Anda di halaman 1dari 85

TUGAS BESAR

ELEMEN MESIN II
PERANCANGAN RODA GIGI

Oleh :

BERTAN ALSIKMAN KOMBUNO


F331 16074

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan rahmatNya saya bisa menyelesaikan laporan ini.

Tugas Besar Elemen Mesin II ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan Tugas Besar ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga Tugas Besar ini tentang Perancangan
Roda Gigi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palu, 6 Desember 2018

Penulis

Bertan Alsikman Kombuno


Stambuk : F 331 16 074
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kendaraan merupakan saran transportasi terpenting dalam sistem


transportasi dan sangat dibutuhkan ide-ide dalam pengembangan sarana
transportasi. Perkembangan ini merupakan bukti nyata dengan adanya
perubahan yang terjadi pada sarana transportasi tersebut. Kendaraan
yang dahulunya bersifat klasik dimana hanya mengandalkan hewan, kini
telah berubah menjadi modern dengan mengandalkan mesin.
Salah satu sarana transpotasi yang sering digunakan adalah mobil.
Mobil juga memilki kelebihan tersendiri diantaranya adalah dapat
mengangkat beban yang besar dan mampu menempuh perjalanan jauh
dengan waktu yang lebih singkat.
Untuk dapat mentransmisikan daya yang besar dan putaran yang
tinggi seorang enginer dapat menggunakan roda gesek, untuk itu pada
permukaan roda gesek diberi bergigi yang kemudian dikenal dengan
nama roda gigi.
Roda gigi merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya dan putaran dari suatu poros ke poros yang lain
dengan rasio kecepatan yang konstan dan memiliki efisiensi yang tinggi.
Untuk di butuhkan ketelitian yang tinggi dalam pembuatan, pemasangan
dan pemeliharaan.
Secara umum roda gigi dapat di bagi atas roda gigi lurus, mirng,
kerucut, dan roda gigi cacing. Agar roda gigi mentransmisikan daya
dengan baik maka diperlukan hasil perancangan yang teliti, sehingga bisa
diperoleh dimensi, jenis matrial, waktu pakai yang lama dan dengan
harga yang ekonomis.
Di luar cara transmisi di atas, ada pula cara lain untuk
meneruskan daya, yaitu dengan sabuk atau rantai. Namun demikian,
transmisi roda gigi mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sabuk
atau rantai karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat, dan daya
lebih besar.
Namun kadangkala dari kelebihan-kelebihan tersebut kita selalu
dihadapkan pada masalah-masalah teknis permesinan. Hal itu
membuktikan bahwa mesin tersebut yang terdiri dari berbagai macam
elemen mesin yang memegang peranan penting. Salah satu yang akan
dibahas lebih jauh pada tugas elemen mesin II kali ini adalah pada
perencanaan roda gigi transmisi Toyota Yaris.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan ini


adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tahapan rancangan roda gigi menggunakan ratio.
2. Mengatasi ukuran dari roda gigi agar sesuai dengan ratio roda gigi.
3. Mengetahui hal-hal apa saja yang berkaitan dengan roda gigi.
4. Mengetahui dan merancang roda gigi, pasak dan bantalan melalui
data – data yang telah diketahui

1.3. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penulisan laporan ini adalah
perancangan transmisi roda gigi yang dilakukan pada mobil CONFERO S.

Gambar 1.1 Confero S


BAB II
TEORI DASAR
2.1. Pengertian Transmisi

Sistem transmisi dalam otomotif merupakan sistem yang berfungsi


mengkonfersikan torsi dan kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi
dan kecepatan yang berbeda-beda untuk selanjutnya diteruskan
kepenggerak akhir.

Terapat dua jenis transmisi yakni transmisi manual dan transmisi


otomatis. Baik transmisi manual maupun otomatis keduanya sama-sama
menggunakan roda gigi, sabuk, maupun rantai untuk memanfaatkan daya
yang dihasilkan oleh mesin kesistem penggerak

2.1.1. Transmisi Manual


Momen yang dihasilkan mesin tetap sementara tenaga bertambah
sesuai dengan putaran mesin. Saat kendaraan menempuh jalan menanjak
atau tinggi membutuhkan momen yang besar, tidak seperti saat
kendaraan menempuh jalan rata karena pada saat ini momen mesin
cukup untuk menggerakan kendaraan. Maka dari itu kita membutuhkan
beberapa bentuk mekanisme peubah momen, yaitu transmisi. Transmisi
merupakan bagian dari sistem pemindah daya (power train) yang
berfungsi untuk memindahkan tenaga mesin dari kopling ke propeler
shaft dengan perantara roda gigi ke roda-roda penggerak. Transmisi
Manual adalah sistem transmisi yang cara pengoperasiannya secara
manual atau dengan menggunakan bantuan tangan yang bekerja di
lingkungan basah atau kering. Komponen lain power train selain transmisi
adalah kopling, poros propeler, gardan dan axle shaft. Sedangkan momen
terhadap suatu titik adalah besar gaya dikalikan dengan jarak tegak lurus
antara gaya terhadap titik.
Gambar 2.1 Prinsip Dari Transmisi

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh transmisi adalah sebagai


berikut :
1. Waktu memindahkan tenaga harus cepat, mudah dan tidak berbunyi.
2. Kecil, ringan, tidah mudah rusak dan mudah dioperasikan/diperbaiki.
3. Ekonomis dan mempunyai efisiensi tinggi.
4. Kualitas bahan harus baik

a. Kombinasi Roda Gigi (Gear Combination)


1. Kombinasi Roda Gigi Transmisi
Kedua roda gigi dikombinasi seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Kombinasi Dasar Roda Gigi Transmisi


Arah putaran dari input shaft (A : sisi mesin input shaft) akan
berbalik arah pada output shaft (B : sisi output shaft & propeler shaft).
Dalam transmisi ini 2 pasang roda gigi dikombinasikan seperti
pada gambar di bawah, untuk memperoleh putaran output shaft searah
dengan input shaft.

Gambar 2.3 Kombinasi Transmisi 2 Pasang

Mesin tidak dapat berputar pada arah kebalikannya karena


terbatas keadaan, roda gigi idle E dipasang di antara roda gigi C dan D
seperti gambar di bawah, untuk menggerakkan kendaraan ke arah
mundur. Perbandingan roda gigi dalam suatu kombinasi ini dinyatakan
sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kombinasi Transmisi Dengan Gerak Mundur

Roda gigi E disebut reverse idler gear, dan digunakan untuk mundur
dengan merubah arah putaran. Perbandingan roda gigi akan sama bila
ditambah dengan roda gigi idle.
b. Cara Kerja Pemindahan Tenaga Transmisi Manual
1. Posisi Netral
Saat posisi netral tenaga dari mesin tidak diteruskan ke poros out put,
karena sincromesh dalam keadaan bebas atau tidak terhubung
dengan roda gigi tingkat.

Gambar 2.5 posisi Netral

2. Posisi Roda Gigi 1


Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork akan
menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat
1. Posisi 1 akan menghasilkan putaran yang lambat tetapi momen
pada poros out put besar.

Gambar 2.6 Posisi Roda Gigi 1


3. Posisi Roda Gigi 2
Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selector fork sehingga
unit sincromesh berhubungan dengan roda gigi tingkat no 2. Posisi 2
putaran poros out put lebih cepat dibanding pada posisi 1.

Gambar 2.7 Posisi Roda Gigi 2

4. Posisi Roda Gigi 3


Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork akan
menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat
3. Posisi 3 akan menghasilkan putaran yang cepat dibanding posisi 2.

Gambar 2.8 Posisi Roda Gigi 3

5. Posisi Roda Gigi 4


Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selector fork sehingga
unit sincromesh berhubungan dengan roda gigi tingkat no 4. Posisi 4
putaran poros out put lebih cepat dibanding pada posisi 3.
Gambar 2.9 Posisi Roda Gigi 4

6. Posisi Roda Gigi 5


Tuas ditarik ke belakang menggerakkan gear selection fork sehingga
unit sincromesh berhubungan dengan roda no 5. Transmisi pada
posisi gigi lima kecepatanya paling tinggi tetapi momen yang
dihasilkan pada poros out put paling kecil.

Gambar 2.10 Posisi Roda Gigi 5

7. Posisi Roda Gigi Mundur ( R )


Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selection fork sehingga
unit sincromesh berhubungan dengan roda gigi R. Antara roda gigi R
dan roda gigi pembanding dipasangkan roda gigi idel (idler gear)yang
menyebabkan putaran poros input berlawanan arah dengan poros
output.
Gambar 2.11 Posisi Roda Gigi Mundur

2.1.2. Transmisi Otomatis

Adapun Keuntungan dari transmisi otomatis daranya adalah :


a. Tidak adanya pedal kopling, sehingga pengoprasian kendaraan lebih
mudah.
b. Perpindahan kecepatan dapat dilakukan secara lembut
c. Tidak terjadinya hentakan pada saat perpindahan kecepatan

Gambar : Transmisi Otomatis

Gambar 2.12 Transmisi Otomatis


Fungsi dan macam transmisi otomatis :
Transmisi otomatis juga bekerja pada lima atau enam tingkat
sebagaimana berikut :
1. Netral : (N)
2. Low Range : (L) = mobil mulai bergerak, kecepatan rendah,
mendaki dan menurun
3. Drive Range : (D) = Kecepatan tinggi pada jalan normal
4. Reverse Range : (R) = untuk mundur
5. Parking Range : (P) = berhenti atau parker
6. Angka 2 : digunakan untuk menurun

2.2. Pengertian Roda Gigi

Roda gigi adalah salah satu bentuk sistem transmisi yang


mempunyai fungsi mentransmisikan gaya, membalikkan putaran,
mereduksi atau menaikkan putaran atau kecepatan. Pada dasarnya
system transmisi roda gigi merupakan pemindahan gerakan putaran dari
satu poros ke poros yang lain yang hampir terjadi disemua mesin. Roda
gigi merupakan salah satu yang terbaik antara sarana yang ada untuk
memindahkan suatu gerakan.

Roda gigi memiliki gigi di sekelilingnya, sehingga penerusan daya


dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling berkait. Roda gigi sering
digunakan karena dapat meneruskan putaran dan daya yang lebih
bervariasi dan lebih kompak daripada menggunakan alat transmisi yang
lainnya, selain itu roda gigi juga memiliki beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan alat transmisi lainnya, yaitu :

a. Sistem transmisinya lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan daya yang
besar.
b. Sistem yang kompak sehingga konstruksinya sederhana.

c. Kemampuan menerima beban lebih tinggi.

d. Efisiensi pemindahan dayanya tinggi karena faktor terjadinya slip


sangat kecil.
e. Kecepatan transmisi roda gigi dapat ditentukan sehingga dapat
digunakan dengan pengukuran yang kecil dan daya yang besar.

f. Kebisingan yang ditimbulkan relatif kecil


Roda gigi harus mempunyai perbandingan kecepatan sudut tetap
antara dua poros. Di samping itu terdapat pula roda gigi yang
perbandingan kecepatan sudutnya dapat bervariasi.

2.3. Prinsip Roda Gigi

Konstruksi roda gigi mempunyai prinsip kerja berdasarkan

pasangan gerak.

Gambar 2.13 Prinsip Roda Gigi

Bentuk gigi dibuat untuk menghilangkan keadaan slip, putar dan


daya dapat berlangsung dengan baik. Selain itu dapat dicapai kecepatan
keliling- (Vc) yang sama pada lingkaran singgung sepasang roda gigi.
Lingkaran singgung ini disebut lingkaran pitch atau lingkaran tusuk yang
merupakan lingkaran khayal pada pasangan roda gigi, tapi berperan
penting dalam perencanaan konstruksi roda gigi. Pada sepasang roda gigi
maka perlu diperhatikan, bahwa jarak lengkung antara dua gigi yang
berdekatan (disebut "pictch") pada kedua roda gigi harus sama, sehingga
kaitan antara gigi dapat berlangsung dengan baik. Bentuk lengkung pada
suatu profil gigi, tidak dapat dibuat semaunya, melainkan mengikuti
kurva-kurva tertentu yang dapat menjamin terjadinya kontak gigi dengan
baik.
2.4. Profil Roda Gigi

Untuk mendapatkan keadaan transmisi gerak dan daya yang baik,


maka profil gigi harus mempunyai bentuk yang teratur sehingga kontak
gigi berlangsung dengan mulus. Oleh karena itu profil gigi dibuat dengan
bentuk geometris tertentu, agar perbandingan kecepatan sudut antara
pasangan roda gigi harus selalu sama. Agar memenuhi hat tersebut
dikenal 3 jenis konstruksi profil gigi, yaitu :

1. Konstruksi Kurva Evolvent

Adalah kurva yang dibentuk oleh sebuah titik yang terletak pada
sebuah garis lurus yang bergulir pada suatu silinder atau kurva yang
dibentuk oleh satu titik pada sebuah tali yang direntangkan dari suatu
gulungan pada silinder.

Gambar 2.14 Konstruksi Kurva Evolvent

Keuntungan kurva evolvent :


 Pembuatan profil gigi mudah dan tepat, karena menggunakan sisi
cutter (pisau potong) yang lurus.
 Ketepatan jarak sumbu roda gigi berpasangan tidak perlu presisi
sekali.
 Jika ada perubahan kepala gigi atau konstruksi gigi pada suatu
pengkonstruksian perubahan dapat dilakukan dengan sutler
(pisau pemotong).
 Dengan modul yang sama, walaupun jumlah giginya berbeda,
maka pasangan dapat dipertukarkan.
 Tekanan profil gigi adalah sama.

2. Konstruksi Kurva Sikloida

Profil sikloida digunakan karena cara kerja sepasang roda gigi sikloida
sama seperti dua lingkaran yang saling menggelinding antara yang
satu dengan- pasangannya.

Gambar 2.15 Konstruksi Kurva Sikloida

Kurva sikloida adalah kurva yang dibentuk oleh sebuah titik pada
sebuah lingkaran yang menggelinding pada sebuah jalur gelinding.
Dari keadaan konstruksi pasangan roda gigi, maka kurva sikloida
dapat berupa :

Gambar 2.16 a). Orthosikloida b). Episikloida c). Hiposikloida


a. Orthosikloida, lingkaran mengge- linding pada jalur gelinding
berupa garis lurus.
b. Episikloida, lingkaran menggelinding pada jalur gelinding berupa
sisi luar lingkaran.
c. Hiposikloida, lingkaran menggelinding pada jalur gelinding berupa
sisi dalam lingkaran.

Profil sikloida bekerja berpasangan dan dengan jarak sumbu yang


presisi, sehingga tidak dapat dipertukarkan dengan mudah, kecuali
yang dibuat berpasangan yang sama.

Keuntungan penggunaan profil sikloida :


 Mampu menerima beban yang lebih besar.
 Keausan dan tekan yang terjadi lebih kecil.
 Cocok digunakan untuk penggunaan presisi.
 Jumlah gigi dapat dibuat lebih sedikit.

Pada proses pembuatannya menggunakan roda gelinding


berpasangan (generating method) yaitu : Roda gelinding 1 (cutter)
digunakan untuk membentuk profil roda gigi 2, dan sebaliknya, roda
gelinding 2 sebagai pasangan roda gelinding 1, membentuk profil gigi
roda 1.

3. Profil Equidistanta

Kurva dari jarak yang sama terbadap sikloida yang dibentuk oleh roda
gelinding 2 terhadap jalur gelinding pasangannya. Profil ini dipakai
konstruksi pasangan antara roda gigi profil dengan roda pena
(pasangannya bukan berupa gigi, tapi berupa yang berjarak teratur
melingkar pada suatu roda). Dan lebih umum lagi digunakan pada
hubungan gigi dan rantai.

Konstruksi profil gigi ini digunakan pada suatu hubungan transmisi


dengan rasio yang besar misalnya ; untuk pemutar derek dan
pasangan konstruksi bukan berupa dua roda gigi, tapi satu roda gigi
dengan satu roda pena atau rantai.

Gambar 2.17 Profil Equidistanta

2.5. Klasifikasi Roda Gigi

Rodagigi diklasifikasikan sebagai berikut :


a. Menurut letak poros.
b. Menurut arah putaran.
c. Menurut bentuk jalur gigi
1. Menurut Letak Poros
Tabel 2.1 Klasifikasi Letak Poros

2. Menurut Arah Putaran


Menurut arah putarannya, rodagigi dapat dibedakan atas :
 Roda gigi luar ; arah putarannya berlawanan.
 Roda gigi dalam dan pinion ; arah putarannya sama

3. Menurut Bentuk Jalur Gigi


1. Rodagigi lurus
Roda gigi lurus digunakan untuk poros yang sejajar atau paralel.
Dibandingkan dengan jenis rodagigi yang lain rodagigi lurus ini paling
mudah dalam proses pengerjaannya (machining) sehingga harganya lebih
murah. Rodagigi lurus ini cocok digunakan pada sistim transmisi yang
gaya kelilingnya besar, karena tidak menimbulkan gaya aksial.
Gambar 2.18 Roda Gigi Lurus

Ciri-ciri roda gigi lurus adalah :


1. Daya yang ditransmisikan < 25.000 Hp
2. Putaran yang ditransmisikan < 100.000 rpm
3. Kecepatan keliling < 200 m/s
4. Rasio kecepatan yang digunakan
o Untuk 1 tingkat ( i ) < 8
o Untuk 2 tingkat ( i ) < 45
o Untuk 3 tingkat ( i ) < 200
(i) = Perbandingan kecepatan antara penggerak dengan yang
digerakkan
5. Efisiensi keseluruhan untuk masing-masing tingkat 96% - 99%
tergantung disain dan ukuran.

Jenis-jenis rodagigi lurus antara lain :


a. Roda gigi lurus (external gearing)
Roda gigi lurus (external gearing) ditunjukkan seperti gambar dibawah
ini. Pasangan rodagigi lurus ini digunakan untuk menaikkan atau
menurunkan putaran dalam arah yang berlawanan.
Gambar 2.19 Roda Gigi Lurus Luar

b. Roda Gigi Dalam (Internal Gearing)


Rodagigi dalam dipakai jika diinginkan alat transmisi yang berukuran kecil
dengan perbandingan reduksi besar.

Gambar 2.20 Roda Gigi Dalam

c. Roda Gigi Rack & pinion


Rodagigi Rack dan Pinion berupa pasangan antara batang gigi dan pinion
rodagigi jenis ini digunakan untuk merubah gerakan putar menjadi lurus
atau sebaliknya.
Gambar 2.21 Roda Gigi Rack & Pinion

d. Roda Gigi Permukaan


Rodagigi permukaan Rodagigi lurus permukaan memiliki dua sumbu
saling berpotongan dengan sudut sebesar 90°.

Gambar 2.22 Roda Gigi Permukaan


2. Roda Gigi Miring
Roda gigi miring kriterianya hampir sama dengan rodagigi lurus, tetapi
dalam pengoperasiannya rodagigi miring lebih lembut dan tingkat
kebisingannya rendah dengan perkontakan antara gigi lebih dari 1.

Gambar 2.23 Roda Gigi Miring

Ciri-ciri roda gigi miring adalah :


1. Arah gigi membentuk sudut terhadap sumbu poros.
2. Distribusi beban sepanjang garis kontak tidak uniform.
3. Kemampuan pembebanan lebih besar dari pada rodagigi lurus.
4. Gaya aksial lebih besar sehingga memerlukan bantalan aksial dan
rodagigi yang kokoh.
Gambar 2.24 Roda Gigi Miring Biasa Gambar 2.25 Roda Gigi
Miring Silang

Gambar 2.26 Roda Gigi Miring Ganda Gambar 2.27 Roda Gigi
Ganda Bersambung

3. Roda Gigi Kerucut


Roda gigi kerucut digunakan untuk mentransmisikan 2 buah poros yang
saling berpotongan. Seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.28 Roda Gigi Kerucut

Jenis – jenis roda gigi kerucut antara lain :

Gambar 2.29 Roda Gigi Kerucut Gambar 2.30 Roda Gigi Kerucut
Lurus Miring
Gambar 2.31 Roda Gigi Kerucut Gambar 2.32 Roda Gigi Kerucut
Spiral Hypoid

4. Roda Gigi Cacing


Ciri-ciri roda gigi cacing adalah :
1. Kedua sumbu saling bersilang dengan jarak sebesar a, biasanya sudut
yang dibentuk kedua sumbu sebesar 90°.
2. Kerjanya halus dan hampir tanpa bunyi.
3. Umumnya arah transmisi tidak dapat dibalik untuk menaikkan putaran
dari roda cacing ke cacing (mengunci sendiri).
4. Perbandingan reduksi bisa dibuat sampai 1 : 150.
5. Kapasitas beban yang besar dimungkinkan karena kontak beberapa
gigi (biasanya 2 sampai 4).
6. Rodagigi cacing efisiensinya sangat rendah, terutama jika sudut
kisarnya kecil.

Batasan pemakaian rodagigi cacing adalah:


a) Kecepatan roda gigi cacing maksimum 40.000 rpm
b) Kecepatan keliling roda gigi cacing maksimum 69 m/s
c) Torsi roda gigi maksimum 70.000 m kgf
d) Gaya keliling roda gigi maksimum 80.000 kgf
e) Diameter roda gigi maksimum 2 m
f) Daya maksimum1.400 Hp
Peningkatan pemakaian rodagigi cacing seperti gambar 2.15, dibatasi
pada nilai i antara 1 sampai dengan 5, karena dengan ini bisa digunakan
untuk mentransmisikan daya yang besar dengan efisiensi yang tinggi dan
selanjutnya hubungan seri dengan salah satu tingkat rodagigi lurus
sebelum atau sesudahnya untuk dapat mendapat reduksi yang lebih
besar dengan efisiensi yang lebih baik.

Gambar 2.33 Roda Gigi Cacing

Pemakaian dari rodagigi cacing meliputi: gigi reduksi untuk semua tipe
transmisi sampai daya 1.400 Hp, diantaranya pada lift, motor derek,
untuk mesin tekstil, rangkaian kemudi kapal, mesin bor vertikal, mesin
freis dan juga untuk berbagai sistim kemudi kendaraan.

Adapun bentuk profil dari rodagigi cacing ditunjukkan seperti pada


gambar dibawah ini :

Gambar 2.34 Profil Roda Gigi Cacing

1. N-worm atau A-worm Gigi cacing yang punya profil trapozoidal dalam
bagian normal dan bagian aksial, diproduksi dengan menggunakan
mesin bubut dengan pahat yang berbentuk trapesium, serta tanpa
proses penggerindaan.

