Anda di halaman 1dari 15

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hydroxiapatite
Hydroxiapatite (HA) adalah senyawa polikristalin kalsium fosfat (Ylinen, 2006) dengan
rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan mineral apatit yang mengkristal dalam struktur
heksagonal dan berbentuk padatan berwarna putih Hydroxiapatite digunakan sebagai material
pengganti tulang dan gigi manusia (Darjito dkk, 2014). Karena HA merupakan material
penyusun tulang dengan 60-70% berat tulang kering. HA murni adalah Ca5(PO4)3(OH) namun
biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 untuk menunjukkan bahwa unit kristalnya terdiri dari dua
molekul.

Gambar 2.1. Struktur kima HA (Ylinen, 2006)


Apatit merupakan istilah pada senyawa mineral. Apatit berasal dari kata yunani “
απαταω” (apato) yang berarti “rekayasa atau untuk menipu” (Ylinen, 2006). Hydroxiapatite
telah teruji sebagai tulang buatan karena memilki kemiripan dengan tulang alami meskipun
tidak semirip dengan unsur pokok organik seperti kolagen dan polisakarida (Park, 2008).
Hydroxiapatite merupakan unsur anorganik alami berasal dari tulang yang dapat
dimanfaatkan sebagai regenerasi tulang, memperbaiki, mengisi, memperluas, dan
merekontruksi jaringan tulang (Pang dan Zhitomirsky 2005). Karena HA memiliki sifat
biokompatibel yang sangat baik terhadap tubuh manusia yang mengandung kalsium fosfat
dalam jaringan keras pada tubuh manusia (Dahlan dkk, 2009). Mineral HA sebagai komponen
utama tulang merupakan kalsium fosfat yang paling stabil dibawah kondisi fisiologi normal.
Material ini baik untuk transplantasi tulang karena dapat berikatan kuat dengan tulang,
membentuk lapisan pada permukaan jaringan tulang dan mempercepat pembentukan tulang
yang diimplantasi (Pang dan Zhitomirsky 2005; Maachou et al, 2008).
Hydroxyapatite (HA) dengan rumus molekul (Ca10(PO4)6(OH)2) adalah kalsium apatit
bioceramic yang dapat ditemukan di gigi dan tulang manusia. HA adalah salah satu bahan bone
graft yang dihasilkan oleh reaksi tinggi suhu dan bentuk kristal kalsiumfosfat dengan rasio atom
kalsium fosfat. Dalam dunia kedokteran modern bahan HA adalah banyak digunakan sebagai
pengganti tulang manusia. Itu sifat dan keunggulan HA adalah ikatan osteokonduktif atau
tulang, dapat tumbuh dan berkembang bersama dengan tulang asli atau bagus regenerasi tulang
dan memiliki biokompatibilitas tinggi (Mao, 2014).
2.2 Gipsum
Gipsum merupakan mineral yang ditambang dari berbagai belahan dunia. Selain itu,
gipsum juga merupakan produk samping dari berbagai proses kimia. Gipsum di alam merupakan
massa yang padat dan berwarna abu-abu, merah atau coklat. Warna tersebut disebabkan adanya
zat lain seperti tanah liat, oksida besi, anhidrat, karbohidrat, sedikit SiO 2 atau oksida lain
(Kurniasari, 2016).
Produk gipsum dapat digunakan secara umum seperti untuk membuat patung dan sebagai
bahan bangunan. Di bidang kedokteran, produk gipsum dapat digunakan sebagai alat ortopedi.
Di bidang kedokteran gigi, produk gipsum digunakan untuk membuat model dari rongga mulut
serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran
gigi yang melibatkan pembuatan protesa gigi. Produk gipsum yang digunakan dalam kedokteran
gigi dikenal dengan gips yang memiliki rumus kimia CaSO4.½H2O.
Secara komersial, gypsum dihaluskan dan dipapar dengan temperatur 110 –120oC untuk

