Anda di halaman 1dari 26

Tugas baca buku pekan IX

Topik : Dermatitis Kontak Alergi


Divisi : Alergo imunologi
Residen : dr. Vita Silvana
Pembimbing : Prof. DR.dr. HM. Athuf Thaha, SpKK(K)
dr. Nopriyati, SpKK
Sumber : Tardan MPC, Zug KA. Alergic contact dermatitis. In: Wolff, Goldsmith, Katz Si, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Volume 1.
8th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. P.152-164

DERMATITIS KONTAK ALERGI (DKA)


Sekilas dermatitis kontak
 DKA merupakan cell mediated (tipe IV), tipe delayed, reaksi hipersensitivitas disebabkan kulit
kontak dengan alergen lingkungan
 Sensitisasi utama terhadap bahan kimiawi dibutuhkan untuk timbul alergi
 Manifestasi klinis DKA adalah dermatitis eczematous
 Fase akut ditandai dengan pruritus, eritema, edema dan vesikel selalu terdapat pada area yang
terpajan langsung. Kontak rekuren terhadap alergen pada individu yang tersensitiisasi akan
mengakibatkan penyakit kronik, dimana biasanya ditandai oleh plak eritem likenifikasi dengan
bermacam hiperkeratosis, dan fisura yang dapat menyebar disekitar area terpajan.
 Gatal dan bengkak adalah komponen utama dan dapat menjadi penanda terhadap alergi
 Tangan, kaki, dan wajah (termasuk kelopak mata), merupakan lokasi DKA umumnya
 Tes Patch fundamental untuk identifikasi alergen penyebab dan diindikasikan untuk pasien
dermatitis persisten atau rekuren suspek DKA
 Menghindari adalah pengobatan utama DKA. Edukasi pasien mengenai menghindari alergen dan
substansi yang berhubungan dan menyiapkan alternatif yang sesuai untuk hasil yang bagus.

Sebagai organ terluas pada tubuh manusia, kulit adalah organ kompleks dan dinamis yang
banyak gunanya, fungsi barier imunologik dan fisik terhadap lingkungan. Oleh karena itu,
kulit merupakan pertahanan utama yang berhadapan dengan pajanan lingkungan terhadap
bermacam bahan kimia. DKA tercatat paling tidak terdapat 20% atau lebih kasus insiden baru
pada kelompok dermatiti kontak (DKI sejumlah 80%). DKA sesuai namanya
mengimplikasikan, reaksi inflamasi kutaneus adverse disebabkan terpajan dengan alergen
spesifik eksogen terhadap orang yang telah tersensitisasi alergen. Lebih dari 3700 bahan
kimiawi telah dikenal sebagai agen penyebab DKA pada manusia. Setelah kontak dengan
alergen, kulit bereaksi secara imunologik, memberikan gambaran klinis inflamasi eczematous.
Pada DKA keparahan dermatitis eczematous dengan range sedang, kondisi singkat sampai
parah, persisten dan penyakit kronik. Identifikasi alergen secara tepat dengan tes tempel
epicutaneus telah menunjukkan perbaikan kualitas hidup diukur sesuai alat standar, setelah tes
dilakukan agar menghindari alergen merugikan dan kemungkinan remisi dari kondisi yang
memperberat. Pengenalan tanda dan gejala awal, dan tes tempel yang sesuai menentukan
evaluasi pasien DKA.
1
EPIDEMIOLOGI
Suatu penelitian kecil tetapi bersubstansi telah meneliti prevalensi alergi kontak pada populasi
umum dan subkelompok acak dari populasi umum. Pada tahun 2007, Thyssen dan kolega
melakukan penelitian retrospektif yang mencatat gejala utama dari penelitian epidemiologi
kontak alergi yang telah diterbitkan sebelumnya pada populasi acak termasuk semua
kelompok usia dan negara yang paling sering menerbitkan (Ameerika Utara dan Eropa barat).
Berdasarkan bermacam kumpulan data yang telah diterbitkan antara 1966-2007, prevalensi
median kontak alergi terhadap paling tidak satu alergen pada populasi umum sebanyak 21,2%.
Sebagai tambahan, penelitian menemukan bahwa prevalensi alergen kontak paling sering
pada populasi umum adalah nikel, thimerosal dan campuran wewangian. Hal yang penting,
prevalensi kontak alergi terhadap antigen spesifik berbeda di setiap negara dan prevalensi
terhaap alergen spesifik tidak selalu statis, dipengaruhi perubahan dan perkembangan
lingkungan regional, bentuk pajanan, standar pengaturan dan kebiasaan sosial dan nilai.
Catatan akhir mengenai epidemiologi, alergi kontak disebabkan oleh bahan yang
ditemukan pada produk perawatan diri (kosmetik, toiletries) adalah masalah yang umum, kira-
kira sebanyak 6% dari populasi diperkirakan memiliki alergi kontak berkaitan dengan
kosmetik. Alergi kontak terhadap bahan perawatan diri selanjutnya akan didiskusikan.

Usia
Lebih dari 1 dekade terakhir, banyak penelitian mengenali dermatitis kontak sebagai
penyebab penting dermatitis chilhood, dan diagnosis umum diantara anak-anak; sering
disamakan pada anak seperti pada dewasa, meskipun alergen yang umum telah diidentifikasi
berbeda pada setiap kelompok usia. Di sisi lain, meskipun alergi campuran wewangian adalah
sensitiser penting pada semua usia, banyak penelitian, seperti tahun 2001 penelitian
Augsburg, yang berdasarkan usia dewasa 28-75 tahun, telah menunjukkan peningkatan
signifikan alergi campuran wewangian dengan peningkatan usia. Hal serupa, Magnusson dkk
menunjukkan tingginya prevalensi (4,7%) Myroxylon pereirae (balsam of Peru-penanda
alergi wewangian) sensitisasi diantara pasien usia 65 tahun di Swedia. Hal serupa lainnya,
baru-baru ini penelitian Danish menunjukkan prevalensi alergi hingga terjadi peningkatan
diantara usia 41-60 tahun.

Jenis kelamin dan ras


2
Karena sangat sedikit penelitian tentang pengenalan sensitisasi kontak alergi pada laki-laki
dan perempuan, perbedaan jenis kelamin pada perkembangan DKA sangat tidak diketahui.
Ketika manusia mengulang metoda tes tempel dulu digunakan untuk mengukur tingkat
induksi 10 alergen yang umum, pada penelitian ini perempuan lebih sering tersensitisasi 7
dari 10 alergen. Dengan tanda dan frekuensi, Thyssen dan kolega mendapatkan prevalensi
median alergi kontak pada populasi umum sebesar 21,8% pada perempuan dan 12% pada
laki-laki. Ketika menilai spesifik terhadap sensitivitas nikel, penelitian yang sama
menunjukkan prevalensi jauh lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (17% pada
perempuan dan 3% pada laki-laki). Hal ini mungkin sesuai fakta bahwa banyak penelitian
telah menunjukkan tindik telinga merupakan faktor signifikan yang berkembang menjadi
alergi nikel. Oleh karena itu prevalensi tertinggi alergi nikel pada perempuan dapat dijelaskan
oleh prevalensi median lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (81,5% pada
perempuan, 12% pada laki-laki) dari populasi penelitian.
Peranan ras, jika ada, pada perkembangan DKA terhadap alergen potensial seperti
para-phenylenediamine (PPD), masih kontroversial. Sedikit penelitian menyatakan tingkat
sensitisasi rendah terhadap nikel dan neomisin di orang amerika afrika dibandingkan
kaukasia. Sesuai protokol tes tempel, reaksi evaluasi positif dapat menjadi sedikit lebih sulit
pada tipe kulit yang lebih gelap (Fitzpatrick tipe V dan VI), seperti eritema tidak dapat
dikenali, mengakibatkan risiko reaksi alergi positif sedang. Bagaimanapun, edema dan
papul/vesikel biasanya terlihat dan dapat teraba; oleh karena itu palpasi pada letak tes tempel
dapat membantu mendeteksi reaksi alergi pada pasien dengan kulit lebih gelap. Akhirnya,
kulit yang lebih gelap, lokasi tes tempel setelah dilepas lebih sulit ditandai. Untuk kulit yang
sangat hitam, tinta fluorescent mungkin yang terbaik, tanda dilihat dengan lampu Wood di
dalam ruang gelap.

