2 PB PDF
2 PB PDF
Cara sitasi: Henggu KU, Ibrahim B, Suptijah P. 2019. Hidroksiapatit dari cangkang sotong sebagai sediaan
biomaterial perancah tulang. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(1): 1-13.
Abstrak
Produksi perikanan tangkap sotong di Indonesia mengalami peningkatan yang berdampak terhadap
jumlah limbah hasil samping, salah satunya cangkang sotong. Cangkang sotong mengandung unsur
anorganik (CaCO3) yang berpotensi sebagai sumber kalsium oksida (CaO) pada sintesis hidroksiapatit.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik fisikokimia cangkang sotong serta suhu optimum
kalsinasi dalam ekstraksi CaO dan sintesis hidroksiapatit. Penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yakni
analisis fisikokimia cangkang sotong, ekstraksi dan karakterisasi CaO dengan perlakuan suhu kalsinasi
500°C, 600°C, 700°C 6 jam dan sintesis hidroksiapatit menggunakan kombinasi metode hidrotermal pada
suhu 200°C 6 jam dan perlakuan suhu kalsinasi 800°C, 900°C, 1.000°C 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan
cangkang sotong memiliki persentase kadar air 3,54±0,11, lemak 0,32±0,19, protein 4,78±0,23, karbohirat
5,29±0,02, dan abu 89,61±0,26 yang merupakan unsur kalsium karbonat (CaCO3) aragonit dicirikan dengan
serapan gugus fungsi pada panjang gelombang 1.795; 1.507; 1.083; 871; 713 dan 700 cm-1. Kondisi optimum
ekstraksi CaO yakni perlakuan kalsinasi 700°C 6 jam yang ditandai dengan serapan gugus fungsi pada
panjang gelombang 1.654; 1.468; 1.116 dan 875 cm-1. Karakteristik hidroksiapatit terpilih dengan kombinasi
hidrotermal dan kalsinasi suhu optimum 1.000°C 1 jam memiliki nisbah kalsium fosfat (Ca/P) 1,66, tingkat
kristalinitas 90,10%, amorf 9,90 dan morfologi partikel berbentuk batang.
Abstract
The increasing production of cuttlefish has been associated with the increasing of by-product waste
particularly cuttlebone. Cuttlebone is known to contain an inorganic element in form of calcium carbonate
(CaCO3) which can be utilized as a source of calcium oxide (CaO) for hydroxyapatite synthesis. This study
was aimed to determine the physicochemical characteristics of the cuttlebone and the optimum calcination
temperature for CaO extraction and hydroxyapatite synthesis. This study was divided into three steps. Firstly,
analysis of the cuttlebone physicochemical properties; secondly, extraction and characterization of the
CaO with different calcination temperature (500°C, 600°C, 700°C for 6 hours); and thirdly, hydroxyapatite
synthesis using a combination of hydrothermal method at 200°C 6 hours and different calcination treatments
(800°C, 900°C, 1,000°C for 1 hour). The results showed that the cuttlebone contained moisture 3.54±0.11%,
lipid 0.32±0.19%, protein 4.78±0.23%, carbohydrate 5.29±0.02%, and ash 89.61±0.26. The main element
of the ash was CaCO3 aragonite characterized by the high absorption at wavelengths of 1,795; 1,507;
1,083; 871; 713 and 700 cm-1. The calcination treatment of 700°C produced the highest amount of CaO.
The hydroxyapatite produced with a combination of hydrothermal and calcination temperature 1,000°C
had calcium phosphate ratio (Ca/P) 1.66, crystalline level 90.10%, amorphous level 9.90% and particles
morphology of rod-shaped.
apatit tanpa ion karbonat (Shavandi et al. Tahap kedua dilakukan ekstraksi kalsium
2015). Oleh karena itu kombinasi metode oksida berdasarkan metode yang dilakukan
hidrotermal dan kalsinasi pada proses sintesis oleh Aminatun et al. (2013) yang dimodifikasi.
hidroksiapatit berbahan limbah cangkang Proses kalsinasi cangkang sotong dilakukan
sotong pada penelitian ini diharapkan mampu perlakuan suhu kalsinasi 500ºC, 600ºC dan
menghasilkan hidroksiapatit tanpa unsur 700ºC 6 jam. Cangkang sotong yang telah
pengotor berupa ion karbonat serta dapat dikalsinasi berdasarkan masing-masing
mengefektifkan waktu sintesis. Penelitian ini perlakuan, dianalisis gugus fungsi. Hasil
bertujuan untuk menentukan karakteristik analisis gugus fungsi menentukan ekstrak
fisikokimia cangkang sotong serta suhu kalsium oksida terpilih.
optimum kalsinasi dalam ekstraksi CaO Tahap ketiga yakni sintesis hidroksiapatit
dan produksi hidroksiapatit yang dihasilkan berdasarkan metode yang dilakukan oleh
dengan kombinasi metode hidrotermal dan Aksakal dan Demirel (2015) yang dimodifikasi.
perlakuan suhu kalsinasi. Sintesis hidroksiapatit diawali dengan
mereaksikan larutan kalsium oksida (CaO)
BAHAN DAN METODE 1 M dengan larutan ammonium dehidrogen
Bahan dan Alat fosfat (NH4H2PO4) 0,6 M, kondisi pH selama
Bahan yang digunakan dalam penelitin ini proses reaksi dijaga pada kisaran pH 9-12
adalah limbah cangkang sotong yang diperoleh dengan meneteskan HCl 0,1 M. Suspensi
dari tempat pelelangan ikan Muara Angke CaO dan NH4H2PO4 yang telah direaksikan
Jakarta, ammonium dihydrogen phosphate kemudian dilakukan proses penuaan (aging)
(NH4H2PO4) (Merk 99,9%) dan hydrochloric 2 jam, selanjutnya dipanaskan pada tabung
acid (HCl) (Merk 99,9%). Peralatan yang hidrotermal berkapasitas 300 mL pada suhu
digunakan dalam penelitian ini antara lain 200°C bertekanan 32 psi (1b/m2) 6 jam.
tabung hidrotermal (PARR mini reactor 4560™, Suspensi hasil sintesis hidrotermal kemudian
Jerman), Tanur (Vulcan™ 3-130, Jepang), dilakukan pemisahan filtrat dan supernatan
sentrifuge (HIMAC 21G) Fourier-transform menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan
infrared spectroscopy (FTIR) (Bruker® Tensor™ 4.500 rpm selama 15 menit. Filtrat apatit
27, Jerman), mikroskop binokuler (Olympus® yang diperoleh dikalsinasi menggunakan
CX23™, Jepang) dilengkapi kamera (OptiLab® tanur pada perlakuan suhu 800°C, 900°C dan
rEX™, Jerman), X-Ray Diffraction (XRD) 1.000°C 1 jam. Bubuk apatit hasil kalsinasi
(Emma-GBC®, Australia), atomic absorption yang diperoleh dari masing-masing perlakuan
spectrophotometer (AAS) (Shimadzu®, AA- kemudian dilakukan analisis difaktogram.
7000™, Jepang). Hasil difaktogram dijadikan dasar untuk
menentukan mineral apatit terpilih yakni
Metode Penelitian hidroksiapatit. Hidroksiapatit dianalisis
Proses penelitian terbagi dalam tiga tahap nisbah mineral kalsium fosfor (Ca/P) dan
yakni karakterisasi komposisi kimia cangkang morfologi partikel.
sotong sebagai bahan baku prekursor
kalsium, ekstraksi dan karakterisasi kalsium Karakterisasi Fisikokimia
oksida (CaO), sintesis dan karakterisasi Analisis yang digunakan dalam peneltian
hidroksiapatit. ini adalah proksimat yang meliputi kadar
Tahap pertama cangkang sotong dicuci air, abu, lemak, kadar protein, karbohidrat,
menggunakan akuades untuk menghilangkan mineral kalsium dan fosfor (AOAC 2005).
kotoran yang menempel. Cangkang sotong Analisis gugus fungsi menggunakan instrumen
yang telah dibersihkan dilakukan pengecilan Fourier-transform infrared spectroscopy
ukuran menggunakan mortar dan dianalisis (FTIR) dengan detektor di daerah inframerah
kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat dan tengah (4.000-400 cm-1) pada resolusi 4 cm-1
gugus fungsi untuk menentukan karakteristik (Panda et al. 2003). Analisis morfologi
kimia bahan baku. dilakukan dengan instrumen mikroskop
binokuler pada perbesaran 60× dan 100× lemak, protein dan karbohidrat. Komposisi
(Raith et al. 2013). Analisis difaktogram kadar abu yang tinggi pada cangkang
menggunakan instrumen X-Ray Diffraction sotong, menunjukkan bahwa terdapatnya
(XRD) pada sudut difraksi 2θ dengan unsur anorganik. Menurut Suptijah et al.
panjang gelombang 1.54060 Å, data hasil (2010) tingginya kadar abu pada cangkang
tembakan sinar X-Ray berbentuk difaktogram organisme memiliki korelasi positif terhadap
disesuaikan dengan Database Joint Committee ketersediaan unsur mineral yakni kalsium
on Powder Diffraction Standards (JCPDS) karbonat (CaCO3). Eliaz dan Metoko (2017)
untuk menentukan struktur mineral apatit, menyatakan bahwa unsur CaCO3 merupakan
fasa kristalinitas dan amorf (Panda et al. 2013). konstituen penting sebagai sumber kalsium
oksida (CaO) dalam sintesis hidroksiapatit.
Analisis Data Unsur organik yang terdapat pada tulang
Data nominal dan ordinal yang diperoleh dan cangkang organisme perairan (Table 1)
dari masing-masing variabel pengujian memiliki komposisi yang relatif lebih kecil
dianalisis berupa rataan nilai (µ), standar dibandingkan dengan komposisi unsur
deviasi (∆x) dan penyajian data dalam bentuk anorganik. Hal ini disebabkan unsur organik
deskriptif (Steel dan Torrie 1995). hanya berperan sebagai matriks pembentuk
tulang atau cangkang, sedangkan unsur
HASIL DAN PEMBAHASAN anorganik berperan sebagai pengisi yang
Komposisi Kimia Cangkang Sotong dapat membentuk sifat mekanis. Menurut
Komposisi kimia merupakan konsituen Barnes et al. (1976) komposisi unsur organik
penyusun cangkang sotong. Analisis pada cangkang organisme perairan umumnya
komposisi kimia meliputi kandungan berkisar 30-20% dan anorganik 70-80%, unsur
proksimat misalnya kadar air, abu, lemak, organik berperan sebagai pengikat unsur
protein dan karbohidrat. Hasil analisis anorganik sehingga memberikan struktur
proksimat cangkang sotong basis kering dapat cangkang yang keras.
dilihat pada Table 1.
Berdasarkan hasil analisis komposisi Gugus Fungsi Cangkang Sotong dan
proksimat cangkang sotong yang dibandingkan Kalsium Oksida
dengan beberapa penelitian dari bahan baku Gugus fungsi cangkang sotong
hasil perairan diantaranya tulang tilapia (CaCO3)
(Orechromis niloticus) dan tulang ikan tuna Gugus fungsi merupakan analisis secara
(Thunnus sp.) menunjukkan persentase yang kualitatif untuk mengidentifikasi unsur-
berbeda. Perbedaan komposisi proksimat unsur penyusun cangkang sotong melalui
pada organisme perairan umumnya serapan tranmisi yang dihasilkan oleh FTIR.
dipengaruhi oleh perbedaan jenis, spesies, Identifikasi FTIR didasarkan pada perubahan
tingkat kematangan gonad dan habitat (Toppe vibrasi molekul yang disebabkan oleh
et al. 2007). Kadar abu cangkang sotong modifikasi valensi secara elektrostatik pada
berdasarkan basis kering memiliki persentase ikatan alkana, alkena, arena, amina, karboksil
lebih tinggi, dibandingkan dengan kadar air, dan hidroksil (Berthomieu dan Hienerwadel
2009). Hasil analisis gugus fungsi cangkang panjang kisaran gelombang transmisi 755-
sotong secara umum terdiri atas dua unsur 700 cm-1. Fasa aragonit cangkang sotong
penyusun yakni organik dan anorganik, dapat yang teridentifikasi pada kisaran panjang
dilihat pada Figure 1. gelombang 713-700 (Figure 1) merupakan
Hasil analisis gugus fungsi menunjukkan vibrasi yang dihasilkan dari atom karbon pada
struktur penyusun utama cangkang sotong dua molekul hidrogen secara asimetris (C=O),
yang merupakan unsur anorganik berupa sehingga terbentuk vibrasi secara tumpang
kalsium karbonat aragonit yang dicirikan tindih. Vagenas et al. (2003) menyatakan
dengan empat jenis vibrasi, yakni streching bahwa fasa aragonit umumnya teridentifikasi
symmetric (v1) pada panjang gelombang 1.083 pada panjang gelombang 713 cm-1 yang
cm-1, vibrasi bending out-of-plane (v2) 871- dicirikan dengan vibrasi secara tumpang
700 cm-1, vibrasi streching asymmetric (v3) tindih akibat ikatan ionik pada molekul
1.507 cm-1 dan vibrasi bending split in-plane hidrogen. Unsur organik cangkang sotong
(v4) pada panjang gelombang transmisi 713 teridentifikasi pada panjang gelombang
cm-1. Menurut Plav et al. (1999) unsur kalsium 3466 cm-1 yang merupakan vibrasi streching
karbonat dapat diidentifikasi berdasarkan symmetric ikatan hidroksil (OH-) dan amida
serapan transmisi pnalar ion karbonat pada (NH2), selain itu vibrasi streching asymmetric
vibrasi molekul ikatan karboksil (O-C) pada ikatan karbon CH, CH2 dan CH3 pada kitin
panjang gelombang 1.600-600 cm-1 yang teridentifikasi pada panjang gelombang 2985-
dicirikan oleh empat jenis vibrasi utama yakni 2521 cm-1 (Ghodsinia dan Akhlaghinia 2015).
streching symmetric (v1) pada kisaran panjang
gelombang 1.090-1.070 cm-1, vibrasi bending Gugus fungsi kalsium oksida (CaO)
out-of-plane (v2) pada panjang gelombang Analisis gugus fungsi cangkang sotong
850-800 cm-1, vibrasi streching asymmetric dilakukan pada suhu kalsinasi yang berbeda
(v3) pada panjang gelombang 1.535-1.387 untuk mengetahui dekompsosisi struktur
cm-1, dan bending split in-plane (v4) pada kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium
oksida (CaO). Proses dekomposisi struktur masih merupakan kalsium karbonat aragonit.
CaCO3 menjadi CaO didasarkan pada Menurut Tkalcec et al. (2014) penciri utama
perubahan wilayah serapan maupun intensitas CaCO3 cangkang sotong teridentifikasi pada
transmisi yang dihasilkan oleh vibrasi molekul kisaran panjang gelombang 2.876, 2.515,
akibat pemutusan atau deformasi ikatan. Hasil 1.800 dan 712 cm-1. Perlakuan kalsinasi 600°C
analisis serapan transmisi yang dihasilkan vibrasi streching asymmetric karbonat masih
berdasarkan perlakuan kalsinasi dapat dilihat teridentifikasi pada panjang gelombang 1.795
pada Figure 2. dan 2.565 cm-1, kehadiran vibrasi karbonat
Serapan transmisi pada perlakuan pada kisaran panjang gelombang tersebut
kalsinasi 500°C menunjukkan teridentifikasi diduga merupakan vibrasi pnalar CO32- tipe
vibrasi streching asymmetric ion karbonat A. Berzina-Cimdina dan Borodajenko (2012)
(CO32-) pada panjang gelombang 2.875, 2.514 menyatakan bahwa vibrasi pnalar CO32- tipe A
dan 1.798, sedangkan vibrasi bending split in- umumnya berada pada kisaran 1.650-2.330 cm-
plane teridentifikasi pada panjang gelombang 1
, akan tetapi pada perlakuan kalsinasi 600°C
712 cm-1. Vibrasi gugus fungsi yang dihasilkan sebagian struktur CaCO3 telah terdekomposisi
