Anda di halaman 1dari 27

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PERMATA HATI

NOMOR : 000/SKep-Dir/RS-PH/SK/II/2018

TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN DASAR TEKNIK ASEPTIS
DI RUMAH SAKIT PERMATA HATI

DIREKTUR RUMAH SAKIT PERMATA HATI

MENIMBANG : a. Bahwa Pelayanan Instalasi Farmasi merupakan


pelayanan kefarmasian yang penting dan tidak
terpisahkan dari pelayanan keseluruhan suatu
rumah sakit yang meliputi pelayanan perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinik;

b. Bahwa dispensing sediaan steril merupakan salah


satu pelayanan farmasi klinik yang mencangkup
rangkaian perubahan bentuk obat dari kondisi
semula menjadi produk baru dengan proses
pelarutan atau penambahan bahan lain yang
dilakukan secara aseptis oleh apoteker di
sarana pelayanan kesehatan;

c. Bahwa dalam melakukan pencampuran sediaan


steril harus memperhatikan perlindungan produk
dari kontaminasi mikroorganisme, perlindungan
petugas dan lingkungan terhadap paparan,
stabilitas sediaan, serta ketidakcampuran
sediaan.

d. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka


diperluan suatu pedoman dasar Teknik Aseptis
Rumah Sakit Permata Hati sebagai acuan untuk
menyelenggarakan pelayanan dispensing aseptis
di Unit Farmasi Rumah Sakit Permata Hati

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun


2009 tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun


2009 tentang Rumah Sakit;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun


2004 tentang Praktek Kedokteran;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit;

6. Pedoman Dasar dispensing sediaan steril,


Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik ,
Departemen Kesehatan RI,2009.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN :
PERTAMA :Keputusan Direktur Rumah Sakit Permata Hati
tentang Pemberlakuan Pedoman Dasar Teknik Aseptis
Di Rumah Sakit Permata Hati

KEDUA :Surat keputusan ini berlaku sejak bulan


ditetapkannya dengan ketentuan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini,maka
akan di ubah dan diatur kembali sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Duri
Pada tanggal : 28 Februari 2018
Direktur RS Permata Hati

dr.EFRIANTI,M.Kes
KATA PENGANTAR

Rumah sakit sebagai salah satu tempat layanan kesehatan kepada masyarakat
diharapkan dapat berupaya secara terus menerus untuk memperbaiki kualitas pelayanan
di segala bidang. Instalasi Farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pelayanan rumah sakit secara utuh, sehingga pelayanan kefarmasian sangat dituntut untuk
selalu berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya.
Sehingga disusunlah Pedoman Dasar Teknik Aseptis Rumah Sakit Permata Hati
berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Demikian segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
sehingga penyusunan buku pedoman ini akan mengalami perbaikan secara terus –
menerus.

Duri, 28 Februari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan pedoman..................................................................................................... 1
1.3 Ruang lingkup......................................................................................................... 1
1. 4 Landasan Hukum .................................................................................................. 2
BAB II RUANG LINGKUP........................................................................................... 3
2.1 Sumber Daya Manusia............................................................................................ 3
2.2 Ruangan Dan Peralatan ......................................................................................... 3
2.3 Penyimpanan ......................................................................................................... 4
2.4 Teknik Aseptis........................................................................................................ 5
2.5 Pencampuran Obat.................................................................................................. 8
2.5.1 Formulasi Obat Suntik...................................................................................... 8
2.5.2 Preparasi Dari Larutan Yang Memerlukan Pelarut Tambahan......................... 9
2.5.3 Preparasi Tersedia Tanpa Pelarut Tambahan ..................................................... 9
2.5. 4 Preparasi Tersedia............................................................................................. 9
BAB III DOKUMENTASI.............................................................................................. 13
BAB IV PENUTUP........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 15
LAMPIRAN.................................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan Farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Permenkes
Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat.
Pelayanan Farmasi klinik yang dimaksud meliputi pengkajian dan pelayanan resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan Informasi Obat (PIO),
konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), monitoring Efek Samping Obat
(MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril dan Pemantauan
Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Dispensing sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari kondisi
semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan bahan lain yang
dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan kesehatan (AHFS,1985).
Dispensing sediaan steril bertujuan menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan
dosis yang dibutuhkan, menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Kegiatan
dispensing steril meliputi pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral, dan
penanganan sediaan sitostatika.

