Anda di halaman 1dari 22

Makalah

Kimia Bioanorganik

BIOMINERALISASI DALAM SISTEM BIOLOGI

DARWINI H311 16 004

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa

Ta’ala. Karena atas ijin-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat sebagai bahan diskusi di kelas pada mata kuliah KIMIA

BIOANORGANIK semester awal 2018/2019 dan sebagai salah satu syarat dan penilaian

kelulusan mata kuliah ini. Penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak

dosen atas arahan dan ilmunya selama proses perkuliahan, serta teman-teman yang terlibat

dalam penyusunan dan diskusi makalahini.

Kami sadari makalah ini masih mengadung banyak kekurangan, oleh karena itu

penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila pada pemanfaatannya nanti

terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran sangat diharapkan untuk melengkapi

makalah ini.

Makassar, Sesember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Organisme membentuk berbagai jenis mineral, dengan beragam bentuk dan

ukuran serta memenuhi berbagai fungsi. Mineral yang dihasilkan organisme dapat berupa

mineral kristal ataupun sebagai mineral amorf. Banyak kristal diproduksi secara biologis

(atau kristal biogenik) yang digunakan untuk menguatkan jaringan sehingga dapat

digunakan untuk menopang tubuh, mengunyah makanan atau memberikan perlindungan

dari predator.

Mineral biogenik digunakan untuk banyak fungsi lainnya. Misalnya, magnetit.

Mineral magnetik digunakan sebagai kompas kecil yang memungkinkan organisme untuk

bernavigasi di medan magnetbumi,kalsium karbonat amorf digunakan untuk

memanipulasi cahayauntukmeningkatkan fotosintesis pada tumbuhan, kristal guanin

disusun dalamtumpukanuntuk diproduksi warna indah dalam ikan. Beberapa

mineralbiogenik yangpalingmenarik dapat ditemukan pada kerang yang terdapat pada

moluska (siput, kerang, tiram, dll) cangkangnnya dapat melindungi hewan dari predator.

Modifikasi hasil biomineralisasi pada udang dan kepiting menjadi produk yang lebih baik

dan dapat mempermudah aktivitas manusia dapat dilakukan dengan tehnik mutilasi dan

ablasi diduga bisa mempercepat proses molting serta dengan Vitomolt yang merupakan

stimulan moltingyangsangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan molting kepiting

bakau. Semakin tinggi dosis vitomolt memberikan pertumbuhan yang semakin tinggi pula

namun tidak demikian terhadap persentase molting. Maka dari itu, penulis menganggap

proses biomineralisasi menjadi hal yang perlu untuk dipelajari.


1.2 RumusanMasalah

1. Apa defenisni biomineralisasi?

2. Apa fungsi biomineralisasi?

3. Apa contoh-contoh biomineralisasi?

4. Bagaimana proses biomineralisasi ?

5. Bagaimana modifikasi hasil biomineralisasi pada udang dan kepiting agar menjadi

produk yang lebih baik dan dapat mempermudah aktivitas manusia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui defenisnibiomineralisasi.

2. Mengetahui fungsibiomineralisasi.

3. Mengetahui contoh-contohbiomineralisasi.

4. Mengetahui prosesbiomineralisasi.

5. Mengetahui modifikasi hasil biomineralisasi pada udang dan kepiting menjadi produk

yang lebih baik dan dapat mempermudah aktivitasmanusia.

1.4 Manfaat

Tulisan ini diharapkan mampu menambah informasi dan wawasan mengenai

biomineralisasi baik dari segi fungsi, contoh, proses dan modifikasnya yang digunakan

dalam berbagai aspek kehidupan.


BAB II

ISI

2.1 Biomineralisasi

Mineral adalah padatan senyawa kimia homogen, anorganik, yang memiliki

sistem kristal tertentu dan terbentuk secara alami. Ada sekitar 4.000 mineral yang berbeda,

dimana masing-masing mineral memiliki sifat fisik tersendiri yang unik. Sifat fisik

mineral seperti warna, kecerahan, kekerasan, kilau, berat jenis, belahan, pecahan, derajad

magnetik, kelarutan dan masih banyak lagi sifat fisik yang lainnya. Sifat-sifat fisik

mineral berguna untuk mengidentifikasi mineral. Karakteristik sifat fisik yang utama dari

sebuah mineral sangat menentukan komposisi atau sifat kimia dan kekuatan ikatan dalam

struktur internalmineral.

