. Qualitatif Data Analysis. A Source Book Of
New Methods, Sage Baverli Hills
Polanyi, Karl. 1957. The Great Transformation. New York: Beacon Press Book.
Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Waluyo, Ma’ruf. 2017. Implementasi Kontrak Penempatan Kios Pasar Tradisional di
Kota Surakarta. Surakarta: Program Studi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta.