Anda di halaman 1dari 15

cSINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI

LIMBAH TULANG IKAN PKL KOTA PEKANBARU

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis hidroksiapatit dari tulang ikan lele.
Metode yang digunakan untuk sintesis hidroksiapatit adalah metode hidrotermal.
Produk yang dihasilkan yaitu hidroksiapatit berbentuk serbuk. Pencirian
menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) menghasilkan spektra serapan
gugus-gugus penyusun hidroksiapatit dengan bilangan gelombang O-H 3572.32
cm-1, C-O 1411.95 cm-1 , dan P-O 1058,97 cm-1 . Hasil pemindaian menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bahwa hidroksiapatit
memiliki morfologi permukaan berbentuk granular dan berpori. Hasil
menggunakan X-Ray Difraction (XRD) menghasilkan pola difraksi hidroksiapatit
didapatkan 4 puncak difraksi tertinggi yaitu 25.883o, 31.766o, 32.195o, 32.896o.

Kata kunci: hidroksiapatit, hidrotermal, tulang ikan lele


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu bahan biokeramik yang sering digunakan dalam aplikasi biomedis
seperti bone graft adalah hidroksiapatit sintetik Ca10(PO4)6(OH)2. Hidroksiapatit
sintetik digunakan karena menunjukkan daya afinitasnya dengan baik yaitu dapat
berikatan secara kimiawi dengan tulang, dan susunan kristal dari hidroksiapatit
memiliki gambaran identik dengan tulang. Material ini bersifat biokompatibel,
osteokonduktif, serta dapat menyatu dengan tulang sehingga dapat meningkatkan
proses regenerasi tulang (Syamsudin, 2010).
Biomaterial terdegradasi yang terserap tubuh dengan sempurna diperlukan
sifat biokompatibilitas dan bioaktif. Sifat biokompatibilitas dan bioaktif ini dapat
diciptakan dengan menambahkan keramik bioaktif (Ulum et al., 2014). Keramik
bioaktif (kalsium-fosfat) seperti hidroksiapatit (HA) dan trikalsium-fosfat (TCP)
banyak digunakan dalam bidang ortopedik, kedokteran gigi (Kawahara 1987,
Ohtsuki et al., 2009) dan maxillofacial (Gergely et al., 2010, Nikpour, et al.,
2012). Selama ini keramik bioaktif (kalsium-fosfat) seperti hidroksiapatit (HA)
dan trikalsiumfosfat (TCP) diperoleh dengan cara mengimpor. Padahal komponen
mineral kalsium-fosfat yang berasal dari sumber daya hayati seperti kulit telur
(Gergely et al., 2010, Akram, Ahmed et al. 2013), kerang (Gergely et al., 2010,
Akram, Ahmed et al. 2013), tulang hewan (sapi) (Jang & Kang 2002), dan
tumbuhan masih menjadi tantangan penelitian (Akram et al., 2013). Menurut
Tanuwidjaja (2002) kalsium pada ikan tidak hanya terdapat pada dagingnya tetapi
juga terdapat pada tulang ikan. Kandungan gizi tulang ikan dalam 100 gram
tepung tulang ikan yaitu 735 mg kalsium.
Indonesia memiliki potensi perikanan yang melimpah. Menurut data
Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan nasional 2010 jumlah
produksi ikan 10.83 juta ton/tahun (BPS Kota Pekanbaru, 2015). Menurut
perhitungan Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan (BBRP2B), pada umumnya proporsi tulang pada tubuh ikan sebesar
12.4% dari berat ikan, kulit sebesar 4% dan kepala ikan sebesar 20%. Dengan
demikian, dapat diasumsikan bahwa volume produk ikan olahan adalah 63,6%
dari volume total ikan utuh yang diolah dan 36.4% sisanya merupakan limbah dari
pengolahan ikan (Arief, 2016). Tulang ikan mengandung kurang lebih 36%
kalsium, 17% fosfor, dan 0.8% magnesium (Apprilliani, 2010). Limbah tulang
ikan saat ini belum optimal dimanfaatkan dengan baik, padahal limbah tersebut
dapat digunakan dan diolah kembali menjadi berbagai produk (Apprilliani, 2010).
Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh limbah tulang ikan yaitu menjadikannya sebagai sumber kalsium
bahan baku pembuatan hidroksiapatit. Penelitian ini menitik beratkan tentang
sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit dari tulang ikan untuk aplikasi medis.
BAB II. TINJUAN PUSTAKA

