Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) adalah bentuk paling stabil dari kalsium
fosfat dan sedikit larut dalam air (Zhan et al., 2002; Matsumoto et al., 2005 dan
Aquilano et al., 2014). Hidroksiapatit (HAp) merupakan komponen anorganik
utama jaringan keras mamalia, seperti tulang dan gigi. Komposisi HAp dari
enamel manusia sekitar 96 wt.%. Umumnya, biomaterial sintetik memiliki
bioaktivitas yang sangat baik, biokompatibilitas dan osteokonduktivitas sehingga
sintesis nano-HAp telah banyak diterapkan sebagai biomaterial untuk
memperbaiki atau mengganti jaringan keras manusia.
Cangkang lokan (Geloina coaxans) merupakan salah satu jenis moluska yang
dapat digunakan sebagai prekursor kalsium (Ca) untuk sintesis HAp karena
mengandung kalsium karbonat (CaCO3) yang cukup tinggi yang dapat diubah
menjadi CaO melalui proses kalsinasi pada temperatur tinggi. Lokan (Geloina
coaxans) ini biasanya dikonsumsi sebagai makanan karena kandungan gizinya
yang cukup tinggi, sedangkan cangkangnya dimanfaatkan untuk kerajinan tangan
dan bahan pencampur pada proses pembuatan ubin (Putri, 2005). Maka untuk
meningkatkan nilai ekonomisnya, limbah cangkang lokan (Geloina coaxans)
dapat dimanfaatkan sebagai prekursor dalam sintesis HAp.
Sintesis HAp dapat dilakukan dengan mencampurkan prekursor kalsium (Ca)
dengan fosfat (P). Prekursor kalsium (Ca) dapat diperoleh dalam bentuk CaO
komersil (Abidi dan Murtaza, 2013) maupun dari material alam seperti cangkang
moluska dan batu kapur dalam bentuk CaCO3 yang dikonversikan menjadi CaO.
Beberapa cangkang moluska yang pernah dijadikan sebagai prekursor kalsium
(Ca) untuk sintesis hidroksiapatit adalah cangkang kerang mata tujuh (Abalone
shell) (Chen dkk., 2015), cangkang kerang kepah (Mussel shell) (Shavandi dkk.,
2014), cangkang kerang tiram (Oyster shell) (Rujitanapanich dkk., 2014), tulang
sapi (Haruda, 2016), tulang ikan tuna (Riyanto, 2013) dan cangkang telur
(Wardani dkk., 2015). Adapun sumber fosfat yang dapat digunakan adalah
K2HPO4 (Cengiz dkk., 2008), KH2PO4 (Padmanabhan dkk., 2009), H3PO4 (Abidi
dkk., 2013) dan (NH4)2HPO4 (Charlena dkk., 2014).

1
Temperatur merupakan salah satu faktor laju reaksi. Pada penelitian ini,
temperatur kalsinasi memiliki peranan penting yaitu untuk mengubah fasa amorf
menjadi kristalin. Adapun penelitian yang telah berhasil mensintesis hidroksiapatit
dengan variasi temperatur kalsinasi adalah Liu, dkk (2015) pengaruh perlakuan
panas pada hidroksiapatit pada morfologi, komposisi dan karakteristik kristal
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya temperatur, maka kristalinitas juga
meningkat; Kim dan Chikara (2016) bentuk HAp dari kristal kalsium karbonat
dibawah kondisi hidrotermal menunjukkan bahwa ukuran kristal HAp meningkat
seiring dengan meningkatnya temperatur; An, dkk (2015) kontrol sintesis tanpa
surfaktan dan karakterisasi hidroksiapatit menunjukkan bahwa temperatur
mempengaruhi morfologi dan ukuran pada mikrostruktur HAp.
Berbagai metode dan prekursor juga telah digunakan dalam sintesis
hidroksiapatit, antara lain metode pengendapan menggunakan prekursor cangkang
telur dan CaHPO4.2H2O (Wu dkk, 2016), metode hidrotermal menggunakan
prekursor cangkang abalone dan (NH4)2HPO4 (Chen dkk., 2015) dan penelitian
lain yang juga pernah dilakukan adalah dengan metode microwave menggunakan
prekursor cangkang kerang kepah dan Na2HPO4 (Shavandi dkk., 2014). Pada
penelitian ini penulis akan melakukan sintesis dan karakterisasi HAp
menggunakan metode pengendapan dari bahan dasar limbah cangkang lokan
(Geloina coaxans) sebagai sumber kalsium (Ca) dengan prekursor Ca(NO 3)2 dan
Ca(OH)2, (NH4)2HPO4 sebagai sumber fosfat (P) menggunakan variasi waktu
kalsinasi 30, 60, 120,dan 180 menit pada suhu 9000C.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah adalah
bagaimana mensintesis hidroksiapatit dengan menggunakan cangkang lokan
(Geloina coaxans) sebagai sumber kalsium (Ca) dan diamonium hidrogen posphat
(NH4)2HPO4 sebagai sumber fosfat (P). Limbah cangkang lokan (Geloina
coaxans) merupakan salah satu cangkang moluska yang secara ekonomis dapat
dikembangkan sebagai sumber CaO dalam sintesis material seperti hidroksiapatit
(HAp). Senyawa HAp merupakan suatu material bioaktif yang berpotensi
digunakan sebagai pelapis dalam implantasi komposit karena memiliki kemiripan

2
struktur dan komposisi dengan komponen anorganik seperti material pada struktur
tulang dan gigi.

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Menentukan komposisi kimia cangkang lokan (Geloina coaxans)
menggunakan X-Ray Flourocence (XRF).
2. Sintesis hidroksiapatit menggunakan bahan dasar cangkang lokan (Geloina
coaxans) sebagai sumber kalsium dan diamonium hidrogen posphat
(NH4)2HPO4 sebagai sumber fosfat menggunakan metode pengendapan
dengan variasi waktu kalsinasi 30, 60, 120 dan 180 menit.
3. Karakterisasi hasil sintesis senyawa hidroksiapatit menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR)

1.4. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dilaboratorium Riset Material Anorganik Geokimia dan
Mineralogi, Laboratorium Riset Sains Material Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Riau, universitas Negeri Padang (UNP) dan Pusat Sains dan Teknologi Bahan
material PSTBM-BATAN Tangerang. Penelitian ini berlangsung selama lebih
kurang 6 bulan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Lokan (Geloina coaxans)


Lokan (Geloina coaxans) merupakan salah satu kerang yang hidup di
perairan payau dalam kawasan pesisir (Dharma, 2005). Pourtier (1998)
menyatakan penyebaran kerang lokan mulai vanuatu utara sampai selatan,
kepulauan jepang. (Gimin dkk., 2004) juga menambahkan penyebaran kerang ini
sampai costa rica, amerika selatan dan australia utara. Lokan (Geloina coaxans)
merupakan jenis phylum moluska, kelas bivalvia yang distribusinya banyak
dijumpai di hutan mangrove, meliputi Indonesia Pasifik Barat mulai dari India,
Malaysia, Indonesia, Thailand, China, Vietnam, Burma, Philipina (Morton, 1984).
Menurut Dwiono (2003) taksonomi lokan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia

Phylum : Moluska

Klass : Bivalvia

Ordo : Lamellibranschia

Famili : Corbicullidae

Genus : Gelonia

Species : Geloina coaxans

Gambar 2.1. Geloina coaxans (Pribadi, 2016)

4
2.1.1. Komposisi Kimia Cangkang Lokan (Geloina coaxans)
Kulit kerang merupakan bahan sumber mineral yang pada umumnya
berasal dari hewan laut berupa kerang yang telah mengalami penggilingan dan
mempunyai karbonat tinggi. Umumnya, serbuk cangkang kerang dari berbagai
jenis mengandung komposisi kimia yang dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi kimia serbuk cangkang lokan (Geloina coaxans)

No Komponen kimia Kadar senyawa kimia (%)


1 CaO 67,072
2 SiO2 8,252
3 Fe2O3 0,402
4 MgO 22,652
5 Al2O3 1,622
(Balgies, 2011).

2.2. Kalsium Karbonat (CaCO3)


Kalsium karbonat umumnya berwarna putih, berat molekul 100,09 g/mol,
larut dalam air dingin, air panas dan dijumpai pada batu kapur, kalsit, marmer
dan batu gamping. Kalsium karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi
serbuk yang lunak yang dinamakan kalsium oksida (CaO) (Gunawan dkk., 2005).

