Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lokan (Geloina coaxans)


Lokan (Geloina coaxans) merupakan salah satu kerang yang hidup di
perairan payau dalam kawasan pesisir (Dharma, 2005). Pourtier (1998)
menyatakan penyebaran kerang Lokan mulai Vanuatu utara sampai selatan,
kepulauan Jepang. Lokan (Geloina coaxans) merupakan jenis phylum moluska,
kelas bivalvia yang distribusinya banyak dijumpai di hutan mangrove, meliputi
Indonesia Pasifik Barat mulai dari India, Malaysia, Indonesia, Thailand, China,
Vietnam, Burma, Philipina (Morton, 1984). Cangkang Lokan (Geloina coaxans)
ini memiliki ukuran sekitar 70-80 mm dengan berat sekitar 160-190 gram untuk
Lokan (Geloina coaxans) yang besar dan 4-53 mm dengan berat sekitar 20-30
gram untuk Lokan (Geloina coaxans) yang kecil (Setiawan dkk, 2013). Di
indonesia, khususnya Provinsi Riau penyebaran Lokan (Geloina coaxans)
terdapat pada beberapa daerah salah satunya Desa Panipahan Rokan Hilir. Desa
Panipahan merupakan salah satu desa penghasil Lokan (Geloina coaxans)
dikecamatan Pasir Limau Kabupaten Rokan Hilir (Maylinda, 2015).
Menurut Setiawan (2013) taksonomi Lokan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Moluska
Klass : Bivalvia
Ordo : Lamellibranschia
Famili : Corbicullidae
Genus : Gelonia
Species : Geloina coaxans

Gambar 2.1 Cangkang Lokan (Geloina coaxans) (Pribadi, 2018)

4
Cangkang kerang merupakan bahan sumber mineral yang pada umumnya
berasal dari hewan laut berupa kerang yang telah mengalami penggilingan dan
mempunyai karbonat tinggi (Blgies, 2011). Umumnya, serbuk cangkang kerang
dari berbagai jenis mengandung komposisi kimia yang dapat dilihat dalam Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Komposisi kimia cangkang lokan

No Komponen kimia Kadar senyawa kimia (%)


1 CaO 97,82
2 SiO2 0,247
4 SO3 0,427
5 Al2O3 0,409
(Nia, 2017).

2.2 Kalsium Oksida (CaO)


Senyawa Kalsium oksida (CaO) merupakan padatan kristalin berwarna putih,
berat molekul 56,077 g/mol, density 3350 kg/m2, titik leleh 2572 0C, titik didih
2850 0C. Kalsium oksida (CaO) biasasnya dibuat melalui dekomposisi termal batu
kapur yang mengandung kalsium karbonat dalam dapur kapur atau tempat
pembakaran dengan pemanasan sampai diatas suhu 825 0C, proses ini dinamakan
kalsinasi. Proses ini bersifat reversibel, karena disaat kapur didinginkan maka
senyawa ini akan segera menyerap CO2 dari udara dan kembali menjadi bentuk
CaCO3 (Ahn J, 2004).

2.3 Kalium Dihidrogen Fosfat (KH2PO4)


MSDS (Material Safety Data Sheet) KH2PO4. KH2PO4 memiliki nama kimia
potassium fosfat dengan rumus KH2PO4. Nama lain dari potassium pospat yaitu
potassium dihidrogen fosfat. Adapun karakteristik dari senyawa KH2PO4 ini yaitu
berwarna putih massa jenis 2,34 g/cm3 dan titik didih 253 oC. Senyawa KH2PO4
ini juga merupakan senyawa beracun karena jika terkena kulit bisa menyebabkan
iritasi, selain itu juga bisa menyebabkan perih bila terkena mata.

2.4 Natrium Dihidrogen Fosfat (NaH2PO4)


Natrium dihidrogen fosfat dengan rumus kimia (NaH2PO4) merupakan garam
natriun fosfat. Natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4) berbentuk kristal putih yang

5
higroskopis dan larut dalam air dengan berat molekul 120 g/mol, densitas 2.04
g/cm3. pH natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4) adalah 4,1 – 4,5 (50 g/l, H 2O, 20
0
C) natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4) merupakan senyawa yang cukup
beracun karena dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan seperti batuk
dan sesak nafas, mata kemerahan dan nyeri.