2.1 State of the Art


Permintaan dan penggunaan biomaterial berbasis logam meningkat tajam
akhir-akhir ini. Perubahan piramida umur penduduk dunia dengan meningkatnya
jumlah penduduk dunia yang lanjut usia serta tingginya angka kecelakaan baik
darat, laut dan udara merupakan sebab utama peningkatan tersebut (Ismayadi,
2004). Sebagai gambaran, permintaan dan penggunaan biomaterial dari logam
mencapai US$ 212,8 juta pada tahun 2008, bahkan penggunaan biomaterial dari
logam sebagai pengganti tulang pangkal paha akan mencapai jumlah 272.000
buah pada tahun 2030. Kebanyakan dari biomaterial yang digunakan untuk gigi
dan pengganti tulang atau ortopedik. Biomaterial sebagai pengganti tulang atau
gigi ini bersifat permanen sehingga logam dan alloy yang mempunyai ketahanan
korosi yang tinggi yang bisa digunakan (Wiranata, 2012).
Pengembangan penelitian biomaterial terserap tubuh masih diusahakan pada
pencapaian laju degradasi yang sesuai dengan pertumbuhan tulang, untuk
mendapatkan strategi desain yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan
seperti proses pembentukan (proses manufaktur), penambahan dan pemilihan
unsur paduan, dan perlakuan panas untuk mengontrol ukuran butir (Nasution &
Permata 2016).
Dalam penambahan unsur paduan seperti keramik bioaktif (kalsium-fosfat)
pada biomaterial terserap tubuh selama ini menggunakan bahan kimia impor yang
harganya tiga kali lipat lebih mahal. Berdasarkan penelitian terdahulu tentang
keramik bioaktif (kalsiumfosfat) dapat dihasilkan dari sumber daya hayati seperti
kulit telur (Gergely et al., 2010, Akram et al., 2013), kulit kerang (Gergely et al.,
2010, Akram et al., 2013) dan tulang hewan (sapi) (Jang & Kang 2002). Piccirillo
(2015) juga mengatakan kalsium fosfat dapat dipersiapkan secara sintesis dengan
menggunakan bahan baku yang berasal dari sumber alami (Piccirillo, Pullar et al.
2015). Jumlah limbah tulang ayam dan ikan dari PKL di kota Pekanbaru diperoleh
sebesar 7.4 ton per bulan (Nasution & Permata 2016), jumlah ini belum termasuk
dari limbah restoran cepat saji dan restoran lainnya.
Hasil riset yang diperoleh nantinya akan menjadi gebrakan baru dibidang
biomaterial terserap tubuh dengan memanfaatkan limbah tulang sebagai sumber
bahan baku keramik bioaktif. Produk ini juga memiliki dua kontribusi yaitu
membuat produk implan dengan bahan baku lokal guna mendukung kemandirian
industri medis dalam negeri. Dan yang kedua merubah limbah tulang ayam dan
ikan menjadi produk serbuk biokeramik yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Penelitian ini juga menjadi peta jalan penelitian dari pengusul berbasis pada
biomaterial.
2.2 Tulang Secara Umum
Matrik organik tulang sebesar 33% terdiri dari kolagen TipeI sebesar 28%
dan protein nonkolagen sebesar 5% sepertibone cialloprotein, osteocalcin,
osteonectin, osteopontin dan proteoglicans terdapat juga growth factor dan
proteinserum. Matrik anorganik tulang sebesar 67% yang tersusun dari
hidroksiapatit (HA) (Ca10(PO4)6(OH)2 (Nanci, 2003). Material tulang
mengandung kalsium fosfat (CaP). CaP adalah unsur penyusun sruktur kristal HA.
Kristal HA berbentuk seperti plate dengan ukuran panjang 15–200 nm dan lebar
10–80 nm dengan ketebalan antara 2–7 nm (Fratzl et al., 2004). Kristal HA ini
tertanam didalam komponen matrik organik serabut kolagen, dengan membentuk
lapisan lamelar berbentuk melingkar menyelimuti osteon pada tulang korteks dan
strukturnya berbentuk anyaman padat rabekula tulang kanselus (Smith et al.,
2006).
2.2 Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (HA) adalah satu keramik yang memiliki sifat
biokompatibilitas yang bagus, karena secara kimia dan fisika kandungan
mineralnya sama dengan tulang pada manusia. HA adalah keramik bioaktif yang
sudah luas penggunaannya dalam aplikasi medis antara lain untuk reparasi tulang
yang mengalami kerusakan, pelapisan logam prostesa untuk meningkatkan sifat
biologi dan mekanik dan juga sebagai media penghantaran obat (drugdelivery).
Secara termodinamik HA sangat stabil pada pH, temperatur dan komposisi
fisiologi fluida (Ningsih et al., 2014). Kristal HA mempunyai ukuran yang sama
dengan kristal HA tulang, yaitu berkisar 20–50 nm (Rocha, 2005). HA memiliki
struktur kristal heksagonal dengan dimensi selnya a=b=9,42A dan c=6,88A
(1A=10-10m). Secara stokiometri Ca/P HA memiliki ratio 1,67 dan secara kimia
sama dengan mineral tulang manusia. HA adalah komponen anorganik utama
penyusun jaringan tulang (Prabaningtyas, 2015). Adanya kesamaan struktur kimia
dengan mineral jaringan tulang manusia, maka HA sintetik menunjukkan daya
afinitasnya dengan baik yaitu dapat berikatan secara kimiawi dengan tulang
(Warastuti & Abbas, 2011).