2.3 Kalsium Oksida (CaO)


Kalsium oksida biasanya dikenal sebagai kapur yang telah dibakar (burnt
lime) dan digunakan sebagai senyawa kimia. Senyawa ini merupakan padatan
kristalin berwarna putih, berat molekul 56,077 g/mol, density 3350 kg/m 2, titik
leleh 25720C, titik didih 28500C dan bereaksi dengan air menghasilkan energi
panas melalui pembentukan hidratnya. Kalsium oksida biasanya dibuat melalui
dekomposisi termal batu kapur yang mengandung kalsium karbonat dalam dapur
kapur atau tempat pembakaran dengan pemanasan sampai diatas suhu 8250C.
Proses ini dinamakan kalsinasi. Proses ini bersifat reversibel, karena disaat kapur
didinginkan maka senyawa ini akan segera menyerap CO2 dari udara dan kembali
menjadi bentuk CaCO3 (Ahn J, 2004).

2.4 Diammonium Hidrogen Fosfat

5
MSDS (Material Safety Data Sheet) (NH4)2PO4. (NH4)2PO4 memiliki nama
kimia ammonium fosfat dengan rumus (NH4)2PO4. Nama lain dari ammonium
pospat yaitu diammonium hidrogen fosfat. Adapun karakteristik dari senyawa
(NH4)2PO4 ini yaitu padatan berwarna putih dengan massa jenis 1.619 g/cm3,
memiliki pH 7.8-8.5 dan tidak berbau. Senyawa (NH4)2PO4 ini juga merupakan
senyawa beracun karena jika terkena kulit bisa menyebabkan iritasi, selain itu
juga bisa menyebabkan perih bila terkena mata.

2.5. Kalsium Fosfat (Ca/P)


Kalsium fosfat merupakan suatu senyawa yang terdiri dari kalsium dan fosfat
dan termasuk kedalam mineral apatit. Senyawa kalsium fosfat tidak memiliki
muatan bebas sehingga memiliki sifat listrik yang rendah. Senyawa ini merupakan
salah satu biomaterial yang sangat besar peranannya di dalam dunia medis.
Dengan sifatnya yang biocompatible, material tersebut banyak diaplikasikan pada
proses penyembuhan jaringan keras yang mengalami kerusakan, juga sebagai
pelapis implan yang dimasukkan kedalam tubuh manusia untuk meningkatkan
sifat biokompatibilitasnya. Bersifat tidak beracun dan bioaktif dalam
pembentukan kembali tulang yang rusak (Shojai, 2013). Dibawah ini di jelasakan
beberapa sifat dari kalsium fosfat adalah sebagai berikut
Tabel. 2.2 Beberapa senyawa kalsium fosfat yang penting
Rasio molar
Nama senyawa Rumus senyawa
Ca/P

Monocalcium phosphate
Ca(H2PO4)2H2O 0.5
monohydrate
Monocalcium phosphate
Ca(H2PO4)2 0.5
anhydrous
Dicalcium phosphate dehydrate
CaHPO4.2H2O 1.0
( brushite)
Dicalcium phosphate anhydrous
CaHPO4 1.0
(Monetite)
Octacalcium phosphate Ca8(HPO4)2(PO4)45H2O 1.33
α – Tricalcium phosphate Ca3(PO4)2 1.5
β – Tricalcium phosphate Ca3(PO4)2 1.5
Amorphous calcium phosphate Cax(PO4)ynH2O 1.2-2.2

6
Hydroxyapatite Ca10(PO4)6(OH)2 1.67
(Shojai, 2013)

2.6. Hidroksiapatit (HAp)


Hidroksiapatit (HAp) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan
senyawa keramik kalsium fosfat dan juga komponen anorganik utama dalam
tulang dan gigi dari hewan dan juga manusia. HAp adalah salah satu senyawa
kalsium fosfat dan digunakan sebagai biomaterial karena merupakan material
keramik yang memiliki sifat stabil secara kimia jika dibandingkan dengan
material logam dan polimer, tidak bersifat racun, bioaktif, dan biokompatibel
(Hui dkk., 2010).
Kualitas hidroksiapatit (HAp) sangat bergantung pada beberapa karakteristik
hidroksiapatit (HAp) hasil sintesis. Sifat-sifat yang dimaksud antara lain ukuran
partikel, distribusi, stoikiometri, kristalinitas dan morfologi permukaan yang
berkaitan dengan sifat bioaktif dari hidroksiapatit (HAp) (Hahn dkk., 2011).