2. E-worm
Gigi cacing yang menunjukkan involut pada gigi miring dengan β
o
antara 87°sampai dengan 45 .
3. K-worm
Gigi cacing yang dipakai untuk perkakas pahat mempunyai bentuk
trapezoidal, menunjukkan dua kerucut.
4. H-worm
Gigi cacing yang dipakai untuk perkakas pahat yang berbentuk
cembung.

Tipe-tipe dari penggerak rodagigi cacing antara lain sebagai berikut :

Gambar 2.35 Cylindral Worm Gear Gambar 2.36 Globoid Worm Gear
Gambar 2.37 Globoid Worm Drive Gambar 2.38 Roda Gigi Cacing
Kerucut

Gambar 2.39 Bagian –Bagian Roda Gigi Kerucut

d. Menurut Posisi Sumbu


Klasifikasi roda gigi dapat ditentukan berdasarkan posisi sumbu pada
penghubung sepasang roda gigi.
Tabel 2.2 Klasifikasi Roda Gigi Menurut Posisi Sumbu

2.6. Nama – Nama Bagian Roda Gigi

Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi
yang sejajar dengan poros, pada roda gigi jenis ini pemotongan giginya
searah dengan poros gigi. Untuk permukaan memanjang pemotongan
giginya kadang-kadang dilakukan dengan arah membentuk sudut
terhadap batang gigi rack.
Gambar 2.40 Nama Bagian Roda Gigi Lurus

1. Lingkaran puncak, adalah lingkaran yang melalui puncak roda gigi.


Diameter lingkaran puncak ini dinyatakan dengan Dk.
2. Lingkaran alas, adalah lingkaran pada alas roda gigi. Diameter dari
lingkaran ini dinyatakan dengan Dv.
3. Lingkaran jarak, dua roda yang kerja sama dinamakan lingkaran-
lingkaran khayal yangbersinggungan dengan kecepatan keliling yang
sama. Diameter lingkaran jarak dinyatakan dengan huruf D. Garis
sumbu melalui titik-titik tengah dari roda disebut juga pusat
lingkaran.
4. Jumlah gigi dari suatu roda gigi dinyatakan dengan huruf z, jumlah
putaran tiap-tiap menit dengan n.
5. Angka transmisi i adalah perbandingan jumlah putaran roda gigi
yang berputar dan yang diputar
6. Jarak antara t adalah jarak dua gigi berturut-turut, diukur pada
lingkaran jarak. Jadi, jarakantara ialah busur A-C. Jarak antara
adalah juga sama dengan lebar lekuk+ tebal gigi, diukur pada
lingkaran jarak. Lebar lekuk ialahb usur A-B, tebal gigi ialah busur B-
C.
7. Jari kutub m adalah bilangan yang diperbanyak dengan
menghasilkan jarak antara gigi-gigi
8. Tinggi puncak Hk , adalah jarak dari lingkaran puncak sampai
lingkaran jarak
9. Tinggi alas Hv, adalah jarak dari lingkaran – jarak sampai lingkaran –
alas
10. Puncak gigi ialah bagian gigi diatas lingkaran jarak.
11. Alas gigi ialah bagian gigi antara lingkaran jarak dan lingkaran alas.
12. Profil gigi ialah bentuk penampang lintang tegak lurus dari gigi

2.7. Perbandingan Putaran Dan Perbandingan Roda Gigi

Jika putaran rodagigi yang berpasangan dinyatakan dengan


n(rpm) pada poros penggerak dan n (rpm) pada poros yang digerakkan,
diameter lingkaran jarak bagi d1 (mm) dan d (mm) dan jumlah gigi z1
dan z, maka perbandingan putaran u adalah :

Harga i adalah perbandingan antara jumlah gigi pada rodagigi dan


pinion, dikenal juga sebagai perbandingan transmisi atau perbandingan
rodagigi. Perbandingan ini dapat sebesar 4 sampai 5 dalam hal rodagigi
lurus standar, dan dapat diperbesar sampai 7 dengan perubahan kepala.
Pada rodagigi miring ganda dapat sampai 10. Jarak sumbu poros
aluminium (mm) dan diameter lingkaran jarak bagi d1 dan d2 (mm) dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 2.41 Memperlihatkan Bagian Roda Gigi

2.8. Nama – Nama Bagian Roda Gigi

Berikut beberapa buah istilah yang perlu diketahui dalam perancangan


rodagigi yang perlu diketahui yaitu :
1. Lingkaran pitch (pitch circle) Lingkaran khayal yang menggelinding
tanpa terjadinya slip. Lingkaran ini merupakan dasar untuk
memberikan ukuran-ukuran gigi seperti tebal gigi, jarak antara gigi
dan lain-lain.
2. Pinion Roda gigi yang lebih kecil dalam suatu pasangan roda gigi.
3. Diameter lingkaran pitch (pitch circle diameter) Merupakan diameter
dari lingkaran pitch.
4. Diametral Pitch, Jumlah gigi persatuan pitch diameter
5. Jarak bagi lingkar (circular pitch), Jarak sepanjang lingkaran pitch
antara profil dua gigi yang berdekatan atau keliling lingkaran pitch
dibagi dengan jumlah gigi, secara formula dapat ditulis :

6. Modul (module) perbandingan antara diameter lingkaran pitch


dengan jumlah gigi.
7. Adendum (addendum) , Jarak antara lingkaran kepala dengan
lingkaran pitch dengan lingkaran pitch diukur dalam arah radial.
8. Dedendum (dedendum) Jarak antara lingkaran pitch dengan lingkaran
kaki yang diukur dalam arah radial.
9. Working Depth, Jumlah jari-jari lingkaran kepala dari sepasang
rodagigi yang berkontak dikurangi dengan jarak poros.
10. Clearance Circle, Lingkaran yang bersinggungan dengan lingkaran
addendum dari gigi yang berpasangan.
11. Pitch point Titik singgung dari lingkaran pitch dari sepasang rodagigi
yang berkontak yang juga merupakan titik potong antara garis kerja
dan garis pusat.
12. Operating pitch circle, lingkaran-lingkaran singgung dari sepasang
rodagigi yang berkontak dan jarak porosnya menyimpang dari jarak
poros yang secara teoritis benar.
13. Addendum circle, Lingkaran kepala gigi yaitu lingkaran yang
membatasi gigi.
14. Dedendum circle, Lingkaran kaki gigi yaitu lingkaran yang membatasi
kaki gigi.
15. Width of space, Tebal ruang antara rodagigi diukur sepanjang
lingkaran pitch.
16. Sudut tekan (pressure angle), Sudut yang dibentuk dari garis normal
dengan kemiringan dari sisi kepala gigi.
17. Kedalaman total (total depth) Jumlah dari adendum dan dedendum.
18. Tebal gigi (tooth thickness), Lebar gigi diukur sepanjang lingkaran
pitch.
19. Lebar ruang (tooth space), Ukuran ruang antara dua gigi sepanjang
lingkaran pitch
20. Backlash, Selisih antara tebal gigi dengan lebar ruang.
21. Sisi kepala (face of tooth)`Permukaan gigi diatas lingkaran pitch
22. Sisi kaki (flank of tooth), Permukaan gigi dibawah lingkaran pitch.
23. Puncak kepala (top land) Permukaan di puncak gigi
24. Lebar gigi (face width) Kedalaman gigi diukur sejajar sumbunya.
Gambar 2.42 Memperlihatkan Bentuk Roda Gigi

2.9. Rumus – Rumus Yang Digunakan

o Jumlah roda gigi adalah banyaknya gigi pada sebuah rangkaian lingkaran
roda gigi.

Keterangan : Z = jumlah roda gigi


m = modul
I = angka transmisi
o Pada gambar 2.21. diameter Tusuk ( Dt ) atau diameter jarak bagi adalah
jarak sepanjang lingkaran yang berada diantara diameter kepala dan
diameter kaki, dan sebagai dasar untuk mengukur ketebalan gigi,

Keterangan : Dt = diameter tusuk


Z = jumlah roda gigi
M = modul
o Diameter Kepala (Dk) atau diameter luar adalah jarak sepanjang
lingkaran terluar yang menggambarkan ukuran roda gigi seutuhnya,
dapat dilihat pada gambar 2.21.

Keterangan : Dk = diameter kepala


M = modul
Z = jumlah roda gigi
o Dapat dilihat pada gambar 2.21. Diameter Kaki atau diameter dalam
adalah jarak sepanjang lingkaran yang merupakan dasar mengukur tinggi
gigi (lingkaran dasar).

Keterangan ; Df = diameter kaki


Z = jumlah roda gigi
m= modul

o Jarak Sumbu Poros pada Roda Gigi) atau lebar ruang adalah jarak atau
ruang diantara 2 buah gigi yang berdekatan

Keterangan : a = jarak sumbu poros


Dt = diameter tusuk
o Modul (m) adalah perbandingan diameter tusuk dengan jumlah gigi dapat
dilihat pada gambar 2.22.
M1 = db1/ Z1 = db2/ Z2
Keterangan : m = modul
Z = jumlah roda gigi
db = diameter dasar

o Tinggi kepala gigi adalah Jarak antara diameter kepala dengan diameter
jarak bagi. Dimana tinggi kepala sama dengan modul, dapat dilihat pada
gambar 2.21.
H = m dan hk = h
k 1 k2
Keterangan : hk = tinggi kepala gigi
M = modul

o Pada gambar 2.21. tinggi kaki gigi adalah jarak antara diameter kaki
dengan diameter jarak bagi. Dimana tinggi kaki dipilih sebesar 1,25
modul.
H = 1,25 x m dan h = h = h
f1 f1 f2 f

Keterangan : Hf = tinggi kaki gigi


M = modul
o Tebal gigi adalah jarak lebar gigi sepanjang diameter jarak bagi.
o Lebar gigi adalah kedalaman gigi diukur pada sumbunya, gambar 1.21.
W= b x db1
Keterangan : w = lebar gigi
B = lebar sisi
db = diameter dasar
o Jarak bagi lingkar adalah jarak sepanjang lingkaran jarak bagi antara 2
buah gigi yang berdekatan dapat dilihat pada gambar 2.21.
to = π x M
keterangan : to = jarak bagi lingkaran
m = modul
o Kedalaman total (tinggi gigi) adalah jumlah tinggi kepala dan tinggi kaki
dapat dilihat pada gambar 2.22.
H total = Hk + Hf
Keterangan : Htotal = kedalaman total
Hk = tinggi kepala gigi
Hf = tinggi kaki gigi
o Pada gambar 2.21. puncak kepala adalah permukaan di puncak gigi.
o Angka transmisi (i) adalah perbandingan putaran roda gigi yang berputar
dengan yang diputar
o Intensitas beban yang diizinkan adalah berat beban maksimum yang
diizinkan.
0,35 𝑥 𝐾𝐷 𝑥 𝑖𝑓𝑔
𝐵𝑧𝑢𝑙 = 𝐵𝑜 =
𝐶𝑠 𝑆𝑔 (1 + 𝑖𝑓𝑔 )
o Kekuatan permukaan gigi gigi adalah ketahanan permukaan yang
dipengaruhi oleh nilai kekerasan, pelumasan, dan kecepatan tangesial.

