Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri yang pesat, menyebabkan pemanfaatan logam berat

baik untuk alat pengoperasian, maupun industri yang memroduksi logam sebagai

produk utamanya semakin meningkat. Salah satu logam berat yang sering digunakan

adalah tembaga (Cu2+) untuk pembuatan uang logam, alat penukar panas, maupun

untuk kabel listrik (Eisler, 2007). Industri-industri tersebut akan menghasilkan limbah

yang mengandung logam-logam berat. Dalam konsentrasi yang tinggi, akan

menimbulkan bahaya bagi makhluk hidup. Menurut Environmental Protection

Agency (EPA) kadar tembaga (Cu2+) maksimum dalam air limbah adalah sebesar 1,3

mg/L, sedangkan menurut World Health Organization (WHO) kandungan logam

berat tembaga (Cu2+) maksimum yang diperbolehkan dalam air sebesar 1,5 mg/L

(Bilal et al., 2013).

Tembaga dapat diperoleh dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang

terkandung dalam bebatuan. Polusi yang disebabkan oleh logam tembaga berasal dari

industri-industri tembaga, pembakaran batu bara, pembakaran kayu, minyak bumi,

dan buangan di area pemukiman/perkotaan. Tembaga merupakan zat yang esensial

bagi metabolisme hewan, tetapi kandungan yang berlebihan dapat menimbulkan

gangguan dan penyakit pada otak, kulit, hati, pankreas, miokardium, gangguan pada

usus, kerusakan ginjal, dan anemia. Selain itu, dapat menyebabkan keracunan, seperti

muntah, kejang, tegang, bahkan kematian. Oleh karena itu, pengolahan limbah yang

mengandung logam berat sangat diperlukan, yang umumnya dapat dilakukan melalui

berbagai macam metode seperti presipitasi, elektrodialisis, koagulasi, reverse osmosis,

1
ultrafiltrasi, dan adsorpsi. Dari seluruh metode tersebut, adsorpsi merupakan metode

yang paling sederhana dan efektif untuk mengolah limbah logam berat. Keunggulan

dari metode adsorpsi adalah dalam pengolahannya tidak terbentuk lumpur dan relatif

murah karena adsorben yang digunakan dapat diregenerasi kembali (Lakherwal,

2014).

Kerang merupakan salah satu hasil laut yang melimpah di Indonesia. Kerang

memiliki beberapa kegunaan, salah satunya adalah diolah sebagai makanan, sehingga

cangkang kerang yang merupakan bahan sisa produksi makanan dapat menimbulkan

limbah yang cukup banyak. Pemanfaatan cangkang kerang masih sedikit seperti

bahan baku souvenir dan pembuatan kapur sirih.

Rina Hudaya (2010) mengemukakan bahwa kerang merupakan sumber bahan

makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan

lemak. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau

(Mytilusviridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang simping (Placuna

placenta).

Bekicot termasuk dalam golongan mollusca, mempunyai tubuh lunak yang

dilindungi oleh cangkang yang keras. Bekicot mudah ditemukan di banyak tempat,

terutama di daerah yang lembab dan pegunungan (www.bi.go.id).

Karakteristik cangkang bekicot dan cangkang kerang baik secara fisik maupun

kimia relatif sama. Cangkang ini tersusun atas senyawa yang sama berupa kalsium

karbonat yang mencapai 89-99% (Dharma, 1988).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Shinta Marito siregar

(2009) terhadap serbuk cangkang kerang yang hasilnya cukup baik menjerap logam

2
berat, pada penelitian ini ingin melihat potensi cangkang kerang sebagai adsorben,

karena abu cangkang kerang terdiri atas senyawa yaitu 7,88% SiO 2, 1,25% Al2O3,

0,03% Fe2O3, 66,70% CaO, dan 22,28% MgO (Shinta Marito Siregar, 2009).