Ca Ca OH
Ca O O
O O O
O O
P
O P O O P O O P O O P O O Ca
P
O
HO O Ca O Ca O Ca O Ca O Ca
O

Ca
2.3 Sintesis Hidroksiapatit
Beberapa metode telah digunakan untuk sintesis hidroksiapatit diantaranya teknik
pengendapan (precipitation technique) (Santos et al., 2004), pendekatan sol-gel
(sol-gel approach) (Jillavenkatesa & Condratesr, 1998), teknik hidrotermal
(hydrothermal technique) (Liu et al., 1997), teknik emulsi beragam (multiple
emulsion technique) (Kimura, 2007), teknik deposisi biomimetik (biomimetic
deposition technique) (Tas, 2000), dan teknik elektrodeposisi (electodeposition
technique) (Shirkhanzadeh, 1998). Pada umumnya kalsium hidroksida [Ca(OH) 2]
dan asam fosfat (H3PO4) digunakan sebagai prekursor seperti yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti Gomes et al., (2008) dan Vazquez et al., (2005) hasil
samping yang dihasilkan oleh reaksi ini adalah air dan reaksi ini tidak melibatkan
elemen-elemen asing.

10Ca(OH)2 + 6H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O...................................... (1)

Telah banyak peneliti yang mensintesis hidroksiapatit dengan jenis prekursor


yang berbeda-beda. Santos et al., (2004) telah menyatakan dua reaksi sintesis
hidroksiapatit yaitu reaksi pertama menggunakan diammonium hidrogen fosfat
[(NH4)2HPO4] sebgai prekursor dan Ca(OH)2 yang disintesis pada suhu 40oC serta
reaksi kedua menggunakan kalsium hidrogen fosfat [CaH2(PO4)2.H2O] sebagai
prekursor dan Ca(OH)2 yang di sintesis pada suhu ruang.