Etiologi dan patogenesis


DKA timbul sebagai cell-mediated klasik, reaksi hipersensitivitas delayed (tipe IV). Seperti
reaksi imunologi, hasil dari pajanan dan diikuti sensitisasi host dengan genetik susceptible,
terhadap alergen lingkungan, yang pada pajanan ulang dapat memicu reaksi inflamasi
kompleks. Hasilnya gambaran klinis adalah eritema, edema, dan papulo-vesikulo, biasanya
distribusi pada kontak dengan alergen, dan pruritus sebagai gejala utama. Beberapa seperti
reaksi, individu harus memiliki pajanan cukup dengan bahan kimiawi yang mensensitisasi,
dan kemudian terdapat pajanan ulang. Hal ini penting untuk membedakan dengan DKI
dimana tidak terdapat reaksi sensitisasi,dan intensitas reaksi inflamasi iritan sesuai dengan
3
dosis – jumlah konsentrasi bahan iritan. Pada DKA, hanya dalam menit sejumlah alergen
dibutuhkan untuk mengelisitasi reaksi alergi. Teerdapat dua fase berbeda pada perkembangan
DKA: fase sensitisasi dan elisitasi.

Gambar 13-1 vesikel dan papul eritem


merupakan karakteristik alergi kontak
pada fase akut

Fase sensitisasi
Kebanyakan alergen lingkungan kecil, molekul lifofilik dengan berat molekular rendah (< 500
dalton). Alergen yang tidak terproses dikenal sebagai hapten. Saat hapten penetrasi ke kulit,
maka akan berikatan dengan protein karier epidermal untuk membentuk kompleks protein-
hapten, yang menghasilkan antigen lengkap. Selanjutnya, APC kulit (sel langerhan dan/ sel
dendrit dermal), mengambil kompleks protein-hapten dan diekspresikan pada permukaannya
sebagai molekul HLA-DR. APC kemudian bermigrasi melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional dimana akan timbul kompleks HLA-DR-antigen menjadi sel T naive spesifik-
antigen, keduanya mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR dan lebih
spesifik kompleks CD3 reseptor sel T yang mengenali antigen yang telah diproses. Antigen
dapat pula dipresentasikan pada molekul MHC kelas I, pada kasus ini akan dikenali oleh sel
CD8. Selanjutnya, sel T naive akan diselubungi dan didiferensiasi ke dalam memori (juga
sebagai sel T efektor) yang melakukan ekspansi klonal, membutuhkan antigen homing skin-
spesifik, dan meninggalkan kelenjar limfe masuk ke sirkulasi. Klon CD4+ Th1 dan CD8+ tipe
1 sel T sitotoksik kemudian mampu bertindak sebagai efektor pada target sel yang nantinya
mempresentasikan antigen. Fase sensitisasi berlangsung selama 10-15 hari dan kadang
asimptomatik. Pajanan ulang terhadap antigen atau rechallenge, mengakibatkan fase elisitasi.
Seperti rechallenge, dapat timbul melalui rute multipel, termasuk transepidermal,
subkutaneus, intravenous, intramuskular, inhalasi, dan oral.

4
5
Fase elisitasi
Selama fase ini, APCs dan keratinosit dapat mempresentasikan antigen dan mengakibatkan
pengambilan sel T spesifik – hapten. Pada respon ini, sel T melepaskan sitokin, termasuk
IFNγ dan TNF α, yang berikutnya, menarik sel inflamasi lain sambil menstimulasi makrofag
dan keratinosit untuk lebih banyak melepaskan sitokin. Respon inflamasi terjadi saat monosit
migrasi kedalam area yang terkena, matang menjadi makrofag, dan menarik sel T lebih
banyak. Keadaan proinflamasi lokal ini mengakibatkan gambaran klinik klasik inflamasi
spongiotik (kemerahan, edema, papul, dan vesikel dan hangat). Perkembangan terbaru
mengenai patofisiologi DKA telah menunjukkan peranan penting imunitasi innate kulit pada
proses sensitisasi; telah mengubah dogma bahwa sel langerhans berperan pada DKA; dan
menyatakan alam, model dan lokasi aksi sel T regulator yang mengontrol inflamasi kulit (box
6
13.1) Pemahaman baru ini dapat memfasilitasi perkembangan strategi induksi toleransi,
serupa dengan identifikasi target novel untuk agen farmakologik pada pengobatan DKA.

Pendekatan Klinis
Pendekatan algoritma terhadap pasien akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Pertimbangan diagnosis
Karakteristik dan distribusi dermatitis harus mencapai indek tersangka DKA. Oleh karena itu,
setiap pasien dengan dermatitis eczematosa harus ditandai kemungkinan menderita DKA
(gambar 13-2). Sebagai tambahan, harus dipertimbangkan alergi kontak pasien terhadap tipe
dermatitis lain (misal atopik) yang persisten dan rekalsitran meskipun mendapat terapi
standar, seperti pada pasien eritroderma atau dermatitis generalisata scatered. Lebih lanjut,
penting untuk mencatat, bahwa pasien dermatitis stasis berisiko tinggi menjadi DKA dari
pengobatan topikal dan losion, yang kadang diaplikasikan pada inflamasi kronik oklusi dan
kerusakan kulit (gambar 13-3). Untuk alasan itu, DKA harus selalu diibedakan dari lesi di
sekitar ulkus tungkai. Akhirnya, penting untuk menghindari persepsi berbeda mengenai DKA
yang dapat mengubah kemampuan klinisi untuk mengenali dermatitis kontak. Hal ini
disampaikan oleh Mmarks dan DeLeo dan termasuk:
- DKA tidak selalu bilateral meskipun pajanan antigen bilateral (misal alerggi sepatu
atau sarung tangan)
- Meskipun ketika pajanan terhadap alergen seragam (misal alergi kontak terhadap
bahan krim yang dioles di wajah), manifestasi eczema sangat jarang berupa patch.
- DKA dapat dan memang melibatkan telapak tangan dan kaki.

Gambar 13-2 Gambaran tipikal dermatitis eczematosa timbul bersama DKA. A. Perhatikan plak eritem
berskuama dengan beberapa fisura pada tangan. B. Papul eritema, tersebar pada lengan bagian ekstensor. Hal ini
merupakan gambaran tipikal alergi kontak terhadap bahan produk perawatan kulit

7
Anamnesis
Langkah awal dalam diagnosi DKA adalah anamnesis lengkap mengenai pajanan lingkungan
dan obat. Anamnesis dapat dimulai dengan pembahasan perjalanan penyakit sekarang,
menitikberatkan pada onset lokasi masalah dan agen topikal yang digunakan untuk
mengobatinya (termasuk obat yang dibeli sendiri dan resep). Riwayat penyakit kulit dahulu,
atopi dan kesehatan umum harus diperiksa secara rutin. Diikuti dengan riwayat detail
penggunaan produk perawatan diri (sabun, sampo, kondisoner, deodoran, losion, krim,
pengobatan, produk hairstyling) dan pemeriksaan hal yang dihindari maupun hobi pasien.
Pekerjaan harus ditanyakan dan jika memberikan kontribusi atau terdapat pajanan alergen
potensial, kemudian riwayat pekerjaan lengkap harus dicari. Pekerjaan yang melakukan cuci
tangan, penggunaan sarung tangan atau pajanan bahan kimiawi yang sering harus dapat
menjadi suspek utama, diantara yang lain.

Gambar 13-3 dermatitis stasis adalah


faktor risiko perkembangan alergi
kontak. Hal ini mungkin karena aplikasi
yang semakin banyak dari produk yang
mengandung alergen. Produk tanpa
frekuensi tinggi alergen positif lebih
sering pada area ini

MANIFESTASI KLINIS
Temuan di Kulit
Gambaran klasik DKA adalah pruritus, dermatitis eczematosa awalnya terlokalisasi pada
tempat primer pajanan alergen. Bentuk geometrik atau linear melibatkan area kulit fokal,
dapat menjadi suggestive etiologi eksogen (gambar 12-4B). Gambaran linear atau garis pada
ekstremitas, sebagai contoh, kadang DKA dari racun Ivy, racun oak, atau racun sumac.
Biasanya, bahan tersensitisasi pada tumbuhan ini, oleoresin disebut urushiol mungkin
aerolized ketika tumbuhan dibakar, menyebabkan erupsi generalisata dan parah pada area
terpajan seperti wajah dan lengan. Perpindahan resin dari sumbernya dan kemudian langsung
dari tumbuhan (seperti pakaian, hewan peliharaan, atau tangan) dapat mengakibatkan rash

8
pada daerah yang tidak terduga (misal keterlibatan genital pada pasien dengan racun ivy).
Oleh karena itu data anamnesis relevan dari pemikiran dapat berguna untuk distribusi lesi.
Penting untuk diperhatikan bahwa lesi DKA akan memiliki variasi morfologi
tergantung tingkatan penyakit. Sebagai contoh, selama fase akut, lesi ditandai dengan edema,
eritema, dan bentuk vesikel. Setelah vesikel ruptur, mengering dan timbul papul dan plak.
Alergen yang lebih kuat kadang timbul vesikel, dimana alergen yang lebih lemah
mengakibatkan morfologi lesi papul, dengan daerah sekitar eritema dan edema. DKA subakut
di lain pihak, dapat timbul eritema, papul juicy berskuama dan pecah; dimana DKA kronik
dapat memberikan gambaran skuama, fisura dan likenifikasi. Gejala utama untuk alergi
adalah pruritus, yang sepertinya timbul lebih tipikal dengan alergi, dibandingkan keluhan
terbakar.

