TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hydroxiapatite
Hydroxiapatite (HA) adalah senyawa polikristalin kalsium fosfat (Ylinen, 2006) dengan
rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan mineral apatit yang mengkristal dalam struktur
heksagonal dan berbentuk padatan berwarna putih Hydroxiapatite digunakan sebagai material
pengganti tulang dan gigi manusia (Darjito dkk, 2014). Karena HA merupakan material
penyusun tulang dengan 60-70% berat tulang kering. HA murni adalah Ca5(PO4)3(OH) namun
biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 untuk menunjukkan bahwa unit kristalnya terdiri dari dua
molekul.
mengeluarkan bagian air dari kristalisasi. Ini sesuai dengan tahap pertama dalam reaksi:
CaSO4.2H2O ( Dental gypsum) CaSO4.1/2H2O (plester atau stone). Begitu temperature
semakin ditingkatkan, sisa air dari kristalisasi dikeluarkan dan terbentuk produk seperti yang
diinginkan (Anusavice, 2003). Selama proses pemanasan, gypsum kehilangan 1,5 g mol dari 2
g mol air dan berubah menjadi kalsium sulfat hemihidrat (Craig, 2002).
Berbeda dengan reaksi pembentukan plester dan stone, reaksi pengerasan gipsum
berkebalikan dengan reaksi pembentukan plester dan stone. Ketika kalsium sulfat hemihidrat
dicampur dengan AOR maka akan terbentuk kalsium sulfat dihidrat dan energi. Reaksi kimianya
sebagai berikut: CaSO4.1/2H2O (Plester) + 11/2 H2O (air) CaSO4.2H2O (dental gypsum) + 3900
cal/g mol.
Reaksi tersebut adalah reaksi eksotermis. Hal ini karena ketika 1 g mol kalsium sulfat
hemihidrat direaksikan dengan 1,5 g mol air akan terbentuk 1 g mol kalsium sulfat dihidrat dan
energi kalor (panas) sebesar 3900 cal/ g mol (Craig, 2002). Di bidang kedokteran gigi, gypsum
digunakan sebagai model studi dari rongga mulut serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti
penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi yang melibatkan pembuatan protesa gigi
(Anusavice, 2003: 155).
2.2.1 HAGP (Hydroxiapatite Gypsum Puger)
Penggalian bahan gipsum untuk industri berlimpah di bagian selatan Jember, terutama di
kabupaten Puger (Naini dan Rachmawati, 2010). Produk gipsum banyak digunakan dalam
bangunan dan obat-obatan dalam bentuk bubuk hemihydrate (Anusavice, Shen and Rawls,
2012). Penelitian sebelumnya telah berhasil mensintesis gipsum dari puger ke hidroksiapatit /
Puger hidroksiapatit gipsum (HAGP).
Furuta dkk. (1998) mensintesa hidroksiapatit dari reaksi antara gipsum mold waste 5 x 10
x 20 mm dengan 40 ml 0,5 M larutan diamonium hidrogen fosfat dengan cara hydrothermal
treatment (conventional-hydrothermal) pada suhu 50 – 100oC dan dipelajari sifat-sifatnya. Di
sini dia mengembangkan proses untuk mempersiapkan HAp monolith langsung dari gipsum
waste dengan kristalisasi in situ dengan menggunakan reaksi kimia berikut: 10CaSO4.2H2O + 6
(NH4) 2 HPO4 Ca10 (PO4) 6 (OH)2 + 6(NH4)2SO4 + 4H2SO4 18H2O. Di peroleh konversi
gipsum ke HAp (100%) pada suhu 50oC dalam waktu 15 hari dan 100oC dalam 2 hari.