Jenis-Jenis Mineral dan Klasifikasinya

Jenis dan klasifikasi mineral yang paling sering dipakai adalah berdasarkan pada

kemiripan dan komposisi kimia dan struktur kristalnya. Klasifikasi ini dicetuskan oleh

James D. Dana (dalam Kraus, Hunt, dan Ramsdell, 1951). Secara singkat jenis dan

klasifikasi mineral dibedakan atas beberapa kelompok,yaitu:

- Kelompok Native Element; dicirikan dengan hanya memiliki satu unsur atau

komposisi kimia saja. Contohnya emas (Au), perak (Ag), Platina (Pt), bismuth (Bi),

arsenic (As), intan, graphite dansulfur.

- Kelompok Sulfida; dicirikan oleh kombinasi antara unsur tertentu dengansulfur

(belerang). Contohnya pirit (FeS2), Kalkosit (Cu2S), Galena (PbS), sphalerite (ZnS),

dan Kalkopirit (CuFeS2 )

- Kelompok Sulfida; dicirikan oleh kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur
(belerang). Contohnya pirit (FeS2), Kalkosit (Cu2S), Galena (PbS), sphalerite (ZnS),

dan Kalkopirit(CuFeS2).

- Kelompok Oksida dan Hidroksida; dicirikan oleh kombinasi antara unsurtertentu

dengan gugus anion oksida (O2-) dan gugus hidroksil hidroksida (OH-). Mineral

Oksida contohnya korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2). Mineral

Hidroksida contontohnya Manganite MnO(OH), Bauksit [FeO(OH)] dan

limonite(Fe2O3.H2O).

- Kelompok Halida; dicirikan oleh adanya dominasi dari ion halogen elektronegatif,

seperti: F-, Cl-, Br-, I-. Contohnya Halit (NaCl), Fluorit (CaF2), Silvit (KCl), dan

Kriolit(Na3AlF6).

- Kelompok Karbonat; dicirikan oleh persenyawaan dengan ion(CO3)2-. Contohnya

dolomit (CaMg(CO3)2, Kalsit (CaCO3), dan magnesit (MgCO3).

- Kelompok Sulfat; dicirikan oleh kombinasi logam dengan anion sufat. contohnya barit,

celestite, anhydrite, angelsit, dan gypsum. KelompokPhosphat; dicirikan oleh adanya

gugus PO43-. Contohnya Apatit (Ca,Sr, Pb,Na,K)5(PO4)3(F,Cl,OH), Vanadine

Pb5Cl(PO4)3, dan Turquoise CuAl6(PO4)4(OH)8.5H2O.

- Kelompok Silikat; dicirikan oleh persenyawaan antara silikon, maupunoksigen dengan

beberapa unsur metal. Contohnya Quartz (SiO2), FeldsparAlkali, Feldspar Plagioklas,

Muscovit, Biotit, Horblende, Piroksin, dan Olivin.

Biomineralisasi adalah proses alami dimana organisme hidup membentuk atau

mengakumulasi mineral terutama kedalam struktur biologis (tulang, gigi dan cangkang).

Biomineralisasi sangat erat kaitannya dengan morfologi suatu organisme dan melibatkan

pembentukan bahan anorganik.

2.2 Fungsi Biomineralisasi


Mineral yang dihasilkan organisme dapat diperoleh pada tingkat atom, dan disebut

sebagai mineral kristal, atau mungkin relatif tidak teratur, dan disebut sebagai mineral

amorf. Kristal yang keras banyak yang diproduksi secara biologis sebagai kristal (atau

kristal biogenik) digunakan untuk menguatkan jaringan sehingga digunakan dalam

menopang tubuh, mengunyah makanan atau memberikan perlindungan terhadap predator.

Kebanyakan mineral amorf digunakan untuk menyimpan ion atau berfungsi sebagai fasa

prekursor padat dari kristal serta dapat dengan mudah dibentuk menjadi berbagai bentuk.

Beberapa mineral amorf digunakan untuk stiffening, dan beberapa crystalline. Mineral

juga digunakan untuk penyimpanan sementara ion (seperti di tulang).

Mineral biogenik digunakan untuk banyak fungsi lainnya. Misalnya, magnetit.

Mineral magnetik digunakan sebagai kompas kecil yang memungkinkan organisme untuk

bernavigasi di medan magnet bumi, kalsium karbonat amorf digunakan untuk

memanipulasi cahaya untuk meningkatkan fotosintesis pada tumbuhan, kristal guanin

disusun dalam tumpukan untuk diproduksi warna indah dalam ikan. Beberapa mineral

biogenik yang paling menarik dapat ditemukan pada jenis kerang yaitu (siput, kerang,

tiram, dll). Cangkang melindungi hewan dari predator.