Gambar 13-4 DKA terhadap para phenylenediamine.A. Perhatikan eczema pada distribusi garis rambut dan
belakang telinga. B. Dermatitis pada dahi dimana benturan menjadi pajanan pada beberapa pasien. C. Para-
phenylenediamine, alergen relevan yang paling sering pada pewarna rambut, merupakan sensitizer kuat. Akan
menjadi lebih gelap pada lokasi tes patch. Terdapat edema berat dan reaksi vaskuler yang menyebar, reaksi 3+
untuk tes tempel ini.

Lebih jauh, terdapat beberapa varian klinis DKA nonezematosa yang jarang terobservasi.
Berikut diantaranya:
- DKA pruritik ditemui pada tungkai bagian bawah dan/kaki dan telah dilaporkan
dengan variasi luas alergen termasuk pewarna tekstil.

9
- DKA likenoid dipertimbangkan sebagai varian yang jarang. Gambaran klinis
menyerupai liken planus dan telah dihubungkan pewarna logam pada tato. DKA
likenoid oral dari amalgam gigi dapat menyerupai liken planus oral.
- DKA pigmented telah sebbelumnya dibahas pada populasi etnik Asia.
- DKA limfomatoid berdasarkan kriteria histopatologik (menunjukkan infiltrasi dermal
signifikan menyajikan gambarann pseudolimfoma). Tanda klinis yang tidak spesifik
termasuk plak eritematosus, kadangg sangat infiltratif, pada lokasi pajanan kontak
alergen. Berberapa contoh termasuk alergi logam, alergi pewarna rambut, dan
dimethylfumarate, anti jamur yang ditemukan dalam sachet diantara furnitur
berimplikasi menyebabkan DKA epidemik parah.

Pendekatan Topografi
Distribusi dermatitis biasanya tunggal sebagai tanda khas DKA. Secara tipikal, area
dermatitis eczematosa hebat adalah area pajanan terbanyak dengan alergen penyebab. Lokasi,
sebenarnya, dapat menjadi tanda berharga dimana bahan kimiawi menjadi penyebab DKA
pasien. Secara cepat, dermatitis eczematosa di area peri/infraumbilikal mengarah alergi
kontak terhadap kancing logam di celana atau ikat pinggang, dimana eczema terjadi di sekitar
garis rambut dan belakang telinga mengarah ke alergi terhadap bahan alergi kontak terhadap
produk rambut (pewarna rambut, sampo, kondisioner, produk styling). (gambar 13-4).
Menggunakan rasionalisasi yang sama, eczema pada dorsum kaki mengarah ke alergi kontak
terhadap alergi kontak produk sepatu bagian atas seperti kulit, karet atau pewarna, dimana
eczematosa pada permukaan penahan berat badan mengarah ke alergi kontak terhadap produk
bahan sol seperti karet dan bahan adhesive. Sebagai catatan, bentuk dermatitis pada wajah,
kelopak mata, bibir, dan leher harus selalu curiga ke arah alergi kontak kosmetik.
Bagaimanapun juga, untuk semua presentasi ini, identifikasi yang tepat bahan penyebab
masih membutuhkan tes tempel, tergantung pemeriksaan cepat dan pengalaman klinisi, pada
bagian paling penting, tes tidak dapat menegakkan alergen utama penyebab. Bentuk
dermatitis harus menjadi bagian untuk menentukan apakah perlua atau tidak tes tempel, dan
alergen yang mana dan serial mana yang harus di tes.
Umumnya pendekatan topografi tidak selalu benar dan distribusi kadang dapat saja
salah. Hal ini dituujukan untuk kasus DA ektopik atau DKA airborne. DKA ektopik dapat
mengikuti dua gambaran: autotransfer, dimana alergen tidak secara sadar dikirim ke bagian
tubuh lain oleh jari-contoh klasik dematitis kuku lacquir yang berlokasi di kelopak mata atau

10
leher lateral, dan heterotransfer, dimana pasien oleh orang lain (suami/istri, orang tua); hal ini
pada literatuur dideskripsikan sebagai dermatitis connubial atau consort.
Pembahasan mengenai alergen bentuk umumnya pada konteks dijelaskan berikut ini.

Algoritme Dermatitis Regional


Wajah. Wajah adlah lokkasi umumnya yang sering terjadi DKA. Diantar pasien dermatitis
fasialis, perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki, sebagian disebabkan alergen bahan
kosmetik seperti wewangian, PPD, bahan dan alkohol lanolin gambar 13.41 pada edisi
online). Alergen dapat diaplikasikan pada wajah secara lanngsung dari pajanan airborne atau
hand to face. Sebagai tambahan alergaen yang didapatkan sebagai bahan kosmetik, produk
perantaranya- seperti spons, telah dilaporkan membuat dermatitis fasialis dada pasien yang
sensitif terhadap gosookan. Situasi serupa dapat dilihat pada plate objek pada rambut, seperti
pin bobby dan pengeriting yang dapat membuat dermatitis pada pasien sensitif nikel.

Kulit Kepala. Alergen yang diaplikasikan pada kulit kepala paling sering membentuk
dermatitis pada dahi dan bagian lateral wajah, kelopak mata, leher dan tangan, dimana kulit
kepala sepertinya tidak terlibat, mengarrah bahwa kulit kepala resisten terhadap dermatitis.
Tidak dipungkiri, pasien sering sensitif terhadap beberapa bahan produk rambut seperti PPd
atau gliseril monotioglikolat dapat menunjukkan reaksi ditandai edema dan krusta. PPD
adalah sensitisizer poten yang telah diketahui dan dipakai secara luas sebagai bahan pewarna
rambut. Secara umum manifestasi pada wajah dan kulit kepala pada pasien dewasa yang
kontak dengan pewwarna rambut. Gliseril tioglikolat (GMTT), dilain pihak adalah bahan
kimiawi yang dapat manifestasi intens pada solusio permanenn Sensitif alergi terhadap GMT
dapat bermmanifestasi intens reaksi ditandai skuama, edema dan krusta.

Kelopak mata. Kelopak mata termmasuk salah satu area kulit paling sensitif, dan tersangaka
uutama terhadap iritan dan alergen mungkin karena ketipisan kulit kelopak mata, bila
dibandingkkan kulit area lainnya, dan mungkin karena akumulasi bahan penyebab pada
lipatan kulit. Perpindahan sedikit alergen yang digunakan pada kulit kepala,wajah dan tangan
dapat cukup dapat menyebabkan reaksi eczematosa kelopak mata, dimana daerah asal
mungkin tidak ada (gambar 13-42 pada edisi online). Hal serupa, agen yang dapat berubah
ketika pertama mengenai kelopak mata dan secara eksklusif menyebabkan dermatitis kontak
kelopak mata secara airboorne. Sumber dermatitis kontak kelopak mata termasuk kosmetik
seperti maskara, eyeliner dan eyeshadow, bulu mata palsu adhesif, dan nikel serta karet pada
11
pengeriting bulu mata. Lebih lanjut, tanda kelopak mata edema sering dihubungkan dengan
ganbaran dermatitis pewarna rambut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada bab
inni, kelopak mata juga dsebagai tempat tipikal untuk dermatitis kontak ektopik yang
disebabkan bahan dalam pewarna kuku, seperti tosylamide formaldehide resin (TSFR), bahan
kimiawi yang ditambahkan pada pewarna kuku untuk memfasilitasi adhesi kuku dan epoksi
resin, juga ditambahkan terhadap kuteks. Antibiotika (basitrasin dan neomisin) dan beberapa
logam seperti emas dapat juga menyebabkan dermatitis kontak kelopak mata. Pada
kenyataannya, pada tahun 2007 NACDG menganalisis alergen kontak yang berhubungan
dengan dermatitis kontak, emas adalah alergen yang umum untuk dermatitis kelopak mata
murni. Sebagai catatan, hal ini telah diobservasi bahwa kontak terhadap partikel berat seperti
titanium dioksida (digunakan untuk kepadatan kosmetik wajah, dan pada tabir surya sebagai
penghambat sinar UV), emas diitemukan pada perhiasan, menghasilakan pelepasan partikel
emas yang dapat terpajan dengan wajah dan kelopak mata, menyebabkan dermatitis.
Disamping emas, wewangian dan bahan tambahan yang terdapat dalam kosmetik dapat
menjadi alergen utama yang menyebabkan dermatitis terbatas pada kelopak mata.

