PSORIATIK ARTHRITIS
1
Sekilas mengenai psoriatik arthritis
Psoriatik arthritis merupakan bagian dari kelainan spondiloarthritis seronegatif dan
mengenai tiga sisi target yang utama: entheses, sinovium serta sendi tulang belakang dan
sakroiliaka
Terjadi pada 10-15% dari keseluruhan psoriasis. Setengahnya, psoriasis timbul rata-rata
satu dekade lebih awal dari arthritis; sisanya arthritis timbul bersamaan atau bahkan
mendahului penyakit kulit
Kecenderungan genetik yang kuat: kerentanan berhubungan dengan HLA-Cw6 dan alel
MHC kelas I lainnya meliputi HLA-B27 dan HLA-B39.
Patogenesis yang terjadi melibatkan aktivasi sel T CD8, yang melepaskan mediator
inflamasi yang merusak jaringan target.
Gambaran yang paling khas dari psoriatik arthritis adalah arthritis sendi interphalang
distal, daktilitis, enthesitis, pembentukan tulang baru periosteal,serta oligoarthritis dan
spondilitis asimetris.
Sindrom berat dengan gambaran dari psoriasis, psoriatik arthritis, dan arthritis reaktivasi
dapat terjadi dengan infeksi HIV-1 yang tidak diobati
Terapi ditentukan oleh keseimbangan dari keparahan penyakit kulit dan muskuloskeletal.
NSAID merupakan terapi utama bersama dengan terapi fisik; metotreksat biasanya pilihan
awal untuk keterlibatan yang lebih berat. Pada kejadian kegagalan, peningkatan jumlah
bahan second-line disease-modifying biasanya efektif, namun dengan peningkatan risiko
dari efek yang tidak diinginkan.
Kemajuan yang cepat dari bahan farmakologi yang poten dan meningkatkan rejimen
yang memiliki substansi yang sangat bagus dalam mengobati psoriatik arthritis. Hal ini
terutama pada kasus psoriatik arthritis bentuk yang lebih berat dimana peran sel T dan
makrofag dalam patogenesis penyakit, imunobiologik yang baru, seperti tumor necrosis factor
(TNF) blockers, bahkan potensi pentargetan dan penghalang tahap spesifik atau bahkan pada
mekanisme penyakit, dan obat-obatan anti rematik dan penyakit modifikasi lainnya sangat
efektif (DMARDs), paling tidak pada beberapa individu.
2
Psoriatik arthritis diklasifikasikan sebagai salah satu kelainan spondiloarthritis
seronegatif, yang juga meliputi ankylosing spondylitis, spondylitis tidak teridentifikasi,
sindrom Reiter, arthritis reaktivasi, dan arthritis enteropatik. Istilah seronegatif maksudnya
adalah tidak adanya faktor rheumatoid atau autoantibodi lain, dan tidak adanya autoantibodi
ini merupakan salah satu gambaran laboratorik yang penting dari psoriatik arthritis. Kelainan
spondiloarthritis seronegatif menyebabkan perubahan tulang belakang (spondilosis), sendi
sakroiliaka, dan kerentanan genetik yang berhubungan dengan HLA-B27 dalam tingkat
tertentu tertentu. Sebagai tambahan, semua bagian yang termasuk dalam kelompok penyakit
spondiloarthritis memiliki satu gambaran tersendiri yang ikut melibatkan sendi-sendi perifer
tulang belakang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya tendinitis, fasciitis, dan beberapa
penyakit inflamasi berat pada tulang belakang yang mengalami spondiloarthritis. Yang sering
terjadi pada grup penyakit spondiloarthritis ini adalah pembentukan ujung-ujung tulang yang
baru, yang oleh rangsangan sitokin teraktivasi terbentuklah penggabungan sel-sel mesenkim
dan periosteum. Gambaran ini secara khas dapat ditemukan di sekitar perlekatan otot atau
ligamentum pada tulang dan adanya tampakan sejumlah taji tulang. Mungkin saja, karena
berhubungan dengan pembentukan sel-sel mesenkim yang teraktivasi, sehingga menjadi
perkembangan khas fibrosis sendi dan ankilosis (lihat Tabel 1).
Beberapa gambaran klinis dan patogenesis psoriatik arthritis sama dengan sindrom
Reiter dan reaktif arthritis. Semakin merebaknya infeksi HIV-1, sindrom tulang dan jaringan
ikat turut menyebabkan temuan-temuan klinis yang ganda baik terhadap kulit maupun sistem
muskuloskeletal pada psoriatik arthritis dan sindrom Reiter.
Psoriatik arthritis dapat dibedakan dari ankilosing spondilitis yaitu dengan terbatasnya
keterlibatan tulang belakang pada sebagian vertebrata sedangkan dari spondiloarthritis lainnya
yaitu dengan terlibatnya sendi perifer bagian distal secara predominan. Perbedaan dan
gambaran diagnostic spesifik dari psoriatik arthritis ini adalah inflamasi kulit bagian akral,
matriks kuku, periosteum, perlekatan otot atau ligamentum, dan cairan sinovial pada satu atau
lebih jari menyebabkan distropi yang kompleks, periungual eritroderma, dan sendi interpalang
distal. (Gambar 1; lihat Tabel 1). Inflamasi jari tangan atau kaki yang secara penampakannya
disebut jari-jari sosis, adalah inflamasi khas satu atau lebih jari yang memiliki spesifisitas
tinggi untuk psoriasi arthritis yang ditandai dengan edema seluruh jari karena inflamasi otot
atau ligamentum berat, radang cairan sinovial interphalang distal dan proksimal, tenosinovitis
yang sering ditemukan pada tendon otot-otot flexor, dan periostitis. Sama halnya dengan
distropi bagian akral, inflamasi jari-jari tangan dan kaki juga merupakan gambaran klinis
untuk diagnostic psoriatik arthritis.
3
Adanya psoriasis merupakan salah satu tanda psoriatik arthritis. Bagaimanapun juga,
ditemukannya psoriasis bukanlah suatu persyaratan yang mutlak untuk mendiagnosis psoriatik
arthritis dan riwayat adanya lesi utama psoriasis atau riwayat keluarga terhadap psoriasis
sudah mencukupi (lihat Tabel 1). Kecuali jika tidak ditemukan psoriasis, beberapa kasus
penyakit spondiloarthritis yang tidak terklasifikasikan dapat dibedakan dengan spondilitis dari
terlibatnya sendi psoriatik arthritis dan terkadang dinamakan psoriatik arthritis sinus psoriasis.
Pada psoriatik arthritis, sendi-sendi perifer juga ikut terkena dalam berbagai bentuk
variasi tampilan, namun sering mengenai hanya satu atau beberapa sendi secara asimetris
(Tabel 2). Bentuk ini terkadang berguna secara diagnostik seperti yang ditegaskan oleh Moll
dan Wright dalam tulisan klasik mereka. Sebagai contoh, arthritis interphalang bagian distal
pada individu dengan psoriasis secara cepat menyimpulkan diagnosis psoriatik arthritis dan
walau hanya memenuhi bagian yang paling esensial dapat menyingkirkan diagnosis
osteoarthritis, yaitu penyakit lain yang juga sering mengenai sendi interphalang distal.
Bagaimanapun juga, sekarang ini diketahui bahwa gambaran onset arthritis adalah spesifik
untuk mendiagnosis psoriatik arthritis. Terkenanya sendi-sendi perifer yang berbeda oleh
penyakit ini, serta gambaran asimetris pada psoriatik arthritis tidak banyak. Karena alasan ini,
terkecuali arthritis pada interphalang distal atau spondiloarthritis, lebih sedikit penekanan
sekarang diletakkan pada bentuk lain arthritis untuk diagnosis, daripada mengklasifikasikan
arthritis sebagai axial atau perifer.