2.3 Contoh-Contoh Biomineralisasi

2.3.1 Magnetit

Magnetit adalah mineral oksida besi dengan rumus kimia Fe3O4 dan banyak

ditemukan dalam batuan beku, metamorf, dan batuan sedimen. Magnetit sangat mudah

untuk di identifikasi, karena mineral ini merupakan salah satu dari hanya beberapa mineral

yang tertarik pada magnet. Sifat fisik mineral ini yaitu berwarna hitam, buram, kilap

submetallic-metalik, bentuk kristal oktahedral, dan mempunyai nilai kekerasan Mohs

antara 5 -6,5. Mineral ini juga sering ditemukan dalam bentuk kristal isometrik. Di alam,

magnetit merupakan mineral yang paling kuat sifat magnetiknya.


Magnetit dan Medan Magnet Bumi.

Kristal kecil dari magnetit sering hadir dalam banyak batuan. Dalam proses

kristalisasi pada batuan beku, bentuk magnetit berupa kristal kecil akan mencair, dan

karena mereka bersifat magnetik sehingga mereka akan menyesuaikan diri dengan arah

dan polaritas medan magnet bumi. Mineral magnetit akan mempertahankan orientasi

medan magnet bumi dalam batuan pada saat proses kristalisasi terjadi. Saat ini, ahli

geologi dapat mempelajari sifat magnetik batuan dari berbagai umur dan merekonstruksi

sejarah perubahan medan magnet bumi hanya dari orientasi mineral magnetit. Sifat ini

juga dapat digunakan untuk mempelajari pergerakan benua dari waktu ke waktu. Orientasi

serupa dari butiran kecil magnetit terjadi juga pada pengendapan partikel sedimen, dan

dapat digunakan sebagai petunjuk sejarah magnet bumi pada beberapa jenis batuan

sedimen.

Beberapa hewan memiliki indra keenam, indera magnetik. Magnetit telah

ditemukan di berbagai hewan, termasuk lebah madu, merpati rumahan, dan lumba-lumba.

Hewan-hewan ini peka terhadap medan magnet bumi, membantu kemampuan mereka

untuk bernavigasi.

Berikut 9 binatang yang memiliki indera keenam seperti dilansir dari Mother

Nature Network (MNN):

1. Laba-laba

Semua laba-laba memiliki sensor reseptor atau mekanoreseptor yang disebut celah

sensilla yang memungkinkan mereka bisa merasakan tekanan mekanik pada rangka luar

mereka. Manfaatnya mereka bisa memperkirakan ukuran, benda, dan jenis makhluk yang

terperangkap dalam jaring laba-laba mereka. Dengan adanya indera keenam ini, laba-laba

bisa mengetahui perbedaan gerakan serangga, angin, atau gunting rumput saat mereka
berjalan di sarang mereka.

2. Ular

Ular berbisa ini memiliki indera keenam, seperti sepasang biji yang terletak di

antara lubang hidung dan matanya. Organ ini sangat sensitif pada panas, sehingga ular

bisa mendeteksi adanya inframerah. Dengan organ ini, ular bisa memperkirakan jarak dan

ukuran mangsa mereka, bahkan bila indera lainnya tak berfungsi. Alat ini memungkinkan

ular berburu di malam hari.

3. Merpati

Banyak jenis burung memiliki kemampuan mengagumkan untuk mendeteksi

medan magnet Bumi yang berfungsi sebagai kompas. Kemampuan ini disebut

magnetoreception dan beberapa burung memiliki kemampuan yang baik, seperti burung

merpati. Burung merpati memiliki struktur yang mengandung besi di paruhnya, tersusun

dalam bentuk 3 dimensi. Hal ini memungkinkan burung ini memiliki sensitivitas orientasi

ruang, dan mengidentifikasi posisi geografis mereka.

4. Lumba-lumba dan Pesut

Mamalia laut ini memiliki indera keenam yang mengagumkan, menggunakan

gaung suara untuk menentukan posisinya. Suara dapat merambat lebih baik di air daripada

di udara. Lumba-lumba mampu membentuk bayangan 3 dimensi dari lingkungan

sekitarnya berdasarkan suara gelombang ombak, seperti sonar. Kemampuan ini adalah

adaptasi yang nyata, utamanya bagi pesut dan lumba-lumba sungai, karena jarak pandang

yang terbatas di air yang keruh. Lumba-lumba bisa menentukan arah dalam sungai keruh

yang bercabang- cabang, bahkan bila mata mereka dalam keadaan tertutup.

5. Hiu

Elektroreseptor adalah kemampuan mengagumkan dari hiu dan ikan pari untuk
mendeteksi medan listrik di sekitar mereka. Hiu kepala martil yang kepalanya berbentuk

unik itu ternyata didesain untuk menerima getaran arus listrik. Air laut yang asin,

merupakan konduktor atau penghantar terbaik bagi arus listrik. Hiu sangat sensitif dan

bisa merasakan hantaran listrik ini dari mangsanya, dari kontraksi otot ikan-ikanlain.