Bibir. Berdasarkan penelitian NADG, sekitar 1-3 pasien dengan cheilitis-tanpa dermatitis area
lain – secara tipikal didapatkan alergen sebagai faktor yang berkontribusi. Alergic contact
cheilitis (ACC) telah dilaporkan sebagai hasil dari penggunaan luas produk kosmetik seperti
pelembab bibir, lipstik, lipgloss, pelembab, tabir surya dan produk kuku dan produk
kebersihan mulut. (mouthwashes, pasta gigi dan dental floss) (gambar 13-5).

Gambar 13-5 alergic contact cheilitis.


Wewangian dan perasa adalah penyebab utama
alergi kontak pada tes patch pasien cheilitis

Leher. Leher juga merupakan daerah yang sering terjadi ACD. Kosmetik yang digunakan
pada wajah, skalp, atau rambut, sering menimbulkan efek pada leher. Kandungan cat kuku
(tosilamide formaldehyde resin dan epoxy resin) adalah menyebab utama pada daerah ini.
Kemudian, kebiasaan menyemprotkan parfum pada leher. Pada individu yang sensitif

12
terhadap pewangi, penggunaan berulang pewangi pada leher anterior dapat menghasilkan
gambaran plak dermatitis pada leher, yang disebut “atomizer sign”. Juga pada daerah ini,
dapat terjadi alergi terhadap logam dapat menimbulkan dermatitis eksem kronis berasal dari
pemakaian kalung dan perhiasan yang mengandung nikel dan atau kobal.

Torso. Proteksi yang berlebihan pada batang tubuh sering menjadi penyebab sumber alergen.
Hal ini juga termasuk pewangi, pengawet dan detergen pada produk perawatan tubuh sehari-
hari juga termasuk alergen yang berasal dari tekstil (pewarna dan formaldehid). Bahan tekstil
yang paling sering menjadi alergen adalah bahan pewarna (azoanilines) dan urea formaldehid
resin yang sering digunakan sebagai durable press chemical finishes (DPCF). Dahulu, finishes
menggunakan bahan tidak mengandung formaldehyde, yang banyak menimbulkan kasus
dermatitis kontak alergi karena pakaian pada tahun 1950an dan 1960an. Meskipun,
kebanyakan finishes berasal dari modifikasi dimethylol dihydroxyethyleneurea, yang
melepaskan sedikit formaldehyde. Penting bahwa, penelitian terbaru menunjukkan dari
sejumlah pakaian yang formaldehyde bebas sepertinya kadarnya dibawah ambang terhadap
elisitasi dermatitis pada setiap orang tetapi terbanyak pada pasien yang sensitif, dan sejumlah
cyclized urea bebas pada pakaian sepertinya tidak cukup untuk menyebabkan sensitisasi.

Aksila. Panas, kelembaban, dan gesekan pada lipatan aksila dapat menyebabkan lepasnya
resin tekstil dan kekeringan dan sering timbul dermatitis. Aksila merupakan salah satu bagian
dari tubuh yang paling sering terkena pajanan seperti penggunaan deodoran dan anti keringat.
Formulasi pada berbagai produk ini kebanyakan mengandung alergen kontak menggunakan
bahan seperti pewangi dan pengawet (formaldehyde releaser, paraben, dll). Umumnya efek
yang ditimbulkan pada penggunaan produk ini tergantung keadaan di aksila. Biasanya hal ini
disebabkan karena adanya efek dilusi dan penguapan pada alergen. Lebih jauh lagi pajanan
melalui udara terhadap alergen antiperspiran/deodoran semprot, terjadi penyebaran alergen
dan mungkin menimbulkan gambaran pola seperti satelit papula.

Tangan dan kaki. Insidensi yang tinggi pada dermatitis tangan (lihat epidemiologi) adalah
akibat langsung dari interaksi antara tangan dan lingkungan. Pada kenyataannya, dermatitis
pada tangan sebanyak 80% dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, terutama pada
pekerjaan yang sering terkena air “wet work” (petugas kesehatan, pembuat masakan, ahli
kecantikan). Perhatian khusus diberikan pada pekerjaan yang tangannya sering terkena
pajanan. Misalnya, pekerja konstruksi sering terkena kromium dari pajanan semen, sedangkan
13
perancang busana mungkin alergi terhadap paraphenylenediamine (pewarna), cocamidopropyl
betaine (detergen-surfaktan), atau glycerol monothioglycolate ( bahan untuk meluruskan atau
mengerting secara permanen).
Terdapat multifaktor penyebab pada dermatitis tangan yang menyebabkan diagnosis dan
penatalaksanaannya menjadi kompleks (lihat gambar 1). Adanya gangguan yang muncul
seperti atopi, dishidrosis, psoriasis dan dermatofitosis mungkin terdapat pada pasien ini.
Selain itu adanya dermatosis yang mendasari pasien ini mungkin dapat memperparah
dermatitis kontak sekunder (alergi atau iritan). Misalnya pada kasus dermatitis kontak
iatrogenik seperti karet pada sarung tangan (thiuram, carbamet) atau bahan topikal (pengawet
dan kortikosteroid). Petunjuk klinis yang harus diperhatikan oleh dokter sebagai suspek DKA
termasuk ruang antara jari-jari dan punggung tangan dan pruritus. Hal penting terjadinya
peningkatan timbulnya ACD termasuk melibatkan daerah antara jari dan dorsal tangan, gatal
adalah keluhan yang paling menonjol. Masih terdapat multifaktor terjadinya hand dermatitis
(paparan iritan, atopik, pomfolik atau eksim tangan vesikular kronik¸ psoriasis, infeksi
dermatofita, dan yang lainnya) menambah kompleksitas dari diagnosis dan dalam mengobati
pasien. Hand dermatitis kronis merupakan indikasi untuk melakukan uji tempel, sebagai
penyebab atau pemicu yang dapat menyelesaikan masalah ini. Hampir sama, evaluasi pada
dermatitis kaki harusnya dilakukan uji tempel dengan alergan yang berhubungan dengan
kondisi ini. Ini termasuk akselarator kulit (seperti mercaptobenzothiazole, carba mix, tiuram
mix, mercapto mix, black rubber mix, dan mix diakyl thioureas) berpotensi timbul sebagai
penyebab pada sepatu dan tapaknya; lem dan perekat yang digunakan pada pabrik sepatu
seperti 4-tert-butylphenol formaldehide resin; dan potasium dichromate ditemukan pada
pewarnaan kulit sepatu. pemeriksaan materi juga termasuk antibiotik topikal, kortikosteroid
atau obat anti jamur (didapat sendiri atau melalui resep) yang biasa diguakan penderita untuk
mengobati daerah yang terkena. Daerah lainnya yang sering terjadinya ACD adalah mukosa
oral, dapat timbul karena stomatitis kontak dari logam dental dan daerah perianal, dengan
reaksi sensitisasi terhadap bahan kimia preparat progtologik seperti benzokain.

Perluasan menjadi Dermatitis Generalisata


Pasien dengan penyebaran menjadi dermatitis generalisata (SGD) biasanya timbul
sulit didiagnosis dan tantangan dalam pengobatannya. Uji tempel dapat menjadi strategi untuk
mengevaluasi ACDS, sebagai faktor yang berhubungan langsung. Pada tahun 2008, Zag dan
universitas NACDC, melakukan penelitian terhadap alergen yang berhubungan pada pasien
SGD dengan uji tempel. Sebanyak 10,061 pasien selama penelitian 4 tahun, 14,9 %
14
mengalami SGD. Laki-laki dan pasien dengan riwayat atopik paling sering mengalami
dermatitis pada daerah ini. Sejumlah pasien dengan SGD, hanya 49% yang reaksi uji
tempelnya positif. Pengawet, pewangi, propylen glycol, cocamidopropyl betaine, ethyleneurea
melamine formaldehide, dn kortikosteroid sering berhubungan dengan alergen positif.