o Fungsi kecepatan tangensial

o Harga kecepatan tangensial

o Diameter referensi roda gigi yang kedua

o Jumlah gigi roda gigi 1

o Jumlah gigi roda gigi 2

o Jumlah gigi roda gigi 3

o Diameter Lengkungan Kepala:


a. untuk roda gigi 1
Dk = do + 2h
1 1 f1

b. Untuk roda gigi 2


Dk2 = do + 2h
2 k2

c. Untuk roda gigi 3


Dk3 = do3+ 2h
k3

Diameter Lingkaran Kaki:


d. Untuk roda gigi 1
D = do – 2h
f1 1 f1

e. Untuk roda gigi 2


D = do – 2h
f2 2 f2

f. Untuk roda gigi 3


D = do – 2h
f3 3 f3

o Jarak pusat ditentukan dengan :


a . = 0,5 (db1 + db2)
o Kecepatan keliling

o Gaya tangensial

o Factor dinamis (Bergantung kecepatan)

o Beban lentur yang diizinkan

o Beban permukaan yang diizinkan per satuan lebar

o Efisiensi roda gigi adalah perbandingan antara jumlah rodagigi yang


berputar secara aktual (yang memutar dan yang diputar) dengan putaran
rodagigi yang ideal.

g. Efisiensi transmisi 1

h. Efisiensi transmisi 2
i. Efisiensi transmisi 3

j. Efisiensi transmisi 4
1 𝑍1 + 𝑍2 𝑍9 + 𝑍10
η𝐼𝑉 = 1 − [ + ]
7 𝑍1 𝑍2 𝑍9 𝑍10

k. Efisiensi transmisi 5

l. Efisiensi transmisi 6
1 𝑍 +𝑍 𝑍14 +𝑍15
IV=1- 7 [ 𝑍1 .𝑍 2 + 𝑍14 .𝑍15
]
1 2

m. Efisiensi transmisi mundur

n. Efisiensi Mekanis

𝑛𝑚𝑎𝑥 = 𝑛𝑖 𝑥 𝑛𝑖𝑖 𝑥 𝑛𝑖𝑖𝑖 𝑥 𝑛𝑖𝑣 𝑥 𝑛𝑣 𝑥 𝑛𝑣𝑖 𝑥 𝑛𝑟

o Kerugian Daya (daya maksimum = 171 ps) adalah daya yang hilang
akibat putaran roda gigi yang dipengaruhi oleh efisiensi rodagigi.

Efisiensi total
Tabel 2.3 Faktor Bentuk Gigi

Tabel 2.4 Harga Modul Standard (JIS B1707 – 1973)


Tabel 2.5 Faktor Dinamis

Tabel 2.6 Tegangan, Kekuatan Tarik & Kekerasan Yang Diizinkan


2.10. Law Of Gearing

Kontak antara dua gigi yang berasal dari pinion dan gear
ditunjukkan pada Gambar. Asumsikan kedua gigi tersebut berhubungan
pada titik Q, dan roda gigi berputar pada arah seperti yang ditunjukkan
pada gambar.

Gambar 2.43 Law Of Gearing

Asumsikan TT sebagai tangen dan MN sebagai normal terhadap


kurva pada titik kontak Q. Dari pusat O1 dan O2 , dibuat gambar O M 1
dan O N 2 tegak lurus terhadap MN. Sedikit konsiderasi akan
menunjukkan bahwa titik Q bergerak dalam arah QC, ketika dianggap
sebagai titik pada roda gigi 1, dan dalam arah QD, ketika dianggap
sebagai titik pada roda gigi 2. Anggap 1 v dan 2 v sebagai kecepatan dari
titik Q pada roda gigi 1 dan 2. Jika gigi tetap berhubungan, maka
komponen kecepatan ini sepanjang normal haruslah sama.
Terlihat bahwa rasio kecepatan sudut adalah berlawanan secara
proporsional dengan rasio jarak P terhadap pusat O1 dan O2, atau normal
umum terhadap kedua permukaan pada titik kontak Q yang berpotongan
dengan garis dari pusat pada titik P, yang membagi jarak pusat secara
berlawanan seperti rasio kecepatan sudut. Meskipun demikian, untuk
menghasilkan suatu rasio kecepatan sudut yang konstan untuk segala
posisi pada roda gigi, maka P harus merupakan titik yang tetap (titik
pitch) pada kedua roda gigi. Dengan kata lain, normal umum pada titik
kontak di antara sepasang gigi, haruslah selalu melalui titik pitch. Hal ini
merupakan kondisi dasar yang harus dipenuhi ketika merancang profil
gigi dari roda gigi, yang dikenal sebagai law of gearing.

Beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan law of


gearing sebagai berikut :
a. Kondisi di atas dipenuhi oleh gigi dengan bentuk involute, dengan
lingkaran akar gigi dimana profil terbentuk adalah tangensial
terhadap normal umum.
b. Jika bentuk dari salah satu profil gigi dipilih secara sembarangan
dan gigi yang lain didesain untuk memenuhi kondisi di atas, maka
gigi yang kedua akan dikonjugasikan pertama kali. Gigi yang
berkonjugasi tidak untuk digunakan secara umum, karena kesulitan
dalam proses manufakturnya dan juga biaya produksinya.
c. Jika D1 dan D2 adalah diameter lingkaran pitch dari roda gigi 1 dan
2, serta memiliki gigi sejumlah Z1 dan Z2, maka rasio
kecepatannya adalah :

2.11. Pembuatan Roda Gigi

1. Proses Pengerjaan Dipotong


a. pembentukan langsung tiap profil gigi dengan alat pisau potong
berupa frais jari roda gigi, pahat sekrap pada roda gigi. Pada
pelaksanaannya dibantu oleh “kepala pembagi” yaitu alat pemegang
material roda gig yang dapat mengatur ( secara berputar ) posisi
material terhadap posisi pisau potong, sehingga profil gigi yang dibuat
bisa teratur jaraknya.

Bentuk gigi yang bisa dibuat adalah : roda gigi lurus, roda gig payung
lurus, batang bergigi.

Gambar 2.44 Proses Pengerjaan Dipotong Dengan Frais

b. Cara “Generating method” mempunyai prinsip pemotongan yang


berbeda, karena bentuk pisau potongnya mempunyai bentuk seperti
ulir. Pada proses pengerjaan profil gigi terbentuk secara bertahap di
sekeliling bahan roda gigi. Material turut berputar kontinyu pada saat
pemotongan.
Gambar 2.45 Cara Generating Method

Pisau potong dan bahan roda gigi yang berputar bersamaan akan
menghasilkan bentuk profil gig yang presisi. Satu macam pisau potong
(pada satu modul) dapat digunakan untuk membuat segala macam
jumlah gigi (minimal z = 12) Proses ini hanya dapat digunakan untuk
membuat spur gear (gigi lurus atau gigi miring) dan roda gigi cacing
(roda gig cacing dan batang cacing).
c. Contoh Pembuatan Roda Gigi Payung dengan mesin Frais Universal
Mesin perkakas yang digunakan untukmembuat roda gigi payung
adalah spesifik, sangat rumit dan mahal harganya karena fungsi kerja
mesin itu sangat sulit. Pada sebuah bak roda gigi kecepatan rendah
tidak dibutuhkan profil gigi yang presisi. Maka pembuatan roda gigi
payung dengan mesin frais universal akan cukup menghasilkan profil
gigi yang mendekati. Untuk pembuatan roda gigi payung dengan mesin
frais universal, tidak membutuhkan table serta perhitungan roda gigi
payung yang sangat presisi.
1. Ketentuan-ketentuan pembuatannya sebagai berikut
Garis-garis addendum dan dedendum tidak bertemu pada titik
pusat. Masing-masing sejajar terhadap sudut kisar ∂1, sehingga
kedalaman profil gigi yang dihasilkan akan sama sepanjang gigi.
Pada profil gigi yang presisi, semakin dekat dengan titik pusat
semakin dangkal kedalaman profil giginya. Lebar gigi diambil antara
10-12
Gambar 2.46 Ketentuan Pembuatan Roda Gigi

2. Urutan operasi
Benda kerja yang telah selesai dibubut, dipasang dengan bantuan
mandrel pada kepala pembagi universal. Ikatan mandrel harus kuat
dan dibantu dengan baut dan mur. Untuk bentuk roda gigi payung
yang khusus, dapat langsung dicekam dengan chuck rahang 3.
Kepala pembagi universal harus disetel miring dengan sudut kisar
∂1, sehingga lebar permukaan kepala gigi sejajar terhadap meja
mesin frais.

Gambar 2.47 Posisi kepala Pembagi Universal


2. Proses Pengerjaan diroll
Pengerjaan ini dilakukan untuk pembuatan roda gigi dengan modul
yang relative kecil. Profil gigi buat pada material batang yang
kemudian dipotong – potong menurut lebar yang diinginkan.

3. Proses Pengerjaan dituang


Proses ini dilakukan untuk pembutan roda gigi dengan modul dan
ukuran yang cukup besar, dimana hal ini dilakukan penghematan
bahan. Proses pengecoran dilakukan sebagai tahap awal pembuatan
profil gigi, sedangkan proses pengahalusan dilakukan dengan proses
pemesinan. Pada pembuatan roda gigi jumlah gigi dibawah 17 buah
(pada satu roda gigi) mempunyai ketentuan khusus, yaitu adanya
“koreksi gigi”. Koreksi gigi ini diberikan karena pada pembutan roda
gigi dengan jumlah gigi lebih kecil dari 17 akan terjadi bentuk gigi
yang tidak ideal ( kritis ) yaitu terjadi bentuk mengecil pada leher gigi
(seperti kepala ular) pada modul agak besar, sedangkan pada modul
kecil, akan terjadi daerah sempit antara jarak profil terdekat.

4. Proses pemotongan dengan cara generating method

Gambar 2.48 Generating Method


Proses pemotongan “generating method” dilakukan secara kontinyu,
yaitu putaran bakalan gear bergarak secara bersamaan. Pemotongan
menghasilkan profil gigi yang teratur dan lebih presisi. Bentuk profil
akan mengikuti bentuk cutter yang diinginkan. Arah pemakan akan
disesuaikan dengan posisi cutter yang digunakan.

Gambar 2.49 Mesin Pemotongan Generating Method

Gambar diatas adalah salah satu contoh mesin yang dapat


melakuakan proses “generating method”. Mesin yang biasa digunakan
adalah mesin semi otomatis, mesin universal, mesin dengan
kemampuan CNC, dan lain sebagainya.

5. Cutter hobbing yang digunakan untuk proses pemotongan

Gambar 2.50 Cutter Hobbing


Cutter yang digunakan akan dpilih menurut yang diinginkan, yaitu
akan membentuk kontur gigi yang sesuai dengan bentuk kontur
cutter, proses pemotongan ini juga disebut dengan cara “hobbing”,
sehingga cutternya juga sering dikenal dengan “cutter hobbing”.

2.12. Poros (Shaft)

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap


mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama – sama dengan
putaran peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

a. Poros transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur.
Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli
sabuk atau sprocket dll.

b. spindle
Poros transmisi relative pendek seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utama berupa puntiran disebut spindle. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta
ukurannya harus teliti.

c. Gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda – roda kereta barang dimana
tidak mendapatkan beban puntir, bahkan kadang – kadang tidak boleh
berputar disebut gandar. Gandar ini hanya mendapatkan beban lentur,
kecuali jika gerakannya oleh penggerak mula dimana akan mengalami
beban puntir saja.