1.2 Tujuan Panduan


Tersedianya Panduan Dasar Teknik Aseptis dalam melakukan pencampuran sediaan
steril secara aseptis

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


1. Instalasi Farmasi
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Bedah Sentral dan ICU
1.4 Landasan Hukum

3
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
417/MENKES/PER/II/2011 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;
7. Pedoman Dasar dispensing sediaan steril, Direktorat Bina Farmasi Kmunitas dan
Klinik Departemen Kesehatan RI, 2009.

BAB II

PERSYARATAN UMUM

2.1 Sumber Daya Manusia


a. Apoteker
Setiap Apoteker yang melakukan persiapan/ peracikan sediaan steril harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

4
 Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan pengelolaan
komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis
 Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan pencampuran
sediaan steril
Apoteker yang melakukan pencampuran steril sebaiknya selalu meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.

b. Tenaga Kefarmasian ( Sarjana Farmasi, Asisten Apoteker, D3 Farmasi)


Tenaga kefarmasian membantu Apoteker dalam melakukan pencampuran sediaan
steril.

c. Tenaga Kesehatan lain


Karena jumlah tenaga yang berkompeten di Instalasi Farmasi masih terbatas,untuk
penyiapan produk steril dapat dilakukan pedelegasian tugas ke perawat dan bidan yang
sudah mempunyai surat ijin kerja perawat / surat ijin kerja bidan yang jaga pada saat shift
tersebut dan telah mengikuti pelatihan teknik aseptis. Petugas yang melakukan
pencampuran sediaan steril harus dalam keadaan sehat.

2.2 Ruangan dan peralatan


Dalam melakukan pencampuran sediaan steril diperlukan ruangan dan peralatan
khusus untuk menjamin keselamatan petugas dan lingkungan.
a. Ruangan
Karena Rumah Sakit Permata Hati belum memiliki fasilitas Laminar Air Flow dan
Biologi Safety Cabinet, maka untuk pencampuran sediaan steril dilakukan di ruangan
yang paling bersih, khusus untuk pengerjaan sediaan steril saja, pintu dan jendela selalu
tertutup, tidak memiliki bak cuci, tidak ada rak atau papan tulis yang permanen, dinding
mudah dibersihkan, meja kerja harus jauh dari pintu dan lantai ruangan harus didesinfeksi
setiap hari.
b. Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi:
a. Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang
untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak
berbedak (powder free ).
b. Masker disposible

2.3 Penyiapan

5
Sebelum menjalankan proses pencampuran obat suntik perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip 7
BENAR ( benar pasien, obat,dosis, rute, waktu pemberian, informasi dan
dokumenasi)
2) Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima ( nama obat, jumlah, nomor
batch, tanggal kadaluarsa)
3) Melakukan konfirmasi ulang kepada perawat atau dokter jika ada yang tidak
jelas/ tidak lengkap
4) Menghitung kesesuaian dosis
5) Memilih jenis pelarut yang sesuai
6) Menghitung volume pelarut yang digunakan
7) Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomor rekam medis, ruang
perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal pembuatan,
dan tanggal kadaluarsa campuran (contoh label obat, gambar 1...)

8) Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomor rekam


medis,ruang perawatan, jumlah paket, (contoh label pengiriman, Gambar 2)

9) Melengkapi dokumen pencampuran


10) Membawa dan menyusun alat kesehatan, label dan obat-obatan yang
diperlukan pada meja kerja

2.4 Teknis Aseptis


Langkah-langkah pencampuran sediaan steril secara aseptis adalah:
a. Cuci tangan sesuai SPO
b. Gunakan alat pelindung diri (APD)
c. Bersihkan meja kerja dengan benar (dengan aquadest kemudian alkohol 70%)
d. Seka seluruh alat kesehatan dan wadah obat sebelum digunakan dengan
alkohol 70%
e. Lakukan pencampuran secara aseptis
f. Seka seluruh alat kesehatan dan wadah obat sesudah digunakan dengan
alkohol 70%
g. Buang seluruh bahan yang terkontaminasi ke dalam kantong tertutup

6
h. Bersihkan area kerja dengan mencuci dengan detergen dan bilas dengan
aquadest, ulangi 3 kali, terakhir bilas dengan alkohol
i. Buang seluruh kassa ke dalam kantong tertutup, buang pada tempat sampah
medis
j. Lepaskan pakaian pelindung

A. Teknik memindahkan obat dari ampul


1. Membuka ampul larutan obat (Gambar 3)

7
a) Pindahkan semua larutan obat dari leher ampul dengan mengetuk-ngetuk bagian
atas ampul atau dengan melakukan gerakan J-motion
b) Seka bagian leher ampul dengan alkohol 70%, biarkan mengering
c) Lilitkan kassa sekitar ampul
d) Pegang ampul dengan posisi 450 , patahkan bagian atas ampul dengan arah
menjauhi petugas.Pegang ampul dengan posisi ini sekitar 5 detik
e) Berdirikan ampul
f) Bungkus patahan ampul dengan kassa dan buang ke dalam kantong buangan