mengeluarkan bagian air dari kristalisasi. Ini sesuai dengan tahap pertama dalam reaksi:
CaSO4.2H2O ( Dental gypsum) CaSO4.1/2H2O (plester atau stone). Begitu temperature
semakin ditingkatkan, sisa air dari kristalisasi dikeluarkan dan terbentuk produk seperti yang
diinginkan (Anusavice, 2003). Selama proses pemanasan, gypsum kehilangan 1,5 g mol dari 2
g mol air dan berubah menjadi kalsium sulfat hemihidrat (Craig, 2002).
Berbeda dengan reaksi pembentukan plester dan stone, reaksi pengerasan gipsum
berkebalikan dengan reaksi pembentukan plester dan stone. Ketika kalsium sulfat hemihidrat

dicampur dengan AOR maka akan terbentuk kalsium sulfat dihidrat dan energi. Reaksi kimianya
sebagai berikut: CaSO4.1/2H2O (Plester) + 11/2 H2O (air) CaSO4.2H2O (dental gypsum) + 3900
cal/g mol.
Reaksi tersebut adalah reaksi eksotermis. Hal ini karena ketika 1 g mol kalsium sulfat
hemihidrat direaksikan dengan 1,5 g mol air akan terbentuk 1 g mol kalsium sulfat dihidrat dan
energi kalor (panas) sebesar 3900 cal/ g mol (Craig, 2002). Di bidang kedokteran gigi, gypsum
digunakan sebagai model studi dari rongga mulut serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti
penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi yang melibatkan pembuatan protesa gigi
(Anusavice, 2003: 155).
2.2.1 HAGP (Hydroxiapatite Gypsum Puger)
Penggalian bahan gipsum untuk industri berlimpah di bagian selatan Jember, terutama di
kabupaten Puger (Naini dan Rachmawati, 2010). Produk gipsum banyak digunakan dalam
bangunan dan obat-obatan dalam bentuk bubuk hemihydrate (Anusavice, Shen and Rawls,
2012). Penelitian sebelumnya telah berhasil mensintesis gipsum dari puger ke hidroksiapatit /
Puger hidroksiapatit gipsum (HAGP).
Furuta dkk. (1998) mensintesa hidroksiapatit dari reaksi antara gipsum mold waste 5 x 10
x 20 mm dengan 40 ml 0,5 M larutan diamonium hidrogen fosfat dengan cara hydrothermal
treatment (conventional-hydrothermal) pada suhu 50 – 100oC dan dipelajari sifat-sifatnya. Di
sini dia mengembangkan proses untuk mempersiapkan HAp monolith langsung dari gipsum
waste dengan kristalisasi in situ dengan menggunakan reaksi kimia berikut: 10CaSO4.2H2O + 6
(NH4) 2 HPO4 Ca10 (PO4) 6 (OH)2 + 6(NH4)2SO4 + 4H2SO4 18H2O. Di peroleh konversi
gipsum ke HAp (100%) pada suhu 50oC dalam waktu 15 hari dan 100oC dalam 2 hari.
Katsuki dkk. (1999) mensintesa HAp dengan microwave. Sintesa HAp diperoleh dari
reaksi antara serbuk gipsum (0,5 gr) dan 40 ml 0,5 M larutan diamonium hidrogen fosfat
pada suhu 100oC selama 0,5 – 120 menit dalam Teflon menggunakan sebuah microwave
digestion system. Kemudian hasilnya dicuci dengan air murni, lalu dikeringkan pada suhu di
bawah 50oC. Untuk mengetahui pengaruh microwave, juga dilakukan reaksi yang sama dengan
cara conventional-hydrothermal. Dengan cara microwave diperoleh konversi gipsum ke Hap
(100%) dalam waktu 5 menit, sedangkan dengan conventional-hydrothermal membutuhkan
waktu 8 hari. Nasrellah et al. (2017) menemukan HAP dengan rasio Ca / P sebesar 1.667 yang
mendekati 1.67 yang ditemukan di tulang manusia dan menunjukkan HAP stoikiometrik dengan
tingkat kristalinitas, kemurnian dan hasil yang tinggi.
Kristal hidroksiapatit mempunyai ukuran yang sama dengan kristal hidroksi apatit tulang,
yaitu berkisar 20 – 50 nm (Rocha, 2005). Secara stokiometri Ca/P hidroksiapatit memiliki ratio
1,67 dan secara kimia sama dengan mineral tulang manusia. Hidroksiapatit adalah komponen
anorganik utama penyusun jaringan tulang. Adanya kesamaan struktur kimia dengan mineral
jaringan tulang manusia, maka hidroksiapatit sintetik menunjukkan daya afinitasnya dengan
baik yaitu dapat berikatan secara kimiawi dengan tulang (Rocha, 2005).
Karakterisasi HAGP yang dilakukan dengan uji XRD dan FTIR menunjukkan pola gugus
fungsi yang sama dengan HAp 200 jepang (standar) (Naini, Ardhiyanto dan Yustisia, 2014).
Secara umum, bahan bone graft yang akan digunakan dalam organisme hidup harus dapat
diterima oleh tubuh. Diperlukan untuk menguji biokompatibilitas suatu bahan untuk memastikan
bahwa ia tidak memiliki efek berbahaya dalam sistem biologis (Mahyudin dan Hermawan,
2016). Biokompatibilitas bahan dapat diukur secara in vitro dengan uji sitotoksisitas dengan
Cultured Mesenchymal Stem Cells (MSCs). MSC digunakan karena bahannya sangat sensitif
terhadap agen beracun (Hendrawan, 2013).
2.3 Alginat Rumput Laut Coklat (Sargassum Sp)
Rumput laut jenis Sargassum sp. merupakan tanaman laut yang berwarna cokelat,
berukuran relatif besar, memiliki bentuk thallus silindris atau gepeng, bentuk daun melebar,
lonjong seperti pedang yang rimbun dan juga gelembung berisi udara yang disebut dengan
blader. Rumput laut ini tumbuh dan berkembang diatas benda keras seperti batu karang yang
telah mati, namun juga sering dijumpai terapung di perairan terbawa air (Pratiwi, 2008). Berikut
adalah gambar Sargassum sp. yang dapat dilihat pada Gambar 2.2