10Ca(OH)2 + (NH4)2HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH.............. (2)

7Ca(OH)2 + 3CaH2PO4.H2O Ca10(PO4)6(OH)2 + 15H2O............................. (3)

BAB 3. METODE PENELITIAN


3.1 Preparasi Sampel
Tulang ikan direbus pada suhu 80oC selama 30 menit. Setelah itu dilakukan
pembersihan terhadap daging yang masih menempel pada tulang dan dicuci
dengan akuades. Selanjutnya tulang ikan di jemur selama 1x24 jam, selanjutnya
tulang ikan di kalsinasi pada suhu 1000oC selama 2 jam menggunakan furnace,
kemudian sampel di gerus.
3.2 Pembuatan Larutan diamonium hidrogen pospat [(NH4)2HPO4] 0,2 M
Sebanyak 2,64 gr serbuk diamonium hidrogen pospat [(NH4)2HPO4] dimasukkan
dalam labu takar 100 mL kemudian dilarutkan menggunakan aquades sampai
tanda batas.
3.3 Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal
Sebanyak 1,68 gram serbuk tulang ikan patin dilarutkan dengan aquades sebanyak
100 mL. Larutan serbuk tulang ikan patin diteteskan dengan diamonium hidrogen
pospat [(NH4)2HPO4] sambil diaduk menggunakan magnetik stirer dengan
kecepatan 300 rpm pada suhu 40oC selama 4 jam, setelah itu sampel didiamkan
selama 1x24 jam sampai terbentuk endapan. Pisahkan endapan dengan cairan dan
dimasukkan kedalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. setelah itu sampel di
panaskan pada suhu 900oC selama 1 jam menggunakan furnace.
3.4 Analisa Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Disiapkan sampel kemudian dicampur dengan KBr (1:10) setelah dicampur
sampel dipadatkan didalam sel holder menggunakan spatula. Selanjutnya sampel
dimasukkan kedalam alat FTIR. Peak-peak akan terbaca oleh monitor kemudian
tentukan dan analisa gugus fungsinya.
3.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Karakterisasi uji sem untuk sampel dilakukan pada tegangan 22 kV dan
perbesaran 100X, 1000X, 3.000X, dan 5.000X. Rasio molaritas Ca dan P yang
dimiliki pada sampel Hidroksiapatit dilakukan bersamaan pengukuran Energy
Dispersive X-Ray Analysis (EDX).
3.6 Analisa X-Ray Difraction (XRD)
Sebanyak 2 mg sampel ditempatkan dalam holder yang berukuran 2x2 cm2 pada
difraktometer. Tegangan yg digunakan adalah 40 kV dan arus generatornya
sebesar 30 mA dengan sumber CuKα (λ=1,5405 Å) hasilnya berupa grafik yang
teridentifikasi berdasarkan intensitas dan sudut 2 theta yang terbentuk. Penentuan
fase yang muncul mengacu pada Joint Commite on Powder Difraction Standart
(JCPDS).

BAB 4. HASIL YANG DICAPAI


4.1 Rendemen
Proses kalsinasi tulang ikan lele merupakan tahap awal yang dilakukan pada
penlitian ini. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berupa serbuk dengan
kandungan Kalsium Oksida (CaO). Efisien massa tulang pada proses kalsinasi
dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data hasil kalsinasi CaO
Massa (gr) Rendemen (%)
Sebelum kalsinasi Sesudah kalsinasi
52.36 26.27 50.17

Hasil sintesis yang diperoleh pada penelitian ini berupa serbuk hidroksiapatit yang
disintesis dengan metode hidrotermal dapat dilihat pada gambar 1. Efisiensi
hidroksiapatit hasil sintesis dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data hasil sintesis hidroksiapatit
Massa (gr) CaO Massa (gr) Massa (gr) Rendemen (%)
Diamonium Hidroksiapatit
hidrogen fosfat
1.68 2.64 1.5 34.7%
Total= 4.32

