Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Banggai

2.1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Mangnoliophyta

Class : Liliopsida

Ordo : Liliales

Family : Dioscoreaceae

Genus : Dioscorea

Spesies : Dioscorea alata L

2.1.2 Deskripsi dan Morfologi

Ubi banggai adalah salah satu jenis tanaman perdu yang

memanjat dan termasuk famili Dioscorea serta tidak memiliki

kesamaan dengan ubi sebangsanya seperti ubi jalar dan ubi kayu baik

berupa warna maupun rasanya. Ubi banggai merupakan tanaman yang

tingginya mencapai 3-10 meter tergantung dari tiang ajir, batangnya

bersayap 4, tidak berbuku, daunya berbentuk telur, bunganya dua

macam yaitu bunga jantan berwarna kuning atau kuning kehijauan

dan bunga betina berwarna kuning. Tanaman ini dapat tumbuh

dengan baik pada lahan datar sampai ketinggian 800 m dpl, dan masih

5
tumbuh sampai 2700 m dpl. Iklim yang sangat cocok adalah iklim

tropis (Koida 2005 dalam Ashari, 2010).

2.1.3 Kandungan Kimia

Dioscorea sp. berpotensi sebagai sumber pangan karena

mengandung zat gizi yang cukup tinggi. Kandungan zat-zat makanan

dalam Dioscorea sp. yaitu karbohidrat (15-25%), lemak (0,05-0,20%)

dan protein (1,0-2,5%) (Ashari, 2010).

2.1.4 Jenis-jenis Ubi Banggai

Berbagai jenis ubi Banggai (Dioscorea) yang terdapat di Banggai

Kepulauan adalah babanal (Dioscore warburgiana Uline), ondot

(Dioscorea hispida Dennst), siloto (Dioscorea cf. deltoidea Wall),

baku makuloloang (Dioscorea bulbifera var. celebica Burkill), baku

pusus (Dioscore cf. alata), ndolungun (Dioscorea esculenta (Lour).

Burck), baku butun (Discorea alata L), dan lain-lain yang merupakan

tanaman pangan/makanan pokok masyarakat asli di kawasan Banggai

Kepulauan (Ramadhanil dan Gradstien, 2004).

2.2 Pati

Amilum atau pati di alam merupakan cadangan karbohidrat pada tanaman

dan terdapat sebagai granula dalam sel, terpisah dari sitoplasma. Amilum

6
merupakan granula yang berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak

larut dalam air dingin (Anwar, 2012).

Amilum merupakan polimer dengan rumus molekul (C6H10O5)n, dimana

nilai n dari 300 sampai 1000. Secara umum amilum terdiri dari 2 jenis dari

polimer D-glukopiranosa yang dikenal sebagai amilosa dan amilopektin.

Amilosa merupakan polimer linear dari glukopiranosil sedangkan amilopektin

polimer bercabang, sebagaimana gambar 2.3 di bawah ini (Swabrick, 2007).

CH2OH CH2OH
O O
OH OH
O O O
OH OH

O O
OH OH
OH O O
HO
n

Gambar 2.1. (A) Molekul amilopektin bercabang (Rowe, 2006).

CH2OH CH2OH
O O
OH OH
OH O O
OH OH n

Gambar 2.2. (B) Molekul amilosa linier

Amilosa dan amilopektin memiliki sifat yang berbeda. Amilosa memiliki

kecenderungan yang besar untuk mengalami retrogradasi dan menghasilkan

gel keras dan film yang kuat, sedangkan amilopektin dalam dispersi medium

air, lebih stabil dan menghasilkan gel lembut dan film yang lemah (BeMiller

dan Whistler, 2009).

7
2.3 Modifikasi Pati Pragelatinisasi

Pragelatinisasi merupakan modifikasi fisik pati dengan memanaskannya

pada suhu di atas suhu gelatinisasinya (55-80C). Pragelatinisasi pati dibagi

menjadi dua yaitu pragelatinisasi sempurna dan sebagian. Pragelatinisasi

sempurna diperoleh dengan memasak pati pada suhu 62-72C sampai

terbentuk massa jernih yang kemudian dikeringkan, sementara pragelatinisasi

pati sebagian dilakukan dengan mengeringkan suspensi pati dengan drum

drier pada suhu diatas suhu gelatinisasi pati yaitu sekitar 80C (Swinkels,

1985).

Pragelatinisasi pati dibuat dengan cara pemanasan suspensi dalam air yang

mengandung amilum sebanyak 42% pada suhu 6272C, kemudian dilakukan

pengeringan. Pemanasan suspensi amilum dalam air akan memutus struktur

dari granul amilum melalui tiga fase yaitu pemasukan air ke dalam granul

secara perlahan dan irreversible dengan pengembangan yang terbatas (pada

suhu <65C, pengembangan tiba-tiba karena masuknya air dalam jumlah besar

dan cepat pada pemanasan 65C dan pecahnya granul amilum sehingga

amilum menjadi larut dalam air pada suhu yang lebih tinggi (Rowe, Sheskey

dan Owen, 2006).