2.2 Sargassum sp.


Menurut Pratiwi (2008) taksonomi dari Sargassum sp. ebagai berikut :
Divisio : Thallophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucales
Familia : Sargassacaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum sp
Rumput laut coklat jenis Sargassum sp mempunyai cabang seperti jari, dan merupakan
tanaman yang berwarna coklat, berukuran relatif besar, tumbuh dan berkembang pada substrat
dasar yang kuat. Bagian tanaman menyerupai semak yang berbentuk simetris bilateral atau
radikal serta dilengkapi dengan bagian bagian untuk pertumbuhan (Atmadja, 1996).
Rumput laut cokelat memiliki senyawa terbanyak yaitu alginat, selain itu senyawa kimia
lain yang jumlahnya relatif sedikit diantaranya laminarin, selulosa, fukoidan, manitol, dan
senyawa bioaktif lainnya. Disamping itu rumput laut cokelat juga mengandung lemak, protein,
serat kasar, dan zat anti bakteri serta mineral (trace element) (Yunizal, 2004).
Alginat merupakan polisakarida dari rumput laut cokelat yang menyusun biomassa
rumput laut cokelat (Phaeophyceace) dengan kadar 40% dari berat kering. Alginat terdapat
pada dinding sel rumput laut cokelat dan bertanggungjawab memberi kekuatan sekaligus sifat
fleksibilitas alga terhadap arus laut karena kemampuannya untuk menyimpan air, membentuk
gel, agen pengental dan gen penstabil, maka alginat banyak dimanfaatkan dalam industri
(Rehm, 2009).