Menurut bentuknya, poros sapat digolongkan atas poros engkol


sebagai poros utama dari mesin totak dll. Poros luwes untuk transmisi
daya kecil agar mendapat kebebasan bagi perubahan arah dll.

1. Hal Penting Dalam Perencanaan Poros


Untuk merencanakan poros. Hal – hal berikut ini perlu
diperhatikan sebagai berikut :

a. kekuatan poros
Suatu poros ditranmisikan dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antar puntir dan lentur seperti yang telah diutarakan diatas,
juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros
baling – baling kapal atau turbin dll.

Kelelahan tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter


poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros melalui alur pasak,
harus diperhatikan sebuah poros harus direncanakan sehingga cukup
kuat untuk menahan beban – beban diatas.

b. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak
ketelitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada
turbin dan kotak roda gigi).

Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuaannya juga harus


diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani
poros tersebut.

c. Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu hatga putaran
tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya, putaran ini
disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak,
motor listrik, dll. Dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan
bagian – bagian lainnya, jika mungkin poros harus direncanakan
sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritis.

d. Korosi
Bahan – bahan tahan korosi (termasuk plastic) harus dipilih untuk poros
propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Dan
poros – poros mesin yang sering berhenti lama. Sampai batas – batas
tertentu dapat pula dilakukan perlindungan korosi.

e. Bahan poros
Poros untuk mesin umum biasanya di buat dari baja batang yang di tarik
dingin dan di defines. baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C)
yang di hasilkan dari ingot yang di’’kill’’ (baja yang dideoksidasikan
dengan ferrosilicon dan dicor; kadar karbon terjamin) (JIS G3123 Tabel 1)
meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat
mengurangi deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya
bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi
penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan
kekuatannya bertambah besar.

Gambar 2.51 Poros


Tabel 2.4 Material Baja Karbon Untuk Konstruksi Mesin Dan Baja Batang.
Tabel 2.5 Baja Paduan Untuk Poros

Poros – poros yang bentuknnya sulit seperti poros engkol, besi cor nodul
atau coran lainnya telah banyak dipakai.

Gandar untuk kereta rel dibuat dari baja karbon, khususnya yang
dinyatakan dalam tabel 2.4. demi keamanan, perlu dipertimbangkan
secara hati – hati
Tabel 2.6 Bahan Poros Untuk Kendaraan Rel

Pada umumnya baja diklasifikasikan atas baja lunak,baja liat,baja


agak keras dan baja keras, diantaranya baja liat dan baja karbon
sedang banyak dipilih untuk poros kandungan karbonnya adalah
seperti yang tertera dalam tabel.

Tabel 2.7 Penggolongan Baja Secara Umum

Meskipun demikian, untuk perencanaan yang baik, tidak dapat


dianjurkan untuk memilih baja atas dasar klasifikasi yang terlalu
umum seperti diatas, sebaiknya dilakukan atas dasar standar –
standar yang ada.
Nama – nama dan lambing – lambang dari bahan – bahan
menurut standar beberapa Negara serta persamaannya dengan jis
(standar jepang) untuk poros diberikan dalam tabel 2.6

Tabel 2.8 Standard Baja

2. Poros Dengan Beban Puntir

Sebuah poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi,


seperti pada poros motor dengan sebuah kopling, jika diketahui bahwa
poros yang akan direncanakan tidak mendapat beban lain kecuali torsi,
maka ukuran poros dapat dihitung dengan persamaan torsi :
𝑇 𝜏
=
𝐽 𝑟
Dimana :
T = torsi atau momen puntir yang bekerja pada poros ( N.m)
J = moment inersia polar dari poros ( m4 )
𝜏 = tegangan puntir/shear dari bahan poros ( N/m2 )
𝑟 = jarak terjauh dari sumbu kesisi terluar (m)
= d/2 dan d adalah diameter poros

a. Untuk poros pejal dan bulat


𝜋
J = . 𝑑4 , sehingga persamaan menjadi
32
𝑇 𝜏
𝜋 =
.𝑑4 𝑑
32 2
𝜋
T= 𝜏 . 𝑑3
16
b. Untuk poros berlubang
𝜋 𝑑𝑜
J= ( 𝑑𝑜 4 - 𝑑𝑖 4 ) dan r =
32 2
𝑇 𝜏 𝑑𝑖
𝜋 = 𝑑𝑜⁄ , jika k = maka diperoleh
(𝑑𝑜4 − 𝑑𝑖 4 ) 2 𝑑𝑜
32

persamaan ;
𝜋
T= 𝜏 . 𝑑𝑜3 . ( 1 - 𝑘 4 )
16

Torsi yang akan ditransmisikan tersebut diperoleh dari persamaan


berikut :

a. Jika torsi diperoleh dari sumber daya seperti motor, turbin dll
FT dimana : FT = gaya tangensial
R = Jari jari
R
N = Rpm
Usaha tiap putar 2 . Л . R . F
N U = 2 . Л . R . Ft . N = N.m/menit

Daya P = U/detik
P = (2 . Л . R . Ft . N/60)
T = Ft . R
maka P = (2 . Л .T. N/60)
jadi ,
60 𝑥 𝑃
𝑇=
2𝜋𝑛
dimana :
P =daya dalam watt
N = putaran mesin dalam rpm

b. Jika torsi diperoleh dari transmisi sabuk


T1
T = (T1 – T2) R
T1 = Gaya tarik / tension pada sis tegang
T2 = gaya tarik / tension

T2

3. Poros dengan beban beban momen lengkung/beban lentur


Jika beban poros hanya momen lengkung / beban lentur maka
ukuran poros dapat dihitung dengan persamaan momen lengkung /
momen lentur.
𝑀 𝜎 𝐸
= =
𝐼 𝑦 𝑅
Dimana :
M = momen lengkung/ momen lentur (N.m)
σ = tegangan lengkung / lentur (pa)
I = Momen inersia (m4)
Y = jarak diukur dari sumbu netral
E = Modulus elastisitas
R = Radius kelengkungan / kelenturan
𝑀 𝜎
Dari persamaan 𝐼
= 𝑦
diperoleh
𝐼
𝑀= 𝜎 = 𝜎 .𝑍
𝑌
𝐼
𝑍=
𝑌
𝐼 𝜋 𝑑
𝑍= 𝑌
untuk penampang bulat 𝐼 = 64 𝑑4 . 𝑌 = 2
𝜋 3
Maka : 𝑍 = 32
𝑑
𝜋
𝑀 = 𝜎 .𝑍 = 𝜎 . . 𝑑3
32
Jika untuk poros berlubang rumus terpakai adalah :
𝜋
𝑀= 𝜎. . 𝑑3 (1 − 𝑘 4 )
32

4. Poros dengan beban kombinasi puntir dan momen lengkung / lentur


Ketika poros nekerja torsi dan momen lentur secar bersamaan, maka
pada poros terjadi tegangan puntir dan tegangan lengkung/lentur secara
bersamaan pula.
Telah diketahui rumus tegangan kombinasi adalah :
1
𝜏 max = √𝜎𝑡2 + 4 𝜏 2
2
𝜎𝑡 .𝑚𝑎𝑥 = 2 + ⋯
𝜋
Sedangkan dari rumus terapan T = 𝜏 . 𝑑3 maka,
16
𝜋
𝑀= 𝜎. . 𝑑3
32
16 . 𝑇
𝜏=
𝜋. 𝑑3
32 . 𝑀
𝜎=
𝜋. 𝑑3
Maka diperoleh :
16 . 𝑇
𝑇𝑚𝑎𝑥 = 𝑇
𝜋. 𝑑3 𝑒
Sehingga,
𝜋 3
𝑇𝑒 = 𝑑 𝑇𝑚𝑎𝑥
16
Ukuran poros

3 16 𝑥 𝑇𝑒
𝑑= √
𝜋 𝑇𝑚𝑎𝑥

Dimana : Te = Torsi ekivalen


𝜎𝑡 1
Untuk , 𝜎 max = 2
+ 2
√𝜎𝑡2 + 4 𝜏 2

Maka diperoleh :

32 𝑥 𝑀
𝜎𝑡. max = 𝜋 .𝑑 3
𝑀𝑒

Sehingga :
𝜋
𝑀𝑒 = . 𝑑3 . 𝜎 𝑚𝑎𝑥
32
Dimana : Me = momen ekivalen

Jadi bila poros mendapat beban torsi dan momen lengkung/lentur secara
bersamaan, maka poros harus diperhitungkan terhadap torsi ekivalen
dan momen ekivalen. Dengan cara ini akan diperoleh dua ukuran poros,
maka pilihannya adalah ukuran terbesar.

2.13. Pasak (Key)

a. Pasak benam segi empat (Rectangular Sunk key)

Gambar 2.52 Pasak Benam

b. Pasak bujur sangkar (Square key)


Bentuknya smaa seperti Rectangular sunk key, tetapi lebar dan tebalnya
sama yaitu :
c. Parallel Sunk key (pasak benam sejajar)
Bentuknya sama seperti di atas, tapi penggunaannya bila pemakaian di
atas belum mampu memindahkan daya, maka pasak tersebut dipasang
sejajar.

d. Pasak Berkepala (Gib head key)


Pasak ini digunakan biasanya untuk poros berputar bolak balik

Gambar 2.53 Pasak Berkepala

e. Pasak Tembereng (woodruff key)


Pasak jenis ini digunakan untuk poros dengan puntir / daya tidak
terlalu besar.

Gambar 2.54 Pasak Tembereng

f. Pasak Pelana (Saddle key)


Jenis pasak ini pemakaian umum untuk menjamin hubungan antara naf
roda dengan poros.
Gambar 2.55 Pasak Pelana

g. Tangent key
Pemakaiannya sama seperti pasak pelana, tetapi pasaknya dipasang dua
buah berimpit.

Gambar 2.56 Tangent Key

h. Pasak bulat (Round keys)


Jenis pasak ini, biasanya digunakan untuk memindahkan daya relatip
kecil.

Gambar 2.57 Pasak Bulat


i. Pasak gigi (Splines)
Jenis pasak ini bahannya dibuat satu bahan dengan poros dan biasanya
digunakan untuk memindahkan daya serta putaran yang cukup besar dan
arah kerja putarannya bolak balik[4].