Berdasarkan komposisi kimia tersebut kandungan CaO pada abu cangkang

cukup tinggi sehingga abu cangkang berpotensi sebagai adsorben. Kalsium oksida

merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan untuk dehydrator, pengering gas

dan pengikat CO2 pada cerobong asap. Kalsium oksida merupakan senyawa turunan

dari senyawa kalsium karbonat. Senyawa ini mampu mengikat air pada etanol karena

bersifat sebagai dehydrator sehingga cocok digunakan sebagai adsorben

(Retno,2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Retno (2012) diperoleh daya

serap CaO terhadap air dalam etanol sebesar 99%. Pada studi ini, akan dipelajari

pengaruh kemampuan penjerapan berbagi macam abu cangkang kerang dan bekicot,

serta variasi berbagai macam berat.

1.2 Tinjauan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui efektivitas penjerapan logam Cu terbaik dengan variasi

jenis abu cangkang. (kerang darah, kerang simping, kerang hijau, dan

bekicot)

2. Untuk mengetahui efektivitas penjerapan logam Cu terbaik dengan variasi

berat abu cangkang. (2 g; 5 g; 10 g)

3
1.3 Tinjauan Pustaka

1.3.1 Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain

pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol.

Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone).

Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk. Dibanding kerang hijau, laju

pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari.

Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan.

Presentase daging terbesar dimiliki oleh A. granola, yaitu sebesar 24,3 %. Kerang

darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan

Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan

gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan

berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm.

Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir

Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13-28 g/kg, kecerahan 0,5-2,5

m, dan pH 7,5-8,4.

Penelitian dari G. Afrinata (2014) kemampuan optimal abu cangkang kerang

darah sebagai adsorben untuk menyerap ion timah putih terjadi pada konsentrasi 30

mg/L dan waktu 15 jam sebesar 66,53 %

1.3.2 Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai

dan melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya.

4
Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau

termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk

kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia, namun

dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau antara lain

suhu perairan berkisar antara 27-37 oC, pH air antara 3-4, arus air dan angin tidak

terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10-20 m.

Penelitian dari Chrisna Adi Suryono (2013) menunjukkan semakin besar

konsentrasi logam berat seperti Cu dan Pb maka semakin turun kemampuan kerang

hijau untuk mengadsorpsi yaitu pada konsentrasi 46 ppm dengan kecepatan 0,23

L/menit menjadi 0,14 L/menit pada konsentrasi 49 ppm.

1.3.3 Kerang Simping (Placuna Placenta)

Kerang simping Placuna Placentaatau juga di kenal dengan nama window-

pane oyster termasuk dalam filum mollusca. Kerang simping memiliki 2 cangkang

yang bundar, halus, tipis, pipih, serta sedikit transparan. Diameter cangkang dari

spesies ini dapat mencapai 150 mm. Kerang simping mendiami zona litoral, hidup

diatas lumpus atau lumpur berpasir di teluk perairan dangkal (Allan, 1962). Kerang

ini dapat tumbuh secara optimal pada suhu 24,5-30 oC dengan pH 6,4-7,7 dan oksigen

terlarut dengan 2,5-5 ppm. (Campbell, 2006).

Pada penelitian dari Anna Rejeki Simbolon (2014) kemampuan simping untuk

mengadsorpsi logam berat seperti Pb berkisar antara 2,611-4,06 mg/kg di Pesisir

Kabupaten Tangerang.

5
1.3.4 Bekicot (Achatina fulica)

Bekicot atau Achatina fulica adalah siput darat yang tergolong dalam suku

Achatinidae. Bekicot termasuk dalam golongan mollusca, mempunyai tubuh lunak

yang dilindungi oleh cangkang yang keras. Ciri bekicot jenis Achanita fulica biasanya

warna garis-garis pada tempurung/cangkangnya tidak begitu mencolok . Bekicot

berkembang biak dengan cepat, sumber makanannya melimpah dan resisten terhadap

penyakit. Cangkang bekicot ini tersusun atas senyawa berupa kalsium karbonat yang

mencapai 89-99 % (Dharma, 1988).