Gambar 2.3. Berbagai Struktur Kimia Polimer Alginat


Sumber : Erningsih ( 2014)
Secara kimia, polimer alginat berantai lurus dan terdiri dari asam D-mannuronat dan asam
L-guluronat dalam bentuk cincin piranosa melalui ikatan β-(1→4). Berat molekul dari asam
alginat sangat bervariasi tergantung dari metode preparasi dan sumber rumput laut. Garam dari
asam alginat terdiri dari ammonium alginat, kalium alginat, propilen glikol alginat, dan natrium
alginat. Rumus molekul dari natrium alginat adalah (C6H7O6Na)n (Erningsih, 2014).
Spesifikasi tepung alginat yang didapat secara komersial berbeda-beda tergantung pada
pemakaiannya dalam bidang industri. Alginat yang dipakai dalam industri makanan dan farmasi
harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan (bleached)
sehingga berwarna putih atau terang. Sifat fisik lainnya juga bervariasi tergantung pada metode
pembuatan dan bahan bakunya, namun secara umum harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut : pH =3,5-10, kadar air 5-20%, viskositas 10-5000cps (Aslan, 2003).
Standar mutu alginat difungsikan dalam menentukan klasifikasi grade kegunaannya di
berbagai macam bidang industri, seperti pangan (food grade) dan non pangan (non food grade).
Menurut Sinurat dan Marliani (2017), dalam pemanfaatan rumput laut cokelat yang
mengandung alginat mempunyai kualitas yang terbagi dalam tiga kelompok yaitu mutu food
grade, industrial grade, dan pharmaceutical grade. Alginat yang memiliki mutu kelas pangan
dan farmasi harus terbebas dari selulosa dan segi warnanya sudah dipucatkan sehingga
menghasilkan warna terang atau putih. Segi mutu industri biasanya masih mengizinkan adnya
beberapa bagian dari selulosa dengan warna masih sedikit cokelat sampai putih. Milla et al.
(2017)
2.4 Scaffold atau Perancah
Bidang ilmu material telah menyumbang peran besar untuk proses ini yaitu melalui