2.7. Metode Sintesis Hidroksiapatit (HAp)


Sintesis hidroksiapatit (HAp) dapat dilakukan melalui beberapa proses
menggunakan beragam reaktan atau prekursor. Adapun beberapa metode yang
digunakan dalam mensintesis hidroksiapatit (HAp) adalah sebagai berikut :
1. Metode basah (Wet method)
Metode basah (Wet method) menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi
padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan
menghasilkan serbuk hidroksiapatit (HAp) dengan sedikit kristal atau amorf.
Adapun beberapa metode basah diantaranya adalah presipitasi, hidrolisis,
metode sol-gel dan hydrothermal.
2. Metode kering (Dry method)
Metode kering (Dry method) menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi
padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit (HAp) dengan butir halus dan
derajat kristalinitasnya tinggi.
3. High temperature process (HTP)

7
Proses ini menggunakan suhu tinggi untuk mensintesis hidroksiapatit (HAp).
High temperature process dapat dilakukan oleh dua teknik, yaitu combustion
dan pyrolysis (Shojai dkk., 2013).

2.8. Metode Pengendapan


Pengendapan adalah proses reaksi terbentuknya padatan (endapan) di dalam
sebuah larutan sebagai hasil dari reaksi kimia. Presipitasi ini biasanya terbentuk
ketika konsentrasi ion yang larut telah mencapai batas kelarutan dan hasilnya
adalah membentuk garam. Metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif
dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut
(anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi
yang cepat sehingga membentuk nanopartikel. Metode presipitasi merupakan
salah satu pendekatan yang paling luas karena sederhana dan penggunaan bahan
baku relatif murah. Metode presipitasi dilakukan dengan mengendalikan kelarutan
bahan di dalam larutan melalui perubahan pH, suhu atau pelarut. Endapan yang
dihasilkan dari kondisi sangat jenuh memiliki banyak partikel berukuran kecil
(Setiono & Pudjaatmaka, 1985).
Beberapa keuntungan-keuntungan dari metoda pengendapan adalah sebagai
berikut ini:
1. Hidroksiapatit yang dapat disintesis relatif tanpa menggunakan pelarut
organik (dengan biaya yang tidak terlalu besar).
2. Proses yang sederhana dengan hasil yang besar (87%) sehingga cocok
untuk produksi skala besar (industri).
3. Tidak ada elemen kontaminan asing dan hasil sampingnya biasanya
adalah air jika menggunakan pelarut air.
4. Membutuhkan reagen-reagen yang tidak mahal dan produk Ca/P dengan
komposisi fasa yang bervariasi dapat diperoleh (Mobasherpour dkk.,
2007).
Peneliti sebelumnya telah banyak yang melakukan sintesis hidroksiapatit
(HAp) menggunakan metode pengendapan diantaranya yaitu Maylinda, N (2015),
Ningsih, R.P (2014), dan Nia (2017) telah mensintesis hidroksiapatit (HAp)

8
menggunakan prekursor kalsium dari berbagai cangkang kerang dengan metode
pengendapan.

2.9. Karakterisasi Hidroksiapatit (HAp)


Beberapa cara untuk mengkarakterisasi hidroksiapatit (HAp) hasil sintesis
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
2.9.1. X-Ray Flourecence (XRF)
X-Ray Flourecence (XRF) adalah suatu metode analisis yang digunakan
untuk menentukan komposisi kimia dari suatu sampel berdasarkan intensitas
sinar-X suatu unsur di dalam cuplikan hasil eksitasi sumber radioisotop.
Spektrometer XRF didasarkan pada lepasnya elektron bagian dalam dari atom
akibat dikenai sumber radiasi dan pengukuran intensitas pendar sinar-X
karakteristik yang dipancarkan oleh atom unsur dalam sampel. Metode ini tidak
merusak bahan yang dianalisis baik dari segi fisik maupun kimiawi sehingga
sampel dapat digunakan untuk analisis berikutnya.