Penelitian dari Stevano Victor M. (2016) menunjukkan daya serap optimum

dari kitosan bekicot pada ukuran 250 micron dengan massa 9 gram dapat menyerap

logam Zn dengan konsentrasi awal yaitu 2,59 mg/L menurun menjadi 0,27 mg/L.

1.3.5 Larutan Cu dari Cu.SO4 anhidrat

Tembaga (II) sulfat juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah senyawa

kimia dengan rumus molekul CuSO4. Senyawa garam ini eksis di bumi dengan

kederajatan hidrasi yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk bubuk hijau

pucat atau abu-abu putih, sedangkan bentuk pentahidratnya (CuSO4·5H2O), berwarna

biru terang.

Tembaga(II) sulfat pentahidrat akan terdekomposisi sebelum mencair pada

150 °C, akan kehilangan dua molekul airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2 molekul lagi

pada suhu 109 °C dan molekul air terakhir pada suhu 200 °C. (id.wikipedia.org)

6
1.3.6 Adsorpsi

Adsorpsi atau penjerapan merupakan suatu proses dimana suatu molekul

menjadi terserap dalam suatu permukaan bahan penyerap atau adsorben. Adsorpsi

oleh zat padat di tandai oleh kenyataan-kenyataan sebagai berikut.

a. Adsorpsi bersifat selektif, artinya suatu absorben dapat menyerap banyak

sekali suatu zat, tetapi tidak menyerap zat-zat tertentu.

b. Kecepatan adsorpsi berkurang dengan semakin banyaknya zat yang

diserap.

c. Jumlah zat yang diserap tergantung temperatur, semakin jauh jarak antara

temperatur penjerapan dari temperatur kritis, maka semakin sedikit jumlah

zat yang diserap.

Adsordpsi dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

1 . Physisorption (Adsorpsi Fisika)

Terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara

larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan

larutan, maka substansiterlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Physisorption

ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif kecil.

Contoh : Adsorpsi oleh karbon aktif. Aktivasi karbon aktif pada temperature

yang tinggi akan menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan adsorpsi yang

besar. Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang

melekat pada permukaan media adsorpsi.

7
2. Chemisorption (Adsorpsi Kimia)

Chemisorption terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi

terlarut dalam larutan dengan molekul dalam media.

Contoh: Ion exchange. Adsorbat adalah substansi yang akan disisihkan.

Adsorben adalah padatan dimana dipermukaannya terjadi pengumpulan substansi

yang disisihkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:

a. Luas permukaan

Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi.

Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.

b. Jenis adsorbat

Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan

adsorpsimolekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki

kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibandingkan molekul yang tidak

dapat membentuk dipol (nonpolar) untuk  peningkatan berat molekul adsorbat dapat

meningkatkan kemampuan adsorpsi untuk Adsorbat dengan rantai yang bercabang

biasanya lebih mudah diadsorpsi dibandingkan rantai yang lurus.

c. Struktur molekul adsorbat

8
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan

sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.

d. Konsentrasi Adsorbat

Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah

substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.

e. Temperatur 

Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben

terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka untuk pemanasan

yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan

penjerapannya menurun.

f. pH

pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada

biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.

g. Kecepatan pengadukan

Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan

terlalulambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan

terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi

kurang optimal.

h. Waktu Kontak

Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum

terjadi pada waktu kesetimbangan. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh:

9
1. tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan), 

2. ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif)

3. ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi

4. konsentrasi ion logam (Atkins,  1990).

1.4 Landasan Teori

Proses pembuatan abu cangkang kerang dan bekicot diawali dengan

pemisahan daging yang melekat pada cangkang lalu dicuci dan dikeringkan,

kemudian cangkang dipotong-potong atau dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.

