Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1. Hasil Analisis Awal
4.1.1.1.Analisis Komposisi Kimia Cangkang Lokan (Geloina Coaxans)
Untuk melihat komposisi kimia dari cangkang lokan ( Geloina coaxans)
maka dilakukan analisis menggunakan X-Ray Florosence (XRF). Adapun
komposisi kimia cangkang lokan (Geloina coaxans) dapat dilihat pada Tabel 4.1
di bawah.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Komposisi kimia cangkang lokan (Geloina coaxans)
menggunakan X-Ray Florosence (XRF)
No Komponen kimia Kadar senyawa kimia (%)
1 CaO 98.71%
2 Al2O3 0.301%
3 Fe2O3 0.014 %
4 SO3 0.22 %

4.1.1.2. Analisis Gugus Fungsi Kitosan dari Cangkang Kepiting (Scylla


olivacea)
Untuk mengetahui gugus fungsi cangkang kepiting maka dilakukan
karakterisasi menggunakan FTIR. Hasil karakterisasi menggunakan FTIR dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
120 Deasetilasi-Smooth
%T Demineralisasi-Smooth
115 Kepiting-Smooth
Deprotein-Smooth
110
105
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 750 600 450
Deprotein-Smooth 1/cm

Gambar 4.1. Hasil FTIR Cangkang kepiting

20
Perbandingan analisis FTIR cangkang kepiting hasil sintesis dengan peneliti
sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Tabel perbandingan cangkang kepiting dengan peneliti lainnya
Bilangan gelombang (cm-1)
Peneliti sebelumnya
Gugus
Hasil penelitian Sangwaranatee, Trakoolwannacha,
fungsi Chen, 2019
2018 2019

O-H 3264 3363 - -


N-H 3443 - - -
C-H 2921 2875 2917 2800
C-N 1323 1323 1456 -
C=O 1746 1746 - 1638

4.1.2. Hasil Sintesis Hidroksiapatit (HAp)


4.1.2.1.Analisis Gugus Fungsi Hidroksiapatit (HAp) dari Cangkang Lokan
(Geloina Coaxans)
Hasil sintesis hidroksiapatit dengan prekursor NaH2PO4 menggunakan
Fourier Transform Infra-Red (FTIR). Hasil analisis menggunakan FTIR yang
berupa spektrum dapat dilihat pada Gambar 4.2. dan Tabel 4.3
135
%T
127,5
120
112,5
105
97,5
90
82,5
75
67,5
60
52,5
45
37,5
30
22,5
15
7,5
-0
4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 750 450
AK0-Smooth 1/cm

Gambar 4.2. Hasil FTIR hidroksiapatit

21
Tabel 4.3. Perbandingan FTIR hasil penelitian hidroksiapatit dengan peneliti lain
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus Peneliti sebelumnya
Hasil penelitian
fungsi Jiang, 2015 Yu, H.P, 2018 Shavandi, 2015
HAp HAp HAp HAp
O-H 3642 3571 - 3570
1085,1053 & 1097, 1028 & 1098, 1026, 605
PO43- 950 & 1100
962 962 & 561
1472, 1448,
CO32- - - 1406 & 1478
1417 & 1411

4.1.2.2.Analisis X - Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit (HAp) dari


Cangkang Lokan (Geloina Coaxans)
Analisis X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan pada cangkang lokan
(Geloina coaxans). Hasil analisis menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dapat
dilihat pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.4

Gambar 4.3. Hasil XRD hidroksiapatit (HAp)

Tabel 4.4. Hasil Analisis X-Ray Diffraction (XRD) cangkang lokan (Geloina
coaxans)

22

Rumus molekul
ICDD Hasil
34.045 33.9890 Ca10(OH)2(PO4)6
25.860 25.9209 Ca10(OH)2(PO4)6
28.920 28.9294 Ca10(OH)2(PO4)6
40.811 40.9540 Ca10(OH)2(PO4)6
49.460 49.5348 Ca10(OH)2(PO4)6
4.1.2.3.Hasil Analisis SEM-EDX Hidroksiapatit (HAp)-Kitosan

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.4 Hasil SEM (a)Hidroksiapatit(HAp); (b)HAp-K 10%; (c)HAp-K
20%;(d)HAp-K 30%
4.1.3. Efektivitas dari Metilen Biru dan Metilen Orange
4.1.3.1 Metilen Biru
4.1.3.1.1 Panjang Gelombang
Penentuan panjang gelombang maksimum untuk zat warna methylene
blue dilakukan dengan mengukur absorbansi salah satu larutan standar pada
panjang gelombang 664 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.
Hasil absorbansi maksimum yang diperoleh merupakan panjang gelombang
optimum yang digunakan dalam penelitian.