Gambar 1. Proses sintesis hidroksiapatit dan hasil sintesis


hidroksiapatit

4.2 Hasil Pengujian Fourier Transform Infra Red (FTIR)


Panjang gelombang pada FTIR yaitu 400 cm-1 – 4000 cm-1 dapat dilihat pada
Gambar. 2. Spektra IR hidroksiapatit dan serbuk tulang ikan lele dan gugus fungsi
berdasarkan bilangan gelombang dapat dilihat pada tabel 3. dan tabel 4. spektra IR
hidroksiapatit dan serbuk tulang ikan lele.
150
%T
142,5
135
127,5
120
112,5
105

232 7,22
97,5

235 8,08
285 4,77
90

214 1,08
2925,17
82,5

207 6,46
75

1265,36
2001,23
67,5
60

1159,27

879,58
3571,36

1447,64
52,5

465,83
45

1457,28
37,5
30

962,52

632,68
599 ,89
570 ,95
22,5

108 7,90
103 7,75
15
7,5
-0
4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 750 450
CaO Sintesis-Dina 1/cm

Gambar 2. Spektra FTIR CaO

Tabel 3. Gugus Fungsi Serbuk Tulang Ikan Lele


Gugus fungsi Bilangan Gelombang Bilangan Gelombang Sampel
Sampel (cm-1) (cm-1) (Meejoo et al., 2006)
O-H 3571 3000-3600
C-O 1416 1400-1700
Ca-O 465 400-500
Hasil pengujian menggunakan spektra Fourier Transform Infra Red
(FTIR) serbuk tulang ikan yang dianalisis menjukkan gugus O-H muncul pada
bilangan gelombang 3572.32 cm-1, gugus C-O muncul pada bilangan gelombang
1411.95 cm-1 serta gugus Ca-O muncul pada bilangan gelombang 472.8 cm -1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmania (2012) spektra FTIR CaO
yang dianalisis menjukkan serapan O-H pada bilangan gelombang sekitar 3000 –
3600 cm-1, C-O pada bilangan gelombang sekitar 1400 cm-1 – 1700 cm -1, serta
Ca-O pada bilangan gelombang sekitar 400 cm-1. Gugus O-H muncul sangat tajam
pada bilangan gelombang 3644.05 cm-1, puncak yang tajam pada bilangan
gelombang tersebut merupakan puncak khas O-H dari Ca(OH)2 (Supangat &
Cahyaningrum, 2017). Puncak yang sangat kecil pada bilangan gelombang
1796.37 cm-1 merupakan streching C=O yang berasal dari karbonil dan pada
puncak 1453.06 cm-1 merupakan stretching dari O-C-O, serta vibrasi tekuk C-O
dari gugus karbonat terdapat bilangan gelombang 876.38 cm-1. Puncak yang
muncul pada bilangan gelombang 876.38 cm-1 merupakan karakteristik dari
CaCO3 (Rachmania, 2012). Puncak tinggi dan lebar pada daerah 500–400 cm -1
merupakan karakteristik dari Ca-O (Galván-ruiz et al., 2009).
180
%T
170
160
150
140
130

2855,73
120

2925,17

2360,01
110

2143,01
100

2077,42
3545,32
3568,46
90

1988,69

1465,00
80
70

715,62

475,47
60
50
40

963,48
30

574,81
600,85
20

1058,97
10
0
-10
4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 600 450
HA-Dina 1/cm