Penyakit aksial
Spondiloarthritis dengan vertebrata persegi mengenai satu atau beberapa vertebrata,
seringkali asimetris
Sakroiliitis
RIWAYAT PENYAKIT
Identifikasi terbaru dari psoriatik arthritis pada tulang mengingatkan kita pada orang
zaman dahulu yang mencari tempat perlindungan di Timur Tengah Byzantine. Di dalam Kitab
Injil dinyatakan bahwa psoriasis yang disertai dengan psoriatik arthritis adalah salah satu
bentuk lepra menurut Injil, yang memperlihatkan betapa berat dan lamanya penyakit ini
dikenal. Suatu organisasi arthritis dengan psoriasis secara resmi digambarkan oleh Alibert
pada tahun 1818 dan disusun sebagai psoriasis arthritigue oleh Bazin tahun 1860. Hal-hal
penting yang membedakan arthritis dengan psoriasis secara luas sudah dapat diterima, tetapi
pada suatu dekade setelah perang dunia ke II, psoriatik arthritis dimasukkan ke dalam
kelompok rheumatoid arthritis sebagai variasi rematoid atau rematoid spondilitis. Kemudian,
perbedaan utama dari psoriatik arthritis kembali ditekankan, dengan menggunakan kriteria
sendi-sendi apa saja yang terlibat, adanya spondilitis dan tidak ditemukannya faktor rematoid.
Didapatkannya peningkatan frekuensi HLA-B27 menunjukkan faktor imunogenetik yang kuat
pada penyakit jaringan otot atau ligamentum ini. Penyebab utama radang jaringan otot dan
ligamentum telah diketahui, yaitu dengan ikut meningkatnya angka kejadian penyakit ini
sejalan dengan semakin berkembangnya infeksi HIV.
4
EPIDEMIOLOGI
Di samping masalah dalam mendiagnostik dan menetapkan kriteria klasifikasi
psoriatik arthritis, dilihat bahwa frekuensi psoriasis ini adalah sekitar 1-3 %, dan 10-15 %
adalah psoriatik arthritis. Angka kejadian psoriatik arthritis ini pada bebrbagai populasi
berbeda dapat mencapai 0,1-0,45 %, di mana nilai ini hampir setengahnya dengan serologi
positif rheumatoid arthritis dan berdasarkan penelitian terakhir dilaporkan juga bahwa angka
kejadian penyakit ini semakin tinggi setelah berkembangnya berbagai alat pencitraan terbaru,
seperi MRI ( Magnetic Resonance Imaging ), dapat memperlihatkan secara valid ada tidaknya
kriteria yang menyingkirkan bentuk lain dari penyakit sendi dan tulang .
5
Gambar 2. Skema patogenesis inflamasi dan kerusakan jaringan merangkum mekanisme inflamasi
pada psoriatik arthritis. Proses ini disebabkan oleh pengenalan kognitif dari self-peptide yang
dipresentasikan pada sel T CD8 oleh molekul mayor histokompatibiliti kompleks (MHC) kelas I
pada sel sendi. Aktivasi sel T berikutnya dan ekspansi klonal menginisiasi pengumpulan non-
antigen-spesifik dari sel T CD4 dan CD8, angiogenesis, dan pengumpulan monosit oleh pelepasan
sitokin dan kemokin. Aktivasi makrofag terjadi melalui sitokin seperti interferon (IFN)-. Makrofag
yang teraktivasi melepaskan sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF)-, interleukin-1, dan
interleukin-6. Hasil tersebut mengubah pola ekspresi gen pada sel yang terdiri dari sendi dan struktur
terkait, menyebabkan inflamasi, fibrosis, pembentukan tulang baru erosi dan osteolisis. TCR = T-cell
receptor
6
menyebabkan penyebaran sel-sel klonal ini secara luas dan memungkinkan penyerangan
terhadap sel-sel target yang menjadi autoantigen. Kelainan yang pertama dari mekanisme ini
adalah terbentuknya autoantigen, pengikatan autoantigen oleh molekul alel MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas 1 yang terjadi karena kerentanannya, dan lengkapnya
aktivasi sel-sel klonal pada respon imun adaptif melalui aktivasi sel-sel dendritik.
Skema 2, yaitu aktivasi imun alami oleh adanya sel T memori/ efektor. Mekanisme
alternatif ini didasarkan pada fenotip yang predominan dari penyebaran sel-sel CD 8T di
daerah radang. Tidak ditemukannya CD-28 menunjukkan fakta bahwa sebagai sel memori
tidak diperlukan suatu ikatan dengan reseptor ini karena reseptor sel-sel dendritik yang
berlawanan memberikan sinyal melalui alur ini, dan malahan aktivasi reseptor NK
menunjukkan bahwa sel-sel tersebut menyediakan suatu sinyal pengganti untuk mengenali
molekul yang mengalami kerusakan atau stress. Pada mekanisme ini, pengikatan reseptor
yang mengenali respon ligan imunitas alami adalah peristiwa utama, dan respon imun adapif
dari spesifik sel-sel T klonal hanya memberikan afinitas yang rendah.
7
yang baik secara dominan atau resesif. Dapat dilihat bahwa pada saudara kandung tidak selalu
sama sendi-sendi mana saja yang terlibat. Gejala yang paling sering pada saudara kandung ini
adalah inflamasi jaringan otot atau ligamentum.
Keterlibatan gen HLA kelas I dalam penentuan. Karena besarnya pengaruh gen-gen
polimorfik MHC dalam alur regulasi respon imun, maka gen-gen HLA ini juga menjadi
perhatian untuk dilihat keterlibatannya dalam proses terjadinya psoriatik arthritis. Beberapa
penelitian dengan kandidat gen-gen tersebut dimulai dengan identifikasi Brewerton dari
peningkatan frekuensi HLA B-27 pada penderita psoriatik arthritis. Perlu diperhatikan
heterogenitas frekuensi HLA-B27 yang dilaporkan pada penderita psoriatik arthritis,
mencapai 39% di Taiwan, 17-34 % dibeberapa penelitian berbeda di utara Spanyol, hingga
20% di Inggris, 4 % di Israel dan pada beberapa seri yang tidak ditemukan HLA B-27.
Variasi-variasi ini sebagian dapat mununjukkan kriteria diagnostik dan adanya distribusi HLA
B-27 secara geografik yang meningkat pada populasi tertentu. Sebagai tambahan, adanya
pengaruh factor imunogenetik yang mengakibatkan terlibatnya sendi dalam psoriatik arthritis
yang ditunjukkan oleh peningkatan gen HLA B-27 pada setidaknya 70% mengenai tulang
belakang. HLA B-39 dan sejumlah kecil HLA B-38 (keduanya dibagi berdasarkan
spesifisitasnya dengan HLA B-16 pada nomenklatur lama) telah diidentifikasi meningkat pada
psoriatik arthritis dalam berbagai penelitian independen. HLA B-3801 berbeda dari HLA B-
3901 dalam segi bentuk, tetapi sama dengan HLA B-27, memuat ikatan yang kuat dengan
reseptor KIR3DLINKR.