Cangkang yang sudah bersih dan kering, ditimbang kemudian dipanaskan pada

furnace dengan suhu 800 0C sampai berat konstan. Abu didinginkan dalam desikator

selama 30 menit kemudian ditimbang dan diayak yang lolos pada ayakan 200 mesh

dan disimpan dalam desikator. (G. Afranita, 2014).

Abu cangkang kerang dan bekicot masing-masing dimasukan kedalam

gelas beker sebanyak 0,5 g, kemudian ditambahkan larutan Cu 100 ppm sebanyak 20

ml. Campuran diaduk dan didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas

saring whattman 42. Filtratnya dianalisis dengan Spektroskopis Serapan Atom untuk

mengetahui penjerapan logam Cu terbaik dari berbagai abu cangkang kerang dan

bekicot. (G. Afranita, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:

1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Luas

permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben.

Dalam penelitian ini jumlah adsorben divariasikan dengan berat yaitu 2 g; 5 g; dan 10

g.
10
2. Konsentrasi Adsorbat

Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah

substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben. Pada penelitian ini hanya

menggunakan satu variable konsentrasi yaitu sebesar 100 ppm larutan Cu.

3. Temperatur 

Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben

terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka untuk pemanasan

yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan

penjerapannya menurun. Pada penelitian ini digunakan suhu 800 o


C untuk

memperoleh adsorben dari proses kalsinasi.

4. Kecepatan pengadukan

Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu

lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu

cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang

optimal.

5. Waktu Kontak

Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi

pada waktu kesetimbangan. Waktu kontak yang digunakan pada penelitian ini adalah

selama 24 jam

11
1.5 Hipotesis

1. Pada penjerapan larutan Cu dengan adsorben abu cangkang kerang, jenis kerang

dan bekicot menentukan efektifitas penejerapan yang diperoleh

2. Semakin besar perbandingan berat adsorben maka semakin besar penjerapan

logam Cu, semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang

teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah

dari adsorben.

3. Hubungan pengaruh kadar Ca yang terkandung dalam abu cangkang kerang

terhadap kemampuan penjerapan larutan Cu

1.6 Batasan Masalah.

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Suhu pembakaran yang digunakan adalah 800 0C.

2. Waktu pembakaran 9 jam

3. Variasi berat abu cangkang kerang dan bekicot yaitu 2 g; 5 g; dan 10 g

4. Waktu penjerapan 24 jam.

12
BAB 2

PELAKSANAAN PENELITIAN

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan

1. Macam-macam kerang dan bekicot

2. CuSO4.5H2O padat

3. Air (H2O)

2.1.2 Alat

1. Wadah bahan ( Cawan )

2. Furnace

3. Pengayak 200 mesh

4. Sendok

5. Gelas Beker

6. Stopwatch/Timer

7. Timbangan Analitik

8. pH meter

13
2.1.3 Gambar Alat

Gambar 1. Furnace kalsinasi cangkang kerang dan bekicot

2.2 Cara Kerja

2.2.1 Proses penghancuran cangkang kerang dan bekicot

14
Bahan baku yang di gunakan dalam penelitian ini adalah limbah cangkang

kerang dan bekicot. Proses pembuatan abu cangkang di awali pencucian dan

pengeringan, kemudian cangkang dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.

2.2.2 Pembuatan abu cangkang kerang dan bekicot

Cangkang kerang dan bekicot yang sudah bersih dan hancur ditimbang

kemudian dipanaskan pada furnace dengan suhu 800 oC selama 9 jam. Abu di

dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan diayak yang lolos pada ayakan 200

mesh dan disimpan dalam desikator. Hasil ayakan di timbang. Menganalisis kadar

CaO yang terkandung dalam abu cangkang kerang dan bekicot. (G. Afranita, 2014).

2.2.3 Preparasi Sampel (CuSO4)

Membuat larutan Cu dengan konsentrasi 100 ppm dari 0,25 gram padatan

CuSO4.5H2O dilarutkan dalam 1 liter aquades. (Kusmiyati, 2012).