2.5 Kepiting Bakau (Scylla olivacea)


Di Indonesia genus Scylla terdistribusi secara luas dari barat (Sumatera)
sampai timur (Irian Jaya). Kepiting banyak terdapat di area pesisir dimana
terdapat mangrove dan air payau (La Sara et al. 2000). Menurut Keenan (1998)
taksonomi kepiting bakau berdasarkan morfometrik dan genetik dengan
menggunakan analisis Allozyme electrophoresis dan mitocondria DNA yang
menemukan empat spesies kepiting bakau yakni S. serrata, S. paramamosain, S.
olivacea dan S. traqueberica. Cangkang kepiting adalah salah satu material yang
sangat sulit terdegradasi dengan mikroorganisme karena tingginya kandungan
CaCO3. Komposisi dari cangkang kepiting terdiri dari protein 21%, mineral
(CaCO3) 40-45%, kitin 24-29% dan ash 5-10% (Djaelani, 2003).
Klasifikasi kepiting bakau (S. olivacea) secara lengkap adalah sebagai berikut
(Motoh 1980):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Sub–kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Subfamili : Portuninae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla olivacea

6
Gambar 2.2 Cangkang Kepiting Bakau (Scylla olivacea) (Pribadi, 2019)
2.6 Kitosan
Kitosan (C6H11NO4)n merupakan polimer alami yang berpotensi
digunakan sebagai serat/filler dalam pembuatan komposit. Kitosan dihasilkan
dari chitin berasal dari polysaccaride alami yang ditemukan pada kepiting, udang,
lobster, karang, kepik, ubur-ubur dan jamur (Venketesan , 2010). Kitosan
termasuk dalam biomaterial polimer. Kitosan merupakan aminopolysaccharide
dengan struktur mirip dengan selulosa (Barinov, 2010). Kitosan memiliki karakter
bioresorbabel, non-toxic, non-antigenik dan biofungsional. Kitosan tidak larut
dalam air, alkali dan pelarut organik, tetapi larut dalam larutan asam organik dan
dapat terdegradasi oleh enzim dalam tubuh (Dewi, 2008). Selain itu, kitosan
memiliki karakter biokompatibel, biodegradabel, dan osteokonduktif (Liu et al.,
2006). Kitosan di peroleh melalui proses demineralisasi, deproteinasi dan
deasetilasi. Reaksi demineralisasi dalam pelarut asam adalah sebagai berikut:
CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + CO2(g) + H2O(l) ....................(2.1)
Reaksi deproteinasi menggunakan NaOH adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Reaksi Deproteinasi


Reaksi yang terjadi pada deasetilasi adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Reaksi Deasetilasi

7
Gambar 2.5. Mekanisme Proses Deasetilasi

Gambar 2.6 Struktur kitosan


Beberapa penelitian tentang hidroksiapatit kitosan (Hap- kitosan) dapat
dilihat dalam Tabel 2.2:
Tabel 2.2 Penelitian tentang hidroksiapatit kitosan (Hap-kitosan)
Penulis Penelitian
Shavandi, dkk (2015) Hasil SEM menunjukkan komposit berbentuk lamellar
dengan ukuran pori rata-rata 200 µm dan komposit
kitosan berpotensi untuk regenerasi tulang
Kim, dkk (2015) Struktur pori yang seragam dan sifat mekanik yang
bagus ditunjukkan dari HAp komposit pada pH 10
Zima (2018) Hasil analisa XRD menunjukkan adanya fasa kristalin
HAp dan formasi lapisan apatite pada permukaan
menunjukkan bioactive nature

2.7 Kalsium Fosfat (Ca/P)


Kalsium fosfat merupakan suatu senyawa yang terdiri dari kalsium dan fosfat
dan termasuk kedalam mineral apatit. Senyawa ini merupakan salah satu
biomaterial yang sangat besar peranannya di dalam dunia medis. Dengan sifatnya
yang biocompatible, material tersebut banyak diaplikasikan pada proses
penyembuhan jaringan keras yang mengalami kerusakan, juga sebagai pelapis
implan yang dimasukkan kedalam tubuh manusia untuk meningkatkan sifat
biokompatibilitasnya. Bersifat tidak beracun dan bioaktif dalam pembentukan
kembali tulang yang rusak (Shojai, 2013). Dibawah ini di jelasakan beberapa sifat
dari kalsium fosfat adalah sebagai berikut:

8
Tabel. 2.3 Beberapa senyawa kalsium fosfat yang penting
Rasio molar
Nama senyawa Rumus senyawa
Ca/P

Monocalcium phosphate
Ca(H2PO4)2H2O 0.5
monohydrate

Monocalcium phosphate
Ca(H2PO4)2 0.5
anhydrous

Dicalcium phosphate dihydrate


CaHPO4.2H2O 1.0
( brushite)

Dicalcium phosphate anhydrous


CaHPO4 1.0
(Monetite)