2.4 Esterifikasi Pati Ubi Banggai

Esterifikasi merupakan salah satu modifikasi kimia pati yang dapat

dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dengan

mereaksikan pati dengan asam karboksilat, sementara secara tidak langsung

8
melalui reaksi dengan turunan asam karboksilat seperti anhidrida, asil klorida

dan senyawa reaktif lain yang diturunkan dari asam (Jarowenko, 1989).

Berdasarkan penelitian Billmers & Tessler (1994) bahwa esterifikasi pati

dapat dilakukan dalam medium berair dengan menggunakan anhidrida asam

dalam suasana basa pH 8-9 dengan penambahan NaOH.

Teknik yang digunakan dalam pembuatan reaksi esterifikasi antara gugus

karboksilat dan gugus hidroksil pati dapat dilakukan pada media berair

maupun media organik. Hasil dari reaksi tersebut adalah derajat subtitusi

(DS), dimana pada medium organik DS yang diperoleh akan lebih besar dari

pada DS pada medium berair (Billmers & Tessler, 1994). DS adalah jumlah

rata-rata gugus hidroksil yang termodifikasi pada tiap unit glukosa dengan

nilai maksimum hasil esterifikasi pati adalah tiga, berdasarkan jumlah rata-rata

gugus hidroksil yang potensial yang tersedia untuk bereaksi pada masing-

masing unit glukosa (Huber & Be Miller, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin (2010) bahwa pati ester

bersifat hidrofobik dan termoplastik dibanding pati alami. Pati ester dengan

DS tinggi akan memiliki sifat termoplastis, menunjukkan kekuatan tensil dan

elongasi besar. Peningkatan DS dan panjang rantai samping diiringi dengan

penurunan kekuatan tensil dan peningkatan elongasi. Sehingga pati diubah

menjadi lebih hidrofobik dengan ftalatisasi. Pati ftalat yang diperoleh dapat

digunakan sebagai bahan penyalut obat, terutama salut enterik dalam

mempertahankan pelepasan obat dalam lambung dan larut dalam usus

(Thakore, Desai, Sarawade, & Devi., 2001).

9
Gambar 2.3 Reaksi esterifikasi pati terpragelatinisasi dengan anhidrida ftalat (Cui, 2005)

2.5 Salut Enterik

2.5.1 Definisi (Siregar, 2010)

Salut enterik didefinisikan sebagai salut yang tetap utuh dalam

lambung, dan menunjukkan permeabilitas yang rendah terhadap cairan

lambung, tetapi segera pecah setelah mencapai usus halus. Penggunaan

utama salut enterik adalah:

1. Mempertahankan kerja zat aktif yang tidak stabil apabila terpapar pada

lingkungan lambung.

2. Mengurangi atau meminimalkan rasa mual, muntah, atau perdarahan yang

terjadi karena zat aktif mengiritasi selaput lender lambung.

3. Mencegah kerusakan zat aktif oleh enzim lambung atau oleh keasaman

cairan lambung

10
4. Menghantarkan zat aktif terutama diabsorpsi dalam usus halus, pada

konsentrasi setinggi mungkin

5. Mengadakan/melakukan pelepasan tunda zat aktif.

2.5.2 Tipe Salut Enterik

Ada dua tipe salut enterik, yang pertama adalah bahan-bahan yang

mengandalkan perubahan pH. Tipe salut ini ternyata sangat bergantung

pada waktu pengosongan lambung ke dalam usus dan tidak

direkomendasikan. Sedangkan tipe kedua adalah salut selaput enterik

peka pH yang didesain tidak larut cairan lambung dan segera larut dalam

cairan usus. Salut selaput enteric yang peka pH terdiri atas polimer rantai

panjang dengan gugus karboksil yang dapat terionisasi (Siregar, 2010).

2.5.3 Komposisi Lapisan Film

Medium penyalut terdiri dari polimer pembentuk lapis tipis,

placticizer, zat warna dan pelarut. Polimer yag digunakan hendaknya

dapat membentuk lapisan tipis yang koheren pada permukaan tablet, larut

dalam pelarut yang digunakan, stabil terhadap cahaya, panas,

kelembaban udara, kompatibel dengan bahan tablet yang akan disalut,

tidak memiliki bau, rasa, tidak memiliki efek farmakologi dan bahan lain

yang digunakan dalam susunan penyalut ataupun zat aktif, serta memiliki

nilai estetika yang baik agar produk yang dihasilkan menarik (Lachman,

Lieberman & Schwartz, 1990).