Untuk mencegah terjadinya psoriatik arthritis pada penderita psoriasis, psoriatik
arthritis juga dihubungkan dengan peningkatan frekuensi HLA-Cw6 seperti yang pertama
sekali dilaporkan oleh Murrav dan kawan-kawan dengan menggunakan teknik serologi. Di
mana frekuensi ini telah diidentifikasi pada sekitar 34,6% psoriatik arthritis, 50% psoriasis,
dan 13,5 % populasi kontrol. Yang sangat menarik, bahwa alel HLA-Cw6 berhubungan
dengan Psors1, yang ditemukan dalam ikatan ketidakseimbangan kuat dengan HLA B-57 dan
HLA B-13, tetapi bukan HLA B-27, HLA B-38, atau HLA B-39. Alel yang mengkode HLA
B-13 dan HLA B-57 juga memiliki ikatan ketidakseimbangan yang kuat dengan alel HLA
DR-7 dan DQA1*0201, menekankan bahwa alel DR-7 dan DQA1*0201 juga dilaporkan
meningkat frekuensinya pada penderita psoriasis dan psoriatik arthritis
Ada 4 teori yang membicarakan hubungan HLA dengan penderita psoriatik arthritis.
Pertama, efek genetic alel HLA diperkirakan sebagai bukti baik pada psoriatik arthritis yang
bersifat sporadic ataupun dengan riwayat keturunan, memperlhatkan bahwa keduanya
disebabkan oleh gen yang sama. Kedua , walaupun HLA B-27 diperkirakan diturunkan secara
familial, namun tidak mempengaruhi semua individu dalam keluarga tersebut. Ketiga,
terdapat peningkatan frekuensi yang lebih tinggi dari alel HLA-Cw6 pada penderita psoriasis
tanpa psoriatik arthritis, dan peningkatan frekuensi yang lebih tinggi dari HLA B-27, HLA B-
38, atau HLA B-39 pada penderita psoriatik arthritis menjadi bukti molekuler heterogenitas
genetic penderita psoriasis dan psoriatik arthritis. Keempat, jika dibandingakn dengan
psoriasis, alur HLA yang mungkin menyebabkan psoriatik arthritis lebih sedikit dapat
disimpulakan melalui sketsa dan sangat berbelit-belit. Penemuan ini sangat kuat menunjukkan
bahwa gen MHC yang lain ikut berperan penting terhadap kemungkinan terjadinya psoriatik
arthritis pada penderita psoriasis.
8
Gambar 3. Tahap hipotetis dalam perkembangan psoriasis atau psoriatik arthritis. Tahap pertama merupakan salah
satu kerentanan genetik yang diilustrasikan pada kompartemen pertama. Molekul mayor histokompatibiliti
kompleks kelas I, self-peptide, dan lainnya masih belum diketahui gen berinteraksi dengan sel T repertoir yang
memiliki properti untuk pengenalan self-peptide yang penting untuk patogenesis psoriasis atau arthritis psoriasis.
Kompartemen kedua menggambarkan beberapa kemungkinan kejadian inisiasi dimana klon sel T dipilih pada tahap
pertama yang dipicu untuk mengenali self-peptde. Respon imun adaptif yang fisiologik ini diinisiasi oleh
mikroorganisme spesifik atau non-antigen-spesifik atau trauma. Pada tahap ketiga, jumlah yang tidak terbatas dari
autoantigen self-peptide mendorong respon imun terhadap ekspansi klonal dan fenotip efektor yang menyebabkan
psoriasis. Pada fase keempat, klon sel T tersebut memerlukan kemampuan untuk merespon self-antigen pada sendi.
Pada fase akhir, klon tersebut mendapat kemampuan untuk merusak sendi melalui pelepasan kemokin yang
mengumpulkan dan mengaktivasi monosit dan antigen sel T non-spesifik. Beberapa mekanisme inflamasi menandai
tahap ini.
Pemicu sel T: Tahap 2
Molekul HLA kelas 1 memiliki 2 fungsi yang berbeda. Pertama, secara spesifik
mengikat dan ,membawa peptide yang terlebih dahulu dikenali oleh reseptor sel T pada sel
CD8 T, dimana peristiwa pengenalan ini adalah sebagai respon imunitas adapif karena adanya
pathogen inraseluler. Kedua, molekul tersebut menautkan berbagai reseptor NK yang dibentuk
dari sel-sel NK atau efektor sel CD8 T pada system imunitas alami untuk memproses deteksi
reduksi pembetukan MHC sendiri, menemukan dan merubah sel terinfeksi yang patogen, dan
juga mendeteksi penyimpangn peningkatan molekul kelas 1 atau molekul terkait yang
diinduksi oleh stress dan luka. Suatu bagian yang mengatur aktivasi dan inhibisi reseptor NK
dipengaruhi oleh alel molekul HLA dan HLA-C tertentu yaitu system KIR (Killer Inhibitor
Receptor). Alel dari system KIR ini telah menunjukkan pengaruh terhadap alel HLA yang
diperkirakan sebagai penyebab psoriatik arthritis. Interpretasi arti hubungan HLA B-27 dan
kelompok kedua dari alel HLA kelas 1 termasuk HLA B-13, HLA B-57 dan HLA-Cw6 yang
9
diperkirakan sebagai penyebab psoriatik arthritis sesuai dengan mekanisme pathogenesis yang
telah digambarkan di atas. Pada mekanisme pertama, molekul HLA tersebut diharapkan
mampu meyeleksi kumpulan sel-sel CD8 T tertentu dengan mengikat dan membawa peptide
itu sendiri selama fase waktu positif seleksi kumpulan sel-sel T. pada mekanisme kedua,
molekul HLA tertentu ditarik secara berbeda-beda oleh berbagai variasi reseptor NK (contoh,
reseptor KIR).
Tahap kedua dari penyakit ini melibatkan aktivasi klonal sel-sel CD 8T dan alur yang
terjadi dibedakan dalam 2 bentuk yang memungkinkan. Alur pertama, kumpulan sel-sel T
diseleksi dari peptide masing-masing dan psoriasis yang mungkin disebabkan oleh alel-alel
tersebut. Hal ini lebih dapat disebut tahap pengabaian klonal daripada toleransi, dan
ketentuan yang sesuai untuk menstimulasi signal kepada sel T oleh molekul-molekul
tambahandi sel-sel dendritik yang aktif adalah suatu peristiwa yang terjadi sebagai hasil
akltivasi sel-sel T klonal. Sedangakan pada mekanisme imunitas alami, aktivasi imun
dilakukan oleh antigen asing atau dari diri sendiri yang tidak dapat diidentifikasi oleh peptide
yang terdapat pada jaringan otot atau ligamentum serta persendian. Sel CD8T mengatur
peptide keratinocyt yang diduga disebarkan dalam waktu tertentu ketika terjadi psoriasis
sampai fase psoriatik arthritis menyeluruh yang mungkin cukup diakibatkan oleh sejumlah
ekspansi klonal. Pilihan lainnya, sel-sel klonal ini dapat menyebar sebagai reaksi imun didapat
akibat adanya pathogen asing. Diduga, HLA berperan penting dalam mengatur proses
pengenalan dan memori pertama terhadap sel-sel asing yang masuk.
10
sendi dan inflamasi tendon, destruksi kartilago, serta aktivasi mesenkim yang ditandai oleh
fibrosis dan pembentukan tulang yang baru.
MANIFESTASI KLINIS
Onset dan Kejadian
Psoriatik arthritis khas terjadi pada usia antara 25-45 tahun, dan biasanya setelah
terkena psoriasis sekitar 10 tahun, tetapi bisa saja lebih singkat lagi. Onset yang lebih cepat
terjadi pada umur dewasa dan anak-anak karena dihubungkan dengan rentannya usia tersebut
terhadap kejadian dekstruksi arthritis. Secara khas, onset psoriatik arthritis lebih cepat terjadi
pada keluarga dengan riwayat yang sama. Psoriasis sama mengenai semua jenis kelamin,
tetapi lebih cepat terjadi pada anak wanita, tetapi jumlahnya hampir sama pada wanita
ataupun pria dewasa.