Gambar 2.2 Skema XRF (Gosseau, 2009)


Mekanisme kerja XRF secara umum adalah sinar-X dari sumber
pengeksitasi akan mengenai cuplikan dan menyebabkan interaksi antara sinar-X
yang karakteristik untuk setiap unsur. Sinar-X tersebut selanjutnya mengenai
detektor Si (Li) yang akan menimbulkan pulsa listrik yang lemah, pulsa tersebut
kemudian diperkuat dengan preamplifier dan amplifier lalu disalurkan pada
penganalisis saluran ganda atau Multi Chanel Analyzer (MCA). Tenaga sinar-X
karakteristik yang muncul tersebut dapat dilihat dan disesuaikan dengan tabel
tenaga sehingga dapat diketahui unsur yang ada di dalam cuplikan yang dianalisis
(Iswani, 1983).

9
Spektrometer XRF tersusun dari tiga komponen utama yaitu sumber
radioisotop, detektor dan unit pemrosesan data. Sumber radioisotop adalah isotop-
isotop tertentu yang dapat digunakan untuk mengeksitasi cuplikan sehingga
menghasilkan sinar-X yang karakteristik. Radioisotop yang dapat digunakan
adalah Fe, Co, Cd dan Am. Sumber radioisotop ini dibungkus sedemikian rupa
dengan timbal agar penyebaran radiasinya terhadap lingkungan dapat dicegah.
Spektrometer XRF yang menggunakan detektor Si (Li) biasanya dimasukkan
dalam nitrogen cair. Hal ini dilakukan untuk mengatasi arus bocor bolak-balik
yang disebabkan oleh efek termal, sehingga detektor Si(Li) harus dioperasikan
pada suhu sangat rendah yaitu dengan menggunakan nitrogen cair (77K) sebagai
pendingin. Apabila tidak dilakukan pendinginan maka arus akan bocor dan akan
merusak daya pisah detektor. Selain itu pendingin dengan nitrogen cair juga
diperlukan untuk menjaga agar ion-ion Li tidak merembes keluar dari kristal dan
menyebabkan hilangnya daerah intrinsik (Iswani, 1983).
Teknik analisis dengan XRF lebih banyak digunakan karena metode ini
cepat, lebih teliti, tidak merusak bahan, dapat digunakan pada cuplikan berbentuk
padat, bubuk, cair maupun pasta (Sukirno dkk., 2003).

2.9.2. X-Ray Diffraction (XRD)


Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fasa kristalin di dalam material-material benda dan
serbuk digunakan untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti ukuran butir, fasa
komposisi orientasi kristal dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini
menggunakan sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap
bidang berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut,
dengan berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan
karakteristik dari sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya
dengan sebuah data base internasional atau Joint Commite On Powder Diffraction
Standards (JCPDS) (Lu, 2015).
Pada difraksi sinar-X, cahaya yang dihamburkan jatuh pada dua bidang
paralel dari suatu sampel terlihat pada Gambar 2.3 berikut:

10
Gambar 2.3 Hamburan cahaya pada difraksi sinar-X
(Sumber: Takeuchi, 2008)

Hukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan yang


harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan
berkas difraksi. Hukum Bragg mengemukakan hubungan antara panjang
gelombang dan sinar-X pada dua bidang yang paralel sebagai berikut:

nλ= 2d sin θ......................................................................................(1)

Keterangan:
n = suatu bilangan bulat
λ = panjang gelombang sinar-X
d = jarak antara dua bidang yang paralel
θ = sudut sinar-X yang mengenai bidang
(Masrukan,2008).
Berdasarkan hukum Bragg, dapat ditentukan panjang gelombang atau
jarak kisi kristal (D) dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer :
0,89 λ
D= ................................................................................................ (2)
β cos θ
Keterangan :
𝜆 = panjang gelombang (CuK𝛼 = 0.15405)
𝛽 = full widht at half maximum
𝜃= sudut XRD
Pada suatu senyawa campuran, tiap kristalnya memberi difraksi terhadap
sinar-X. Masing- masing senyawa memiliki harga dhkl yang spesifik, maka dari
difraktogram, dapat ditentukan kemurnian sampel. Difraktogram juga memberi
informasi lain untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dapat
dilihat dari harga dhkl sampel dan secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung
luas daerah di bawah difraktogram (Masrukan, 2008).