Gambar 2.58 Pasak Big (Spinles)

2.14. Perhitungan kekuatan Pasak

Gambar 2.59 Pasak Benam

Bila direncanakan poros tersebut mampu memindahkan daya sebesar P


(KW) dengan putaran (n) rpm, maka sudah barang tentu pasak yang
akan direncanakan tersebut juga harus mampu meneruskan daya dan
putaran, sehingga besar torsi (T) yang bekerja pada poros yaitu[4] :
Dalam perencanaan pasak, besar torsi yang terjadi lebih besar dari torsi
yang harus dipindahkan yaitu :

Bila diameter poros serta Torsi untuk perencanaan pasak telah diketahui,
maka gaya keliling yang bekerja pada pasak dapat dicar yaitu :

Dalam perencanaan pasak, ada dua kemungkinan pasak tersebut rusak


atau putus:
a. Putus akibat gaya geser
b. Putus akibat tekanan bidang
Bila pasak tersebut diperhitungkan kemungkinan putus akibat gaya geser
maka :
Bila diperhitungkan kemungkinan rusak akibat tekanan bidang :

Bila pasak harus mampu menahan gaya geser dan gaya tekan, maka dari
pers. 3 & 4 diperoleh :

Untuk ukuran lebar dan tebal pasak biasanya sudah distandarisasi maka
hasil perhitungan harus dipilih ukuran yang ada pad
astandarisasi.Bila hasil perhitungan, ukurannya tidak ada yang cocok
dalam tabel pasak, maka ukuran pasak yang diambil adalah ukuran yang
lebih besar. Di bawah ini dicantumkan ukuran lebar dan tebal pasak,
sesuai dengan standart yang dipasaran.
BAB IV
PERHITUNGAN RODA GIGI

4.1. Data Perhitungan (Mobil Confero S)


 Power : 107 PS
 Putaran : 5800 rpm
 Gear Rasio :
1. : 3,729
2. : 2,085
3. : 1,351
4. : 1,000
5. : 0,799
R : 3,744
FR : 4,889

 ∝ : 20º (sudut miring)


 m : 3 (modul)
 a : 100 mm (sumbu poros) Asumsi

4.2. Perhitungan Transmisi


A. Transmisi 1
- Jumlah roda gigi (Ƶ) :
2𝑎 2(100)
Ƶ1 = = = 14
(1 + 𝑖1 )𝑚 (1 + 3,729)3
2𝑎𝑖1 2(100)(3,729)
Ƶ2 = = = 52
(1 + 𝑖1 )𝑚 (1 + 3,729)3

- Dimensi roda gigi


 Diameter tusuk (Dt)
𝐷𝑡1 = 𝑚 × Ƶ1
= 3 × 14
= 42 𝑚𝑚
𝐷𝑡2 = 𝑚 × Ƶ2
= 3 × 52
= 156 𝑚𝑚
 Diameter kepala (Dk)
𝐷𝑘1 = 𝑚 (Ƶ1 + 2)
= 3 (14 + 2)
= 48𝑚𝑚
𝐷𝑘2 = 𝑚 (Ƶ2 + 2)
= 3 (52 + 2)
= 162 𝑚𝑚

 Diameter kaki (Df)


𝐷𝑓1 = 𝑚 (Ƶ1 − 2)
= 3 (14 − 2)
= 36 𝑚𝑚
𝐷𝑓2 = 𝑚 (Ƶ2 − 2)
= 3 (52 − 2)
= 150 𝑚𝑚

 Jarak sumbu poros pada roda gigi


𝐷𝑡1 + 𝐷𝑡2
𝑎=
2
42 + 156
=
2
= 99 𝑚𝑚

B. Transmisi 2
- Jumlah roda gigi (Ƶ)
2𝑎 2(100)
Ƶ1 = = = 22
(1 + 𝑖2 )𝑚 (1 + 2,085)3
2𝑎𝑖2 2(100)(2,085)
Ƶ2 = = = 45
(1 + 𝑖2 )𝑚 (1 + 2,085)3

- Dimensi roda gigi


 diameter tusuk (Dt)
𝐷𝑡1 = 𝑚 × Ƶ1
= 3 × 22
= 66 𝑚𝑚
𝐷𝑡2 = 𝑚 × Ƶ2
= 3 × 45
= 135 𝑚𝑚
 diameter kepala (Dk)
𝐷𝑘1 = 𝑚 (Ƶ1 + 2)
= 3 (22 + 2)
= 72 𝑚𝑚
𝐷𝑘2 = 𝑚 (Ƶ2 + 2)
= 3 (45 + 2)
= 141 𝑚𝑚

 diameter kaki (Df)


𝐷𝑓1 = 𝑚 (Ƶ1 − 2)
= 3 (22 − 2)
= 60𝑚𝑚
𝐷𝑓2 = 𝑚 (Ƶ2 − 2)
= 3 (45 − 2)
= 129 𝑚𝑚

 Jarak sumbu poros pada roda gigi


𝐷𝑡1 + 𝐷𝑡2
𝑎=
2
66 + 135
=
2
= 100 𝑚𝑚

C. Transmisi 3
- Jumlah roda gigi (Ƶ)
2𝑎 2(100)
Ƶ1 = = = 28,35 = 28
(1 + 𝑖3 )𝑚 (1 + 1,351)3
2𝑎𝑖3 2(100)(1,351)
Ƶ2 = = = 38,30 = 38
(1 + 𝑖3 )𝑚 (1 + 1,351)3

- Dimensi roda gigi


 diameter tusuk (Dt)
𝐷𝑡1 = 𝑚 × Ƶ1
= 3 × 28,356
= 85,068 = 85𝑚𝑚
𝐷𝑡2 = 𝑚 × Ƶ2
= 3 × 38,309
= 114 , 927 = 115𝑚𝑚
 diameter kepala (Dk)
𝐷𝑘 1 = 𝑚 (Ƶ1 + 2)
= 3 (28 + 2)
= 90 𝑚𝑚
𝐷𝑘2 = 𝑚 (Ƶ2 + 2)
= 3 (38 + 2)
= 120 𝑚𝑚

 diameter kaki (Df)


𝐷𝑓1 = 𝑚 (Ƶ1 − 2)
= 3 (28 − 2)
= 78 𝑚𝑚
𝐷𝑓2 = 𝑚 (Ƶ2 − 2)
= 3 (38 − 2)
= 100 𝑚𝑚

 Jarak sumbu poros pada roda gigi


𝐷𝑡1 + 𝐷𝑡2
𝑎=
2
85 + 115
=
2
= 100 𝑚𝑚

D. Transmisi 4
- Jumlah roda gigi (Ƶ)
2𝑎 2(100)
Ƶ1 = = = 33
(1 + 𝑖4 )𝑚 (1 + 1,000)3
2𝑎𝑖4 2(100)(1)
Ƶ2 = = = 33
(1 + 𝑖4 )𝑚 (1 + 1,000)3
- Dimensi roda gigi
 diameter tusuk (Dt)
𝐷𝑡1 = 𝑚 × Ƶ1
= 3 × 33
= 99 𝑚𝑚
𝐷𝑡2 = 𝑚 × Ƶ2
= 3 𝑥 33
= 99 𝑚𝑚
 diameter kepala (Dk)
𝐷𝑘1 = 𝑚 (Ƶ1 + 2)
= 3 (33 + 2)
= 105 𝑚𝑚
𝐷𝑘2 = 𝑚 (Ƶ2 + 2)
= 3 (33 + 2)
= 105 𝑚𝑚

 diameter kaki (Df)


𝐷𝑓1 = 𝑚 (Ƶ1 − 2)
= 3 (33 − 2)
= 93 𝑚𝑚
𝐷𝑓2 = 𝑚 (Ƶ2 − 2)
= 3 (34 − 2)
= 93 𝑚𝑚

 Jarak sumbu poros pada roda gigi


𝐷𝑡1 + 𝐷𝑡2
𝑎=
2
99 + 99
=
2
= 99 𝑚𝑚

E. Transmisi 5
- Jumlah roda gigi (z)
2𝑎 2(100)
Ƶ1 = = = 37
(1 + 𝑖5 )𝑚 (1 + 0,799)3
2𝑎𝑖5 2(100)(0,799)
Ƶ2 = = = 30
(1 + 𝑖5 )𝑚 (1 + 0,799)3

- Dimensi roda gigi


 diameter tusuk (Dt)
𝐷𝑡1 = 𝑚 × Ƶ1
= 3 × 37
= 111 𝑚𝑚
𝐷𝑡2 = 𝑚 × Ƶ2
= 3 × 30
= 90 𝑚𝑚
 diameter kepala (Dk)
𝐷𝑘1 = 𝑚 (Ƶ1 + 2)
= 3 (37 + 2)
= 117 𝑚𝑚
𝐷𝑘2 = 𝑚 (Ƶ2 + 2)
= 3 (30 + 2)
= 96 𝑚𝑚

 diameter kaki (Df)


𝐷𝑓1 = 𝑚 (Ƶ1 − 2)
= 3 (37 − 2)
= 93 𝑚𝑚
𝐷𝑓2 = 𝑚 (Ƶ2 − 2)
= 3 (30 − 2)
= 84 𝑚𝑚

 Jarak sumbu poros pada roda gigi


𝐷𝑡1 + 𝐷𝑡2
𝑎=
2
111 + 90
=
2
= 100 𝑚𝑚

Tabel 4.1. Dimensi Roda Gigi


Transmisi Ƶ1 Ƶ2 Dt1 Dt2 Dk1 Dk2 Df1 Df2 𝑎
1 14 52 42 156 48 162 36 150 99
2 12 45 66 135 72 141 60 129 100
3 28 38 66 135 72 142 60 129 100
4 33 33 99 99 105 105 93 93 99
5 37 30 111 90 117 96 893 84 100

4.3. Perancangan Roda Gigi Mundur


Hasil pengukuran dan pengamatan spesifikasi mesin adalah sebagai berikut :
- Putaran (n) : 5800 rpm
- Power (N1) : 107 PS
- Rasio gigi mundur (ir) : 3,744
- Final rasio (Ifg) : 4,889
- Sudut tekanan normal (∝0 ) : 20º (standart iso)
- 𝛽0 : 0º (untuk roda gigi lurus)

4.3.1 Diameter Referensi


Diameter Refresi roda gigi pertama pada poros penggerak (poros 1) di
tentukan dengan persamaan:
3 𝑑𝑏1 × 𝑁1
𝑑𝑏 ≤ 113 √ … … … (𝑚𝑚)
𝑏 × 𝑛 × 𝐵𝑧𝑖𝑑
Untuk diameter refrensi roda gigi yang digerakan pada poros 2 dapat
ditentukan dengan rumus:
𝑑𝑏2 = 1 × 𝑑𝑏1 … … … (𝑚𝑚)
𝑏
Dimana rasio ( ) besarnya tergantung dari jenis tumpuan oleh dua
𝑑𝑏1
𝑏 𝑏
bantalan (staddle mounting) maka (𝑑𝑏 ) ≤ 1.2 ditentukan nilai dari (𝑑𝑏 ) =
1 1

0.5 𝐵𝑧𝑢𝑙 merupakan intensitas beban yang diizinkan tergantung pemilihan


faktor keamanan terhadap pitting. Jika 𝑠𝑔 ≥ ,Maka 𝐵𝑧𝑖𝑑 = 𝐵0 dan jika 𝑠𝑔 ≥ 1
Maka 𝐵𝑧𝑖𝑑 = 𝐵0 𝑠⁄𝑑 3 𝐵𝑜 Dimana
0.35 × 𝐾𝐷 × 𝑖
𝐵𝑜 =
𝐶𝑠 × 𝑆𝑔 (1 + 𝑖)
Dimana:
Cs = faktor kejut (1.5)
Sg = faktor keamanan terhadap pitting (0.8)
KD = kekuatan Permukaan Roda gigi
Kekuatan permukaan gigi ditentukan oleh:
𝑘𝑔𝑓⁄
𝐾𝐷 = 𝑦𝑔 × 𝑦ℎ × 𝑦𝑠 × 𝑦𝑣 × 𝑘𝑜 … … … ( )
𝑚𝑚2
Dimana:
YG, YH, Yv, dan Ys, adalah faktor-faktor permukaan gigi. YG adalah faktor
material, dengan harga 1 untuk baja, dan 1.5 untuk besi cor. YH adalah
faktor kekerasan permukaan, dengan harga 1 jika harga kekerasannya sama
dengan kekerasan permukaan. Ko adalah faktor ketahanan permukaan
material Ys adalah faktor pelumasan, sedangkan viskositas sendiri fungsi dari
kecepatan tangensial v, Apabila diasumsikan v = 10 m/s maka V50 = 39 sd
78 cSt, diambil V50 = 40.1 cSt, sehingga Ys = 0.85.
Yv adalah fungsi dari kecepatan tangensial v.