pengembangan perancah (Scaffold). Scaffold merupakan media atau kerangka yang berperan
dalam menyediakan lingkungan untuk membangun dan membantu sel punca atau stem cell yang
akan melakukan adhesi, proliferasi dan diferensiasi yang pada akhirnya menghasilkan jaringan
yang diharapkan (Galler et al., 2011).
Scaffold perlu didesain agar mempunyai sifat-sifat yang diharapkan sehingga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan permukaan Scaffold perlu mempunyai morfologi yang
tepat untuk perlekatan dan diferensiasi sel. Pemilihan biomaterial merupakan faktor penting
sama pentingnya juga dengan mengeksplorasi dan menentukan material Scaffold yang cocok
untuk menyerupai matriks ekstraseluler dari jaringan yang digantikan. Pentingnya pemilihan
Scaffold yang sesuai dengan sel punca oleh karena biomaterial akan mempengaruhi nasib dari sel
punca (Zhang et al., 2013). Namun disamping kelebihan yang dipaparkan, Scaffold memiliki
kekurangan yaitu teknik pembuatan yang tidak mudah untuk memproses material dasar menjadi
Scaffold yang siap pakai dan tidak semua material dapat cocok atau sesuai dengan sel punca.
Massai et al. (2018) bioaktif memengaruhi tidak hanya fitur makroskopis seperti porositas, tetapi
terutama arsitektur mikro Scaffold yang menimbulkan heterogenitas struktural, yang dapat
berdampak pada interaksi sel-perancah lokal dan kinerja perancah.
Scaffold atau perancah adalah sel induk yang sering ditanamkan ke struktur yang mampu
mendukung pembentukan jaringan 3 dimensi. Perancah juga berfungsi meningkatkan regenerasi
jaringan melalui pengiriman biofaktor sambil mempertahankan fungsi mekanik (Khaled dkk.,
2011). Aufan dkk (2018) Pertama, berhasil didapatkannya Scaffold dengan sifat porus
menggunakan metode freeze drying; kedua, didapatkan pula bahwa variasi komposisi alginat
dan kitosan serta penambahan karbonat apatit mempengaruhi struktur Scaffold
Perancah yang digunakan dalam rekayasa jaringan untuk regenerasi tulang juga harus
bertindak sebagai tempat untuk adhesi sel, migrasi, proliferasi, interaksi sel dan pembentukan
matriks tulang ekstraselular, yang memberikan dukungan struktural untuk jaringan yang baru
terbentuk. Selain itu, mereka dapat berfungsi sebagai pengiriman untuk sitokin seperti protein
tulang morfogenetik (BMP), faktor pertumbuhan seperti insulin (IGFs) dan mengubah faktor
pertumbuhan (TGFs) yang merangsang sel-sel prekursor direkrut host untuk berdiferensiasi
menjadi tulang matriks yang memproduksi sel (Mangano dkk., 2011).
Perancah pada dasarnya sebagai tempat untuk pembentukan jaringan dan pertumbuhan
jaringan baru, perancah yang dihasilkan dari berbagai biomaterial harus memiliki syarat
diantaranya yaitu biocompatibility, biodegradability, mechanical properties, dan Scaffold
architecture (O’Brien, 2011).
a. Biocompatibility
Kriteria pertama dari setiap perancah untuk teknik rekayasa jaringan adalah harus
biokompatibel, sel harus berfungsi secara normal, mampu bermigrasi dan dapat
berkembangbiak sebelum meletakkan matriks baru. Setelah diimplantasi, perancah
berkonstruksi untuk mencegah respon inflamasi parah yang mungkin mengurangi
penyembuhan atau penyebab penolakan oleh tubuh.
b. Biodegradability
Tujuan dari rekayasa jaringan adalah untuk sel-sel tumbuh yang akhirnya akan
menggantikan perancah dengan jaringan yang baru. Perancah tidak sebagai implan
permanen, oleh karena itu perancah harus bersifat biodegradable atau terdegradasi sedikit
demi sedikit dan harus mampu untuk keluar dari tubuh tanpa gangguan organ lain, sehingga
memungkinkan sel-sel untuk menghasilkan matriks ekstraselular. Degradasi akan terjadi
bersama-sama dengan pembentukan jaringan.
c. Mechanical properties
Perancah harus memiliki sifat mekanik yang konsisten dengan situs anatomi dimana itu
harus ditanamkan dan harus cukup kuat untuk memungkinkan penanganan bedah selama
implantasi. Perancah juga harus memiliki integritas mekanik yang cukup untuk berfungsi
saat implantasi untuk penyelesaian proses renovasi.
d. Scaffold architecture.
Arsitektur perancah yang digunakan untuk teknik rekayasa jaringan bahwa perancah harus
memiliki pori-pori yang saling berhubungan dengan struktur dan porositas tinggi untuk
memastikan penetrasi selular dan difusi nutrisi yang memadai ke sel-sel di dalam
membangun matriks ekstraseluler yang dibentuk oleh sel. Struktur juga saling
berhubungan untuk memungkinkan difusi produk dari perancah, dan produk-produk dari
degradasi perancah harus mampu keluar dari tubuh tanpa gangguan dengan organ-organ lain
dan jaringan sekitarnya.
Masalah inti degradasi, yang timbul dari kurangnya vaskularisasi dan limbah
penghapusan dari pusat jaringan rekayasa konstruksi, adalah perhatian utama di bidang teknik
jaringan. Komponen utama lainnya adalah berarti ukuran pori perancah. Sel berinteraksi dengan
perancah melalui kelompok kimia (ligan) pada permukaan material. Kepadatan ligan
dipengaruhi oleh luas permukaan yang spesifik, yaitu permukaan yang tersedia dalam pori-pori.
Hal ini tergantung pada rata-rata ukuran pori di perancah. Sehingga pori-pori pada perancah
harus cukup besar untuk memungkinkan sel untuk bermigrasi ke dalam struktur dimana yang
akhirnya akan terikat pada ligan dalam perancah. Oleh karena itu, untuk perancah apapun
dengan berbagai ukuran pori dapat bervariasi, tergantung pada jenis sel yang digunakan dan
jaringan yang direkayasa (O’ Brien, 2011).
2.5 Scaffold HAGP (Hydroxiapatite Gypsum Puger)
Puger Gypsum Hidroksiapatit (HAGP) dan gelatin untuk membentuk hidrogel untuk
pembuatannya perancah HAGP. 10 g gelatin padat dilebur dalam panas air pada suhu 600 C
membentuk 10% gelatin cair. Empat gram hidroksiapatit selanjutnya dicampur 10 ml gelatin
cair, sebelum dibekukan dan dikeringkan menggunakan sistem kering sublimasi/beku. (Naini et
al. 2019)
Hidroksiapatit juga berperan dalam regenerasi tulang proses, termasuk osteointegrasi sejak
dimilikinya sifat osteokonduktif yang dapat merangsang mesenchymal sel untuk berproliferasi
dan berdiferensiasi selama tulang proses regenerasi. Berpori yang saling berhubungan
hidroksiapatit bahkan dapat membentuk ikatan yang luar biasa tulang yang kuat dan
mempercepat prosedur vaskular. Namun demikian, dimensi dan bentuk pori juga dianggap
sebagai faktor penting dalam osteointegrasi proses. Hydroxyapatite saling berhubungan dengan
pori-pori kasar permukaan dan, karenanya, memfasilitasi penetrasi osteoblast sel dan menjadi
media pendukung untuk sel osteoblast untuk menempel pada permukaan matriks cangkok tulang
(Naini et al. 2019).
Naini et al. (2018) menjelaskan bahwa karakterisasi komposisi dan mikro struktur
perancah HAGP kering beku oleh tes XRD menunjukkan kemurnian hidroksiapatit 100% level
dan SEM diperoleh banyak pori pada perancah dengan ukuran rata-rata 3 μm. Itu hasilnya
identik atau berisi sama pola dengan Scaffold HAB (standar emas).
Hidroksiapatit dapat disintesis dari gipsum yang diproduksi di gunung Gamping di
kecamatan Puger. Akibatnya, hidroksiapatit gypsum puger (HAGP), dapat digunakan sebagai
alternatif bioceramic bahan dalam pelestarian soket alveolar. Perancah HAGP sebagai alveolar
bahan pelestarian soket pada jumlah osteoblast dan osteoklas serta lebar area trabekuler miliki
belum diselidiki secara komprehensif (Naini et al. 2019).