11
2.9.3. Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR)
Frourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR) atau yang dikenal
dengan FTIR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa
komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan,
material semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik dan
mineral. FTIR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan,
lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat dan bentuk lainnya dari suatu
material. FTIR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif
namun juga bisa untuk analisa kuantitatif. Dasar lahirnya spektroskopi FTIR
adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar inframerah,
kecuali molekul-molekul monoatom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul
homopolar diatomik (H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar inframerah
pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu
molekul (Fernandez, 2011).
Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah maka ada beberapa hal yang
perlu dipenuhi, yaitu:
1. Adsorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi
molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya
absorbsi adalah terkuantitasi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi
radiasi elektromagnetik yang diserap.
3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat
perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.
Spektroskopi inframerah dilakukan pada daerah inframerah yaitu dari
panjang gelombang 0,78 sampai 1000 μm. Teknik spektroskopi inframerah
terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk
mengidentifikasi suatu senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui
kemurnian dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Spektrum inframerah
dapat dibagi menjadi inframerah dekat, inframerah sedang dan inframerah jauh
(Fernandez, 2011).

12
Gambar 2.5 Skema kerja alat FTIR (Bassler, 1986)
Teknik pengoprasian FT-IR berbeda dengan spektrofotometer inframerah.
Pada FT-IR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti
monokromator, yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul
yang berupa interferogram. Interferogram juga memberikan informasi yang
berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar
dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai
domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier
transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana.

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat- Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah lumpang, cawan, blender
(Philips), furnace (vulcanTM seri A-130), pH meter (pH 2011 Pen Type), oven
(Gallen kemp), hotplate (Rexim RSH-1DR As One), magnetik stirrer (Spinbar),
crucible, neraca analitik (Mettler AE 200), ayakan 200 mesh (W.S Tyler
Incorporated U.S.A), X-Ray Flourocence (S2 Ranger Burker), X-Ray Diffraction
(Gbc Emm), dan Fourier Transform Iifra Red (Shimadzu-0265) dan seperangkat
alat-alat gelas yang biasa digunakan dalam penelitian kimia.

3.1.2. Bahan- Bahan yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang lokan
(Geloina coaxans), (NH4)2HPO4 Merck, NH4OH Merck, kertas saring, alumunium
foil dan akuabides.
3.2. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilakukan antara lain yaitu :
1. Preparasi sampel dan menentukan komposisi kimia cangkang lokan
(Geloina coaxans) menggunakan X-Ray Flouroscence (XRF)
2. Mempelajari dekomposisi cangkang lokan menjadi CaO melalui kalsinasi
selama 12 jam pada temperatur 1000 0C menggunakan X-Ray diffraction
(XRD).
3. Sintesis hidroksiapatit (HAp) melalui Ca(NO3)2 dan Ca(OH)2
menggunakan metode pengendapan.

14
4. Hasil sintesis senyawa hidroksiapatit (HAp) dikarakterisasi menggunakan
X-Ray Diffraction (XRD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR)

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1 Preparasi Sampel
Cangkang Lokan (Geloina Coaxans) segar diambil dari daerah Desa
Panipahan, Rokan Hilir. Lokan (Geloina Coaxans) dicuci terlebih dahulu lalu
direbus dan isinya dikeluarkan dari cangkang untuk diolah menjadi makanan
olahan, kemudian sisanya yang berupa cangkang diambil dan dibersihkan
kembali. Cangkang lokan (Geloina Coaxans) yang telah bersih tersebut
dikeringkan diudara terbuka dan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105°C,
setelah kering ditumbuk sampai halus dengan menggunakan mortar-martir,
kemudian diayak dengan menggunakan ayakan yang lolos 200 mesh. Serbuk
cangkang lokan (Geloina coaxans) selanjutnya dikalsinasi pada suhu 1000 0C
selama 12 jam dan dikarakterisasi menggunakan X-Ray Flourecence (XRF) untuk
mengetahui komposisi kimianya.