0.6 0.6
𝑦𝑣 = 0.7 + ( 2 ) = 0.7 + ( ) = 1.066
8 8 2
1 + (𝑣 ) 1 + (10)
sehingga
𝐾𝐷 = 𝑦𝑔 × 𝑦ℎ × 𝑦𝑠 × 𝑦𝑣 × 𝑘𝑜 … … … (𝑘𝑔𝑓⁄𝑚𝑚2 )
= 1 × 1 × 0.85 × 1.066 × 0.72(𝑘𝑔𝑓⁄𝑚𝑚2 ) = 0.652 𝑘𝑔𝑓⁄𝑚𝑚2
Intensitas beban yang di izinkan menjadi
0.35 × 𝐾𝐷 × 𝑖𝑓𝑔 0.35 × 0.652 × 4,889
𝐵𝑜 = = = 0.157 𝑘𝑔𝑓⁄𝑚𝑚2
𝐶𝑠 × 𝑆𝑔 (1 + 𝑖𝑓𝑔 ) 1.5 × 0.8(1 + 4,889)

Dengan mengetahui 𝐵𝑧𝑖𝑑 maka diameter referensi dapat ditentukan:


3 1 × 107
𝑑𝑏1 ≤ 113 √
0.5 × 5800 × 0.157
𝑑𝑏1 ≤ 69.733 𝑚𝑚
Harga kecepatan tangensial yang semula dimisalkan dapat diperiksa
harganya :
𝜋 × 𝑑 × 𝑛 3.14 × 69,733 × 5800
𝑣= = = 21,166 𝑚⁄𝑠
60 × 103 60 × 103
Diameter referensi roda gigi yang kedua :
𝑑𝑏2 = 𝑖𝑟 × 𝑑𝑏1 = 3,744 × 69,733 = 261,080 𝑚𝑚
𝑑𝑏3 = 𝑖𝑓𝑔 × 𝑑𝑏1 = 4,889 × 69,733 = 349,924 𝑚𝑚

4.3.2. Diameter Jarak Bagi

 Anggap tidak ada faktor koreksi (𝑥1 = 𝑥2 = 0) sehingga diameter bagi


sama dengan diameter referensinya

- roda gigi 1
2𝑎
Ƶ1 =
(1 + 𝑖𝑟)𝑚
2(100)
=
(1 + 3,744)3
= 14
- roda gigi 2
Ƶ2 = 𝑖𝑟 × Ƶ1
= 3,744 × 14
= 52
- roda gigi 3
Ƶ3 = 𝑖𝑓𝑔 × Ƶ1
= 4,889 × 14
= 68

 Modul dapat ditentukan dengan :


𝑑𝑏1 𝑑𝑏2 69,733
𝑀= = = = 4,980𝑚𝑚
Ƶ1 Ƶ2 14

 Lebar gigi ditentukan dengan:


𝑊 = 𝑏 × 𝑑𝑏1
= 0,5 × 69,733
= 34,866 𝑚𝑚

 Tinggi kepala roda gigi


Karena tinggi kepala roda gigi sama dengan modul
𝐻𝑘 = 𝑀 = 4,980 𝑚𝑚
𝐻𝑘1 = 𝐻𝑘2 = 𝐻𝑘3 = 𝐻𝑘

 Tinggi kaki roda gigi


𝐻𝑓1 = 𝐻𝑓2 = 𝐻𝑓 = 1,25 × 9,83 = 12,28 𝑚𝑚

 Diameter lengkugan kepala


- Roda gigi 1
𝐷𝑘1 = 𝑑𝑏1 + 2. 𝐻𝑘1
= 69,733 + 2(4,980)
= 79.693𝑚𝑚
- Roda gigi 2
𝐷𝑘2 = 𝑑𝑏2 + 2. 𝐻𝑘2
= 261,080 + 2(4,980)
= 271,04 𝑚𝑚
- Roda gigi 3
𝐷𝑘3 = 𝑑𝑏3 + 2. 𝐻𝑘3
= 349,924 + 2(4,980 )
= 356,884 𝑚𝑚

 Diameter lingkaran kaki


- Roda gigi 1
𝐷𝑓1 = 𝑑𝑏1 − 2. 𝐻𝑓1
= 69.733 − 2(12,28)
= 45,173 𝑚𝑚
- Roda gigi 2
𝐷𝑓2 = 𝑑𝑏2 − 2. 𝐻𝑓2
= 437,20 − 2(12,28)
= 412,64 𝑚𝑚
- Roda gigi 3
𝐷𝑓3 = 𝑑𝑏3 − 2. 𝐻𝑓3
= 349,924 − 2(12,28)
= 325,364 𝑚𝑚

 Jarak pusat
𝛼 = 0,5(𝑑𝑏1 + 𝑑𝑏2 )
= 0,5(69,733 + 261,080 )
= 165,406 𝑚𝑚

 Jarak bagi lingkaran


𝑡0 = 𝜋 × 𝑚
= 3,14 × 4,980
= 15,637 𝑚𝑚

4.4. Perhitungan Gaya Pada Roda Gigi


Gambar 4.1 Gaya Gaya Pada Roda Gigi
Sumber : Sularso
Untuk memperhitungkan kekuatan gigi digunakan dua metode yang
paling dasar pada perhitungan dan diutamakan pada kekuatan terhadap
lenturan dan tekanan permukaan gigi. Kedua metode ini merupakan
metode perencanaan menurut standart. Untuk itu melakukan perencanaan
roda gigi perlu diketahui hal-hal sebagai berikut :
o Faktor bentuk gigi dapat di lihat pada tabel 4.4
o Faktor tegangan kontak diambil antara baja dengan kekerasan 200Hb
o Besi cor KH = 0.053 kg/mm2
o Tegangan lentur yang diizinkan σα = 20 kg/mm2

Tabel 4.1 Faktor Tegangan Kontak Bahan Roda Gigi

Sumber : Sularso
Asumsi : faktor tegangan kontak diambil yaitu baja dengan kekerasan ( 200
Hb ) Untuk roda gigi kecil (pinyon) dan roda gigi besar maka ;

Kh = 0,053 kg/mm2

- Menentukan Bahan Masing Masing Gigi


Bahan Pinyon : SC 49 (Pilih Sendiri)
Kekuatan Tarik ( 𝜎b1 ) : 49 (kg/mm2)
Kekasaran Permukaan (Hb1) : 190

Bahan roda gigi besar : SC 49 (Sama dengan Bahan


Pinyon)
Kekuatan Tarik (𝜎b2) : 49 (kg/mm2)
Kekasaran permukaan (Hb2) : 190
- Menentukan Faktor Koreksi (Keamanan) Fc
Tabel 4.2 Faktor Koreksi Daya Yang Ditransmisikan, Fc

Asumsi : Misalkan daya motor adalah 20 PS , sudah termasuk


kelebihan daya,namun bila daya yang ditransmisikan merupakan
daya nominal dari sebuah motor listrik ,dapat dipilih dari 1,0 – 1,5
(tabel 1),sehingga yang diambil adalah ;

fc = 1,5

- Menghitung Daya Rencana (Pd) Kw

Dimana P = 107 Ps
1
1 Ps = Kw
1,341
1
P = 107 x Kw
1,341
= 79,791 Kw

Sehingga ,
Pd = 1,5 x 79,791
= 119,686 Kw
- Faktor Bentuk Gigi
Tabel 4.4. Faktor Bentuk Gigi
Jumlah gigi Ƶ Y Jumlah gigi z Y
10 0,201 25 0,339
11 0,226 27 0,349
12 0,245 30 0,358
13 0,261 34 0,371
14 0,276 38 0,383
15 0,289 43 0,396
16 0,295 50 0,408
17 0,302 60 0,421
18 0,308 75 0,434
19 0,314 100 0,446
20 0,320 150 0,459
21 0,327 300 0,471
23 0,333 Batang gigi 0,484

 Transmisi kecepatan 1
𝑓 1 𝑏 = 𝛿𝐴 . 𝑚. 𝑦. 𝑓𝑣
faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2
Ƶ1 = 14 𝑌1 =0,276
Ƶ2 = 52 𝑌2 = 0,409

- Kecepatan keliling
𝜋. 𝑑𝑡. 𝑛
𝑉1 =
60 × 1000
3,14 × 42 × 5800
=
60000
= 12,748 𝑚⁄𝑠

- Gaya tangensial
102 × 𝑃𝑑
𝐹𝑡 =
𝑉
102 × 119,686
=
12,748
= 957,638 𝑘𝑔

- Faktor dinamis
Tabel 4.5. Faktor Dinamis
3
Kecepatan rendah (v = 0,5 – 10 m/s) fv 
3 v
3
Kecepatan sedang (v = 5 – 20 m/s) fv 
6v
5,5
fv 
Kecepatan sedang (v = 20 – 50 m/s)
5,5  v
Karena kecepatan keliling 14,13 m/s yaitu kurang dari 20 m/s
maka digunakan kecepatan sedang.

6
𝐹𝑣 =
6+𝑉
6
=
6 + 12,748
= 0,320

- Beban lentur yang diizinkan


𝐹1 𝑏1 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦1 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,276 × 0,320
= 5,299 𝑘𝑔/𝑚𝑚
1
𝐹 𝑏2 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦2 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,409 × 0,320
= 7,852 𝑘𝑔/𝑚𝑚

- Beban permukaan yang diizinkan persatuan lebar


2. 𝑍2
𝐹1 𝐻 = 𝐹𝑣 . 𝐾ℎ . 𝑑𝑡1 .
𝑍1 + 𝑍2
2 × 52
= 0,320 × 0,053 × 42 ×
14 + 52
= 1,122 𝑘𝑔/𝑚𝑚

 Transmisi kecepatan 2
𝑓 1 𝑏 = 𝛿𝐴 . 𝑚. 𝑦. 𝑓𝑣
faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2
Ƶ1 = 12 𝑌1 = 0,245
Ƶ2 = 45 𝑌2 = 0,399

- Kecepatan keliling
𝜋. 𝑑𝑡. 𝑛
𝑉1 =
60 × 1000
3,14 × 66 × 5800
=
60000
= 20,033 𝑚⁄𝑠

- Gaya tangensial
102 × 𝑃𝑑
𝐹𝑡 =
𝑉
102 × 119,686
=
20,033
= 609,393 𝑘𝑔

- Faktor dinamis
6
𝐹𝑣 =
6+𝑉
6
=
6 + 20,033
= 0,230

- Beban lentur yang diizinkan


𝐹1 𝑏1 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦1 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,245 × 0,230
= 3,381 𝑘𝑔/𝑚𝑚
1
𝐹 𝑏2 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦2 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,399 × 0,320
= 7,66 𝑘𝑔/𝑚𝑚

- Beban permukaan yang diizinkan persatuan lebar


2. 𝑍2
𝐹1 𝐻 = 𝐹𝑣 . 𝐾ℎ . 𝑑𝑡1 .
𝑍1 + 𝑍2
2 × 45
= 0,320 × 0,053 × 66 ×
12 + 45
= 1,767 𝑘𝑔/𝑚𝑚