Onset arthritis ini seringkali tersembunyi, terkadang tiba-tiba, dan ada juga yang
sejalan mengikuti kerusakan pada sendi. Apakah adanya lesi ini mempercepat proses atau
mempermudah menarik perhatian pada proses yang sedang terjadi masih belum jelas.
Intensitas penyakit ini dan onset yang tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom arthritis reaktif
(lihat bab 20) atau gout (lihat Bab 161). Inflamasi pada jari tangan dan kaki serta adanya
pitting edema, yang terkadang asimetri, inflamasi jaringan tot atau ligament dan tenosinovitis
mungkin merupakan manifestasi pertama psoriatik arthritis dan menekankan adanya tendensi
terlibatnya bagian-bagian akral tungkai serta lengan pada psoriatik arthritis. Inflamasi yang
tersembunyi dari tulang belakang adalah gambaran yang penting bahwa telah terjadinya
penyakit axial dan ini adalah manifestasi awal psoriatik arthritis. (table 19-3). Gambaran
pokok, walau termasuk demam dan lesu, tetapi biasanya jarang, selalu menjdi bukti pada
onset fulminan dengan penyakit sendi yang luas. Bagaimanapun, angka pengendapan sel-sel
darah merah, C-reaktif protein, dan level cmplemen pada serum biasanya meningkat, sebagai
hasil aktivasi fase akut reaktan oleh sitokin.
Tabel 3. Inflamasi nyeri punggung dari inflamasi awal spondilitis, sakroiliitis, dan enthesitis aksial
Penyakit Kulit
Diduga, terjadinya penyakit dan betapa beratnya arthritis tidak berhubungan dengan
tingkat keparahan penyakit kulit yang diderita. Bagaimanapun, adanya remisi dan eksaserbasi
penyakit persendian ini hanya memiliki hubungan yang kecil dengan perubahan yang terjadi
pda penyakit kulit.
11
terisolasi; gejala-gejala ini tidak begitu diperhatikan oleh penderita sebagai bagian dari
penyakit. Enthesitis terkadang simetri dan tersebar luas, dimana penyebaranya ini akan
membedakan apakah penyakit ini berasal dari post-traumatik atau lesi tendon yang
berhubungan dengan resiko pekerjaan yang secara dominan mempengaruhi tungkai dan
lengan. Adanya teknik pencitraan yang semakin berkembang memberikan bantuan yang besar
untuk mengidentifikasi paradangan jaringan otot atau ligamentum dan gambaran lain dari
psoriatik arthritis ini. Property dari resonansi magnetic untuk pencitraan ligament dan
kartilago cukup kuat, begitu juga kemampuannya untuk mengidentifikasi edema jringan atau
efusi yang sedikit melalui berbagai tipe panjang gelombang. MRI memperlihatkan inflamasi
tulang sampai perbatasan dari insersio dimana sering terjadi perubahan dari jarin gan lunak.
Ultrasonografi memperlihatkan dengan jelas pembengkakan jaringan otot atau ligamentum
dan jaingan lunak di peritendineus begitu juga penggelembungan di batas bursa karena adanya
kumpulan cairan. Scintigrafi tulang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi gambaran
serta lokasi yang tepat tempat terjadinya enthesitis yang dapat meransang terjadinya infeksi.
Penyakit Kuku
Matriks kuku juga sering terkena pada penderita psoriatik arthritis, mengakibatkan
manifestasi yang berbeda-beda, termasuk bengkak pada kuku, hyperkeratosis subungual dan
onikolisis, kuku menjadi hancur, terbentuk garis Beau, leukonikia, bercak ikan salmon, bercak
eritem pada lunula, dan pembuluh darah yang berliku-liku yang dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Penyakit matriks kuku lebih kuat berhubungan
dengan psoriatik arthrtitis daripada psoriasis sendiri, sekitar 80-85 % penderita dengan
arthritis versus 20-30% penderita dengan penyakit kutaneus. Penyakit kuku dan paronikia
secara khusus dihubungkan dengan terlibatnya interpalang bagian distal pada jari yang sama
menyebabkan terjadinya distrofi bagian akral tubuh.
12
terkena akan terjadi pada rheumatoid arthritis. Pada beberapa contoh, terkenanya sendi tangan
dan kaki sangatlah luas (lihat Gambar 4).
Sendi-sendi besar yang terlibat pada psoriatik arthritis ini adalah termasuk sendi
panggul, lutut dan siku. Walaupun sering terlihat hanya salah satu sendi yang terkena, bisa
sendi panggul atau sendi lutut saja, dignostik dominan yang lebih dipertimbangkan pada usia
dewasa adalah osteoarthritis degeneratif, atau post-traumatik arthritis daripada psoriatik
arthritis.bentuk post-traumatik psoriatik arthritis pada atlit adalah gambaran yang khusus
untuk membedakannyadari luka mekanik yang murni. Pada sekitar 5% penderita dengan
psoriatik arthritis, karakter sendi yang mengalami lesi bias sangat destruktif dengan tanda-
tanda osteolisis, mengakibatkan terjadinya mutilasi arthritis. Ini adalah contoh yang jarang
terjadi, tetapi lebih banyak lagi sendi tangan dan kaki yang secara khas mengalami destruksi
yang berat sebagai sequel penyakit ini. Opera glass hand mengacu kepada pemendekan jari
tangan dan pergelangan tangan akibat osteolitik yang terjadi. Psoriasis pustular atau
eritroderma lebih sering terjadi diantara grup penyakit ini. Terkadang, sendi sternomanubrial
dan temporomandibular ikut terlibat pada penderita ini, secara khas berhubungan dengan
psoriatik arthritis yang luas.
Inflamasi jaringan sinovial pada psoriatik arthritis disertai dengan pembentukan cairan
sendi sebagai gambaran pathogenesis penyakit ini. Cairan ini didominasi oleh sel darah putih
dan sel-sel polimorponuklear, dengan level yang dapat mencapai 25.000/mm3, yang ternyata
dibentuk oleh IL-8. Jumlah limposit secara subtansial juga telihat meningkat, dan terutama
terdiri dri sel t dan sel NK, dengan jumlah CD 8 yang berlebihan. Fenotip sel T
menggambarkan aktivasinya dengan HLA DR, CD25, dan CD69 serta predominan pada
difrensiasi sel efektor memori, menjadi CD28, CD45RA, dan mengekspresikan berbagai
reseptor NK.
Sindrom tertentu menirukan psoriatik arthritis, tetapi secara meningkat terjadi
kesatuan yang khas; yang mengikutsertakan sindrm anterior dinding dada karena terkenanya
sternomanubrial dan costoclavikular, dimana penyakit sternomanubrial ini terjadi secara
terpisah; yang kemudian disebut sindrom SAPHO dan multifocal steomielitis yang rekuren.
Lihat daftar pustaka nomor 38 untuk lebih mendalami ini.