Gambar 3. Gugus FTIR hidroksiapatit

Tabel 4. Gugus fungsi hidroksiapatit tulang ikan lele


Gugus fungsi Bilangan Gelombang Bilangan Gelombang
Sampel (cm-1) Sampel (cm-1) (Meejoo et
Hidroksiapatit Hasil al., 2006)
Sintesis
O-H 3545 3000-3600
C-O 1465 1400-1700
P-O 1058 1000-1100
Ca-O 475 400-500
Analisis dengan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan biomolekul dan gugus fungsi
yang bertanggung jawab dalam pembentukan nanopartikel. Spektrum FTIR
menunjukkan adanya gugus fungsi O-H, P-O, dan C-O yang merupakan gugus
fungsi penyusun hidroksiapatit (Raya et al., 2015). Hasil pengujian menggunakan
spektra FTIR hidroksiapatit yang dianalisis menunjukkan gugus O-H muncul pada
bilangan gelombang 3545.32 cm-1. Gugus C-O muncul pada bilangan gelombang
1465.00 cm-1. Gugus P-O muncul pada bilangan gelombang 1058,97 cm-1 . Gugus
O-H yang terbentuk pada bilangan gelombang 3600 cm-1 sampai 3200 cm-1
merupakan O-H stretching Ca10(PO4)6(OH)2 (Raya et al., 2015). Keberadaan
gugus karbonat (CO32-) mengidentifikasikan bahwa terdapatnya Ca10(PO4)6CO3
yang belum mengalami transformasi menjadi Ca10(PO4)6(OH)2 selama proses
sinter (Raya et al., 2015). Keberadaan gugus karbonat (CO32-) mengidentifikasikan
bahwa terdapatnya Ca10(PO4)6CO3 yang belum mengalami transformasi menjadi
Ca10(PO4)6(OH)2 selama proses sinter (Raya et al., 2015).
4.3 Hasil Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy
Dispersive X-Ray Spektroscopy (EDX)
4.3.1. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Morfologi sampel hidroksiapatit (HA) dikarakterisasi menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM). Citra Scanning Electron Microscopy
(SEM) sampel diamati pada perbesaran 100X, perbesaran 1000X, perbesaran
3000X, dan perbesaran 5000X, yang ditunjukkan pada gambar 4.

Perbesaran 100 X Perbesaran 1000 X Perbesaran 3000 X Perbesaran 5000 X


Gambar 4. Hasil pengujian SEM

Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan untuk


mengamati morfologi permukaan hidroksiapatit. Gambar 4 menunjukkan bahwa
sampel hidroksiapatit memperlihatkan adanya aglomerasi dari partikel-partikel
tersebut. Selain itu, terdapat bentuk spherical (bulat) yang tidak sama besar dan
cenderung membentuk granular dan menunjukkan gumpalan serta memiliki pori
pada permukaan morfologi sampel. Farnuos et al., (2012) melaporkan hal bahwa
kristal hidroksiapatit cendrung berbentuk bulat atau bola. Porositas hidroksiapatit
berfungsi menyediakan lingkungan biologi yang baik pada adhesi sel, interaksi
seluler, proliferasi, dan migrasi (Poinern et al., 2013). Dengan demikian, pori
hidroksiapatit yang terdapat diantara butiran hidroksiapatit diharapkan mampu
sebagai media pertumbuhan tulang baru setelah implantasi. Hasil SEM pada
berbentuk bola dan terjadi aglomerasi pada partikel. Hal ini terjadi karena
bergabungnya partikel ukuran nano membentuk aglomerat sehingga diperoleh
beberapa ukuran mikro. Sejalan dengan hasil penelitian Dedourkova et al., (2012)
yang memperoleh partikel berbentuk bola dan beberapa partikel teraglomerasi.
Mobaseherpour et al., (2007) juga melaporkan hal yang sama bahwa pada SEM
partikel hidroksiapatit diperoleh partikel kecil dan partikel aglomerasi. Morfologi
hidroksiapatit hasil sintesis menunjukkan aglomerasi dengan karakteristik partikel
cenderung bulat-bulat. Morfologi hidroksiapatit hasil sintesis membentuk
gumpalan-gumpalan kecil. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Dong et al., (2010) morfologi yang terbentuk dari hidroksiapatit adalah bulatan
yang tidak beraturan.