2.2.4 Penentuan daya serap abu cangkang kerang dan bekicot terhadap

logam Cu

Abu cangkang kerang dan bekicot masing-masing dimasukan kedalam gelas

beker dengan berbagai variasi berat, kemudian ditambahkan larutan Cu 100 ppm

sebanyak 20 ml. Campuran diaduk dan didiamkan selama 24 jam, kemudian disaring

dengan kertas saring whattman 42. Filtratnya dianalisis dengan Spektroskopis

Serapan Atom (AAS).

15
2.3 Bagan Cara Kerja

Bahan Baku
(Cangkang Kerang dan Bekicot)

Mencuci bersih, menyikat, dan


mengeringkan cangkang

Memecahkan cangkang menjadi


ukuran yang lebih kecil

Memanaskan didalam furnace pada


suhu 800 oC selama 9 jam

Melakukan pengayakan yang lolos


pada ayakan 200 mesh, menimbang, Menganalisis kadar Ca
dan menyimpan di dalam desikator pada abu cangkang
kerang dan bekicot

Memasukkan larutan Cu 100 ppm


sebanyak 20 ml kedalam gelas beker

Menambahkan abu cangkang kerang


dan bekicot dengan berbagai variasi
massa kedalam gelas beker

Mengaduk dan mendiamkan


Abu cangkang pada
campuran selama 24 16bisa
kertas saring
jam,kemudian di saring dengan
ditimbang
kertas saring whattman 42
Menganalisis filtrat
Filtrat dengan Spektroskopis
2.4 Analisis Hasil Serapan Atom

2.4.1 Kadar Ca pada abu cangkang kerang dan bekicot

Analisis kadar Ca menggunakan metode Atomic Absorption

Spectrophotometry (AAS).

2.4.2 Analisis Filtrat

Analisis filtrat yang terserap oleh abu cangkang kerang dan bekicot

menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

2.4.3 Menghitung efektivitas penjerapan Cu terbaik

1. Menghitung massa awal Cu (mAO) dalam larutan CuSO4

Volume larutan Cu mula−mula


mAO = 0,1 gram /
Volume larutanCu untuk adsorbsi

2. Mencari nilai konsentrasi akhir Cu dari data absorbansi pada kurva

kalibrasi

3. Mengkonversi dari konsentrasi akhir Cu menjadi massa filtrat (mA)

3. Menghitung kadar penjerapan Cu

m A - m A0
Kadar penjerapan Cu = x100 %
mB

Keterangan : mAO = massa awal Cu dalam larutan CuSO4

mA = massa filtrat

17
mB = massa adsorben

BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Analisis Bahan Baku


Cangkang kerang dan bekicot dalam penelitian ini dianalisis kadar Ca yang
terkandung didalamnya. Kadar Ca diuji dengan analisis AAS diperoleh hasil pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar Ca dalam cangkang tiap variasi jenis kerang dan bekicot
Hasil pengukuran (ppm)

NO Bahan I II III Rata-rata (ppm)

1. Kerang Simping 37,1309 37,5837 37,1309 37,28183

2. Kerang Darah 34,8668 36,2253 35,7725 35,62153

3. Kerang Hijau 38,4894 38,9422 38,4894 38,64033

4. Bekicot 37,1309 38,0366 36,6781 37,28187

Berdasarkan data di atas didapat kadar Ca terbesar terkandung pada Kerang Hijau
sebesar 38,64033 ppm

3.2 Hasil Analisis Penjerapan Terbaik


3.2.1 Variabel Jenis Bahan
Berbagai jenis abu cangkang kerang dan bekicot sebanyak 2 gram dimasukkan
larutan Cu 100 ppm sebanyak 20 ml di dalam gelas beker. Abu cangkang kerang
dan bekicot di aduk dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian di saring
menggunakan kertas saring whattman 42. Hasil filtrat di analisis menggunakan
AAS. Maka diperoleh data kadar hasil analisis pada Tabel 2.