Octacalcium phosphate Ca8(HPO4)2(PO4)45H2O 1.33

α – Tricalcium phosphate Ca3(PO4)2 1.5

β – Tricalcium phosphate Ca3(PO4)2 1.5

Amorphous calcium phosphate Cax(PO4)ynH2O 1.2-2.2

Hydroxyapatite Ca10(PO4)6(OH)2 1.67

(Shojai, 2013)

2.8 Hidroksiapatit (HAp)


Hidroksiapatit (HAp) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan
senyawa keramik kalsium fosfat dan juga komponen anorganik utama dalam
tulang dan gigi dari hewan dan juga manusia. HAp adalah salah satu senyawa
kalsium fosfat dan digunakan sebagai biomaterial karena merupakan material
keramik yang memiliki sifat bioaktif yang baik karena adanya kemiripan sifat
dengan material tulang. (Hui dkk., 2010).

2.9 Komposit
Kata komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau
menggabung. Secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua
atau lebih bahan yang berlainan. Komposit adalah suatu bahan yang merupakan
gabungan atau campuran dari dua material atau lebih untuk membentuk material

9
ketiga yang lebih bermanfaat (Gibson, 1994). Kombinasi dari campuran tersebut
akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Unsur-unsur utama
penyusun komposit adalah matriks dan penguat. Fungsi dari penguat adalah
sebagai penopang kekuatan dari komposit. Matriks adalah fasa dalam komposit
yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan) (Gibson, 1994).
Menurut Hull dan Clyne (1996) berdasarkan jenis matriksnya, klasifikasi
komposit secara umum terbagi atas tiga bagian:
a. Polymer Matrix Composite (PMC)
PMC merupakan komposit yang bahan matriksnya berjenis polimer resin.
Polimer merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material komposit
karena memiliki sifat yang lebih tahan terhadap korosi dan lebih ringan.
b. Metal Matrix Composite (MMC)
MMC merupakan jenis komposit yang menggunakan metal sebagai
matriksnya. Metal yang paling sering digunakan adalah aluminium dan titanium.
c. Cheramic Matrix Composite (CMC)
Komposit jenis ini adalah komposit material yang matriksnya berupa keramik
contohnya adalah hidroksiapatit. CMC menjadi jenis komposit yang baik dalam
hal ketahanan terhadap lingkungan karena keramik memiliki titik leleh yang
tinggi dan ketahanan korosi yang baik.

Gambar 2.7 Ikatan antara hidroksiapatit dan kitosan

2.10 Metode Sintesis Hidroksiapatit (HAp)


Sintesis hidroksiapatit (HAp) dapat dilakukan melalui beberapa proses
menggunakan beragam reaktan atau prekursor. Adapun beberapa metode yang
digunakan dalam mensintesis hidroksiapatit (HAp) adalah sebagai berikut :
1. Metode basah (Wet method)

10
Metode basah (Wet method) menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi
padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan
menghasilkan serbuk hidroksiapatit (HAp) dengan sedikit kristal atau amorf.
Adapun beberapa metode basah diantaranya adalah presipitasi, hidrolisis,
metode sol-gel dan hydrothermal (Shojai dkk., 2013).

2. Metode kering (Dry method)


Metode kering (Dry method) menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi
padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit (HAp) dengan butir halus dan
derajat kristalinitasnya tinggi (Shojai dkk., 2013).
3. High temperature process (HTP)
proses ini menggunakan suhu tinggi untuk mensintesis hidroksiapatit (HAp).
High temperature process dapat dilakukan oleh dua teknik, yaitu combustion
dan pyrolysis (Shojai dkk., 2013).

2.11 Metode Pengendapan


Pengendapan adalah proses reaksi terbentuknya padatan (endapan) di dalam
sebuah larutan sebagai hasil dari reaksi kimia.Presipitasi ini biasanya terbentuk
ketika konsentrasi ion yang larut telah mencapai batas kelarutan dan hasilnya
adalah membentuk garam. Metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif
dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut
(anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi
yang cepat sehingga membentuk nanopartikel. Metode presipitasi merupakan
salah satu pendekatan yang paling luas karena sederhana dan penggunaan bahan
baku relatif murah. Metode presipitasi dilakukan dengan mengendalikan kelarutan
bahan di dalam larutan melalui perubahan pH, suhu atau pelarut. Endapan yang
dihasilkan dari kondisi sangat jenuh memiliki banyak partikel berukuran kecil
(Setiono & Pudjaatmaka, 1985).
Beberapa keuntungan-keuntungan dari metoda pengendapan adalah sebagai
berikut ini:
1. Hidroksiapatit yang dapat disintesis relatif tanpa menggunakan pelarut
organik (dengan biaya yang tidak terlalu besar).