Katsuki dkk. (1999) mensintesa HAp dengan microwave. Sintesa HAp diperoleh dari
reaksi antara serbuk gipsum (0,5 gr) dan 40 ml 0,5 M larutan diamonium hidrogen fosfat
pada suhu 100oC selama 0,5 – 120 menit dalam Teflon menggunakan sebuah microwave
digestion system. Kemudian hasilnya dicuci dengan air murni, lalu dikeringkan pada suhu di
bawah 50oC. Untuk mengetahui pengaruh microwave, juga dilakukan reaksi yang sama dengan
cara conventional-hydrothermal. Dengan cara microwave diperoleh konversi gipsum ke Hap
(100%) dalam waktu 5 menit, sedangkan dengan conventional-hydrothermal membutuhkan
waktu 8 hari. Nasrellah et al. (2017) menemukan HAP dengan rasio Ca / P sebesar 1.667 yang
mendekati 1.67 yang ditemukan di tulang manusia dan menunjukkan HAP stoikiometrik dengan
tingkat kristalinitas, kemurnian dan hasil yang tinggi.
Kristal hidroksiapatit mempunyai ukuran yang sama dengan kristal hidroksi apatit tulang,
yaitu berkisar 20 – 50 nm (Rocha, 2005). Secara stokiometri Ca/P hidroksiapatit memiliki ratio
1,67 dan secara kimia sama dengan mineral tulang manusia. Hidroksiapatit adalah komponen
anorganik utama penyusun jaringan tulang. Adanya kesamaan struktur kimia dengan mineral
jaringan tulang manusia, maka hidroksiapatit sintetik menunjukkan daya afinitasnya dengan
baik yaitu dapat berikatan secara kimiawi dengan tulang (Rocha, 2005).
Karakterisasi HAGP yang dilakukan dengan uji XRD dan FTIR menunjukkan pola gugus
fungsi yang sama dengan HAp 200 jepang (standar) (Naini, Ardhiyanto dan Yustisia, 2014).
Secara umum, bahan bone graft yang akan digunakan dalam organisme hidup harus dapat
diterima oleh tubuh. Diperlukan untuk menguji biokompatibilitas suatu bahan untuk memastikan
bahwa ia tidak memiliki efek berbahaya dalam sistem biologis (Mahyudin dan Hermawan,
2016). Biokompatibilitas bahan dapat diukur secara in vitro dengan uji sitotoksisitas dengan
Cultured Mesenchymal Stem Cells (MSCs). MSC digunakan karena bahannya sangat sensitif
terhadap agen beracun (Hendrawan, 2013).
2.3 Alginat Rumput Laut Coklat (Sargassum Sp)
Rumput laut jenis Sargassum sp. merupakan tanaman laut yang berwarna cokelat,
berukuran relatif besar, memiliki bentuk thallus silindris atau gepeng, bentuk daun melebar,
lonjong seperti pedang yang rimbun dan juga gelembung berisi udara yang disebut dengan
blader. Rumput laut ini tumbuh dan berkembang diatas benda keras seperti batu karang yang
telah mati, namun juga sering dijumpai terapung di perairan terbawa air (Pratiwi, 2008). Berikut
adalah gambar Sargassum sp. yang dapat dilihat pada Gambar 2.2
pengembangan perancah (Scaffold). Scaffold merupakan media atau kerangka yang berperan
dalam menyediakan lingkungan untuk membangun dan membantu sel punca atau stem cell yang
akan melakukan adhesi, proliferasi dan diferensiasi yang pada akhirnya menghasilkan jaringan
yang diharapkan (Galler et al., 2011).
Scaffold perlu didesain agar mempunyai sifat-sifat yang diharapkan sehingga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan permukaan Scaffold perlu mempunyai morfologi yang
tepat untuk perlekatan dan diferensiasi sel. Pemilihan biomaterial merupakan faktor penting
sama pentingnya juga dengan mengeksplorasi dan menentukan material Scaffold yang cocok
untuk menyerupai matriks ekstraseluler dari jaringan yang digantikan. Pentingnya pemilihan
Scaffold yang sesuai dengan sel punca oleh karena biomaterial akan mempengaruhi nasib dari sel
punca (Zhang et al., 2013). Namun disamping kelebihan yang dipaparkan, Scaffold memiliki
kekurangan yaitu teknik pembuatan yang tidak mudah untuk memproses material dasar menjadi
Scaffold yang siap pakai dan tidak semua material dapat cocok atau sesuai dengan sel punca.
Massai et al. (2018) bioaktif memengaruhi tidak hanya fitur makroskopis seperti porositas, tetapi
terutama arsitektur mikro Scaffold yang menimbulkan heterogenitas struktural, yang dapat
berdampak pada interaksi sel-perancah lokal dan kinerja perancah.