4.3.2. Energy Dispersive X-Ray Spektroscopy (EDX)

Gambar 5. hasil pengujian EDX

Tabel 5. Hasil Pengujian EDX


Element Weight % Atomic % Net Int. Error % Kratio Z A
OK 39.05 59.41 950.43 10.02 0.0662 1.0934 0.1552 1.0000
NaK 0.44 0.47 23.23 13.90 0.0017 0.9897 0.3984 1.0015
MgK 0.90 0.90 80.14 8.16 0.0051 1.0056 0.5576 1.0029
AlK 0.18 0.16 18.97 14.94 0.0012 0.9675 0.6918 1.0053
SiK 0.34 0.29 40.84 10.17 0.0027 0.9878 0.8001 1.0088
PK 16.09 12.64 1598.04 2.89 0.1347 0.9480 0.8762 1.0080
CaK 43.01 26.12 2430.57 2.03 0.3906 0.9277 0.9767 1.0028

Pada pengujian menggunakan instrument EDX menunjukkan komposisi


hasil sintesis yang didominasi oleh oksigen (O) 59.41%, pospor (P) 12.64%, dan
kalsium (Ca) 26.12%. rasio molaritas Ca/P hidroksiapatit murni adalah 1.67
sedangkan rasio pada hidroksiapatit hasil sintesis adalah 1.60 hal ini menunjukkan
hasil yang mendekati murni pada hidroksiapatit dan juga kemungkinan
dikarenakan unsur-unsur pengotor lainnya terbentuk dari senyawa kalsium (Ca)
yang belum murni, ditambah dengan unsur-unsur tersebut belum tereliminasi
secara sempurna pada saat proses sintering.
4.4. Hasil Pengujian X-Ray Diffarction (XRD)

Gambar 6. Hasil pengujian XRD

Tabel 6. Sudut difraksi 2θ hidroksiapatit tulang ikan


HA hasil sintesis HA standar
2θ Intensitas (%) 2θ Intensitas (%)
sampel JCPDS
25.8697 34.84 25.883 34.9
28.9255 25.55 28.921 16.0
31.8436 71.69 31.766 100.00
32.8970 100.00 32.896 61.7
39.8309 35.36 39.790 21.3
46.7058 21.72 46.695 29.5
49.5096 21.14 49.489 32.8

Pola difraksi yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan


intensitas relatif yang bervariasi sepanjang nilai 2θ. Puncak-puncak yang
didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi
sinar-X yang disebut dengan Joint Committee on Powder Diffraction Standards
(JCPDS).
Berdasarkan hasil pencocokan puncak-puncak difraksi yang diperoleh dari
data pengukuran dengan standar standar JCPDS, menunjukkan bahwa pola
difraksi dari hidroksiapatit terlihat pada posisi 2θ adalah 28.9255ᶱ, 31.8436ᶱ,
32.8970ᶱ. Dari pola difraksi tersebut terlihat bahwa hidroksiapatit bersifat kristalin
karena menghasilkan puncak-puncak yang tajam.
BAB 5. KESIMPULAN