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi


620 0,3755

23
625 0,3856
630 0,4014
635 0,4334
640 0,4815
645 0,5404
650 0,6039
655 0,6615
660 0,703
664 0,7181
670 0,6779
675 0,5633
680 0,4068
685 0,2736
690 0,1716
695 0,1038
700 0,0627

Panjang Gelombang Optimum Metilen


Biru
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
610 620 630 640 650 660 670 680 690 700 710

Gambar 4.5. Hasil panjang gelombang optimum metilen biru


4.1.3.1.2 Kurva Kalibrasi Metilen Biru
Tabel 4.5. Hasil Kurva Kalibrasi Metilen biru
Konsentras
i Absorbansi
1 0,2037
2 0,4364
3 0,6862
4 0,8739
5 1,1107

24
Kurva Kalibrasi Metilen Biru

1.2

1 f(x) = 0.22515 x − 0.0132699999999997


R² = 0.99836967392738
0.8

0.6

0.4

0.2

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

Gambar 4.6. Hasil Kurva Kalibrasi Metilen Biru


4.1.3.1.3 Efesiensi Terhadap Waktu
80
Efesiensi Metilen Biru
70
60
50
HAp
40 Waktu HAp-Kitosan 10%
30 Waktu HAp-Kitosan 20%
Waktu HAp-kitosan 30%
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60

Gambar 4.7. Hasil Efisiensi Terhadap Waktu Pada HAp-Kitosan


Kontrol;10%;20%;30%
4.1.3.2 Metilen Orange
4.1.3.2.1 Panjang Gelombang
Penentuan panjang gelombang maksimum untuk zat warna methylene
orange dilakukan dengan mengukur absorbansi salah satu larutan standar pada
panjang gelombang 462 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.
Hasil absorbansi maksimum yang diperoleh merupakan panjang gelombang
optimum yang digunakan dalam penelitian.

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

25
420 0,2543
425 0,2667
430 0,2777
435 0,2888
440 0,2995
445 0,3086
450 0,3166
455 0,3226
460 0,3255
462 0,3257
470 0,3187
475 0,3081
480 0,2933
485 0,2765
490 0,2569
495 0,234
500 0,21

Panjang Gelombang Optimum Metilen Orange


0.35

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510

Gambar 4.8. Hasil panjang gelombang optimum metilen orange


4.1.3.2.2 Kurva Kalibrasi Metilen Orange
Tabel 4.6. Hasil Kurva Kalibrasi Metilen orange
Konsentrasi Absorbansi
1 0,1086
2 0,1712
3 0,2266
4 0,2888
5 0,3513

26
Kurva Kalibrasi Metilen Orange
0.4

0.35
f(x) = 0.0603000000000003 x + 0.0483999999999995
0.3 R² = 0.99959478376188

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

Gambar 4.9. Hasil Kurva Kalibrasi Metilen Orange


4.1.3.2.3 Efesiensi Terhadap Waktu

Efesiensi Metilen Orange


35
30
25
HAp
20
Waktu HAp-Kitosan
15 10%
Waktu HAp-Kitosan
10 20%
5 Waktu HAp-Kitosan
30%
0
0 10 20 30 40 50 60

Gambar 4.10.Hasil Efisiensi Terhadap Waktu Pada HAp-Kitosan


Kontrol;10%;20%;30%
4.2. Pembahasan
4.2.1 Hasil Analisis Awal
4.2.1.1 Analisis cangkang lokan (Geloina coaxans) menggunakan X-Ray
Florosence (XRF)
Analisis komposisi kimia menggunakan X-Ray Florosence (XRF)
didapatkan bahwa komposisi utama pada cangkang lokan (Geloina coaxans) yang
telah dikalsinasi adalah CaO (98,713%) dan juga terdapat senyawa lain yaitu