2.6 Freeze Drying


Proses pengeringan yang terjadi pada vacuum freeze dry chamber disebut liofilisasi.
Liofilisasi adalah proses mengeringkan suatu bahan dengan cara menyublimkan air. Sublimasi
terjadi dari sebuah cairan beku yang mengalir langsung menjadi uap (sublimasi) tanpa
mengalami fase cair terlebih dahulu (Purnama, 2006). Titik tripel terletak pada suhu 0,01 °C dan
tekanan 0,61 KPa, dengan demikian proses freeze-drying harus dilakukan pada kondisi dibawah
suhu dan tekanan tersebut. Tekanan kerja yang umum digunakan di dalam ruang freez-drying
adalah 60 – 600 Pa. Pada saat pembekuan terbentuk kristal-kristal es di dalam komposit.
Kemudian saat pengeringan, kristal es tersebut akan tersublimasi dan meninggalkan rongga
(pori) di dalam komposit. Keadaan komposit yang bersifat porous setelah pengeringan,
menyebabkan bentuk komposit tidak mengalami perubahan yang besar dibandingkan
sebelumnya, serta proses dehidrasi air (pembasahan kembali) lebih baik dari pada proses
pengeringan lainnya (Ichsan, 2012).
Proses pengeringan beku (freeze dryer), bahan yang dikeringkan terlebih dahulu dibekukan
kemudian dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan tekanan rendah sehingga kandungan air
yang sudah menjadi es akan langsung menjadi uap, dikenal dengan istilah sublimasi.
Pengeringan menggunakan alat freeze dryer lebih baik dibandingkan dengan oven karena kadar
airnya lebih rendah.
2.7 Karakterisasi Scaffold
Karakterisasi merupakan suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sifat suatu benda.
Uji karakterisasi yang dilakukan dapat berupa Uji Fourier Transform Infrared (FTIR), Uji
Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Uji Porositas.