 Transmisi kecepatan 3
𝑓 1 𝑏 = 𝛿𝐴 . 𝑚. 𝑦. 𝑓𝑣
faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2
Ƶ1 = 28 𝑌1 = 0,345
Ƶ2 = 38 𝑌2 = 0,383

- Kecepatan keliling
𝜋. 𝑑𝑡. 𝑛
𝑉1 =
60 × 1000
3,14 × 66 × 5800
=
60000
= 20,033 𝑚⁄𝑠

- Gaya tangensial
102 × 𝑃𝑑
𝐹𝑡 =
𝑉
102 × 119,686
=
20,033
= 609,393 𝑘𝑔

- Faktor dinamis

6
𝐹𝑣 =
6+𝑉
6
=
6 + 20,033
= 0,230

- Beban lentur yang diizinkan


𝐹1 𝑏1 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦1 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,345 × 0,230
= 4,76𝑘𝑔/𝑚𝑚
1
𝐹 𝑏2 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦2 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,383 × 0,230
= 5,285 𝑘𝑔/𝑚𝑚

- Beban permukaan yang diizinkan persatuan lebar


2. 𝑍2
𝐹1 𝐻 = 𝐹𝑣 . 𝐾ℎ . 𝑑𝑡1 .
𝑍1 + 𝑍2
2 × 38
= 0,230 × 0,053 × 66 ×
28 + 38
= 0,057 𝑘𝑔/𝑚𝑚

 Transmisi kecepatan 4
𝑓 1 𝑏 = 𝛿𝐴 . 𝑚. 𝑦. 𝑓𝑣
faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2
Ƶ1 = 33 𝑌1 = 0,367
Ƶ2 = 33 𝑌2 = 0,367

- Kecepatan keliling
𝜋. 𝑑𝑡. 𝑛
𝑉1 =
60 × 1000
3,14 × 99 × 2700
=
60000
= 13,98 𝑚⁄𝑠

- Gaya tangensial
102 × 𝑃𝑑
𝐹𝑡 =
𝑉
102 × 119,686
=
13,98
= 873,245 𝑘𝑔
- Faktor dinamis
3
𝐹𝑣 =
6+𝑉
3
=
6 + 13,98
= 0,15

- Beban lentur yang diizinkan


𝐹1 𝑏1 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦1 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,367 × 0,15
= 3,303 𝑘𝑔/𝑚𝑚
𝐹1 𝑏2 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦2 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,367 × 0,15
= 3,303 𝑘𝑔. 𝑚𝑚

- Beban permukaan yang diizinkan persatuan lebar


2. 𝑍2
𝐹1 𝐻 = 𝐹𝑣 . 𝐾ℎ . 𝑑𝑡1 .
𝑍1 + 𝑍2
2 × 33
= 0,15 × 0,053 × 99 ×
33 + 33
= 0,78 𝑘𝑔/𝑚𝑚

 Transmisi kecepatan 5
𝑓 1 𝑏 = 𝛿𝐴 . 𝑚. 𝑦. 𝑓𝑣
faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2
Ƶ1 = 37 𝑌1 = 0,380
Ƶ2 = 30 𝑌2 = 0,358

- Kecepatan keliling
𝜋. 𝑑𝑡. 𝑛
𝑉1 =
60 × 1000
3,14 × 111 × 5800
=
60000
= 33,692 𝑚⁄𝑠

- Gaya tangensial
102 × 𝑃𝑑
𝐹𝑡 =
𝑉
102 × 119,686
=
33,692
= 362,240𝑘𝑔

- Faktor dinamis
6
𝐹𝑣 =
6+𝑉
6
=
6 + 33,692
= 0,151

- Beban lentur yang diizinkan


𝐹1 𝑏1 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦1 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,380 × 0,151
= 3.442 𝑘𝑔/𝑚𝑚
1
𝐹 𝑏2 = 𝛿𝑎1 . 𝑚. 𝑦2 . 𝑓𝑣
= 20 × 3 × 0,358 × 0,151
= 3,243 𝑘𝑔/𝑚𝑚

- Beban permukaan yang diizinkan persatuan lebar


2. 𝑍2
𝐹1 𝐻 = 𝐹𝑣 . 𝐾ℎ . 𝑑𝑡1 .
𝑍1 + 𝑍2
2 × 30
= 0,151 × 0,053 × 111 ×
37 + 30
= 0,795 𝑘𝑔/𝑚𝑚

Tabel 4.6. Perhitungan Gaya Pada Roda Gigi


Transmisi Ƶ1 Ƶ2 V 𝐹𝑡 𝐹𝑣 𝐹𝑏1 𝐹𝑏2 𝐹1 𝐻
1 14 52 12,74 957,63 0,32 5,29 7,83 1,12
2 12 45 20,03 609,39 0,23 3,38 7,66 1,76
3 28 38 20,03 609,39 0,23 4,76 5,28 0,05
4 33 33 13,98 873,24 0,15 3,30 3,30 0,78
5 37 30 33,69 363,24 0,15 3,44 3,24 0,79

4.5. Efisiensi Roda Gigi


Perhitungan efisinsi roda gigi diambil berdasarkan data jumlah roda
gigi masing-masing yang telah dihitung, efisiensi roda gigi yang akan
dihitung adalah efisiensi setiap roda gigi berikut data masing-masing roda
gigi.

Transmisi 1
Ƶ1 = 14
Ƶ2 = 52

Transmisi 2
Ƶ3 = 12
Ƶ4 = 45
Transmisi 3
Ƶ5 = 28
Ƶ6 = 38

Transmisi 4
Ƶ7 = 33
Ƶ8 = 33

Transmisi 5
Ƶ9 = 37
Ƶ10 = 230

Transmisi Mundur
Ƶ11 = 14
Ƶ12 = 52
Ƶ13 = 68

 Efisiensi transmisi 1

1 Ƶ1 + Ƶ2 Ƶ7 + Ƶ8
ɳ1 = 1 − [ + ]
7 Ƶ1 . Ƶ2 Ƶ7 . Ƶ8
1 14 + 52 33 + 33
=1− [ + ]
7 14 . 52 33 . 33
= 0,97
= 97 %
 Efisiensi transmisi 2
1 Ƶ1 + Ƶ2 Ƶ5 + Ƶ6
ɳ2 = 1 − [ + ]
7 Ƶ1 . Ƶ2 Ƶ5 . Ƶ6
1 14 + 52 28 + 38
=1− [ + ]
7 14 . 52 28 . 38
= 0,97
= 97%
 Efisiensi transmisi 3
1 Ƶ1 + Ƶ2 Ƶ3 + Ƶ4
ɳ3 = 1 − [ + ]
7 Ƶ1 . Ƶ2 Ƶ3 . Ƶ4
1 14 + 52 12 + 45
=1− [ + ]
7 14 . 52 12 . 45
= 0,97
= 97%
 Efisiensi transmisi 4
1 Ƶ1 + Ƶ2 Ƶ9 + Ƶ10
ɳ4 = 1 − [ + ]
7 Ƶ1 . Ƶ2 Ƶ9 . Ƶ10
1 14 + 52 27 + 230
=1− [ + ]
7 14 . 52 27 . 230
= 0,98
= 98%

 Efisiensi transmisi 5
1 Ƶ1 + Ƶ2 Ƶ12 + Ƶ13
ɳ5 = 1 − [ + ]
7 Ƶ1 . Ƶ2 Ƶ12 . Ƶ13
1 14 + 52 52 + 68
=1− [ + ]
7 14 . 52 52. 68
= 0,98
= 98%
 Efisiensi transmisi mundur
1 Ƶ1 + Ƶ2 Ƶ9 + Ƶ10 Ƶ10 + Ƶ11
ɳ𝑟 = 1 − [ + + ]
7 Ƶ1 . Ƶ2 Ƶ9 . Ƶ10 Ƶ10 . Ƶ11
1 14 + 52 37 + 230 230 + 14
=1− [ + + ]
7 14 . 52 37 . 230 230 . 14
= 0,97
= 97 %
 Efisiensi Mekanis
ɳ𝑀𝑎𝑘𝑠 = ɳ1 𝑥 ɳ2 𝑥 ɳ3 𝑥 ɳ4 𝑥 ɳ5 𝑥 ɳ𝑅
= 0,97 𝑥 0,97 𝑥 0,97 𝑥 0,98 𝑥 0,98 𝑥 0,957
= 0,85
= 85 %

4.6. Kerugian Daya


Kerugian Daya adalah daya yang hilang akibat putaran roda gigi yang
dipengaruhi oleh efisiensi roda gigi.

P𝑔 = P𝑚𝑎𝑘𝑠 (1 − ɳ𝑀𝑎𝑘𝑠 )
= 107 (1 − 0,85)
= 16,05 PS

4.7. Efisiensi Total

P𝑚𝑎𝑘𝑠 − P𝑔
ɳ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
P𝑚𝑎𝑘𝑠
107 − 16,05
=
107
= 0,85
= 85 %
- Menentukan Lebar Gigi
𝑚
S =𝜋 ( )
2
= 3,14 (3/2)
= 4,71 mm

- Menentukan Diametral pitch (P)


P = Z1 / d
= 14 / 33
= 0,42

- Menentukan Clearance
0,157
Clearance =
𝑃
0,157
=
0,42
= 0,373 mm
- Menentukan Adendum (aw)
aw = 1/P
= 1 / 0,42
= 2,38 mm

- Menentukan Dedendum (dw)


dw = (1/P) + (0,157/P)
= (1/ 0,42) + (0,157/0,42)
= 2,754 mm
4.8. Perhitungan Diameter Poros
Diketahui batang poros yang akan digunakan S55C maka :
- 𝛿𝑏 = 66 𝑁⁄𝑚𝑚
- Faktor keamanan : 6
𝛿𝑏
𝜏=
𝑆𝑓𝑙
66
=
6
= 11 𝑁⁄
𝑚𝑚2

 Momen puntir poros pinyon


𝑝
𝑇 = 9,74 × 105 × ⁄𝑛
107
= 9,74 × 105 ×
6000
𝑘𝑔⁄
= 17369,6
𝑚𝑚2
 Bahan pinyon
Faktor koreksi (kt) = 1 (1,0 – 3,0)
Faktor beban (cb) = 1 (1,0 – 2,3)
 Diameter poros
3 5,1
𝐷𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 = √ × 𝑘𝑡 × 𝑐𝑏 × 𝑇
𝜏

3 5,1
=√ × 1 × 1 × 17369,6
11
= 20,04 𝑚𝑚
= 20 𝑚𝑚
DAFTAR PUSTAKA

http://www.ronggolawee.files.wordpress.com/.../85702598-tugas-elemen-
mesin
Sularso dan Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Elemen Mesin”, PT Pradya
Paramita, Jakarta, 1985.
Khurmi, R.S., and Gupta, J.K., 1982, Text Books of Machine Design, Eurasia
Publishing House (Pvt) Ltd, Ram Nagar, New Delhi 110055.
Agustinus P.I.,“Diktat Elemen Mesin”Teknik Mesin UNTAR, 2014.poros
Yefri Chan,ST,MT,“Diktat Elemen Mesin II“,Universitas Darma Persada,
2010.pasak
ITP.,”Bantalan BAB 7”.,2012.

Anda mungkin juga menyukai