pada perlakuan 500°C memiliki kemiripan menjadi CaO. Hal tersebut terlihat dengan
dengan vibrasi gugus fungsi bahan baku jumlah vibrasi streching symmetric CaO yang
(Figure 1). Hal ini menunjukkan perlakuan teridentifikasi pada panjang gelombang 1.412,
kalsinasi 500°C material yang dihasilkan 1.112 dan 875 cm-1. Spektrum FTIR perlakuan
apatit dapat mengalami perubahan kisi yang keberadaan unsur pengotor (impurity) yang
disebabkan oleh pertukaran kationik dan dapat merubah struktur kimia apatit, misalnya
anionik, misalnya Na+, K+, Mg2+, Sr2+, Cl-, natrium (Na+) yang terjebak pada kisi divalen
OH- dan F- selama proses sintesis berlangsung clinohidroksiapatit (Ca9Na0.2(PO4)6·OH2) dan
mengikuti hukum Goldschmidt yang klorin (Cl2) pada kisi monovalen chlorapatit
menginterpretasikan bahwa proses penyisipan (Ca9.7(P6O23)Cl2·(OH)2) (Figure 3), walaupun
ion dari valensi yang berbeda akan selalu demikian seiring kenaikan suhu kalsinasi
mencari kesetimbangan dalam pembentukan unsur Na+ dan Cl2 mengalami penguapan. Hal
senyawa akhir. Peristiwa pertukaran, pelepasan ini teridentifikasi pada perlakuan kalsinasi
ion dan penyisipan unsur selama sintesis 1.000°C yang menghasilkan hidroksiapatit
berlangsung memengaruhi pembentukan fasa (Ca9.82(PO4)6·OH2), tanpa sisipan unsur Na+
kristalinitas dan amorf apatit. Hasil analisis dan Cl2 yang ditandai dengan pembentukan
komposisi kristalinitas dan amorf dapat fasa kristalinitas lebih tinggi dibandingkan
dilihat pada Figure 4. pelakuan kalsinasi 800°C dan 900°C, namun
Hasil analisis pada Figure 4 menunjukkan persentase kristalinitas pada perlakuan
seiring kenaikan suhu kalsinasi persentase kalsinasi tersebut ini belum memenuhi
fasa kristalinitas cenderung meningkat, International Organization for Standardization
sebaliknya fasa amorf cenderung menurun. (ISO) 13175 tahun 2015 yang mensyaratkan
Pembentukan fasa amorf disebabkan kristalinitas hidroksiapatit sebesar 95%.
100
89.90
90 85 85.50
80
70
Composition (%) 60
50
40
30
20 15 14.50
9.90
10
0
800 900 1,000
Calcination temperature (°C)
Fasa kristalinitas apatit memiliki hubungan 1,67. Hasil analisis nisbah Ca/P hidroksiapatit
terhadap kekuatan mekanis material perancah terpilih dapat dilihat pada Table 2.
tulang, semakin tinggi kristalinitas material Hasil analisis nisbah Ca/P hidroksiapatit
memberikan kontribusi terhadap kekuatan terpilih memiliki nisbah sebesar 1,66. Hal
mekanik yang semakin baik atau mendekati tersebut memiliki kesamaan dengan nisbah
kekuatan mekanik tulang manusia (Wopenka Ca/P hidroksiapatit komersial (Habiocer®),
dan Pateris 2005). akan tetapi nisbah Ca/P hidroksiapatit terpilih
Berdasarkan hasil analisis pengaruh belum memenuhi nisbah hidroksiapatit
suhu kalsinasi yang berbeda mineral apatit, secara teoritis yakni 1,67. Perbedaan nisbah
menunjukkan bahwa perlakuan kalsinasi Ca/P hidroksiapatit terpilih disebabkan
1.000°C 1 jam merupakan perlakuan terpilih ketidakseimbangan muatan kation divalen
untuk menghasilkan hidroksiapatit sebagai pada unsur kalsium selama proses sintesis
biomaterial perancah tulang. berlangsung. Hal tersebut teridentifikasi
struktur hidroksiapatit terpilih memiliki
Nisbah mineral kalsium fosfat (Ca/P) struktur Ca9.82(PO4)6.OH2, sedangkan
Nisbah kalsium fosfat (Ca/P) merupakan hidroksiapatit teoritis memiliki struktur
parameter penting dalam menentukan sifat Ca10(PO4)6.OH2, perbedaan muatan pada kisi
osteokonduktif hidroksiapatit (Szczes et al. divalen diduga memberikan dampak terhadap
2017). Menurut International Organization nisbah Ca/P. Menurut Joris dan Amberg
for Standardization (ISO) 13175 tahun 2015 (1971) perilaku nisbah Ca/P yang tidak
mensyaratkan nisbah Ca/P untuk material stoikiometri dipengaruhi oleh kehilangan ion
perancah tulang berbasis hidroksiapatit yakni pada kisi divalen, trivalen maupun monovalen
(a) (b)