27
Al2O3 (0,301%), Fe2O3 (0,014%), dan SO3 (0,22%). Peneliti lainnya Nia (2017)
memperoleh hasil CaO sebesar 97,82% . Hasil analisis ini menunjukkan bahwa
komposisi kimia dari cangkang lokan (Geloina coaxans) memiliki komposisi CaO
yang tinggi sehingga cukup efektif digunakan sebagai sumber prekursor kalsium
dalam sintesis hidroksiapatit (HAp).
4.2.1.2 Analisis cangkang kepiting menggunakan FTIR
Cangkang kepiting memiliki komposisi yaitu protein (15-50%), mineral
(30-50%) dan kitin (15-30%) (Kumari dkk., 2017). Kitin yang terdapat pada
cangkang kepiting dapat disintesis menjadi kitosan. Kitosan ini merupakan salah
satu porogen yang memiliki banyak aplikasi sebagai serat/filler dalam pembuatan
komposit (Istifarah, 2012).
Cangkang kepiting dapat diolah menjadi kitosan dengan beberapa proses
yaitu: metode kimia yaitu demineralisasi dengan larutan asam, deproteinasi
dengan larutan alkali dan deasetilasi dengan larutan alkali (Muxida dkk., 2017).
Cangkang kepiting yang telah dihancurkan dan diayak, dilakukan demineralisasi
untuk menghilangkan mineral-mineral yang terdapat dalam cangkang kepiting.
Demineralisasi menggunakan larutan HCL 1 N dengan perbandingan 1:4
pada suhu 500C. Untuk melepaskan mineral dari cangkang kepiting, melepaskan
kalsium karbonat dan CO2 dari cangkang kepiting (Younes, 2015). Komponen
mineral dari cangkang kepiting adalah kalsiumkarbonat (CaCO 3), mineral dapat
dihilangkan dengan cara pengasaman menggunakan HCL (Fernandes, 2004).
Proses pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO 2 berupa
gelembung udara pada saat larutan HCl. Reaksi demineralisasi dalam pelarut asam
adalah sebagai berikut :
CaCO3(s)+2HCl(aq)CaCl2(aq)+CO2(g)+H2O .......................................................(4.1)
Produk yang diperoleh dari proses demineralisasi, dilanjutkan ke tahap
deproteinasi. Penghilangan protein dari cangkang kepiting melalui deproteinasi
menggunakan larutan basa (Trisnawati, 2013). Pada tahap ini, digunakan larutan
NaOH 2M dengan perbandingan 1:10 pada suhu 500C, sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Demir (2016) yang menyatakan bahwa pada suhu yang tinggi
mengakibatkan polimer mengalami degradasi. Penggunaan larutan NaOH
bertujuan agar protein yang terikat pada kitin akan lepas dan protein larut bersama

28
larutan NaOH dan meninggalkan kitin (Jenial,2018). Protein yang terekstrak
dalam bentuk Na-proteinat maka ion Na+ mengikat ujung rantai protein yang
bermuatan negatif sehingga mengendap (Anas, 2017).
R-CH-COO-(s)+NaOH(aq) R-CH-COONa(aq)+H2O
NH2 NH2
Gambar 4.1 Reaksi Deproteinasi
Kitin yang diperoleh dapat diubah menjadi kitosan dengan cara merubah gugus
asetamida (-NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2) (Mursida,2018)
atau disebut deasetilasi yaitu proses penghilangan gugus asetil pada kitin untuk
mengubah kitin menjadi kitosan (Jenial,2018). Pada tahap ini digunakan larutan
NaOH 50% dengan perbadingan 1:20 pada suhu 800C. Penggunaan larutan NaOH
pada konsentrasi (>40%(b/V)) bertujuan untuk memutus ikatan antar gugus
karboksil. (C=O) dengan atom nitrogen (N-) dari kitin yang memiliki struktur
kristal tebal dan panjang. Tingginya kosentrasi NaOH menyebabkan gugus
fungsional amino (-NH3+) yang mensubstitusi gugus asetil kitin di dalam larutan
semakin aktif sehingga proses pada deasetilasi semakin baik (Martinou et al.,
1995). Reaksi yang terjadi pada deasetilasi adalah sebagai berikut :

Gambar 4.2 Reaksi Deasetilasi

Gambar 4.3 mekanisme Proses Deasetilasi


4.2.1.3. Hasil Analisis FTIR kitin dan kitosan
Untuk melihat gugus fungsi yang terdapat pada cangkang kepiting
sebelum deasetilasi (kitin) dan setelah deasetilasi (kitosan) dilakukan analisis
FTIR. Berdasarkan analisis terhadap gugus fungsi pada cangkang kepiting
sebelum deasetilasi (kitin) menunjukkan adanya puncak spesifik N-H yang
terdapat pada bilangan gelombang 3443cm-1yang sesuai dengan grup N-H. Pada