11
Bahan bahan dalam mengembangkan suatu penyalut enterik

berkisar mulai dari lapisan lapisan yang tahan air sampai yang sensitif

terhadap pH. Banyak formulator menggunakan suatu kombinasi untuk

mencapai sasaran yang diinginkan. Bahan bahan enterik yang tersedia,

yang digunakan secara komersial, tidak dapat memenuhi dua atau lebih

sifat sifat yang baik dari suatu bahan penyalut enterik. Kriteria yang

diperlukan antara lain dapat menutupi rasa dan bau dari zat aktif, daya

mengembang sesuai dengan yang diingnkan, memiliki daya tahan

terhadap cairan lambung (salut enterik), dan memiliki ketahanan pada

daerah tertentu yang diinginkan (Niazi, 2004). Berikut beberapa polimer

yang sering digunakan dalam salut enterik :

1. Selulosa dan derivatnya:

a. Selulosa asetat ftalat

b. Hidroksipropil metilselulosa ftalat

c. Hidroksipropil metilselulosa asetat suksinat

d. Hidroksipropil etilselulosa

2. Asam metakrilat dan ester metakrilat:

a. Polimer anionik dan kationik asam metakrilat

b. Kopolimer metakrilat

c. Kopolimer akrilat dan metakrilat

d. Kopolimer etakrilat dan metilkrilat

3. Polivinil asetat ftalat

4. Polivinil pirolidon

12
2.6 Uraian Parameter Pengujian

2.6.1 Densitas

Densitas (b) adalah ukuran yang digunakan untuk menyatakan

segumpalan partikel atau granul yang ditentukan menggunakan gelas

ukur yang ditancapkan diatas alat pengetuk mekanik (Lachman,

Lieberman, & Kanig., 1994).

2.6.2 Kadar Air

Kadar air penting untuk diketahui karena dalam suatu zat terkandung

senyawa hidrat atau serapan air yang dapat mempengaruhi penyimpanan

dari sediaan (Anonim, 1979).

2.6.3 Higroskopisitas

Higroskopisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap air

dengan karakteristik ditentukan oleh nilai serapan isoterm yang

menunjukkan keseimbangan kadar lembab dari suatu bahan sebagai

fungsi dari tekanan uap relatif. Hal ini biasanya dilakukan dengan

menempatkan sampel dalam desikator dibawah kelembaban relatif yang

berbeda (Adeyeye & Brittain, 2008).

2.6.4 Derajat Subtitusi (DS)

Derajat subtitusi menyatakan jumlah gugus hidroksil (OH) per unit

glukosa anhidrat yang disubstitusi. Harga DS berkisar 0 sampai 3,00 dan

13
biasanya bukan merupakan bilangan bulat karena angka tersebut

menyatakan harga rata-rata dari keseluruhan sampel (Martin, Swarbick,

& Cammarata., 1993).

2.6.5 Viskositas

Kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan dengan

hambatan untuk mengalir. Pengukuran kekentalan yang relatif mudah

dan cepat adalah viskometer rotasi seperti Viscometer Brookfield

(Anonim, 1997).

2.6.6 Ketebalan Film

Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan lapisan film adalah

konsentrasi padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan ukuran

pelat pencetak. Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka

ketebalan film akan meningkat (McHugh & Krochta, 1994).

2.6.7 Permeabilitas Uap Air

Permeabilitas uap air akan sangat berpengaruh pada perlindungan

fisik dari suatu lapisan film yang diformulasi untuk tahan terhadap

keberadaan air (Lachman, Lieberman, & Kanig., 1994).

14
2.6.8 Kekuatan Mekanik

Kekuatan mekanik suatu lapisan film dipengaruhi oleh tiga

parameter yaitu kekuatan regangan (tensile strength), persen

pemanjangan (elongation), dan modulus elastisitas (modulus young).

Kekuatan regangan adalah ukuran untuk kekuatan film berupa tarikan

maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum

putus/sobek (Krochta and Mulder-johnston, 1997). Pengukuran ini

untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai

tarikan maksimum pada setiap luas area film. Pengukuran elongation

sama halnya seperti pada kekuatan regangan, hanya saja dinyatakan

dalam rumus yang berbeda, sedangkan modulus young diperoleh dari

perbandingan kekuatan regangan dan persen pemanjangan.

2.6.9 Indeks Mengembang (Anonim, 1995)

Indeks mengembang adalah volume dalam mL yang ditempati oleh

satu gram obat obat, termasuk mucilago yang menempel, setelah

mengembang di dalam yang mengandung air selama 4 jam.

2.6.10 Kelarutan (Siregar, 2010)

Kelarutan lapisan film enterik bertujuan untuk menunda pelepasan

obat dalam lambung dan larut di usus. Hal ini dilakukan dengan

memformulasi lapisan film tahan terhadap pH asam dan tahan terhadap

suasana alkali.

15

Anda mungkin juga menyukai