2.7.1. Fourier Transform Infrared (FTIR)


FTIR merupakan teknik analisis untuk mendapatkan informasi mengenai ikatan kimia
atau struktur molekul suatu materal organik maupun anorganik. Teknik tersebut bekerja sesuai
dengan kenyataan bahwa ikatan kimia suatu molekul atau gugus fungsi akan bervibrasi sesuai
dengan karakteristik frekuensinya. Selama proses analisis berlangsung, titik sampel akan
termodulasi oleh pancaran inframerah. Titik sampel tersebut kemudian akan mentransmisikan
dan merefleksikan sinar inframerah dengan frekuensi yang berbeda-beda yang diwujudkan
menjadi plot absorbsi inframerah yang terdiri atas puncak-puncak berkebalikan (reverse
peaks).
Pola spektrum FTIR yang dihasilkan kemudian dianalisis dan dibandingan dengan
meterial yang sudah diidentifikasi karakteristik gugus fungsinya. Analisis menggunakan
spectroscopy FTIR memiliki keunggulan dibandingkan metode konvensional lainnya.
Keunggulan analisis dengan spectroscopy FTIR yaitu dapat digunakan pada semua frekuensi
dari sumber radiasi secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada
menggunakan scanning, dan sensitifitas metode FTIR lebih besar daripada cara dispersi
(Giwangkara, 2006).
Valencia dan Tovar (2018) Scaffold dikarakterisasi dengan FTIR, analisis termogravimetri
(TGA), dan pemindaian mikroskop elektron (SEM), untuk menentukan stabilitas termal dan
ukuran pori-pori mereka, menunjukkan bahwa stabilitas meningkat dengan meningkatnya
jumlah GO. Akhirnya, Scaffold ditanamkan, diingat kembali 30 hari kemudian, dan dipelajari
dengan mikroskop optik, yang membuktikan pemulihan arsitektur jaringan dan
biokompatibilitas
Pengujian FTIR dilakukan untuk mengetahui informasi terkait ikatan kimia yang ada pada
bambu. Ikatan kimia tersebut diindikasikan dengan puncak-puncak yang berbeda. Pengujian ini
dilakukan pertama kali karena untuk mengetahui ikatan dari serat bambu betung
(Dendrocalamus asper). Adapun cara kerja FTIR seperti berikut ini: Mula mula zat yang akan
diukur diidentifikasi, berupa atom atau molekul. Sinar infra merah yang berperan sebagai
sumber sinar dibagi menjadi dua berkas, satu dilewatkan melalui sampel dan yang lain melalui
pembanding. Kemudian secara berturut-turut melewati chopper. Setelah melalui prisma atau
grating, berkas akan jatuh pada detektor dan diubah menjadi sinyal listrik yang kemudian
direkam oleh rekorder. Selanjutnya diperlukan amplifier bila sinyal yang dihasilkan sangat
lemah. Standar yang digunakan adalah ASTM E1252. Sampel, yang dapat dengan mudah diuji
oleh FTIR, termasuk pelet polimer, bagian, sampel buram, serat, bubuk, pelapis kawat, dan
cairan. Scan inframerah yang khas dihasilkan di wilayah pertengahan inframerah dari spektrum

cahaya. Daerah pertengahan inframerah adalah 400-4000 cm-1 wavenumbers, yang sama

dengan panjang gelombang 2,5 sampai 25 mikron (10-3mm).