Gambar 2.1 Elektroreseptor pada ikan hiu

6. IkanSalmon

Ikan ini, entah bagaimana, bisa menemukan jalan mereka kembali untuk bertelur

di sungai yang sama di mana mereka lahir, meskipun mereka sudah bermigrasi jauh di

laut luas selama kehidupan dewasa mereka. Meskipun sebagian besar masih menjadi

misteri bagi ilmu pengetahuan, diduga ikan ini memanfaatkan deposit mineral

ferromagnet di otaknya, magnetite, untuk bisa merasakan medan magnet Bumi. Hal ini

juga memungkinkan mereka sensitif pada penciuman, dan bisa membedakan bau aliran

tempat asal mereka dan aliran yang lain.

7. Kelelawar

Beberapa kelelawar pemakan serangga memiliki kemampuan menentukan lokasi

dari pantulan suara, untuk menangkap mangsa mereka dan menavigasi lokasi saat mereka

terbang di gua atau langit yang gelap.

Mereka memiliki laring atau pangkal tenggorokan yang bisa menghasilkan suara

yang dikeluarkan melalui mulut dan hidung. Saat mengeluarkan suara itulah mereka bisa

menangkap gaung dari sekitar, dan bisa berfungsi seperti radar. Faktanya, wajah mereka
yang berkeriput itu lebih berfungsi seperti telinga untuk menangkap suara.

8. Platipus

Binatang bermuka unik seperti bebek, mamalia namun bertelur ini memiliki

elektro reseptor seperti halnya hiu. Mereka merasakan getaran listrik dari kulitnya, yang

bisa merasakan medan listrik dari mangsa mereka yang berkontraksi. Seekor platipus

mengayunkan kepalanya saat berenang untuk memaksimalkan reseptor ini.

9. Penyu Laut

Seperti ikan salmon yang bisa kembali ke tempat lahir mereka setelah bermigrasi

jauh, penyu laut juga lebih suka kembali ke pantai tempat mereka lahir sebagai sarang.

Mereka memiliki kemampuan untuk merasakan medan magnetik Bumi.

2.3.2 Hematit

Hematit adalah salah satu mineral yang paling melimpah di permukaan bumi

maupun di kerak bumi yang dangkal. Hematit merupakan oksida besi dengan komposisi

kimia Fe2O3. Mineral ini merupakan mineral pembentuk batuan yang umumnya

ditemukan pada batuan sedimen, metamorf, dan batuanbeku.

Hematit memiliki berbagai macam kegunaan, tetapi dari sisi nilai ekonomis, hanya sedikit

hematit yang digunakan sebagai bijih utama dari besi. Hematit lebih banyak digunakan

untuk menghasilkan pigmen, bahan pelindung radiasi, ballast, dan masih banyak produk-

produk lainnya.

Sifat Fisik Hematit

Hematit memiliki kenampakan yang sangat variabel. Kilapnya dapat berkisar dari

submetallic sampai metallic dengan sistem kristal trigonal. Rentang warna hematit berada

pada merah hingga coklat dan hitam hingga abu-abu perak. Mineral ini hadir dalam

berbagai bentuk yang meliputi lembaran, padat, kristal, botryoidal, berserat, Oolitic, dan
lain sebagainya. Meskipun hematitmemiliki kenampakan yang sangat variabel, mineral

ini akan selalu menghasilkan cerat kemerahan. Cerat yang berwarna kemerahan inilah

sebagai petunjuk penting untuk mengidentifikasi hematit. Hematit tidak bersifat magnetik

dan tidak selalu tertarik oleh magnet. Namun, banyak jenis dari hematit yang mengandung

mineral magnetit sehingga mereka dapat tertarik oleh magnet.

Komposisi Hematit

Hematit murni memiliki komposisi berat sekitar 70% besi dan 30% oksigen. Sama

seperti material alami lainnya, hematit jarang ditemukan dengan komposisi yang murni.

Hal ini utamanya berlaku pada deposit sedimen dimana hematit terbentuk secara

anorganik atau akibat pesipitasi biologis dalam tubuh air.

2.3.3 Zeolit

Zeolit adalah nama kelompok besar mineral yang mempunyai sifat atau ciri utama

porous, tersusun atas mineral aluminosilikat (struktur dasar mereka saling interloking

tetrahedral pada SiO4 dan AlO4) yang mengandung cukup banyak air, serta tingginya

kemampuan pertukaran kation. Sifat yang demikian membuat zeolit banyak di fungsi kan

sebagai bahanpenyerap.

Nama zeolit sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu "zeo" yang berarti

"mendidih", dan "litos" yang berarti "batu". Zeolit diberi nama seperti itu karena saat

kamu memanaskannya, maka mereka biasanya melepaskan air dalam bentuk uap.