29
bilangan gelombang 3264 dan 2921cm-1 terdapat pita serapan O-H dan CH 2.
Menurut Sangwaranatee (2018) pada bilangan gelombang 3363 cm-1 juga muncul
pita serapan O-H. Puncak lainnya yaitu C=O muncul pada bilangan gelombang
1789 cm-1. Menurut Chen (2019) pada bilangan gelombang 2800 dan 1638 cm -1
terdapat pita serapan CH2 dan C=O. Peneliti sebelumnya Pawlik (2019) juga
memperoleh puncak O-H dan CH2 pada bilangan gelombang 3450 dan 2887 cm-1.
Hasil analisis FTIR untuk cangkang kepiting (Scylla olivacea) setelah deasetilasi
(kitosan) menunjukkan adanya gugus NH2 yang lebih tajam dibandingkan
sebelum deasetilasi yaitu pada bilangan gelombang 3697 cm-1. Pita serapan yang
diperoleh setelah deasetilasi (kitosan) semuanya hampir sama dengan sebelum
deasetilasi dengan puncak yang lebih tajam dibandingkan sebelum deasetilasi.

Gambar 4.5 Struktur kitosan


4.2.2 Hasil Sintesis Hidroksiapatit (HAp)
4.2.2.1Sintesis Hidroksiapatit (HAp) dengan Prekursor NaH2PO4
Sintesis hidroksiapatit (HAp) dari Ca(OH)2 sebagai sumber kalsium dan
NaH2PO4 sebagai sumber fosfat dapat dilihat pada reaksi berikut:
CaO(s) + H2O(l)  Ca(OH)2(aq)............................................................................ (4.2)
NaH2PO4(s) + H2O(l)NaH2PO4 (aq).................................................................... (4.3)
10 Ca(OH)2(aq)+ 6 NaH2PO4 (aq)  Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 6NaOH+12 H2O(l)...... (4.4)
Sintesis hidroksiapatit (HAp) menggunakan cangkang lokan (Geloina
coaxans) sebagai sumber kalsium yang dilarutkan dengan H2O menghasilkan
Ca(OH)2, kemudian ditambahkan NaH2PO4 yang telah dilarutkan menggunakan
akuabides. Rasio konsentrasi Ca/P yang digunakan yaitu sebesar 1.67 dengan Ca
dari cangkang Lokan (Geloina coaxans) 1M dan NaH2PO4 0.6 M. pH campuran
antara Ca(OH)2 dan NaH2PO4 adalah 11,88, adapun untuk mendapatkan
hidroksiapatit (HAp) yang baik harus berada pada kondisi netral atau basa karena
HAp akan stabil.
Setelah mencapai pH larutan basa dan campuran diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam pada suhu 30°C kemudian di

30
microwave selama 20 menit setelah itu akan diperoleh endapan. Setelah itu
dilanjutkan dengan proses penyaringan dan dilanjutkan dengan proses
pengeringan menggunakan oven pada temperatur 105 oC selama 2 jam, tahap
selanjutnya dilakukan kalsinasi pada temperatur 900oC. Penelitian lainnya Wu dkk
(2015) temperatur 900oC merupakan suhu yang baik untuk pembentukan
hidroksiapatit (HAp).