18
Tabel 2. Hasil pengukuran filtrat tiap variasi jenis kerang dan bekicot
Hasil pengukuran (ppm) Rata-rata Massa Cu
(ppm) dalam Filtrat
No. Bahan I II III
(mgram)

1. Kerang Simping 0,349 0,378 0,408 0,3783 0,0076

2. Kerang Darah 0,054 0,054 0,054 0,054 0,0011

3. Kerang Hijau 3,384 3,413 3,443 3,413 0,0683

4. Bekicot 0,761 0,761 0,791 0,771 0,0154

Tabel 3. Kadar Cu dalam adsorben tiap variasi jenis kerang dan bekicot
Massa Cu Massa Cu Massa Cu Kadar Cu dalam
No Jenis Kerang mula-mula dalam filtrat terserap Adsorben Adsorben
. (mgram) (mgram) (mgram)

1 Kerang Simping 2 0,0076 1,9924 0,09962


2 Kerang Darah 2 0,0011 1,9989 0,09995
3 Kerang Hijau 2 0,0683 1,9317 0,09659
4 Bekicot 2 0,0154 1,9846 0,09923

19
2.02000
Massa Cu Terserap Adsorben

2.00000

1.98000

1.96000
(mgram)

1.94000

1.92000

1.90000

1.88000
0.09600 0.09650 0.09700 0.09750 0.09800 0.09850 0.09900 0.09950 0.10000 0.10050
Kadar Cu dalam Adsorben (%)

Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Kadar Cu dalam Adsorben dan Massa Cu Terserap
Adsorben Tiap Variasi Jenis Kerang dan Bekicot

Berdasarkan data di atas didapat kadar Cu dalam filtrat terkecil adalah 0,054
ppm dengan kadar Cu dalam adsorben terbesar adalah 0,09995. Menunjukan
kemampuan penjerapan abu cangkang Kerang Darah paling besar.

3.2.2 Variasi Berat Kerang Darah


Abu cangkang kerang Darah dengan variasi berat yaitu 2, 5, dan 10 gram
dimasukkan larutan Cu 100 ppm sebanyak 20 ml di dalam gelas beker. Abu
cangkang kerang Darah di aduk dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian di
saring menggunakan kertas saring whattman 42. Hasil filtrat di analisis
menggunakan AAS. Maka diperoleh data kadar hasil analisis pada Tabel 6.

Tabel 4. Hasil pengukuran filtrat larutan Cu tiap variasi berat kerang darah
Kerang Darah Hasil pengukuran (ppm) Rata-rata Massa Cu
(ppm) dalam Filtrat
No. (gram) I II III
(mgram)

1. 2 2,008 2,008 1,969 1,995 0,00399

2. 5 1,443 1,463 1,502 1,469 0,00294

20
3. 10 0,878 0,878 0,859 0,872 0,00174

Tabel 5. Kadar Cu dalam adsorben tiap variasi berat kerang darah


Massa Cu Massa Cu Massa Cu
No Kerang Darah mula-mula dalam filtrat terserap Adsorben Kadar Cu dalam
. (gram) (mgram) (mgram) (mgram) Adsorben
1 2 2 0,00399 1,9601 0,09801
2 5 2 0,00294 1,9706 0,03941
3 10 2 0,00174 1,9826 0,01983

12

10
Massa Adsorben (gram)

0
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2
Hasil Pengukuran Cu (ppm)

Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Hasil Pengukuran Cu dan Massa Adsorben Tiap Variasi
Berat Kerang Darah

21
1.985
Massa Cu Terserap Adsorben (mgram)

1.98

1.975

1.97

1.965

1.96

1.955

1.95

1.945
0.01000 0.02000 0.03000 0.04000 0.05000 0.06000 0.07000 0.08000 0.09000 0.10000 0.11000
Kadar Cu dalam Adsorben (%)

Gambar 4. Grafik Hubungan Antara kadar Cu dalam Adsorben dan Massa Cu Terserap
Adsroben Tiap Variasi Berat Kerang Darah

Berdasarkan data di atas didapat konsentrasi Cu dalam filtrat terkecil adalah 0,872 ppm
pada 10 gram adsorben dan kadar Cu dalam adsorben terbesar adalah 0,09801 pada 2
gram. Kemampuan penjerapan abu cangkang kerang darah paling besar pada berat 2
gram.