Dermatitis Kontak Sistemik


Pada tahun 2001, anggota dari International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG)
memmbuat ketentuan dari allergic contact dermatitis syndrome (ACDS). Ketentuan ini
memaparkan berbagai aspek dari kontak alergi, termasuk aspek morfologi dan
dikelompokkan berdasarkan simptomatologi. ACDS mempunyai tiga tingkat yang dapat
dibagi pada Tabel 13-1 dan dengan banyak penyebab (Tabel 13-2).

TABEL. 13-1 Stage Sindrom Dermatitis Kontak


Stage 1 Kelainan kulit hanya terbatas pada sisi aplikasi alergen
Stage 2 Terdapat perluasan regional dari gejala (melalui pembuluh limfe), meluas dari sisi aplikasi alergen
Stage 3 Dapat dibagi lagi menjadi:
Stage 3A: berhubungan dengan penyebaran hematogen ACD yang jauh
Stage 3B: Berhubungan dengan reaktivasi sistemik ACD (trigger non topikal)
dari Laccapelle JM: Dermato-allergolie de contact.

TABEL 13-2. Obat sistemik yang dapat menyebabkan reaktivasi ADC


Alergen Kontaka Obat yg berhubungan dg penyebab reaktivasi sistemik ACD
Ethylenediamine Aminofillin
dihydrochloride (Stabilizer yg Antihistamin Piperazine
tdk sering ditemukan pada Hydroxyzine, cetirizine,
produk perawatan kulit Levocetirizine dan meclizine
Thiuram (rubber antioxidant) Tetraethyl thiuram disulfide (nama genetik: disulfiram)
Thimerosal (derivat pengawet Piroksikam
merkuri)
a:Pada pasien yang sebelumnya terjadi sensitisasi langsung, aplikasi topikal menyebabkan kontak alergen pada
kulit

Dermatitis kontak sistemik digambarkan dengan reaktivasi sistemik dermatitis kontak


alergi; dengan kata lain, erupsi kulit merupakan respon terhadap paparan sistemik
(nontopikal) terhadap suatu alergen. Pemutusan rantai kejadian yang menimbulkan kejadian
reaktivasi sistemik terhadap ACD, ICDRG diperkirakan terjadi dengan langkah yang
berurutan adalah penting. Pertama, kulit kontak langsung dengan alergen menghasilkan
sensitisasi. Kedua, pada beberapa kasus yang tidak umum, mingguan atau bahkan tahunan
setelah episode pertama ACD, Pasien terpapar sistemk dengan alergen yang sama, atau
berhubungan dengan bahan yang secara kimia berhubungan dekat dengannya (cross-
sensitization), elisitasi reaksi sistemik ACD. Terdapat beberapa jalur paparan pada elisitasi
dermatitis kontak sistemik-subkutan, intravena, intramuskuler, inhalasi, dan ingesti oral.

15
Penting untuk dicatat, berdasarkan definisi, kontak dermatitis, tidak terjadi pada kontak kulit
topikal terhadap alergen. Secara klinis, dermatitis kontak sistemik memiliki gambaran yang
luas mulai dari reaksi recall (dermatitis pada sisi pertama terjadi sensitisasi), menjadi
perluasan dan eritroderma. Pola lainnya yang berhubungan dengan dermatitis kontak sistemik
termasuk lipatan ketiak, paha atas dalam, dan bokong- kadang disebut sebagai “sindrom
babon”, dihubungkan dengan alergen yang dimakan seperti minyak kacang mente yang
menyebabkan reaksi silang terhadap alergen urushol. Eksem dishidrotik tangan/pomfolik
adalah kondisi pada provakasi oral dengan nikel, dan Myroxylon pereirae memperlihatkan
flare pada tipe ini dari eksem tangan pada beberapa penelitian. Salah satu alergen yang
terkenal adalah balsam Peru, yang berasal dari eksudat pasca-luka kulit kayu pohon
Myroxylon pereirae El Savador. Pentingnya, karena bahan kimia ini (asam cinnamic,
cinnamyl cinnamate, benzyl benzoate, asam benzoat, dan benzil alkohol, dan polimer
teresterifikasi dari alkohol koniferil) secara alami didapatkan, dan memiliki sejumlah reaktan
silang alami. Beberapa makanan, seperti tomat dan produk yang mengandung tomat, buah
sitrun peel/zest, coklat, es krim, anggur, beer, vermouth, soda hitam dan rasa seperti
cinnamon, cloves, curry, dan vanila, yang mengandung bahan kimia yang berhubungan
dengan balsam peru. Konsumsi makanan ini dapat menimbulkan reaktivasi sistemik ACD
pada pasien alergi terhadap balsam peru. Salam dan Fowler menaruh perhatian terhadap
kemampuan ingesti balsam peru – berhubungan dengan bahan yang menginduksi dermatitis
kontak sistemik, dan dilaporkan pada penelitian mereka, didapat lebih dari setengah subjek
dengan patch test positif terhadap Myroxylon pereirae yang diikuti dengan diet mengurangi
balsam peru, menunjukkan perbaikan komplit dermatitis. Akhirnya, beberapa obat oral atau
IV dapat menyebabkan reaktivasi sistemik ACD pada pasien yang sebelumnya sensitif
terhadap alergen yang langsung kontak dengan kulit.

PENYEBAB YANG PALING SERING


Karena “frekuensi adalah frekuensi” pendekatan terhadap pasien suspek ACD dapat juga
disebabkan paling sering berdasarkan frekuensi data yang didapat per regio,dan pekerjaan
pasien atau paparan individu lain. Pendekatan ini harusnya tidak menggantikan uji tempel
sebenarnya; meskipun pengetahuan mengenai alergen yang paling sering ada pada pekerjaan
sangat berguna saat mengevaluasi pasien dengan suspek ACD. Kemudian ringkasnya alergen
uji tempel positif yang paling sering di Amerika Utara.

NIKEL. Nikel adalah logam yang paling sering digunakan pada berbagai produk termasuk
produk yang sering kontak dengan kulit (perhiasan, penjepit, resleting, tombol kunci, sabuk

16
gasper, gagang kaca mata, Hp, koin yang mengandung nikel, kunci, dan yang lainnya).
Terdapat peningkatan insiden alergi terhadap nikel di Amerika dan negara lainnya, sensitisasi
nikel yang tinggi terdapat pada anak. Pemakaian anting pada usia dini, yang menjadi tren
pada saat ini tingginya tindakan tindik, berhubungan langsung dengan meningkanya
sensitisasi nikel pada dekade terakhir. Saat ini, alergi nikel merupakan penyebab tersering
terjadinya dermatitis kontak didunia industri, sebagian mengenai wanita. Beberapa penelitian
meneliti ketergantungan mencoloknya insiden sensisitisasi nikel pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki yang berhubungan dengan anting-anting. Umumnya, dermatitis
kontak nikel timbul seperti erupsi pada lobus telinga, garis leher, pergelangan, atau daerah
periumbilikal yang sering berhubungan dengan perhiasan yang mengandung nikel atau
kancing, resleting dan sabuk ikat pinggang. Dermatitis wajah yang disebabkan oleh nikel
juga dilaporkan karena instrumen musik dan yang terbaru adalah telpon seluler. Kemudian,
dipakainya nikel pada alat medis implan dan berpotensi menimbulkan komplikasi disebabkan
alergi nikel menjadi subjek dskusi. Hubungan alergi nikel terhadap kegagalan implan ortopedi
dan alat jantung belum jelas. Pada beberpa kasus kegagalan pemindahan sendi berhubungan
dengan sensitivitas terhadap nikel atau logam lainnya adalah jarang, dan prostesa arthoplasti
jarang menimbulkan sensitisasi nikel pada individu. Kecuali penelitian retrospektif dan itu
hanya perkiraan berhubungan dengan alergi nikel pada kegagalan implan dibandingkan
dengan penyebab lainnya. Sama halnya dengan reaksi eksenm temporer berhubungan dengan
penggantian sendi atau implantasi dari alat orthopedi lainnya seperti plate logam dan screw
meskipun dilaporkan jarang. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk bagian ini.
Dalam upaya untuk mencegah timbulnya sensitivitas nikel, pada tahun 1990
Denmarkdan persatuan Uni Eropa pada tahun 1994 mengatur jumlah nikel yang dapat
ditambahkan pada objek dengan langsung dan kontak kulit yang lama ( <0,5g nikel /cm2 /
minggu pada tiap bahan yang dimasukkan ke dalam tubuh). Bukti terbaru mengindikasikan
bahwa prevalensi alergi nikel menurun pada perempuan muda Denmark dari 27,6% pada
tahun 1985 menjadi 16,8% pada tahun 2007. American Academy of Dermatology dan
American Contact Dermatitis Society mendukung memberlakukan ketentuan yang sama
denagn Amerika Serikat.