Tulang ikan lele disintesis dengan metode hidrotermal dan dikarakterisasi


menggunakan instrumen FTIR, XRD dan SEM. Hidroksiapatit sebagai salah
satu biokeramik pengganti tulang dapat dibuat dari bahan alami. Tulang ikan
lele yang memiliki kandungan kalsium tinggi dapat dijadikan sumber kalsium
dalam sintesis hidroksiapatit. Karakterisasi yang dilakukan dengan FTIR
hidroksiapatit dengan bilangan gelombang 3545 cm-1 gugus fungsi OH,
bilangan gelombang 1465 cm-1 gugus fungsi CO32- dan P-O 963 cm-1 (v1), 475
cm-1 (v2), 1058 cm-1 (v3), 574 cm-1 (v4). Karakterisasi yang dilakukan dengan
XRD hidroksiapatit didapatkan 4 puncak difraksi khas yaitu: 31.77 o , 32.14 o,
32.84 o dan 34.04 o, namun masih terdapat puncak lain yang merupakan zat-zat
organik pada puncak difraksi 25.86 o, 28.92 o, 39.83 o, 46.70 o. Karakterisasi
SEM hidroksiapatit dengan morfologi permukaan berbentuk granular.
Karakterisasi dengan EDX menunjukkan komposisi (Ca) 43,01 %, (O) 39,05
%, (P) 16,09 %. Rasio Ca/P hidroksiapatit tulang ikan lele adalah 1.604. Saran
penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pemurnikan CaO
yang akan digunakan dalam pembuatan hidroksiapatit agar tidak terdapat zat-
zat pengotor dalam hidroksiapatit.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilliani, I. S. 2010. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius
hypopthalmus) pada pembuatan cone es krim. Skripsi, Institut Pertanian
Bogor.

Arboleda, A., Franco, M., Caicedo, J. 2016. Synthesis and chemical and
strictural characterization of hydroxyapatite obtained from eggshell and
tricalcium phosphate. Ingenieriay Competitividad. 18(1) 71-78.

Arief, J. 2016. Model rencana bisnis produksi gelatin dari limbah pengolahan
ikan. KURS. 1(1), 51–74.

Gergely, G., Weber, F., Lukas, I., Toth, A., Horvat, Z., Mihaly, J., & Balazsi, C.
2010. Preparation and characterization of hydroxyapatite from eggshell.
Ceramics International. 36(2): 803-806.

Jang, H. & Kang, S. H. 2002. Phosphorus Removal Using Cow Bone In


Hydroxyapatite Crystallization. Water Research, 36(5): 1324-1330.

Liu, H.S., Chin, T.S., Lai, L.S., Chiu, S.Y., Chung, K.H., Chang, C., S., & Luib,
M.T.2012. hydroxyapatite synthesized bt a simplified hydrotermal
method. Ceramics International, 8842(95), 19-25.

Nasution, A. K. & Permata, E. G. 2016. Analisis potensi limbah tulang ayam


dan ikan dari PKL sebagai sumber mineral kalsium fosfat. Jurnal Photon.
6(2): 17-21.

Santos, M. H., Oliveira, M. De, Palhares, L., Souza, D. F., Mansur, H. S., &
Vasconcelos, W. L. 2004. Synthesis control and characterization of
hydroxyapatite prepared by wet precipitation process. Material Research.
7(4): 625–630.

Smith, L. A., Liu, X., Peter, X. M. 2006. Tissue Engineering Nano-Fibrous


Scaffolds. Soft Matter. 4(11): 2144-2149.

Syamsuddin. 2010. Analisis uji tekan dan porositas material kompaksi sinter
HA/ZnO sebagai material substitusi tulang. Tesis. Yogyakarta.

Tanuwidjaja, N. 2002. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius


pangasius Ham. Buch) dalam pembuatan mi kering. Skripsi. Karawaci.

Ulum, M. F., Arafat, A., Noviana, D., Yusop, A. H., Nasution, A. K., Abdul, K.
M. R., & Hermawan, H. 2014. In vitro and in vivo degradation
evaluation of novel ironbioceramic composites for bone implant
applications. Materials Science and Engineering. 36: 336-344.
Venkatesan, J., Kim, S.K. 2010. Effect of temperature on isolation and
characterization on hydroxyapatite from tuna bone. Journal Materials.
3:4761-4772.

Warastuti, Y., & Abbas, B. 2011. Sintesis dan karakterisasi pasta injectable
bone substitute iradiasi berbasis hidroksiapatit synthesis and
characterization of irradiated injectable bone substitute paste based on
hydroxyapatite. A Scientific Journal for The Applications of Isotopes
and Radiation. 7(2): 73–82.

Anda mungkin juga menyukai