Kegunaan Zeolit

Mineral zeolit sangat luar biasa untuk menyerap, menahan, melepaskan, serta

menukar bahan kimia, nutrisi, racun maupun ion yang berbeda sesuai kebutuhan.
2.3.4 Hidroksiapatit

Hidroksiapatit(HAp) Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan material keramik bioaktif

dengan bioafinitas tinggi, bersifat biokompatibel terhadap tubuh manusia. Hidroksiapatit

berpori saat ini menjadi kebutuhan yang mendasar bagi rekonstruksi tulang yang patah

atau retak. Aplikasi non medis dari keramik berpori HA meliputi media kemasan untuk

kromatografi kolom, sensor gas, katalis dan host bahan HAp dapat disintesis secara kimia

dari bahan awal yang mengandung kalsium dan fosfor menggunakan beberapa metode

sintetis kimia yang didasarkan pada reaksi solid state pengendapankimia.

Karakteristik penting hidroksiapatit adalah stabilitasnya ketika dibandingkan dengan

kalsium fosfat lainnya. Dari perspektif termodinamika, hidroksiapatit adalah senyawa

kalsium fosfat yang paling stabil di bawah kondisi fisiologis.

Tubuh manusia dapat membentuk hidroksiapatit secara natural. Hidroksiapatit,

merupakan mineral utama yang ditemukan dalam tulang dan gigi. Komposisi email gigi

terdiri dari 97% nano-hidroksiapatit dan komposisi dentin terdiri dari 70% hidroksiapatit.

Kegunaan senyawa ini adalah membuat tulang dan gigi jadi kaku dan keras. Selain itu,

nano-hidroksiapatit juga membuat gigi jadi tampak putih cemerlang dan menutup pori-

pori kecil permukaan gigi sehingga menyebarkan pantulan cahaya.

Gambar 2.2 Struktur hidroksiapatit

Kristal HA sintetik mempunyai ukuran Yang sama dengan kristal HA tulang, yaitu

berkisar 20-50 nm 7. HA memiliki struktur kristal heksagonal dengan dimensi selnya a =

b = 9,42 Ă dan c = 6,88 Ă (1 Ă = 10-10 m). Secara stokiometri Ca/P HA memiliki ratio
1,67 dan secara kimia sama dengan mineral tulang manusia.5,8 Adanya kesamaan struktur

kimia dengan mineral jaringan tulang manusia, maka HA sintetik menunjukkan daya

afinitasnya dengan baik yaitu dapat berikatan secara kimiawi dengan tulang.

Kalsium pada kerang

Terdapat tiga lapisan struktur mutiara yaitu: (1). Periostrakum luar yang sebagian

besar terdiri dari protein; (2). ostrakum medial atau lapisan prismatik, terdiri dari kristal

kalsit dalam matriks organik; dan (3). hipostrakum dalam atau lapisan nakre (‘mother of

pearl’), yang terdiri dari kristal aragonite dalam matriks organik. Struktur utama dalam

pembentukan nakre terbentuk dari proses mineralisasi. Nakre dikenal juga ‘mother of

pearl’ (MOP) merupakan lapisan yang membentuk struktur dinding bata tiga dimensi

dimana mortar dari lapisan tipis biopolimer (20-30 nm) dan 95 % aragonite(CaCO3).

2.4 ProsesBiominerlisasi

Biomineralisasi pada pembentukan tulang

Mineralisasi berlangsung dalam beberapa tahap. Tahap awalnya adalah

pembentukan kristal hidroksiapatit dalam vesikel matriks yang tumbuh darimembran

permukaan kondrosit, osteoblas, dan odontoblas. Selanjutnya hidroksiapatit tumbuh dan

berkembang ke dalam matriks ekstraselulerdan mengendap di antara fibril kolagen.

Selama proses pemodelan ulang tulang,mineralisasi adalah proses yang

melibatkan lebih dari satu tahap. Matriks organik baru yang diendapkan oleh

osteoblas mulai menjalani proses mineralisasi pada hari ke-5 hingga ke-10 setelah

deposisi dengan nukleasi sekunder. Maksudnya "nukleasi sekunder" adalah kristal yang

sudah ada bertindak sebagai situs nukleasi untuk kristal yang baru. Tahap pertama ini

membuahkan kandungan mineral jadi 50% hingga 70% dari nilai maksimal. Setelah

beberapa hari atau minggu, kecepatan mineralisasi sangat menurun dan tahap mineralisasi

sekunder pun dimulai. Proses tahap kedua ini berkaitan dengan peningkatan jumlah,
ukuran, dan kesempurnaan kristan yang berlangsung secara lambat hingga DMB

maksimal tercapai. Konsekwensinya, DMB dan heterogenitas kandungan mineral tulang

kortikal dan trabekular sangat bergantung pada 3 parameter,yaitu:

1. frekwensi aktivasi pemodelan ulangtulang

2. kinetik mineralisasi primer dan sekunder

3. keseimbangan antara pembentukan tulang dan resorpsitulang.