BAB 4

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat di ambil dari hasil perhitungan diatas :

1. Kadar Ca terbesar terdapat pada Kerang Hijau

2. Kemampuan penjerapan abu cangkang Kerang Darah terhadap larutan Cu adalah yang
paling besar.
3. Kemampuan penjerapan abu cangkang kerang darah berdasar konsentrasi Cu dalam
filtrat menunjukkan paling besar pada 10 gram, sedangkan ditinjau dari kadar Cu
dalam adsorben paling besar didapat pada berat 2 gram.
4. Kadar Ca yang terkandung dalam abu cangkang tidak mempengaruhi kemampuan
penjerapan terhadap larutan Cu.

22
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, PW. 1990. Kimia Fisika edisi ke IV. Erlangga. Jakarta.


Bilal, Muhammad, Shah, Jehanzeb Ali, Ashfaq, Tyyab, Gardazi, Syed Mubashar,
Tahir, Adnan Ahmad, Pervez, Arshid, Haroon, Hajira, dan Mahmood, Qaisar.
2013. Waste biomass adsorbents for copper removal from industrial waste
water—A review. Journal of Hazardous Materials. page 322-333.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting & M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 3055.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia 1 (Indonesian Shells). PT. Sarana
Graha, Jakarta: 111 hal.

23
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau. 2012. Statistic Perikanan Tangkap
Provinsi Riau. Dinas Kelautan dan Perikanan, Pekanbaru.
Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia,
2011. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. ISSN : 1858-0505, Vol 12,
No. 1.
Eisler, R. 2007. Eisler's Encyclopedia of Environmentally Hazardous Priority
Chemicals. Amsterdam: Elsevier Science & Technology Books. page164-169.
G. Afranita, S. Anita, T. A. Hanifah. 2014. Potensi Abu Cangkang Keang Darah
(Anadara Granosa) Sebagai Adsorben Ion Timah Putih. Jurusan Kimia.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kampus Binawidya.
Pekanbaru.
Hudaya, Rina. 2010. Pengaruh Pemberian Belimbing Wuluh ( Averrhoa bilimbi)
Terhadap Kadar Kadmium (Cd) Pada Kerang (Bivalvia) Yang Berasal Laut
Belawan. Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat USU, Sumatera Utara.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Kumiyati, Puspita A. L., dan Kunthi P. 2012. Pemanfaatan Karbon Aktif Arang
Batubara (KAAB) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu 2+ DAN Ag+
pada Limbah Cair Industri. Jurnal Reaktor, Vol. 14 No. 1, April 2012, Hal.
51-60. Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lakherwal, D. 2014. Adsorption of Heavy Metals: A Review. Journal of
Environmental Research and Development, page 41-48.
Maryam, S. 2006. Pengaruh Serbuk Cangkang Kerang Sebagai Filter Terhadap
Sifat-Sifat dari Mortar. Skripsi. FMIPA. USU
No, H. K. Lee, S. H, Park, N.Y dan Meyers, S. P. 2003. Comparison Of
Phsycochemical Binding And Antibacterial Properties Of Chitosans prepared
Without And With Deprotei Ization Process. Journal of agriculture and food
chemistry 51: 7659-7663.
Retno, E. dkk. 2012. Pembuatan Ethanol Fuel Grade Dengan Metode Adsorbsi
Menggunakan Adsorben Granulated Natural Zeolite dan CaO. Spionsium
Nasional RAPI XI FT UMS-2K012. Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Sebelas Maret.
Simbolon, A. R. 2014. Status pencemaran dan kandungan logam berat pada simping
(Placuna placenta) di Pesisir Kabupaten Tangerang. Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

24
Stevano, V. M. 2016. Pemanfaatan Kitosan dari Limbah Cangkang Bekicot (Achatina
fulica) sebagai Adsorben Logam Berat Seng (Zn). Program Studi Teknik
Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Lambung Mangkurat.