11
2. Proses yang sederhana dengan hasil yang besar (87%) sehingga cocok
untuk produksi skala besar (industri).
3. Tidak ada elemen kontaminan asing dan hasil sampingnya biasanya
adalah air jika menggunakan pelarut air.
4. Membutuhkan reagen-reagen yang tidak mahal dan produk Ca/P dengan
komposisi fasa yang bervariasi dapat diperoleh (Mobasherpour dkk.,
2007).
Peneliti sebelumnya telah banyak yang melakukan sintesis hidroksiapatit
(HAp) menggunakan metode pengendapan diantaranya yaitu Maylinda, N (2015),
Ningsih, R.P (2014), dan Nia (2017) telah mensintesis hidroksiapatit (HAp)
menggunakan prekursor kalsium dari berbagai cangkang kerang dengan metode
pengendapan.

2.12 Karakterisasi Hidroksiapatit (HAp)


Beberapa cara untuk mengkarakterisasi hidroksiapatit (HAp) haasil sintesis
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
2.12.1 X-Ray Flourecence (XRF)
X-Ray Flourecence (XRF) adalah suatu metode analisis yang digunakan
untuk menentukan komposisi kimia dari suatu sampel berdasarkan pengukuran
tenaga dan intensitas sinar-X suatu unsur di dalam cuplikan hasil eksitasi sumber
radioisotop. Spektrometer XRF didasarkan pada lepasnya elektron bagian dalam
dari atom akibat dikenai sumber radiasi dan pengukuran intensitas pendar sinar-X
karakteristik yang dipancarkan oleh atom unsur dalam sampel. Metode ini tidak
merusak bahan yang dianalisis baik dari segi fisik maupun kimiawi sehingga
sampel dapat digunakan untuk analisis berikutnya.

Gambar 2.8 Skema XRF (Gosseau, 2009)

12
Mekanisme kerja XRF secara umum adalah sinar-X dari sumber pengeksitasi
akan mengenai cuplikan dan menyebabkan interaksi antara sinar-X yang
karakteristik untuk setiap unsur. Sinar-X tersebut selanjutnya mengenai detektor
Si (Li) yang akan menimbulkan pulsa listrik yang lemah, pulsa tersebut kemudian
diperkuat dengan preamplifier dan amplifier lalu disalurkan pada penganalisis
saluran ganda atau Multi Chanel Analyzer (MCA). Tenaga sinar-X karakteristik
yang muncul tersebut dapat dilihat dan disesuaikan dengan tabel tenaga sehingga
dapat diketahui unsur yang ada di dalam cuplikan yang dianalisis (Iswani, 1983).
Spektrometer XRF tersusun dari tiga komponen utama yaitu sumber
radioisotop, detektor dan unit pemrosesan data. Sumber radioisotop adalah isotop-
isotop tertentu yang dapat digunakan untuk mengeksitasi cuplikan sehingga
menghasilkan sinar-X yang karakteristik. Radioisotop yang dapat digunakan
adalah Fe, Co, Cd dan Am. Sumber radioisotop ini dibungkus sedemikian rupa
dengan timbal agar penyebaran radiasinya terhadap lingkungan dapat dicegah.
Spektrometer XRF yang menggunakan detektor Si (Li) biasanya dimasukkan
dalam nitrogen cair. Hal ini dilakukan untuk mengatasi arus bocor bolak-balik
yang disebabkan oleh efek termal, sehingga detektor Si(Li) harus dioperasikan
pada suhu sangat rendah yaitu dengan menggunakan nitrogen cair (77K) sebagai
pendingin. Apabila tidak dilakukan pendinginan maka arus akan bocor dan akan
merusak daya pisah detektor. Selain itu pendingin dengan nitrogen cair juga
diperlukan untuk menjaga agar ion-ion Li tidak merembes keluar dari kristal dan
menyebabkan hilangnya daerah intrinsik (Iswani, 1983).
Teknik analisis dengan XRF lebih banyak digunakan karena metode ini cepat,
lebih teliti, tidak merusak bahan, dapat digunakan pada cuplikan berbentuk padat,
bubuk, cair maupun pasta (Sukirno dkk., 2003).