PEWANGI. Pewangi adalah campuran aromatik yang memberikan wangi atau bau. Dapat
berupa natural (berasal dari tumbuhan atau hewan) atau sintetis dari yang aslinya.
Diperkirakan antara 1% dan 4% populasi alergi terhadap pewangi. Alergi pewangi adalah satu
dari dua penyebab terbanyak menimbulkan kontak alergi dari produk perawatan tubuh; daerah
yang sering terlibat adalah wajah dan tangan, sama seperti belakang telinga, leher dan ketiak,
17
sebagai tambahan menyebar menjagi dermattis eksem generalisata. Dua dari subtansi utama
yang paling sering digunakan pada patch test sebagai pelacakan diantara sepuluh alergen
terbanyak di Amerika Utara. Pertama adalah pewangi mix I, dengan campuran semblan
alergen pewangi, dan yang kedua adalah Myroxylon pereirae (MP) juga dikenal dengan
balsam peru (BOP), merupakan komponen utama penyusun pewangi. MP merupakan marker
yang baik untuk alergi pewangi, dapat mengidentifikasikan sekitar 50% individu yang alergi
pewangi MP berhubungan dengan bahan yang dapat ditemukan pada kosmetik, parfum,
bahan frmasi, pasta gigi dan bahan kumur, seperti aroma dan bahan perasa pada makanan dan
minuman. Sama, pada makanan, seperti yang disebutkan sebelumnya, mengandung bahan
kimia yang berhubungan dengan MP. Perekat bedah yang digunakan setelah tindakan
penutupan juga dapat menimbulkan reaksi silang dan menimbulkan dermatitis pada individu
yang senstif MP.

NEOMISIN. Neomisin merupakan golongan famili antibiotik aminglikosid yang umumnya


digunakan pada formula topikal untuk pencegahan dan pengobatan infeksi kulit superfisial,
telinga dan mata. Frekwensi sensitisasi neomisin pada populasi umum adalah 1,1%, ketka
dilaporkan angka sensitsasi pada populasi seleksi pasien yang mengikuti uji tempel, bervariasi
dari yang rendah 1,1% sampai yang tinggi 10%, yang paling terakhir dilaporkan oleh
NACDG. Tingkat sensitisasi yang tinggi di Amerika Utara ini disebabkan avaibilitas
antibiotik ini banyak menimbulkan kontraindikasi terutama pada “triple antibiotic” krim dan
ointment . Subgrup yang lebih tinggi resikonya dalah pada pasien dengan dermatitis stasis dan
ulkus kaki, dermatitis anogenital dan otitis eksterna. Karena sediaan antibiotik seringnya
digunakan pada kulit yang rusak, ACD dari neomisin tidak selalu dengan mudah dapat
dikenali. Selalu timbul persisten atau memburuk mulai dari timbulnya dermatitis. Tambahan,
dapat menyerupai selulitis; kunci untuk kontak alergi adalah gatal lebih sering daripada sakit;
intensitas gatal dan progresivitas lesi dari lesi pertama sekali muncul dapat menjadi kunci
lainnya untuk membuat diagnosis. Dermatitis occupational yang terdapat pada tangan dapat
terjadi pada perawat, dokter, farmasi, dokter gigi dan dokter hewan.

18
Gambar 13-6. dermatitis eksematous yang disebabkan oleh alergen pengawet yang sering, quatemium-15, yang
berasal dari pelembab pasien.

FORMALDEHYDE DAN FORMALDEHYDE PADA PENGAWET. Formalehide


adalah gas yang tidak berwarna dengan komponen pengawet dan disinfektan. Meskipun
terdapat banyak produk yang menggunakan formaldehyde seperti produk pembersih, lem,
biosida, dan developer fotografi, secara langsung jarang digunakan pada produk perawatan
diri karena sering sebagai sensitizer. Selain itu, banyak pabrik yang mengganti pemakaian
formaldehyde dengan formaldehyde-releasing preservatives (FRPs) untuk membuat produk
perawatan tubuh. FRPs mengandung quaterium-15, imidazolidinyl urea (Germall),
diazolidinyl urea (Germal II), DMDM hydantoin (Glydant), 2-bromo-2-nitropropane-1, 3-diol
(Bronopol), dan trisnitromethane (Tris Nitro), juga, Quaternium -15 adalah alergen pengawet
kosmetik yang sering digunakan (Gambar. 13-6 dan 13-7).

Gambar 13-7. contoh reaksi lemah, 1+ reaksi terhadap quatemium-15

KOBAL. Kobal adalah logam yang sering ditambahkan pada logam lainnya untuk
meningkatkan kekuatannya. Kobal sering terkontaminasi dengan nikel dan sering menjadi
bagian kecil dari campuran nikel. Saat bersama dengan nikel, kebanyakan paparan
menyebabkan terjadi sensitisasi menyebabkan kontak dengan perhiasan, kancing pakaian,
tali pinggang, koin, kunci, dan bahan terbuat dari logam lainnya. Selanjutnya, dapat juga

19
ditemukan pada prostetik pengganti sendi, tambalan gigi, keramik, cat, pewarna tato, semen
(terutama di Eropa), dan multivitamin yang mengandung vitamin B12 (kobal adalah
komponen utama dari vitamin B12, Cyanocobalamin). Alergi yang bersamaan antara nikel
dan kobal sering diamati pada pasien dengan dermatitis, mungkin ditimbulkan oleh
kosensitisasi. Pada umumnya, cara yang baik untuk menghindari kontak dengan logam kobal
dengan menghindari kontak dengan benda yang mengandung nikel yang dapat kontak
langsung dengan kulit.

BASIRASIN. Basitrasin adalah antibiotik topikal yang sering digunakan postoperatif dan
pengobatan luka pada umumnya oleh profesi medis dan dokter umum sejak itu tersedia
disetiap apotk. Basitrasin dikenal sebagai sensitizer yang umum dan tidak hanya
menyebabkan dermatitis kontak alergi tetapi juga reaksi urtikaria dan bahkan, walaupun
jarang dapat menyebabkan anafilaksis. Sangat penting untuk memberi pengecualian karena
prevalensi yang tinggi, basitrasin tida termasuk pada screening alergen yang tersedia T.R.U.E.
Uji serial, seperti yang akan didiskusikan secara singkat pada bab ini. Menariknya pasien
yang selalu menunjukkan sensitivitas yang simultan terhadap basitrasin dan neomisin,
meskipun kedua bahan secara kimia tidak berhubungan, berarti terdapat koreaktivitas tetapi
bukan reaksi silang antara kedua bahan tersebut. Sensitisasi bebas mungkin terjadi pada kedua
antibiotik, dimana sering digunakan bersamaan pada beberapa kombinasi.

METYLDIBROMOGLURONITRILE/PHENOXYETHANOL.
Methyldibromoglutaronitrile/ Phenoxyethanol (MDGN/PE) adalah suatu pengawet kombinasi
yang juga dikenal sebagai Euxyl K400, yang sering menjadi agen sensitisasi yang penting,
sehingga dilarang digunakan di Eropa, pertama digunakan pada kosmetik pada tahun 2005,
dan kemudian pada tahun 2007 ditinggalkan penggunaannya pada kosmetik, sehingga
menurunkan kejadian kontak alergi. Penggunaan MDGN/PE tidak tertera pada kosmetik yang
diproduksi diluar Uni Eropa, dan dimana bahan pearawatan dijual yang mengandung
MDGN/PE melebihi dari kadar yang ditentukan oleh formulasi Eropa. Reaksi alergi
terbanyak terhadap MDGN/PF disebabkan produk perawatan tubuh yang mengandung
alergen, terutama krim, lotion, lap basah dan sabun cair.