Suryono, C. A. 2013. Filtrasi Kerang Hijau Perna viridis terhadap Micro Algae pada
Media Terkontaminasi Logam Berat. Program Studi Ilmu Kelautan. FPIK.
Universitas Diponegoro Semarang.

Wiyarsi. A dan Erfan. P. 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Dari Cangkang


Kerang Terhadap Efesiensi Penjerapan Logam Berat. Universitas Negeri
Yogyakarta.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tembaga(II)_sulfat
https://www.bi.go.id/

No Penulis Adsorben Adsorbat Hasil


1. G.Afranita (2014) Abu cangkang Ion timah putih Penjerapan yang optimal terjadi
kerang darah pada konsentrasi 30 mg/L dan
waktu 15 jam sebesar 66,53%.
2. Anggraini Cangkang Zat warna Kitosan sulfat dengan kadar abu
Puspitasari (2007) Bekicot Remazol Yellow 93,51% dapat menyerap larutan
FG6 Remazol Yellow FG 6 pada
kondisi optimum pH 4,
konsentrasi 20 ppm dan waktu
kontak 15 menit dengan daya
serap 0,64 mg/g. Adsorpsi kitosan
sulfat terhadap limbah zat warna
menunjukkan 84,5% zat warna

25
terserap dengan daya serap 0,41
mg/g dan desorpsi sebesar 73,2%.
3. Muqthadin Aqbar Karbon aktif Ion logam Nilai kapasitasadsorpsi adalah
(2013) Sekam Padi 5,26 mg/g dan mengikuti
persamaan orde dua semu dengan
nilai ketetapan laju (k2) 6,405 x
10-3 g.mg-1.menit-1. Energi
adsorpsi ion logam Cu2+ oleh
karbon aktif sekam padi yang
diiradiasi gelombang ultrasonik
yang diperoleh pada tahap I dan II
masing-masing adalah 13,478
kJ/mol dan 6,504 kJ/molsehingga
dikategorikan jenis adsorpsi
fisika.

JURNAL PENELITIAN

I. PERSIAPAN BAHAN DAN ALAT


a) Berat cangkang sebelum dan setelah pengabuan pada kondisi T=800oC, t= 9 jam

No. Nama Cangkang Berat awal Berat Setelah


(gram) Pengabuan (gram)
1 Kerang Darah
2 Kerang Bulu
3 Kerang Simping
4 Kerang Hijau

26
5 Bekicot

b) Menganalisis Kadar Ca pada abu Cangkang kerang dan bekicot

No Nama Cangkang Kadar


1 Kerang Darah
2 Kerang Bulu
3 Kerang Simping
4 Kerang Hijau
5 Bekicot

II. PENJERAPAN
1. Mencari penjerapan abu cangkang terbaik pada 2 gram dengan volume larutan
CuSO4 20 ml

No Nama Cangkang Persentase penjerapan


Cu
1 Kerang Darah
2 Kerang Bulu
3 Kerang Simping
4 Kerang Hijau
5 Bekicot

Dari data di atas, penjerapan abu cangkang terbaik adalah

2. Mencari penjerapan terbaik dari variasi berat abu cangkang berdasar data yang
diperoleh sebelumnya dengan volume larutan CuSO4 20 ml

No Berat abu cangkang Persentase


(gram) penjerapan Cu
1 0,5
2 1

27
3 1,5
4 2
5 2,5

3. Mencari penjerapan terbaik dari variasi volume larutan CuSO4 dengan berat abu
cangkang berdasar data sebelumnya

No Volume Persentase penjerapan


larutan Cu
CuSO4 (ml)
1 10
2 15
3 20
4 25
5 30

28
29

Anda mungkin juga menyukai