Proses Terbentuknya Hematit

Hematit banyak ditemukan sebagai mineral primer dan sebagai produk alterasi

dalam batuan beku, metamorf, dan batuan sedimen. Mineral ini dapat mengkristal selama

proses diferensiasi magma atau presipitasi dari cairan hidrotermal yang bergerak melalui

massa batuan. Hematit juga dapat terbentuk selama proses metamorfosis kontak ketika

magma panas bereaksi dengan batuan yang ada disampingnya.

Proses Pembentukan Zeolit

Mineral Zeolit sering terbentuk melalui interaksi batuan vulkanik, abu serta air

tanah alkali. Dengan demikian, Kamu dapat sering menemukan kristal zeolit spektakuler

nan sangat indah dalam rongga (vesicle) maupun vugs pada batuan vulkanik seperti basalt

( biasanya dalam bentuk amygdules atau rongga berisi kristal zeolit ). Zeolit juga dapat

terbentuk dengan cara mengkristal di cekungan laut dangkal.

Proses Pembentukan Hidroksiapoatit

HA memiliki sifat osteokonduktif, yaitu mempu merangsang sel-sel mesenkim

untuk berproliferasi dan berdiferensiasi pada proses regenerasi tulang. Dalam fase hidup

embrional maupun fetal, sel-sel osteoprogenitor merupakan prekursor aktif untuk

osteoblas. Namun ketika dewasa, sel ini berada dalam keadaan istirahat dan memerlukan

stimulasi agar berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoblas. HA berpori yang


interconected akan membentuk ikatan antara tulang yang sangat kuat dan mempercepat

proses vaskularisasi. Dimensi dan bentuk pori merupakan faktor penting terjadinya proses

osteointegrasi. HA interconected antar pori dengan permukaan kasar akan memudahkan

penetrasi sel osteoblast dan menjadi media yang baik bagi sel osteoblas untuk menempel.

Proses penempelan sel osteoblas ke permukaan matriks bone graft berlangsung secara

perlahan-lahan (biasanya dalam hitungan jam) kemudian sel akan menyebar ke

permukaan matriks bone graft. Proses penempelan sel osteoblas ke seluruh permukaan

material bone graft tergantung dari kompatibilitas permukaan material bone graft, dan

ekspresi dari komponen biologis adhesif, yang meliputi sekresi ECM (extra cellular

matrix) serta hasil penempelan sel dengan permukaan material. Proses ini, dimediasi oleh

formasi fokus adhesi dan pembentukan plak yang tersusun dari integrin transmembran

yang menghubungkan antara sitoskeleton dengan ECM hasil sekresi antara material

dengan sel. Fase adhesi ini melibatkan protein ECM, protein membran sel reaksi

hidrotermal dan metode sol- gel.

Beberapa literatur melaporkan perubahan kulit kerang menjadi hidroksiapatit

dalam media fosfat dengan metode hidrotermal. Kulit kerang merupakan komposit

mineral dan biopolimer terdiri dari 95% berat hingga 99% berat CaCO3 dalam bentuk

kristal aragonit dan sejumlah kecil oksida dan juga ada (0,696% SiO2, 0,649% MgO,

0,419% Al2O3, 0,33% SrO, 0,204% P2O5, 0,984% Na2O, 0,724% SO3) dan 1% hingga 5%

makro molekul organik. Lapisan aragonit di permukaan kulit kerang menjadi lapisan HAp

denganmetode hidrotermal dalam mediafosfat.

2.5 Modifikasi Hasil Biomineralisasi Pada Udang Dan Kepiting Menjadi Produk

Yang Lebih Baik Dan Dapat Mempermudah AktivitasManusia

Kepiting produk perikanan merupakan salah satu sumber protein hewani yang
dibutuhkan manusia untuk pertumbuhan dan memelihara kesehatannya. Mineral

Selenium dalam kepiting berperan sebagai antioksidan dan untuk mencegah kerusakan sel

dari radikal bebas penyebab kanker dan penyakit jantung.asak lemak omega-3 dalam

kepiting berfungsi menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah sehingga mencegah

penyakit kardiovaskuler (jantung).