4.2.2.2 Analisis FTIR dari Hidroksiapatit (HAp)


Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FTIR. Gambar
4.2 merupakan spektrum FTIR hasil sintesis hidroksiapatit. Dari spektrum pada
Gambar 4.2. muncul pita serapan dari PO43- yang ditunjukkan pada bilangan
gelombang 1085,1053 dan 962 cm-1. Sementara pita serapan dari O-H muncul
pada bilangan gelombang 3642 cm-1. Pita serapan dari karbonat muncul pada
bilangan gelombang 1472, 1448, 1417, 1411 cm-1.
Peneliti lainnya Jiang, (2015) menunjukkan pita serapan spesifik dari
hidroksiapatit pada 1097, 1028, dan 962 cm-1 adanya gugus PO43-. Pita serapan
3571 cm-1 menunjukkan gugus O-H dari HAp. Shavandi, (2015) menunjukkan pita
serapan dari CO32- muncul pada bilangan gelombang 1406 dan 1478 cm-1. Gugus
PO43- dari HAp muncul pada bilangan gelombang 950 dan 1100 cm -1. Sementara
pita serapan dari O-H muncul pada bilangan gelombang 3570 cm-1.
4.2.2.3 Analisis XRD dari Hidroksiapatit (HAp)
Analisis kristalinitas dilakukan dengan menggunakan XRD. Gambar 4.3
merupakan difraktogram XRD hasil sintesis hidroksiapatit (HAp). Dari
difraktogram pada Gambar 4.3. muncul HAp pada 2θ=33°.
Peneliti lainnya Zhao, (2014) telah berhasil mensintesis hidroksiapatit
menunjukkan munculnya HAp pada 2θ=25, 32, 47 dan 57°. Jiang, (2015)
mensintesis hidroksiapatit menunjukkan munculnya HAp pada 2θ=20,5; 31,7;
32,1; 39,8 dan 51,2°. Zhang (2015) mensintesis hidroksiapatit menunjukkan
munculnya HAp pada 2θ=25,8; 31,7; 32,1; 32,9 dan 46,7°.
4.2.2.4 Analisis SEM-EDX dari Hidroksiapatit (HAp)
Hasil sintesis hidroksiapatit kitosan (HAp-Kitosan) dengan prekursor
NaH2PO4 yang dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

31
Hasil analisis menggunakan SEM yang berupa morfologi dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Dari Gambar 4.4. menunjukkan morfologi berbentuk bulat tidak
sempurna yang rapat sedangkan pada hidroksiapatit kitosan (HAp-kitosan)
menunjukkan morfologi bulat yang longgar (adanya celah) antara satu partikel
dengan partikel lainnya. Peneliti lainnya Skwarek dkk. (2017) mensintesis
komposit hidroksiapatit/polysaccharide menunjukkan morfologi yang lebih mirip
dengan aggregates pada partikel HAp sedangkan pada HAp/Chitosan
menunjukkan struktur film-like, near-monolithic dengan luas permukaan yang
rendah. Shi dkk. (2017) mensintesis komposit hidroksiapatit/Chitosan
menunjukkan morfologi dengan permukaan tidak berpori yang lebih padat (HAp)
dibandingkan dengan HAp/Chitosan yang menunjukkan morfologi seperti
sponge-like loose surface. Charlena dkk. (2015) mensintesis hidroksiapatit
Chitosan menunjukkan morfologi berbentuk aggregates dengan ukuran yang
tidak seragam pada HAp sedangkan pada komposit HAp kitosan menunjukkan
morfologi berbentuk pori yang sangat kecil.
4.2.3. Efektivitas dari Metilen Biru dan Metilen Orange
4.2.3.1 Metilen Biru
4.2.3.1.1 Panjang Gelombang
Penentuan panjang gelombang maksimum untuk zat warna methylene
blue dilakukan dengan mengukur absorbansi salah satu larutan standar pada
panjang gelombang 664 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.
Hasil absorbansi maksimum yang diperoleh merupakan panjang gelombang
optimum yang digunakan dalam penelitian.
4.2.3.1.2 Kurva Kalibrasi Metilen Biru

32
Kurva Kalibrasi Metilen Biru
1.2

1 f(x) = 0.22515 x − 0.0132699999999997


R² = 0.99836967392738
0.8

0.6

0.4

0.2

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

4.2.3.1.3 Efesiensi Terhadap Waktu


80
Efesiensi Metilen Biru
70
60
50
HAp
40 Waktu HAp-Kitosan 10%
30 Waktu HAp-Kitosan 20%
Waktu HAp-kitosan 30%
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60

4.2.3.2 Metilen Orange


4.2.3.2.1 Panjang Gelombang
Penentuan panjang gelombang maksimum untuk zat warna methylene
orange dilakukan dengan mengukur absorbansi salah satu larutan standar pada
panjang gelombang 462 nm dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.
Hasil absorbansi maksimum yang diperoleh merupakan panjang gelombang
optimum yang digunakan dalam penelitian.
4.2.3.2.2 Kurva Kalibrasi Metilen Orange

33
Kurva Kalibrasi Metilen Orange
0.4

0.35
f(x) = 0.0603000000000003 x + 0.0483999999999995
0.3 R² = 0.99959478376188

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

4.2.3.2.3 Efesiensi Terhadap Waktu

Efesiensi Metilen Orange


35
30
25
HAp
20
Waktu HAp-Kitosan
15 10%
Waktu HAp-Kitosan
10 20%
5 Waktu HAp-Kitosan
30%
0
0 10 20 30 40 50 60

34

Anda mungkin juga menyukai