2.12.2 X-Ray Diffraction (XRD)


Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fasa kristalin di dalam material-material benda dan
serbuk digunakan untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti ukuran butir, fasa
komposisi orientasi kristal dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini
menggunakan sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap
bidang berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut,

13
dengan berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan
karakteristik dari sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya
dengan sebuah data base internasional atau Joint Commite On Powder Diffraction
Standards (JCPDS) (Lu, 2015).
Pada difraksi sinar-X, cahaya yang dihamburkan jatuh pada dua bidang
paralel dari suatu sampel terlihat pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.9 Hamburan cahaya pada difraksi sinar-X


(Sumber: Takeuchi, 2008)
Hukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan yang
harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan
berkas difraksi. Hukum Bragg mengemukakan hubungan antara panjang
gelombang dan sinar-X pada dua bidang yang paralel sebagai berikut:

nλ= 2d sin θ..............................................................................................(2.2)

Keterangan:
n = suatu bilangan bulat
λ = panjang gelombang sinar-X
d = jarak antara dua bidang yang paralel
θ = sudut sinar-X yang mengenai bidang
(Masrukan,2008).
Berdasarkan hukum Bragg, dapat ditentukan panjang gelombang atau jarak
kisi kristal (D) dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer :
0,89 λ
D = ................................................................................................
β cos θ
(2.3)

14
Keterangan :
𝜆 = panjang gelombang (CuK𝛼 = 0.15405)
𝛽 = full widht at half maximum
𝜃= sudut XRD
Pada suatu senyawa campuran, tiap kristalnya memberi difraksi terhadap
sinar-X. Masing- masing senyawa memiliki harga dhkl yang spesifik, maka dari
difraktogram, dapat ditentukan kemurnian sampel. Difraktogram juga memberi
informasi lain untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dapat
dilihat dari harga dhkl sampel dan secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung
luas daerah di bawah difraktogram (Masrukan, 2008).

2.12.3 Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR)


Frourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FTIR) atau yang dikenal dengan
FTIR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi
kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material
semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik dan mineral. FTIR
mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan,
padatan, pasta, serbuk, serat dan bentuk lainnya dari suatu material. FTIR tidak
hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif namun juga bisa untuk
analisa kuantitatif. Dasar lahirnya spektroskopi FTIR adalah dengan
mengasumsikan semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul-
molekul monoatom (He, Ne, Ar, dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik
(H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar inframerah pada frekuensi tertentu
yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul (Fernandez,
2011).
Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah maka ada beberapa hal yang
perlu dipenuhi, yaitu:
1. Adsorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke
tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah
terkuantitasi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi
elektromagnetik yang diserap.

15
3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan
baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.
Spektroskopi inframerah dilakukan pada daerah inframerah yaitu dari panjang
gelombang 0,78 sampai 1000 μm. Teknik spektroskopi inframerah terutama untuk
mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi suatu
senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian dan mempelajari
reaksi yang sedang berjalan. Spektrum inframerah dapat dibagi menjadi
inframerah dekat, inframerah sedang dan inframerah jauh (Fernandez, 2011).

Gambar 2.10 Skema kerja alat FTIR (Bassler, 1986)

Teknik pengoprasian FT-IR berbeda dengan spektrofotometer inframerah. Pada


FT-IR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti
monokromator, yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul
yang berupa interferogram. Interferogram juga memberikan informasi yang
berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar
dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai
domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier
transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana.

2.12.4 Brunauer-Emmett-Teller (BET)


Luas permukaan, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori merupakan
faktor penentu unjuk kerja suatu adsorben. Suatu bahan padat seperti adsorben,
memiliki luas permukaan yang dapat dibedakan menjadi luas permukaan eksternal
(makroskopik) dan internal (mikroskopik). Luas permukaan eksternal hanya

16
meliputi permukaan luar bahan, sedangkan luas permukaan internal meliputi
semua pori-pori kecil, celah, dan rongga pada padatan (Nurwijayadi, 1998).
Kuantitas gas yang diserap dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
1

W {( ) }
P0
P
−1
=
1
W m ×C
+ [ C−1 P
W m × C P0]
........................................................................(2.4)
Untuk menentukan volume adsorpsi pada satu lapisan (V m), dapat
ditentukan juga dengan persamaan (4). Sedangkan konstanta C ditentukan dengan
persamaan (5)
1
Vm = ..........................................................................................................
s +i
(2.5)
s
C= +1......................................................................................................(2.6)
i
Dari nilai Vm yang diperoleh maka dapat menentukan luas permukaan total
sampel dengan persamaan (6)
Vm N
St= ...........................................................................................................(2.7)
M
Keterangan:
St = luas permukaan total (m2/g)
Vm = berat gas nitrogen
M = berat molekul dari gas nitrogen (g/mol)
N = bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol)
Acs = luas molekul cross sectional gas nitrogen (m2/molekul)
(Lowell dan Joan, 1984)

17

Anda mungkin juga menyukai