Scaffold atau perancah adalah sel induk yang sering ditanamkan ke struktur yang mampu
mendukung pembentukan jaringan 3 dimensi. Perancah juga berfungsi meningkatkan regenerasi
jaringan melalui pengiriman biofaktor sambil mempertahankan fungsi mekanik (Khaled dkk.,
2011). Aufan dkk (2018) Pertama, berhasil didapatkannya Scaffold dengan sifat porus
menggunakan metode freeze drying; kedua, didapatkan pula bahwa variasi komposisi alginat
dan kitosan serta penambahan karbonat apatit mempengaruhi struktur Scaffold
Perancah yang digunakan dalam rekayasa jaringan untuk regenerasi tulang juga harus
bertindak sebagai tempat untuk adhesi sel, migrasi, proliferasi, interaksi sel dan pembentukan
matriks tulang ekstraselular, yang memberikan dukungan struktural untuk jaringan yang baru
terbentuk. Selain itu, mereka dapat berfungsi sebagai pengiriman untuk sitokin seperti protein
tulang morfogenetik (BMP), faktor pertumbuhan seperti insulin (IGFs) dan mengubah faktor
pertumbuhan (TGFs) yang merangsang sel-sel prekursor direkrut host untuk berdiferensiasi
menjadi tulang matriks yang memproduksi sel (Mangano dkk., 2011).
Perancah pada dasarnya sebagai tempat untuk pembentukan jaringan dan pertumbuhan
jaringan baru, perancah yang dihasilkan dari berbagai biomaterial harus memiliki syarat
diantaranya yaitu biocompatibility, biodegradability, mechanical properties, dan Scaffold
architecture (O’Brien, 2011).
a. Biocompatibility
Kriteria pertama dari setiap perancah untuk teknik rekayasa jaringan adalah harus
biokompatibel, sel harus berfungsi secara normal, mampu bermigrasi dan dapat
berkembangbiak sebelum meletakkan matriks baru. Setelah diimplantasi, perancah
berkonstruksi untuk mencegah respon inflamasi parah yang mungkin mengurangi
penyembuhan atau penyebab penolakan oleh tubuh.
b. Biodegradability
Tujuan dari rekayasa jaringan adalah untuk sel-sel tumbuh yang akhirnya akan
menggantikan perancah dengan jaringan yang baru. Perancah tidak sebagai implan
permanen, oleh karena itu perancah harus bersifat biodegradable atau terdegradasi sedikit
demi sedikit dan harus mampu untuk keluar dari tubuh tanpa gangguan organ lain, sehingga
memungkinkan sel-sel untuk menghasilkan matriks ekstraselular. Degradasi akan terjadi
bersama-sama dengan pembentukan jaringan.
c. Mechanical properties
Perancah harus memiliki sifat mekanik yang konsisten dengan situs anatomi dimana itu
harus ditanamkan dan harus cukup kuat untuk memungkinkan penanganan bedah selama
implantasi. Perancah juga harus memiliki integritas mekanik yang cukup untuk berfungsi
saat implantasi untuk penyelesaian proses renovasi.
d. Scaffold architecture.
Arsitektur perancah yang digunakan untuk teknik rekayasa jaringan bahwa perancah harus
memiliki pori-pori yang saling berhubungan dengan struktur dan porositas tinggi untuk
memastikan penetrasi selular dan difusi nutrisi yang memadai ke sel-sel di dalam
membangun matriks ekstraseluler yang dibentuk oleh sel. Struktur juga saling
berhubungan untuk memungkinkan difusi produk dari perancah, dan produk-produk dari
degradasi perancah harus mampu keluar dari tubuh tanpa gangguan dengan organ-organ lain
dan jaringan sekitarnya.
Masalah inti degradasi, yang timbul dari kurangnya vaskularisasi dan limbah
penghapusan dari pusat jaringan rekayasa konstruksi, adalah perhatian utama di bidang teknik
jaringan. Komponen utama lainnya adalah berarti ukuran pori perancah. Sel berinteraksi dengan
perancah melalui kelompok kimia (ligan) pada permukaan material. Kepadatan ligan
dipengaruhi oleh luas permukaan yang spesifik, yaitu permukaan yang tersedia dalam pori-pori.