13
Terkenanya bagian axial hanya terjadi pada sepertiga kasus dan lebih sering terdapat
pad tulang belakang bagian bawah dan sendi sakroiliaka. Predisposisi terkenanya bagian axial
ini adalah akibat pengaruh hadirnya HLA B-27. Terkenanya bagian axial sering dihubungkan
dengan nyeri akibat inflamasi tulang belakang. (lihat Tabel 4). Terkenanya tulang belakang
berbeda dengan mekanismenya dengan terjadi pada ankilosing spondilitis. Tersebarnya
sindesmophyt submarginal dan apophyseal atau erosi odontoid ditemukan tanpa terbentuknya
vertebra persegi, terkenanya sendi apophyseal atau kalsifikasi ligamentum. Terkadang
nonmarginal sindesmophyte dapat melebar menjadi sangat besar pada paravertebral yang
bertolak belakang dengan pertumbuhan tulang ke atas dengan batas luarnya adalah annulus
fibrosus pada ankilosing spondilitis. Terbentuknya tulang baru yang berupa persegi,
terlibatnya sendi apophyseal dan kalsifikasi ligamentum pada bagian lumbal tulang belakang
sama dengan yang terjadi pada ankilosing spondilitis. Sakroiliitis lebih sering asimetris
sedangkan ankilosing spondilitis tampak asimetri. MRI adalah modalitas yang paling sensitif
dan spesifik untuk mengidentifikasi sakroiliitis dan perubahan lain pada tulang-tulang axial.
Apakah dengan memastikan terkenanya persendian sebagai prosedur x-ray yang khas
secara klinik pada penderita psoriasi telah dicoba diteliti leh beberapa studi dengan
menggunakan alat pencitraan terbaru seperti scanning radionuclide, ultrasonografi, atau MRI
nuclear. Dalam suatu penelitian untuk melihat terkenanya sendi tangan pada penderita
psoriasis nummular dengan menggunakan MRI, plak psoriasis, atau keduanya, terbebas dari
gejala arthritis, Ofidani dan kawan-kawan menemukan 68% penderita psoriasis memiliki
sedikitnya salah satu tanda arthritis dengan menggunakan MRI, seperti adanya pembengkakan
jaringan lunak, efusi periartikular, efusi sendi dan panus sinovial, efusi tendon, erosi tulang,
subluksasio, kista tulang, dan tanda abnormalitas subkondral, dimana dengan menggunakan
sinar x hanya menyatakan 32% abnormalita ssendisendi yang abnormal. Investigasi yang
lebih jauh untuk observasi dijamin, termasuk spesifisitas penemuannya.
Manifestasi Lain
Selain mengenai kutaneus dan muskuloskeletal, hampir ¼ psoriatik arthritis juga
mengenai mata. Konjungtivitis adalah yang paling sering terjadi dan biasanya respon
terhadap terapi simpomatik. Iritis terjadi setidaknya pada 5% penderita psoriatik arthritis.
Belum diketahui secara pasti apakah hal ini terkait dengan HLA B-27, karena inflamasi
saluran uvea sering dihubungkan dengan peningkatan alel ini, atau apakah merupakan salah-
satu gambaran intrinsik psoriatik arthritis juga. Pada inflamasi yang berat dapat
14
mengakibatkan perlekatan iris dan glukoma, yang sangat penting diketahui untuk mencegah
terjadinya iritis dengan terpi yang sesuai. Radang pembuluh darah kutaneus, yang merupakan
gambaran penyakit rematik autoimun, tidak ditemukan pada psoriatik arthritis.
Psoriatik Arthritis pada Anak. Terdapat dua sindrom yang secara jelas diklasifikasikan
sebagai psoriatik arthritis juvenile yang dibedakan berdasarkan onset usia dan gambaran lain.
Onset psoriatik arthritis juvenile sangat tinggi, yang etrbanyak pada wanita, antara 2-4 tahun
dan paling tinggi kedua adalah usia 11-12 tahun pada kedua jenis kelamin yang semakin
meluas samapi usia dewasa dan kebanyakan menyerupai penyakit pada rng dewasa. Anak-
anak usia 2-4 tahun yng tridentifikasi sebagai psoriatik arthritis juvenile kebanyakan adalah
perempuan, yang memiliki antibody-antinuklear positif, dan kelihatannya secara potensial
mengakibatkan uveitis anterior, berbeda jika dilihat pada anak perempuan muda (2-4 tahun)
dengan pausiartkular arthritis juvenile. Penyakit tersebut memiliki frekuensi HLA B-27 dan
HLA-Cw6 yang lebih rendah daripada penderita dengan onset yang lebih tua. Sangatlah
menarik, dimana onset awal dari psoriatik arthritis juvenile dapat menjadi variant dari
pausiartkular arthritis juvenile yang dikarakteristikkan oleh psoriasis dan inflamasi jari tangan
dan kaki serta secara fundamental dapat dibedakan dari psoriatik arthritis dapat dimengerti
dengan baik. Terbalik dengan rangkaian yang biasanya terdapat pada usia dewasa,
sekitar,1,5% penderita juvenile terkena arthritis dahulu sebelum penyakit kulit, dengan
interval waktu 8 tahun dari terjadinya psoriasis hingga arthritis. Psoriasis, atau adanya riwayat
keluarga sebelumnya dengan psoriasis, selalu menjadi nilai penting dalam diagnosis,tetapi
bila hal ini tidak ada, diagnosis sering terlambat dibuat mengingat adanya kesamaan penyakit
dengan pausiartkular arthritis juvenile. Terlibatnya bagian axial, jika ditemukan, selalu
dihubungkan dengan hadirnya HLA B-27. Terapinya sama jika penyakit yang terjadi pada usia
dewasa, dengan tambahan pertimbangan yaitu inflamasi kronik pada sendi dapat
mempertinggi maturasi epiphise yang mengakibatkan asimetri dan deformitas lengan serta
tungkai. Sebagai tambahan, penatalaksanaan penyakit ini cukup sulit karena dapat terjadi
sindrom Reye pada anak-anak yang mendapat terapi salisilat.
Psoriatik arthritis juvenile jangka panjang mengakibatkan poliartikular dengan
asimetrik kedua ekstremitas atas dan bawah serta terlibatnya jari tangan dan kaki yang
menonjol. Telah dibuat criteria untuk mengklasifikasikan psoriatik arthritis juvenile, ditambah
dengan hadirnya arthritis dan psoriasis atau riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit
ini, serta ditekankan adanya inflamasi jari tangan dan kaki, nail pitting, arthritis yang simetri,
rangkaian penyakit (oligoarthritis atau poliarthritis), antibody anti-nuklear, dan uveitis. Yang
menarik, ditekankan bahwa saling mempengaruhinya antara berbagai peristiwa yang
mencetuskan reaktif arthritis atau sindrom reaktif arthritis dengan terjadinya psoriatik arthritis
pada 5 anak yang dilaporkan positif HLA B-27 dinamakan dengan sebutan arthritis reaktif
juvenile yang diikuti oleh infeksi enteridis salmonella, 3 penyebab khas psoriasis setelah
sebulan terkena arthtritis.
Psoriatik Arthritis dan Infeksi Virus Human Imunodefisiensi. Di Amerika Utara dan
sebagian besar Eropa, psoriasis yang berat, psoriatik arthritis, dan sindrom reaktif adalah
masalah yang cukup memprihatinkan, terlebih lagi dengan semakin berkembangnya infeksi
HIV-1, dapat diredakan dengan terapi antiretroviral dan penatalaksanaan infeksi lainnya,
tetapi di beberapa daerah di dunia komplikasi infeksi HIV ini masih merupakan masalah yang
sangat berat. Onset psoriasis da psoriatik arthritis pada penderita yang terinfeksi HIV semakin
meningkat dengan berbagai gambaran yang dapat dibedakan dari sindrom Reiter.hal ini dapat
dipicu oleh infeksi sebelumnya dengan organism artritogenik gram negatif atau terjadi secara
lebih tersembunyi. Penyakit kulit akibat psoriasis dapat menjadi lebih berat jika disertai
didahului inflamasi bagian akral (lihat gambar 19-1). Sebagai kemungkinan, pada individu
15
yang didahului oleh psoriasis ringan, perkembangan AIDS (Acquired Immundeficiency
Syndrome) dapat diketahui melalui peningkatan yang tajam penyakit kulit berat dan
terjadinya psoriatik arthritis.