PARA PHENYLENEDIAMINE. PPD adalah agen oksidatif yang digunakan sebagai produk
pengering rambut. Baik konsumer ataupun penata rambut memiliki risiko yang sama
terjadinya sensitisasi. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pada bab ini, dermatitis
kontak terhadap PPD sering terjadi sebagai dermatitis pada wajah yang berdekatan dengan
garis rambut, juga dapat melibatkan alis dan dahi, pada skalp dapt terjadi atau tidak. Saat
20
dioksidasi, PPD tidak lagi menjadi alergenik, dimana pengeriting rambut tidak lagi menjadi
faktor resiko terjadinya stimulasi alergi. Ini sangat kontras dengan rambut permed, dimana
alergennya adalah glyseril monothioglycolate, mempunyai kemampuan untuk menstimulasi
dermatitis pada pasien yang alergi (contoh peneta rambut yang alergi terhadap GMT pada
pengeriting rambut yang dipakai pada kliennya pada minggu sebelumnya). PPD memilki
potensi untuk terjadinya reaksi silang dengan golongan kelompok kimia para-amino lainnya
seperti paraaminobenzoic acid (PABA), sulfonilurea, hidroklorotiazid, bemzokain,
prokainamid dan azo serta anilin. Sebagai tambahan PPD yang serimg digunakan seperti
henna natural yang membuat menjadi “henna hitam” bahan yang sering digunakan pada tatoo
temporer.

UJI TEMPEL
Pemilihan Alergen
Uji T.R.U.E. Alat skrining uji tempel yang tersedia dan disetujui oleh FDA adalah uji Thin-
layer Rapid Use Epicutaneous (T.R.U.E) (Mekos Laboratories AS, Hillerod, Denmark). Pada
Maret 2010, ada 28 (plus 1 kontrol negatif) alergen uji T.R.U.E dibagi menjadi 3 panel (panel
1.1, 2.1, dan 3.1). 30 Alergen skrining NACDG yang paling sering positif selama periode
2005-2006, Zug dan kolega NACDG menemukan bahwa 10 alergen penting tidak tersedia
saat ini untuk uji dan identifikasi dengan panel uji T.R.U.E: basitrasin,
metildibromoglutaronitril, bronopol, cinnamic aldehyde, propylene glycol, DMDM hidantoin,
iodopropil butilkarbamat, etileneurea/melamin formaldehid, disperse blue 106, dan
amidoamin. Basitrasin paling penting di antara semuanya. Dinamakan alergen tahun 2003
oleh American Contact Dermatitis Society, basitrasin sekarang alergen paling sering positif
ke-7 berdasarkan data prevalensi dari hasil studi (Gambar 13-8)

Interpretasi Hasil
Pembacaan reaksi yang ditimbulkan pada uji tempel merupakan langkah sangat penting dalam
prosedur uji tempel. Patch harus diaplikasikan pada kulit sehat pada punggung pasien dan
dibiarkan dalam oklusi selama 48 jam. Secara tradisional, pembacaan uji tempel dilakukan
dua kali pada kebanyakan klinik uji tempel: pada hari uji tempel diangkat setelah 48 jam
pengaplikasian (hari 2=H2), dan 96 jam setelah pajanan epikutaneus (hari 4=H4), atau hari 7.

21
Gambar 13-8. Pada pasien ini sesuai dengan patch test yang positif. Basitrasin, chloroxylenol, dan 2
hydroxyethyl methacrylate sesuai pada pasien ini menyebabkan dermatitis berat tetapi tidak alergen langsung
yang bukan merupakan test serial screening yang beredar.

Hal ini penting karena beberapa alergen diketahui sebagai “reaktor-lambat”. Sebagai contoh,
jika dicurigai alergi neomisin atau PPD, pembacaan tambahan pada hari 5-7 diperlukan.
Selain itu, beberapa peneliti juga menemukan bahwa pembacaan untuk metal dan
kortikosteroid kadangkala terlambat sampai 7 hari. Alasan ini karena alergen ini ditandai
sebagai “late-bloomers”. Sebaliknya, penelitian Geier dkk menunjukkan bahwa pembacaan
terlambat sampai 7 hari, beberapa reaksi terhadap wewangian tertentu dan alergen
preservative dapat hilang. Jadi, protokol optimal adalah membaca hasil uji pada hari 2 dan 4,
cara konvensional, kemudian pada hari 7 jika dicurigai kuat alergi metal, antibiotik topikal
(neomisin) dan PPD, atau jika pasien ditemukan perkembangan reaksi setelah hari 4. Pasien
diinstruksikan untuk melaporkan kembali pada dokter mereka jika ada reaksi positif tambahan
yang timbul pada hari 5 atau lebih untuk mendeteksi reaktor lambat atau sensitisasi aktif yang
dapat terjadi. Pada setiap pembacaan, tradisional untuk mencatat hasil sebagai negatif atau
positif, dan mengkelaskan hasil positif pada skala kuantitatif. ICDRG merekomendasikan
untuk menilai reaksi uji tempel berdasarkan sistem penilaian oleh Wilkinson dkk dimana
sistem penilaian + sampai +++; + menunjukkan reaksi nonvesikular lemah tapi dengan eritem
teraba; ++ menunjukkan reaksi kuat (edematosa atau vesikular); dan +++ menunjukkan reaks
ekstrim (bulosa atau ulseratif) (Gambar 12-6c dan 13-7). Reaksi sangat lemah atau diragukan
dimana hanya berupa pucat atau makula eritem (tidak teraba) ditandai dengan tanda tanya (?
+), dan reaksi iritan ditandai sebagai “IR”. Reaksi-uji-tempel-iritan memiliki gambaran klinis
bervariasi berhubungan dengan asal dan konsentrasi iritan dan secara klasik dideskripsikan
sebagai (1) reaksi eritematosa terbatas pada tempat aplikasi bahan kimia, dengan berbatas
tegas; skuama terdistribusi diskret (tampak “pecah-pecah”) dan biasanya tidak edematosa. Di
antara alergen uji tempel, campuran wewangian, cocamidopropyl betaine, iodopropynyl

22
butylcarbamate, glutaraldhehyde dan thiuram mix diidentifikasi sebagai alergen paling sering
menghasilkan reaksi iritan. (2) reaksi purpurik dengan hemoragik petekiae, terlihat sekitar 5%
pasien yang diuji cobalt chloride. Kadang dikenal sebagai punctate purpura of cobalt dan
selalu harus diinterpretasikan sebagai reaksi iritan. Alergen lain yang juga dapat menyebabkan
reaksi purpurik selama uji tempel adalah PPD. (3) Reaksi pustular: tampak pustul besar
multipel pada tempat aplikasi (lebih karakteristik reaksi iritan kuat), atau lebih sering, pustul
folikuler kecil dengan eritem di sekitarnya. Reaksi tipe ini terutama ditemukan pada garam
metalik seperti potassium dichlo, cobalt, nikel, emas, dan tembaga, dan terutama pada pasien
atopik. Reaksi uji tempel lain harus diinterpretasikan dengan hati-hati yang berpotensi iritan
lemah termasuk formaldehid preservative, benzalkonium chloride, dan iodopropynyl
butylcarbamate (IPBC); rubber allergen carba mix, bahan kimia wewangian seperti fragrance
mix I dan propolis; agen foaming cocamidopropyl betaine; dan pengemulsi: oleamidopropyl
dimethyl dan triethanolamine. Penting untuk menyebutkan dan lebih memperhatikan
gambaran morfologik seperti disebutkan sebelumnya, reaksi iritan masih sulit
diinterpretasikan, dan morfologi respon uji tempel masih membingungkan apakah respon
alergik atau iritan. Ketika morfologi tidak cukup, perlu diingat bahwa ketika reaksi uji tempel
cukup kuat, dan reaksi iritan akan timbul lebih awal (saat pembacaan pertama) dan membaik
secara perlahan (reaksi tidak sekuat atau hilang saat pembacaan kedua). Sebaliknya, reaksi
alergik kuat biasanya meluas, lambat hilang, dan eksematosa lebih jelas.