3.3.2 Sintesis Hidroksiapatit (HAp)


3.3.2.1 Sintesis Hidroksiapatit (HAp) Menggunakan Prekursor (NH4)2 HPO4
3.3.2.1.1 Variasi Waktu Kalsinasi (HAp) Menggunakan Kalsium Nitrat
(Ca(NO3)2)
Sintesis hidroksiapatit (HAp) dilakukan menggunakan (NH4)2 HPO4
sebagai sumber fosfat dan kalsium (Ca) yang berasal dari cangkang lokan
(Geloina coaxans) dalam bentuk CaO. Rasio konsentrasi Ca/P yang digunakan
yaitu sebesar 1.67 dengan Ca dari cangkang lokan (Geloina coaxans) 1 M.
Cangkang lokan (Geloina coaxans) (CaO) sebanyak 5.7017 gram hasil kalsinasi
dilarutkan dalam larutan HNO3 3 M untuk mendapatkan larutan Ca(NO3)2.
Kemudian sebanyak 7,923 gram (NH4)2 HPO4 dilarutkan dalam akuabides dalam
labu 100 mL. Larutan (NH4)2 HPO4 dimasukkan pada buret dan larutan Ca(NO3)2
pada beaker gelas. Kedua larutan dicampurkan dengan cara larutan (NH4)2 HPO4
diteteskan secara perlahan-lahan ke dalam larutan Ca(NO3)2 dengan kecepatan
300 rpm pada suhu 30 oC selama 1 jam. Lalu pH campuran dijaga pada pH = 10
dengan penambahan larutan NH4OH sebagai pengatur pH yang diukur dengan pH

15
meter. Larutan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam setelah itu larutan
disaring dengan kertas saring Whatman No. 42. kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105 oC selama 2 jam dan selanjutnya dikalsinasi pada suhu 900oC
(kalsinasi hidroksiapatit) ) selama 30 menit. Perlakuan yang sama dilakukan untuk
waktu kalsinasi 60, 120 dan 180 menit.

3.3.2.1.2 Variasi Waktu Kalsinasi (HAp) Menggunakan Kalsium Hidroksida


(Ca(OH)2)
Sintesis hidroksiapatit (HAp) dilakukan menggunakan (NH4)2 HPO4
sebagai sumber fosfat dan kalsium (Ca) yang berasal dari cangkang lokan
(Geloina coaxans) dalam bentuk CaO. Rasio konsentrasi Ca/P yang digunakan
yaitu sebesar 1.67 dengan Ca dari cangkang lokan (Geloina coaxans) 1 M.
Cangkang lokan (Geloina coaxans) (CaO) sebanyak 5.7017 gram hasil kalsinasi
dilarutkan dalam larutan akuabides untuk mendapatkan larutan Ca(OH)2.
Kemudian sebanyak 7,923 gram (NH4)2 HPO4 dilarutkan dalam akuabides dalam
labu 100 mL. Larutan (NH4)2 HPO4 dimasukkan pada buret dan larutan Ca(OH)2
pada beaker gelas. Kedua larutan dicampurkan dengan cara larutan (NH4)2 HPO4
diteteskan secara perlahan-lahan ke dalam larutan Ca(OH)2 dengan kecepatan 300
rpm pada suhu 30 oC selama 1 jam. Lalu pH campuran dijaga pada pH = 10
dengan penambahan larutan NH4OH sebagai pengatur pH yang diukur dengan pH
meter. Larutan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam setelah itu larutan
disaring dengan kertas saring Whatman No. 42. Kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC selama 2 jam dan selanjutnya dikalsinasi pada suhu 900oC
(kalsinasi hidroksiapatit) selama 30 menit. Perlakuan yang sama dilakukan untuk
waktu kalsinasi 60,120 dan 180 menit.

3.3.3 Karakterisasi Hidroksiapatit (HAp)


Hasil senyawa hidroksiapatit (HAp) yang telah diperoleh dikarakterisasi
menggunakan XRD dan FTIR. Karakterisasi XRD ini bertujuan untuk
mengidentifikasi fase dan struktur kristal yang terbentuk dari hasil hidroksiapatit
(HAp) yang dibuat dengan metode pengendapan, sedangkan karakterisasi
menggunakan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsinya.

16

Anda mungkin juga menyukai