Perkembangan arthritis dibagi atas 2 bentuk: suatu bentuk akumulasi menjadi
intensitas penuh dalam beberapa minggu hingga bulan, atau pada yang lebih ringan, terjadi
bentuk kekambuhan dan remisi yang intermiten. Akumulasi yang terbentuk sering
dihubungkan dengan arthritis polyartikular yang menyebar luas (tetapi asimetri) dan
dikarekteristikkan dengan penebalan jaringan sinovial, erosi dan osteoporosis
juxtaartikular.terkenanya tangan dan ekstremitas atas lainnya secara predominan pada tahap
akumulatif ini. Sedangkan tahap intermiten biasanya terdiri dari oligoartikular pada lutut dan
terkenanya sendi siku. Enthesopaty yang berat dari tendon Achilles, fasia plantar, dan tendon
posterior serta anterior tibia dapat menyebabkan beberapa pasien tampak berjalan dengan cara
penderita “AIDS”, berjalan dengan kaki yang inverse dan ekstensi untuk mengurangi nyeri
dengan membagi berta badan ke lateral tubuh. Daktilitis pada jari kaki dan tangan sering juga
terjadi, bergabung dengan fasciitis plantar dan tenosinovitis ekstensor, dapat menyebabkan
selulitas dan edema. Walaupun sinovitis pada lutut tampak menonjol, penyakit pada panggul
dan bahu tampak tidak sering, sedangkan terkenanya bagian akral cukup ditekankan. Angka
kejadian terkenanya bagian axial tampak jarang, dengan sakrilitis pun sedikit sekali terlihat.
Manifestasi penyakit HIV-dihubungkan dengan psoriatik arthritis terhadap jaringan
kutaneus sering tumpang tindih dengan penyakit HIV-dihubungkan dengan sindrom reaktif
arthritis. Erupsi sering menyerupai psoriasis pustular yang tersebar luas dengan tendensi yang
besar ikut terlibatnya daerah paha (inverse atau sebopsoriasis). Perubahan intensifikasi yang
progresif pada distal jarikaki dan tangan tampak sangat menyolok. Sering dijumpai
akrokeratosis, terkadang dihubungkan dengan eritemadan formasi periungual
pseudoparonikia. Perubahan yang berat pada kuku tangan dan kaki seringkali disertai
terkenanya sendi interpalang bagian distal dan bermanifestasi secara klinik sebagai
onichodistropi dengan atau tanpa hyperkeratosis subungual.
16
terkenanya sendi axial secara luas dan asimptomatik tidak diperbaiki oleh satupun terapi
spesifik.
PENGOBATAN
Algoritma induksi terapi yang dirangkum pada Gambar 5 adalah hasil modifikasi dari
algroritma inisial yang diajukan oleh British Society of Rheumatology. Ini adalah jalan yang
paling ideal untuk mencapai pilihan terapi yang sesuai yang dapat diaplikasikan pada rata-rata
pasien, tetapi pastinya bukan ke seluruh pasien. Karena baik penyakit kulit maupun
muskuloskletal dapat menjadi gambaran yang mendominasi, pilihan yang dicantumkan dalam
algoritma seharusnya dimodifikasi lebih baik lagi untuk mengobati lesi kulit jika terjadi dalam
jumlah yang berlebihan. Contohnya, individu dengan mutilasi arthritis merupakan calon untuk
mendapatkan terapi imunobiologi yang dikombinasikan dengan DMARD dan dipindahkan
secara langsung dari bawah algoritma. Pada olgaritme, pasien dengan psoriasis srthritis perifer
melibatkan enthesis, sendi, atau keduanya tergantung tingkat keparahan penyakit dalam tiga
grup terapi awal, ringan, sedang, dan berat, yang hanya menerima obat antiinflamasi non
steroid (NSAIDs) atau dikombinasikan dengan terapi pertama DMARDs, sulfasalazine, atau
metotrexate (MTX), dan pada lebih berat diberikan kombinasi MTX dengan sulfasalazine.
Tiap terapi ini dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid local yang dimasukkan ke dalam
satu atau beberapa tempat yang mengalami enthesitis dan sinovitis. Terapi local terhadap
penyakit yang terlokalisasi lebih disukai daripada terapi sistemik. Kegagalan objektif dari
regimen adekuatyang dicobakan membawa pasien pada terapi kedua DMARDs seperti kelas
siklosporin sebagai penghalang calcineurin dan kelas leflunomide sebagai antimetabolit
DNA/RNA, termasuk di dalamnya azthioprine (Imuran). Kegagalan objektif adalah konsep
yang sulit untuk dicari penyelesaiannya, tetapi sebaiknya tetap mengikutsertakan perburukan
pasien dan kesepakatan dokter secar global serta mengumpulkan bukti dan data dari
perkembangan sinovitis dan enthesitis yang persisten; erosi kartilago dan tulang; terjadinya
fibrosis dan ankilosis sendi. Kriteria untuk terapi yang mengalami kegagalan dari British
Society of Rheumatology adalah dan dalam dua kejadian
selama 1 bulan. Kegagalan objektif dari pengobatan yang adekuat dengan lini kedua
DMARDs membawa pasien untuk mengikuti penggunaan obat imunobiologis, seperti
penghalang TNF. Bila respon terhadap pengobatan baik, maka regimen tersebut
dipertahankan.
Dalam kasus penyakit yang ringan, mempertahankan regimen adalah kelanjutan
masuknya untuk NSAID. Untuk psoriatik arthritis berat, pilihan untuk mempertahankan terapi
lebih sulit dan tatanannya masih belum cukup kuat, walaupun dasar atau prinsip pengobatan
adalah kerja obat sebagai garis bawah untuk menginduksi, dan ikut melangkah balik
berdasarkan skema.
17
dan analgesic dapat digunakan untuk terapi walaupun mereka memiliki perbedaan sebagai
anti-inflamasi dalam efikasi dan toksisitasnya. Menggunakan NSAID sebagai pilihan awal
yang utama dianjurkan sesuai pengalaman dokter dan dengan melihat respon pengobatan pada
pasien. Naproxen dan Indometasin adalah obat-obat klasik NSAID yang memiliki efikasi
paling besar dalam pengbatan spondiloarthritis. Efek yang merugikan dari penggunaan
NSAID ini adalah bersifat toksik terhadap lambung dan ginjal, reaksi hipersensitifitas,
mempengaruhi system saraf pusat, dapat menyebabkan tinnitus dan sakit kepala, serta
kelainan koagulasi (pembekuan darah). Pada beberapa pasien dengan psoriasis, penggunaan
NSAID menginduksi idiosincratik yang meluas pada lesi kulit psoriasis, sebagai akibat dari
meningkatnya produksi leukotrine yang terjadi karena inhibisis cyclooksigenase. Kebanyakan
pasien mendapatkan bat ini secara bebas tanpa resep dari dokter. Sebelum memulai terapi
dengan NSAID pasien harus ditanyakan apakan penggunaan aspirin atau NSAID
menyebabkan bercak psoriasis meluas, sehingga harus dihindari pemakaiannya pada keadaan
tersebut.