Selama ini kepiting bakau biasa hanya dapat dikonsumsi sekian persen saja dari

seluruh bagian tubuhnya. Bagian terbesar dari tubuh kepiting berupa limbah cangkang

sebesar 60 %. Hanya sekitar 40% saja dari tubuhnya yang merupakan bagian yang bisa

dimakan (edible portion) karena kepiting bakau memiliki cangkang yang keras. Untuk

dapat memanfaatkan atau mengkonsumsi kepiting secarakeseluruhan maka kepiting yang

dikonsumsi harus dalam keadaan lunak yaitu yang baru molting (ganti kulit).

Pertumbuhan kepiting bakau sangat dipengaruhi oleh molting karena pertambahan

bobot, panjang, dan lebar karapaks akan terjadi setelahmolting. Selama masa

pertumbuhan menjadi dewasa, kepiting akan mengalami pergantian kulit, antara 17-20

kali tergantung kondisi lingkungan dan pakan yang tersedia. Pada umumnya semua jenis

hewan Crustacea (udang, kepiting) melakukan molting dalam pertumbuhannya. Mulai

dari fase larva sampai dewasa kepiting bakau akan mengalami secara terus – menerus

proses ganti kulit. Pada saat ganti kulit tubuh kepiting bakau seluruhnya akan lunak.

Selain itu untuk molting kepiting juga memerlukan kondisi lingkungan yang mendukung.

Salinitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses molting pada

kepiting bakau. Bahan organik secara alami juga dapat membantu proses molting pada

kepiting. Kedalaman air tambak untuk molting dalam budidaya disarankan 70 cm ke atas,

karena apabila kurang dari itu, akan menghambat kepiting untuk molting. Demikian juga

lumut yang menutupi bagian badan kepiting lunak dapat menghambat proses molting yang

pada akhirnya dapat menyebabkan kematiaan karena sifat dasar lumut yang mengikat.
Tehnik mutilasi dan ablasi diduga bisa mempercepat proses molting. Tapi

seberapa berpengaruhnya kedua tehnik diatas masih membutuhkan penelitian ilmiah

untuk mendukung apakah tehnik mutilasi atau ablasi yang lebih dominan dalam

mempengaruhi terjadinya molting pada kepiting bakau.

Dalam suatu penelitian oleh Yushinta Fujaya dengan judulGrowthandmolting of

mud crab administered by different doses of vitomolt membahas

Vitomolt adalah stimulan molting yang terbuat dari ekstrak bayam (Amaranthus spp.).

Tujuan penelitian ini adalah optimalisasi dosis penyuntikan vitomolt terhadap

pertumbuhan dan molting kepiting bakau(Scylla spp). Penelitian dilakukan pada bulan

April hingga Juni 2010. Ada tiga dosis vitomolty yang diuji, yakni :9μg/g, 15μg/g, dan2

1μg/g kepiting. Hasilnya menunjukkan bahwa penyuntikan vitomolt sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan molting kepiting bakau. Semakin tinggi dosis vitomolt

memberikan pertumbuhan yang semakin tinggi pula namun tidak demikian terhadap

persentase molting. Dosis vitomolt 15μg/g kepiting adalah dosis optimal menginduksi

molting kepiting bakau, sedangkan dosis 21μg/g kepiting memberikan pertumbuhan

tertinggi hingga 53,6%. Bila ditinjau dari produktivitas,dosis15μg/g kepiting memberikan

produksi kepiting lunak tertinggi.

Vitomolt adalah nama produk stimulant molting yang dikembangkan oleh

Universitas Hasanuddin. Vitomolt mengandung hormone molting (fitoekdisteroid) yang

diekstrak dari tanaman bayam (Amaranthus spp). Fujaya et al. (2007; 2008; 2009)

melaporkan bahwa injeksi ekstrak bayam mampu menginduksi molting dan pertumbuhan

pada kepiting. Namun demikian, dosis optimal yang memberikan produksi kepiting lunak

tertinggi dengan waktu yang lebih singkat belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk

menentukan dosis optimal vitomolt dalam menstimulasi pertumbuhan dan molting


kepiting bakau (Scylla spp).

Meyer (2007) menjelaskan bahwa proses molting dimulai ketika sel-sel epidermal

merespons perubahan hormonal melalui peningkatan laju sintesis protein. Peningkatan

laju sintesis protein akibat rangsangan hormon molting menyebabkan terjadinya apolisis

yang menyebabkan terpisahnya lapisan epidermis dari endokutikula lama dan

terbentuknya prokutikula baru. Ketika eksoskeleton baru telah siap, kontraksi otot dan

pengisian udara menyebabkan tubuh menggembung sehingga terjadi retakan sepanjang

garis ecdysial sutures dan akhirnya tubuh dengan eksoskeleton baru keluar dari

eksoskeletonlama.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) dosis vitomolt sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan molting kepiting bakau, 2) penambahan dosis vitomolt akan

memberikan pertumbuhan yang lebih baik, tetapi tidak diikuti oleh persentase molting

yang tinggi. Dosis vitomolt optimal untuk menginduksi molting pada kepiting bakau

adalah 15 ug/g kepiting, 3) Dosis vitomolt 15 ug/g kepiting memberikan jumlah produksi

kepiting lunak tertinggi.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

- Biomineralisasi adalah proses alami dimana organisme hidup membentuk atau

mengakumulasi mineral terutama kedalam struktur biologis (tulang, gigi

dancangkang).