Hal ini tergantung pada rata-rata ukuran pori di perancah. Sehingga pori-pori pada perancah
harus cukup besar untuk memungkinkan sel untuk bermigrasi ke dalam struktur dimana yang
akhirnya akan terikat pada ligan dalam perancah. Oleh karena itu, untuk perancah apapun
dengan berbagai ukuran pori dapat bervariasi, tergantung pada jenis sel yang digunakan dan
jaringan yang direkayasa (O’ Brien, 2011).
2.5 Scaffold HAGP (Hydroxiapatite Gypsum Puger)
Puger Gypsum Hidroksiapatit (HAGP) dan gelatin untuk membentuk hidrogel untuk
pembuatannya perancah HAGP. 10 g gelatin padat dilebur dalam panas air pada suhu 600 C
membentuk 10% gelatin cair. Empat gram hidroksiapatit selanjutnya dicampur 10 ml gelatin
cair, sebelum dibekukan dan dikeringkan menggunakan sistem kering sublimasi/beku. (Naini et
al. 2019)
Hidroksiapatit juga berperan dalam regenerasi tulang proses, termasuk osteointegrasi sejak
dimilikinya sifat osteokonduktif yang dapat merangsang mesenchymal sel untuk berproliferasi
dan berdiferensiasi selama tulang proses regenerasi. Berpori yang saling berhubungan
hidroksiapatit bahkan dapat membentuk ikatan yang luar biasa tulang yang kuat dan
mempercepat prosedur vaskular. Namun demikian, dimensi dan bentuk pori juga dianggap
sebagai faktor penting dalam osteointegrasi proses. Hydroxyapatite saling berhubungan dengan
pori-pori kasar permukaan dan, karenanya, memfasilitasi penetrasi osteoblast sel dan menjadi
media pendukung untuk sel osteoblast untuk menempel pada permukaan matriks cangkok tulang
(Naini et al. 2019).
Naini et al. (2018) menjelaskan bahwa karakterisasi komposisi dan mikro struktur
perancah HAGP kering beku oleh tes XRD menunjukkan kemurnian hidroksiapatit 100% level
dan SEM diperoleh banyak pori pada perancah dengan ukuran rata-rata 3 μm. Itu hasilnya
identik atau berisi sama pola dengan Scaffold HAB (standar emas).
Hidroksiapatit dapat disintesis dari gipsum yang diproduksi di gunung Gamping di
kecamatan Puger. Akibatnya, hidroksiapatit gypsum puger (HAGP), dapat digunakan sebagai
alternatif bioceramic bahan dalam pelestarian soket alveolar. Perancah HAGP sebagai alveolar
bahan pelestarian soket pada jumlah osteoblast dan osteoklas serta lebar area trabekuler miliki
belum diselidiki secara komprehensif (Naini et al. 2019).
cahaya. Daerah pertengahan inframerah adalah 400-4000 cm-1 wavenumbers, yang sama
Gambar 2.5. Bagian dan prinsip kerja Scanning Electron Microscopy (Smallman dan
Bishop, 1995).
SEM juga menggunakan hamburan balik elektron-elektron sekunder yang dipantulkan
oleh sampel. Elektron-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah maka elektron-
elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi.
Elektron-elektron yang dihamburkan balik amat peka terhadap jumlah atom, sehingga itu
penting untuk m menunjukkan perbedaan pada perubahan komposisi kimia pada sampel. Efek
ini mengakibatkan perbedaan orientasi antara butir satu dengan yang lainya. Yang dapat
memberikan informasi kristallografi (Smallman dan Bishop, 1995).
Karakteristik Scaffold
HAGP-Alginat Rumput
Laut Coklat
2.11 Hipotesa
Scaffold HAGP (Hydroxyapatite Gypsum Puger) dengan kombinasi alginat rumput laut
coklat (Sargassum sp) sebagai Bone Graft dengan metode freeze drying dengan berbagai suhu
pembekuan dapat mempengaruhi gugus fungsi, morfologi dan porositas Scaffold.