Gambar 5. Algoritma merangkum pilihan untuk induksi pengobatan psoriatik arthritis yang meliputi sendi
perifer berdasarkan respon atau tidak respon. NSAIDs = nonsteroidal anti-inflammatory drugs; TNF = tumor
necrosis factor
Kurangnya respon yang adekuat terhadap terapi NSAID memberikan pilihan pada kita
untuk menambah obat-obat lainnya. Jika sendi yang terlibat terbatas atau hanya pada 1 atau 2
tempat, injeksi steroid local intra artikular dapat meredakan sinovitis yang berat, dimana
respon enthesitis dan tendinitis terhadap injeksi yang disuntikkan pada lapisan penutup tendon
dapat dilihat melalui pencitraan ultrasound untuk memastikan hantaran obat ke tempat yang
semestinya.
18
Steroid sistemik tidak selalu harus diberikan karena efikasinya cukup rendah pada
pasien psoriatik arthritis dibandingkan dengan penyakit autoimun lainnya, ditambah lagi
resiko yang menimbulkan perubahan menjadi psoriasis pustular, pengulangan penyakit karena
penghentian terapi sementara, dan komplikasi lain dari terapi steroid yang telah diketahui
sebelumnya.
Metotreksat. MTX adalah pilihan obat awal untuk terapi psoriatik arthritis yang berat disertai
penyakit kulit yang ringan hingga berat. Baik MTX parentral dan peroral , tetap efektif pada
psoriatik arthritis. Efikasi MTX secara parenteral menunjukkan bahwa pemakaian obat MTX
dengan jalur ini memiliki beberapa keuntungan untuk menginduksi fase terapi khususnya
penyakit berat yang tidak kentara. Sedangkan untuk dosis mempertahankan terapi, MTX
dapat diberikan secara oral. Efek yang merugikan dari MTX dibahas di BAB 228. Kerusakan
sistem imunitas minimal yang terkadang menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi
opurtunistik seperti Pneumocytis carinii yang harus selalu kita ingat jika menegakkna
diagnosis pneumositis yang diakibatkan oleh penggunaan MTX.
Walaupun dalam dosis yang lebih tinggi, MTX masih merupakan obat yang bekerja
sebagai antimetabolit DNA, terapi MTX pada pasien psoriatik arthritis dan rheumatoid
arthritis terjadi karena peningkatan pelepasan adenosine, yang seharusnya berikatan dengan
19
reseptor 2A dan 2B, sehingga kemudian terjadi pelepasan citokin sebagai sel-sel inflamasidan
kemokin oleh makropag. MTX juga meningkatkan produksi citokin sebagai anti-inflamasi,
seperti IL-10, yang oleh makropag diubah menjadi sel-sel pendukung aktivitas inflamasi.
Untuk mendukung kesimpulan bahwa efek antiinflamasi tidak mempengaruhi kerja antifolat
maka dibuat suatu rekomendasi bahwa MTX dapat diberikan bersama dengan asam folat.
Cara kerja MTX pada proses inflamasi oleh infiltrate sel T di jaringan sinovial adalah
sama dengan hipotesis kerja obat yang dibuat sebelumnya. Obat ini mengurangi infiltrate
poliklonal yang didominasi oleh sel-sel CD4 T tetapi pengaruhnya sangat kecil pada
penyebaran antigen poliklonal CD8 yang berlangsung lebih dari 12 hingga 18 bulan masa
terapi. Ketidakmampuan terapi MTX untuk megeliminasi sel-sel klonal CD 8 yang tersebar
luas memperlihatkan bahwa MTX lebih bersifat supresif daripada kuratif, dan sel-sel klonal
ini mungkin dapat menjadi dasar perburukan penyakit apabila terapi MTX dihentikan.
Antimetabolit DNA dan RNA. Selain leflunomide, sekarang ini banyak agen yang
dikenalkan dapat menghambat sintesis denovo ribonukleotida, tempat dari antimetabolit DNA
dan RNA pada terapi arthtritis psoriasis kurang diterima sebagai analisis terbaru,
dibandingkan dengan agen imunobiologi tetapi antimetabolit terlihat berperan pada penyakit
ini, khususnya dalam maintenance fase terapi. Agen ini berpotensi sebagai dampak langsung
populasi limfosit yang diduga berperan pada penyakit ini. Seperti pada diskusi imunobiologi
pada agen imunobiologi terdapat kelas yang beresiko mengalami imunosupresi tetapi
kegawatan autoimun telah dilaporkan.
Leflunomid menghambat sintesis de novo ribonukleotida. Level rendah dari triger
ribonukleotida p 53 untuk memblok masuknya limfosit dalam fase S dan menghambat
pelepasan sitookin. Efek terapi diterima 2 atau 3 bulan untuk dapat bermanifestasi dan
menetap untuk periode yang lama, memerlukan chelation oleh cholestiramin untuk
mengeliminasi pada respon yang merugikan. Pada percobaan double blind selama 24 minggu,
36,3 % pasien dengan athritis psoriasis yang diterapi dengan leflunomid mencapai kriteria
American College Of Rheumatology 20 percent improvement (ACR 20) dibandingkan dengan
20 % plasebo yang diterapi sebagai kontrol. Leflunomid memiliki efek moderate urutan kedua
20
DMARD untuk psoriasis. Spektrum yang memiliki efek tidak menguntungkan dan
kontraindikasi harus dikonsulkan.
Azathioprine, dipelajari pada random trial, mampu dibandingkan dengan efikasi MTX
pada psoriatik arthritis, tetapi memilki efek kecil pada penyakit kulit membatasi potensi
penggunaan pada ketidakseimbangan penyakit muskuloskletal. Supresi bone marrow adalah
efek merugikan yang pertama. Mycophenolate mofetil tidak dipelajari pada trial randomisasi
tetapi memperlihatkan efikasi pada studi open label, dengan potensial yang kecil untuk
supresi sumsum tulang. Itu juga digunakan unntuk terapi uveitis. Laporan tunggal efikasi 6-
thioguanine pada terapi psoriasis dihunbungkan dengan deplesi dan induksi dari apoptosis
pada aktivasi limfosit T, dikatakan bahwa campuran ini dapat bermanfaat pada athritis psoriasi
berat sebagai komlpemen untuk aksi memblok MTX dan TNF.
Bahan Imunobiologik
Obat imunobiologik baru ditawarkan, lebih tajam, tetapi mahal untuk menghalangi beberapa
jalur patogen psoriatik arthritis (lihat Gambar 2). Kemajuan penting yang pertama pada area
ini mengaktivasi efektor sitokin yang disekresikan oleh monosit yang diaktivasi. Karena
peranan penting dari TNF alfa sebagai efektor inflamasi pada psoriatik arthritis, agen anti
TNF infliximab dan etanercept menerima sebuah tempat penting pada terapi psoriatik arthritis
berat yang dekstrutif khususnya pada individu yang tidak merespon dengan MTX.
Entanercept adalah reseptor dari fusi protein yang terikat pada sirkulasi TNF alfa sedangkan
infliximas adalah antibodi chimeric monoklonal yang mengikat TNF alfa pada sirkulasi dan
bentuk iktan reseptor. Adalimumab adalah antibodi monoklonal manusia yang mengikat
sirkulasi dan ikatan reseptor TNF alfa.
Etanercept. Dari 86 pasien yang melengkapi trial double-blind randomisasi untuk etanerrcept
yang diberikan subcutaneus dua kali seminggu pada terapi selam 48 minggu, 59 %
memperlihatkan perkembangan yang mendukung ACR20 dibandingkan dengan 13 %
kelompok plasebo. Perkembangan klinik yang maksimal terjadi antara 4-12 minggu. Progresi
radiografic dicegah selama terapi. Pada 24 minggu, 47 % dari pasien yang diterapi mencapai
Psoriasis Area and Severity Index (PASI) -50 dibandingkan dengan 18 % kelompok plasebo.