2.7.2. Scanning Electron Microscopy (SEM)


Pengujian ini memiliki fungsi untuk mengetahui morfologi, ukuran partikel, pori serta
bentuk partikel material dengan menggunakan alat SEM –EDAX FEI Type inspect s-50. Alat
ini bisa menghasilkan hasil resolusi yang tinggi dengan menggunakan thermal emission electron
optics. Dengan menggunakan alat ini juga bisa mengurasi kesulitan dalam preparasi material.
Selain itu alat SEM –EDAX FEI Type inspect s-50 ini juga mempunyai resulusi vakum yang
baik (3.0nm at 30kV) sehingga bisa digunakan pada berbagai macam jenis sampel dengan
berbagai macam ukuran (LabWrench, 2017).
SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan
analisis stuktur mikro dan morfologi, antara lain pada bidang sains, kedokteran dan biologi
yang kemampuan resolusinya melebihi mikroskop optik. Keunggulan sari SEM dibandingkan
dengan mikroskop optik adalah mempunyai daya pisah yang sangat tinggi, dimana jarak
terkecil antara dua titik dari suatu objek yang masih sama dapat diamati secara terpisah dalam
orde 100 Å. Daya pisah atau resolusi yang jauh lebih baik dari mikroskop optik ini berkat
penggunaan berkas elektron yang mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek. Selain
daya pisah yang baik pada mikroskop elektron, juga lebarnya depth of field, sehingga tampilan
gambar tampak tiga dimensi.
Efek tiga dimensi ini tergantung dari besar kecilnya perbesaran. Untuk pengamatan
topografi permukaan yang kasar seperti retakan maka depth of field harus maksimum, yaitu
dengan cara menggunakan bukaan diafragma sekecil mungkin dan dengan jarak kerja sejauh
mungkin. Bila diinginkan gambar dengan data pisah dan perbesaran yang tinggi, maka jarak
kerja harus dibuat sedekat mungkin dan bukaan diafragma disesuaikan dengan cara kerja
(Goldstein, 1981). Instrumen SEM (lihat Gambar 2.2) terdiri dari penembak electron
(electron gun), tiga lensa elektrostatik, dan kumparan scan elektromagnetik yang terletak antara
lensa kedua dan ketiga, serta tabung amplifier untuk mendeteksi cahaya pada layar. SEM
menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk menhasilkan bayangan.

Gambar 2.5. Bagian dan prinsip kerja Scanning Electron Microscopy (Smallman dan
Bishop, 1995).
SEM juga menggunakan hamburan balik elektron-elektron sekunder yang dipantulkan
oleh sampel. Elektron-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah maka elektron-
elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi.
Elektron-elektron yang dihamburkan balik amat peka terhadap jumlah atom, sehingga itu
penting untuk m menunjukkan perbedaan pada perubahan komposisi kimia pada sampel. Efek
ini mengakibatkan perbedaan orientasi antara butir satu dengan yang lainya. Yang dapat
memberikan informasi kristallografi (Smallman dan Bishop, 1995).

2.7.3. Uji Porositas


Porositas disebut sebagai fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam suatu bahan
dinyatakan dalam persen (%) rongga. Dalam suatu bahan, porositas menggambarkan ruang-
ruang kosong (pori) yang saling beghubungan dalam bahan tersebut. Secara umum porositas
suatu bahan dinyatakan sebagai porositas semu, hal ini merupakan rasio antar volume bahan
(Chester, 1990). Porositas yang dimiliki tulang adalah 50-95% (Doblare et al., 2004). Pengujian
porositas digunakan untuk mengetahui tingkat porositas suatu benda. Semakin tinggi tingkat
porositas benda tersebut maka semakin rendah kekuatannya. Adapun persentase porositas (%P)
suatu bahan dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.
%P = Da/Dt x 100%
dengan (%P) adalah prosentasi porositas, Da adalah nilai densitas setelah disintering
3 3
(g/cm ), Dt adalah nilai teori densitas bahan (g/cm ).
2.10 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dijelaskan Gambar 2.6 berikut.

Adanya kerusakan tulang berupa defek


karena adanya trauma, inflamasi akibat
akibat tindakan bedah

Rekayasa jaringan perancah bone


graf

Scaffold media penyangga


proses pertumbuhan jaringan

Serbuk HAGP Scaffold HAGP- Alginat Rumput Laut


(Hydroxyapatite Alginat Rumput Laut Coklat (Sargassum
Gypsum Puger) Coklat sp)

Karakteristik Scaffold
HAGP-Alginat Rumput
Laut Coklat

Gambar 2.6. Kerangka Konseptual

2.11 Hipotesa
Scaffold HAGP (Hydroxyapatite Gypsum Puger) dengan kombinasi alginat rumput laut
coklat (Sargassum sp) sebagai Bone Graft dengan metode freeze drying dengan berbagai suhu
pembekuan dapat mempengaruhi gugus fungsi, morfologi dan porositas Scaffold.

Anda mungkin juga menyukai