Penentuan Relevansi Klinis


Diagnosis kontak alergik ditentukan dari hasil uji tes tempel. Meskipun, reaksi positif tidak
diperlukan sebagai indikator penyakit, contoh ACD, uji tempel hanya mengukur apakah
individu tersebut tersensitisasi atau tidak. Sensitisasi tidak perlu disamakan dengan klinis
penyakit alergik. Contoh yang baik pada poin ini adalah kasus thimerosal. Merkuri
preservative berbau unik ini sering menyebabkan reaksi uji tempel positif tapi sangat jarang
didapatkan pasien dermatitis alergik thimerosal. Kebanyakan pasien alergik diduga
tersentisisasi preservative ini melalui vaksinasi tapi tidak ada kelainan klinis berhubungan
dengan sensitisasi tersebut. Penegakkan relevansi hasil uji tempel positif itu penting.
Meskipun, perlu dicatat bahwa kurang relevansi tidak berarti pasien tidak alergik pada bahan
kimia yang dipertanyakan, tapi lebih spesifik bahwa bahan kimia bukan agen penyebab
dermatitis yang sedang dievaluasi saat ini. Oleh sebab itu penentuan relevansi klinis saat ini
penting untuk menyatakan ACD.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ACD terdiri dari penyakit kulit inflamasi luas (tabel 13-2)
23
Berdasarkan histologi, terdapat eosinofilia spongiosis dan sel fibrohistiositik dermal dendritik
multinukleus khususnya yang menunjukkan adanya ACD, ketika terdapat infiltrat limfositik,
dermal eosinofil, dan hiperkeratosis.
TABEL 13-2 DIAGNOSIS BANDING ACD
Diagnosis Kunci Diagnosis
Dermatitis kontak iritan (ICD) Temuan klinis dapat tidak dikenali secara klinis, secara
umum terdapat vesikulasi (hanya pada iritan kuat yang
menyebabkan timbulnya vesikel) dan gatal yang terasa
seperti terbakar. Tidak menyebar ketempat lain dari
paparan yang terus menerus
Dermatitis atopik Distribusi kulit dapat membantu, pada pasien atopik
dapat timbul alergi kontak. Memburuknya penyakit
adanya kontak yang baru
Dermatitis numular Menyebarnya ACD dengan pola yang diketahui pasien,
sedikit, bntuk mirip koin, plak yang berbatas tegas
pada kaki, dorsum tangan, dam permukaan ekstrensor.
Dermatitis seboroik Plak papuloskuamosa yang berminyak selalu
berlokasim pada kepala, glabella dan lipatan nasolabial
Eksem Asteatotic Patch mirip Parchment tidak ada edem dan vesikulasi
pada kaki bawah
Dermatitis Stasis Plak papuloskuamos dgn diskromia berlokasi pada
shins dan sisi medial kaki bawah, muncul bersamaan
dengan varises
Pomfolik dan/atau eksem dishidrotik Vesikel dalam pada telapak tangan, telapak kaki, sisi
jari, dan bagian volar
Psoriasis Jika timbul dalam bentuk klasik, diagnosis dengan
mudah dapat ditegakkan, bila lesi hanya sedikit dan
terbatas hanya pada tangan dan kaki sanga sulit untuk
membeakannya. Lokasi yang sering dan menonjol pad
daerah trauma (Koebnerisasi) dapat membantu (jika
terdapat) bersamaan dengan artritis
Mycosis fungoides (patch/plage stage cutaneus T- Berbatas tegas, atrofik, poikiloderma, patch dan plak
cell lymphoma) bersisik MF timbul biasanya pada daerah yang tidak
terpapar matahari, seperti punggung, payudara, bokong
(distribusi pakaian renang)

KOMPLIKASI
KOMPLIKASI UJI TEMPEL
Uji tempel dianggap sebagai uji diagnostik yanga aman jarang menimbulkan efek yang tidak
dinginkan. Efek samping yang sering terjadi adalah gatal pada tempat dilakukan test, dan
iritasi serta pruritus dari perekat yang digunakan. Jarang terjadi hipopigmentasi dan
hipopigmentasi pasca inflamasi. Hiperpigmentasi sering terjadi pada pasien yang berkulit
gelap, berhubungan dengan waktu dan penggunaan kortikosteroid topikal. Pentng untuk
mengetahui terjadinya paparan sinar matahari segera setelah dilakukan pengangkatan uji
tempel terutama material pewangi, dapat menyebabkan hiperpigmentasi pada tempat
dilakukan uji tempel berhubungan dengan fotosensitvitas. Reaksi positif yang persisten adalah
efek simpang lainnya yang dapat terjadi. Reaksi uji tempel dapat bertahan lebih dari 1 bulan

24
seperti pada emas pada pasien yang sensitif emas. Induksi dermatitis flare-up pada tempat
yang awalnya timbul reaksi dermatitis (ini disebabkan reaksi alergen uji tempel yang positif)
dapat juga terjadi. Ini dapat diminimalkan dengan cara pasien harus bebas dermatitis untuk
melakukan uji tempel. Juga, reaksi uji tempel positif pada pasien dengan psoriasis aktif atau
liken planus yang dapat menimbulkan dermatosis pada tempat uji tempel (seperti fenomena
Koebner), selama beberapa minggu setelah uji tempel. Lesi ini dapat dihilangkan dengan
menggunakan kortokosteroid topikal. Akhirnya kemungkinan menjadi tersensitisasi
(sensitisasi aktif) timbul dari satu alergen yang dicobakan; bagaimanapun ini dihindari agar
jarang terjadi. Efek simpang yang serius selama uji tempel adalah reaksi anafilaksis dari
alergen yang diketahui disebabkan reaksi tipe I (Immediate) reaksi hipersensitivitas seperti
pada basitrasin dan neomisin yang jarang terjadi.

KOMPLIKASI YANG TIMBUL DARI UJI TEMPEL YANG GAGAL


Bahaya yang paling buruk pada uji tempel adalah berhubungan dengan pasien dermatitis.
Seperti pada pasien yang mengalami episode dermatitus kontak. Pada tahun 2004 American
Academy of Dermatology and Sociaty of Investigative Dermatology memeliti terjadinya
penyakit kulit dan estimasi dari 72 juta orang di Amerika yang mederita ACD. Ini merupakan
alasan ketiga terpenting pada pasien yang melakukan konsultasi dengan dermatologis, sekitar
9,2 juta pengunjung pada tahun 2004 saja. Selain itu, pada tahun yang sama, dokter di
puskesmas menerima 5 juta pengunjung dengan dermatitis yang tidak jelas atau eksem.
Dimana kebanyakan pasien akan memiliki respon terhadap terapi standar, yang lain berupa
dermatitis yang berulang. Ini diduga sekitar 16 % dari pasien dengan eksem kronik akan
bermanfaat dengan uji tempel. Pengalaman klinis menyebutkan jumlah ini lebih banyak
Berdasarkan gambaran ini, dapat diperkirakan sekitar 2,2 juta pasien setiap tahunnya di
Amerika bermanfaat dilakukan uji tempel.

PROGNOSIS/ KLINIS
Sulit untuk menentukan prognosis dari ACD karena tidak ada instrumen standar yang dapat
dievaluasi. Dikacaukan oleh kerja, kemampuan kembali bekerja, dan membuktikan dermatitis
dalam waktu yang telah diukur pada penelitian sebelumnya pada pasien ACD. Penelitian
terbaru menyebutkan adanya peningkatan yang bermakna dari kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan (QOL). Bila QOL yang digunakan memilki perbedaan dipakai
pada populasi pasien yang mengalami ACD yang telah memperlihatkan ACD tidak
berpengaruh negatif terhadap QOL. Holness dkk menemukan adanya sakit, gatal,
mempengaruhi pekerjaan, dan kesulitan tidur yang menjadi efek yang jelas timbul pada pada
25
populasi patch test. Kadyk dkk menemukan bahwa pengaruh emosi paling sering dijumpai,
diikuti keluhan, fungsional, dan pengaruh pada pekerjaan. Sama dengan Zug dkk menemukan
pasien uji tempel yang diikuti, efek yang paling berat adalah frustasi, dilaporkan seperti rasa
terganggu dan sangat menaruh perhatian pada keluhan kulit yang menetap. Faktor yang
diperkirakan sangat kuat memberikan pengaruh negatif terhadap QOL adalah keterlibatan
tangan pada ACD. Sama dengan, meluasnya penyakit dan lama gejala sebelum diagnosis
dibuat berhubungan dengan prognosis yang buruk dan penyakit yang rekalsitran. Di lain
pihak, peningkatan pengetahuan pasien berhubungan dengan prognosis yang terjadi pada
beberapa penelitian. Banyak dari informasi ini diambil dari data dermatitis kontak karena
pekerjaan.

PENGOBATAN
Karena identifikasi alergen dapat diperoleh dengan melakukan uji tempel, sehingga dapat
terjadi remisi yang baik. Selain identifikasi dan menghilangkan agen penyebab dan seringnya
adalah banyak penyebab, harusnya selalu menjadi tujuan diagnosis dan pengobatan ACD.

26

Anda mungkin juga menyukai