Sedangkan hanya 23 % pasien yang memiliki respon PASI-75. Etanercept sebagai
monoterapi 50 mg dua kali semingi tidak menyediakan penambahan efikasi ketika
dibandingkan dengan dosis standar 25 mg dua kali seminggu.
Infliximab. Infliximab diberikan intravena pada minggu 0, 2, 6, dan 14 pada plasebo kontrol
studi double blind yieled pada 65 % ACR20 pada kelompok terapi dan 10 % pada kelompok
plasebo ketika dievaluasi pada minggu 16. 46 % dan 26 %, mencapai respon ACR50 dan
ACR70 dengan 0 persen pada kelompok plasebo. Respon klinis terlihat pada minggu pertama
terapi dan mencapai maksimal pada minggu 12. 68 % dari itu dengan meliputi kulit mencapai
PASI-75 melawan 0 % pada kelompok plasebo. Perkembangan pada kulit dan
muskuloskeletal menetap sampai minggu ke 50. Infliximab terlihat menjadi lebih potensial
dari ketiga agen, diharapkan karena dari rute cara intravena, ini disarankan menjadi agen
pilihan pada psoriatik arthritis yang sangat berat dan progresif cepat.
Adalimumab. Adalimumab yang diberikan subkutaneus dua kali seminggu pada placebo
controlled double blind study, 57 % ACR20 pada kelompok terapi dan 15 % pada kelompok
plasebo ketika dievaluasi pada minggu ke 24. 39 % dan 23 % berturut- turut mencapai
respon ACR50 dan ACR70, dengan 6 % dan 1 % berturut – turut merespon kelompok
plasebo. Respon maksimal dicapai pada minggu 12. 59 % yang melibatkan kulit mencapai
21
PASI-75, melawan 1 % pada kelompok plasebo. Kulit dan muskuloskletal berkembang
menetap melewati terapi 50 minggu.
Terapi anti TNF alfa dihasilkan pada reduksi garis penebalan lapisan, vaskularitas, dan
infiltrasi dengan neutrofil dan makrofag. Diperlihatkan bahwa terapi blokade TNF
mempunyai reaksi yang sama dengan MTX pada eliminasi komponen besar dari jalur efektor
inflamasi sendi, tanpa aksi yang significant pada populasi limfosit yang mendasari jalannya
autoimun pada psoriatik arthritis. Tampilan dari respon banyak pasien untuk agen ini, bentuk
yang membingungkan dari farmakologi mereka yang Kira – Kira satu – tiga pasien dengan
penyakit berat tidak memiliki efek yang memuaskan. Diduga bahwa penyakit mereka tidak
menggunakan jalur yang melibatkan TNF alfa. Pentingnya, sedikit atau tidak menambah
efikasi yang terlihat pada setiap studi ketika TNF bloker dikombinasikan dengan MTX,
diharapkan karena mereka menghalangi jalar yang sama dengan makrofag yang merupakan
mediasi inflamasi. Dukungan yang hati –hati pada kombinasi leflunomid atau antimetabolit
lain dengan infliximab, melihat mekanisme reaksi komplementari, tetapi pada beberapa unit
rate yang tinggi dari keadaan yang merugikan berkaitan dengan frekuensi terapi yang tidak
berkelanjutan. Terapi kombinasi ini dipertimbangkan kebenarannya untuk diagnosis dan terapi
pasien lebih awal yang beresiko untuk mengalami progresivitas cepat dan untuk pasien yang
tidak merespon dengan monoterapi; ini disarankan untuk menambah agen biologi yang
sebelumnya menetapkan leflunamid monoterapi dibandingkan memulai kedua terapi simultan.
Pada tingkatan ilmu pengetahuan, terdapat sedikit informasi dari klinikal trial yang tepat
untuk memberikan petunjuk kepada dokter ketika menghentikan terapi blokade TNF dan
pilihan obat maintenance yang sempurna. MTX biasanya digunakan dalam situasi ini tetapi
secara rasional dapat dibuat untuk menggunakan agen yang sesuai target sel.
Mempertimbangkan peran sentral dari TNf alfa dalam efektor lengan respon imun
innate dan adaptive, sebuah antisipasi berdampak pada blokade jalur yang potensial merusak
seluruh fungsi imun. Ini dicerminkan oleh kecepatan aktivasi infeksi laten M. tuberculosis
dengan terapi, mengenai infeksi opertunistik, dan perkembangan dari limfosit B. Resiko
reaktivasi infeksi M. tuberculosis laten lebih besar dengan infliximab daripada dengan
etanercept, mungkin karena infliximab dan adalimumab mengurangi proporsi dari respon
tuberculosis sel CD69+ CD4 dengan 70 % dan 64 %, berturut-turut dan supresi antigen
menginduksi produksi interferon gamma dengan 70 % dan 64 %; pada kenyataannya
etanercept menghasilkan efek yang tidak significant. Sebuah ketidakantisipasian efek yang
merugikan pada agen ini adalh perkembangan penyakit autoimun tertentu selama terapi,
meliputi penyakit seperti lupus, vaskulitis leukositoclasic dan Guillian Barre atau multiple
sklerosis seperti penyakit demielinisasi. Terapi kombinasi dengan leflunomid bisa menambah
kemungkinan perkembangan penyakit autoimun. Perkembangan antibodi antinuclear dan anti
– DNA dan bukti serologi dari autoimun, meliputi antibodi anticardiolipin dan antibodi
sitoplasma antineutrofil, biasanya terjadi selama terapi. Yang utama dari imunoglobulin M (Ig
M) atau Ig A dan biasanya berkurang pada titer atau hilang setelah terapi dihentikan. Banyak,
atau tidak semua penyakit autoimun ringan dan biasaya membatalkan discontinuitas biologi.
Mekanisme yang bertanggung jawab untu keadaan autoimun yang diinduksi oleh blokade
TNF masih belum jelas. Secara garis besar untuk menggunakan agen ini harus
dikonsultasikan sebelum terapi untuk lebih dipertimbangkan.
Alefacept. Kelompok lain yang lebih awal mengenalkan imunobiologi yang memblok induksi
atau maintenance aktivasi sel T pada psoriatik arthritis. Alefacept adalah fusi protein LFA 3-Ig
yang secara khusus target sel T oleh blokade interaksi LFA3 –CD2 yang menyediakan
komponen signal 2 pada aktivasi limfosit. Alefacept juga triger apoptosis atau membunuh
memori sel T yang aktif mengekspresikan level tinggi CD2 melalui ikatan dengan reseptor
22
FcRII Ig G pada sel NK dan makrofag. Alefacept pada kombinasi dengan MTX utnuk terapi
psoriatik arthritis memberikan respon ACR20 pada minggu 25 pada 54 % pasien
dibandingkan dengan 23 % pada plasebo ditambah kelompok control MTX. 53 pasien yang
menerima alefacept plus MTX telah berkurang pada PASI mereka pada minggu 14
dibandingkan dengan 17 % yang menerima plasebo plus MTX. Pembangkit biologi lain
seperti anakinra, sebuah receptor antagonis IL-1 (IL-1ra) atau abatacept, reagen Ig CTLA-4
yang memblok CD28 dari menerima signal stimulatori 2, nidal ada klinikal trial pada psoriatik
arthritis. Efalizumab adalah antibodi monoclonal recombinan pada manusia yang melawan
CD11a yang memblok adhesi LFA1/intraseluler yang tidak terlihat untuk memperbaiki
penyakit tulang sendi.
23