- Fungsi biomineralisasi: Kestabilan struktur, Proteksi, Sound reception dan

Mengarahkankemagnetan

- Contoh biomineralisasi: Magnetit dan Hidroksiapatit.

- Tahap awal proses biomineralisasi adalah pembentukan kristal hidroksiapatit

Selanjutnya hidroksiapatit tumbuh dan berkembang ke dalam matriks ekstraseluler

dan mengendap di antara fibrilkolagen.

- Modifikasi hasil biomineralisasi pada udang dan kepiting menjadi produk yang lebih

baik dan dapat mempermudah aktivitas manusia dapat dilakukan dengan tehnik

mutilasi dan ablasi diduga bisa mempercepat proses molting serta dengan Vitomolt

yang merupakan stimulan molting yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan molting kepiting bakau. Semakin tinggi dosis vitomolt memberikan pertumbuhan

yang semakin tinggi pula namun tidak demikian terhadap persentasemolting.

3.2 Saran

Pencarian referensi mengenai mekanisme proses biomineralisasi perlu dilakukan

untuk mengetahui reaksi-reaksi biogenik di alam.


DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanto, H., 2012, Stimulasi Osteoblas Oleh Hidroksiapatit Sebagai Material Bone
Graft Pada Proses Penyembuhan Tulang, Stomatognatic (J. K. G Unej), 9(3); 162-164.

Arriola, F. J., 1990, A Preliminary Study of Life History of Scylla serrate Forskal, Phil.
J. Sci. 73(4); 437-456.

Fujaya, Y., Aslamyah S., Mufidah, L.F., Mallombasang, 2009. Peningkatan Produksi Dan
Efisiensi Proses Produksi Kepiting Cangkang Lunak (Soft Shell Crab) Melalui Aplikasi
Teknologi Induksi Molting Yang Ramah Lingkungan, Laporan Penelitian Riset
Andalan Perguruan Tinggi Dan Industri (RAPID) tahun ke 1. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Fujaya, Y., Suryati, E., 2007. Pengembangan Teknologi Produksi Rajungan (Portunus
Pelagicus) Lunak Hasil Perbenihan Dengan Memanfaatkan EkstrakBayam
(Amaranthaceae) Sebagai Stimulan Molting,
Laporan Penelitian Program Insentif Riset Terapan tahun ke-1. Universitas
Hasanuddin.Makassar.

Fujaya, Y., Suryati, E., 2008. Pengembangan Teknologi Produksi Rajungan (Portunus
Pelagicus) Lunak Hasil Perbenihan Dengan Memanfaatkan EkstrakBayam
(Amaranthaceae) Sebagai Stimulan Molting,
Laporan Penelitian Program Insentif Riset Terapan tahun ke-2. Universitas
Hasanuddin.Makassar.

Hanafi, A. dan Sulaeman, 1992, Teknologi Kepiting Bakau. (Scylla Serrata) dan pasca
panen. Makalah disampaikan pada seminar sehari Prospek pengembangan dan Pemasaran
kepiting Bakau sebagai Komoditas Ekspor Non Migas. Ujung Pandang. 21 April 1992.

https://boneandspine.com/bone-mineralization-process/

Khairiah, dkk., 2012, Pengaruh Mutilasi Dan Ablasi Terhadap Molting Kepiting Bakau
(Scylla Serrata) Sebagai Kepiting Lunak, Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa
2(1); 81-91.

Meyer, J.R., 2007. Morphogenesis. Department of Entomologi NC State University.


www.morphogenesis.html.

Orimo H., 2010, The mechanism of mineralization and the role of alkaline phosphatase
in health and disease (Mekanisme mineralisasi dan peran
alkalin fosfat pada kesehatan dan penyakit), J Nippon Med Sch, 77(1); 4-12.

Parfitt, Michael, 2011, What Is Bone Mineralization? (Apa mineralisasi tulang itu?),
The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, Vol. 88.

Y Bala, D Farlay and G. Boivin, 2012, Bone mineralization: From tissue to crystal in
normal and pathological contexts (Mineralisasi tulang: Dari jaringan ke kristal dalam
konteks normal dan patologis),Osteoporosis International24(8).

Anda mungkin juga menyukai