2. Pegang ampul dengan posisi 450 , masukkan spuit ke dalam ampul, tarik seluruh
larutan dari ampul, tutup needle
3. Pegang ampul dengan posisi 450 ,sesuaikan volume larutan dalam spuit sesuai yang
diinginkan dengan menyuntikkan kembali larutan obat yang berlebih kembali ke
ampul
4. Tutup kembali needle
5. Untuk permintaan Infus Intra vena, suntikkan larutan obat ke dalam btol infus
dengan posisi 450 perlahan-lahan melalui dindinh agar tidak berbuih dan tercampur
sempurna
6. Untuk permintaan Intra vena bolus ganti needle dengan ukuran yang sesuai untuk
penyuntikan
7. Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke dalam kantong
buangan tertutup
B. Teknik memindahkan sediaan obat dari vial
1. Membuka vial larutan obat
a) Buka penutup vial
b) Seka bagian karet vial dengan alkohol 70%, biarkan mengering
c) Berdirikan vial
d) Bungkus penutup vial dengan kassa dan buang ke dalam kantong buangan
tertutup
2. Pegang vial dengan posisi 450 masukkan spuit ke dalam vial
3. Masukkan pelarut yang sesuai ke dalam vial, gerakan perlahan lahan memutar
untuk melarutkan obat
4. Ganti needle dengan needle yang baru
5. Beri tekanan negatif dengan cara menarik udara ke dalam spuit kosong sesuai
volume yang diinginkan
6. Pegang vial dengan posisi 450 tarik larutan ke dalam spuit tersebut
7. Untuk permintaan infus intra vena, suntikkan larutan obat ke dalam botol infus
dengan posisi 450 perlahan-lahan melalui dinding agar tidak berbuih dan tercampur
sempurna
8. Untuk permintaan intra vena bolus ganti needle dengan ukuran yang sesuai untuk
penyuntikan

8
9. Bila spuit dikirim tanpa needle, pegang spuit dengan posisi jarum ke atas, angkat
jarum dan buang ke kantong buangan tertutup
10.Pegang spuit dengan bagian terbuka ke atas, tutup dengan “luer lock cap”
11. Seka cap dan spuit dengan alkohol
12.Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke dalam kantong
buangan tertutup
13.Memberi label yang sesuai untuk setiap spuit dan infus yang sudah berisi obat hasil
pencampuran
14.Membungkus dengan kantong hitam atau alumunium foil untuk obat-obat yang
harus terlindung dari cahaya
15.Memasukkan spuit atau infus ke dalam wadah untuk pengiriman

2.5 Pencampuran obat


2.5.1 Formulasi obat suntik
Obat-obat yang sediaannya berbentuk dry powder seperti amoksisilin memerlukan
rekonstitusi dengan aqua pro injeksi atau NaCl 0,9% sebelum digunakan. Keuntungan
dari sediaan berbentuk dry powder ini adalah dapat disimpan dalam waktu yang lebih
lama.
Beberapa kelemahan dari sediaan berbentuk dry powder adalah :
1. Rekonstitusi menghabiskan waktu, khususnya bila sediaan tersebut sulit untuk
dilarutkan
2. Dapat terkontaminasi oleh lingkungan di sekitarnya dan terkontaminasi oleh
mikroba yang terdapat dalam pelarut
3. Dapat terkontaminasi oleh mikroba
4. Perhatian mungkin dibutuhkan jika obat mudah untuk ”foaming” (berbusa),
sebagai dosis yang tidak komplit memungkinkan untuk hilang (withdrawn)
contoh : teicoplanin
5. Jika ampul dipatahkan, pecahan kaca ampul tersebut dapat masuk kesediaan,
melukai petugas serta percikan sediaan dapat mencemari lingkungan sekitarnya.
6. Jika sediaan menggunakan vial timbul kesulitan memasukkan pelarut atau obat
yang telah direkonstitusi karena adanya tekanan dalam vial (beberapa vial
dibuat dengan tekanan didalamnya). Jika vial tersebut tidak memiliki tekanan di
dalamnya, maka udara perlu dikeluarkan terlebih dahulu sebelum penambahan
pelarut. Jumlah udara yang keluar masuk kedalam syringe harus sama dengan
jumlah pelarut yang ditambahkan. Sebelum mengeliminasi obat yang telah
direkonstitusi dari dalam vial, perbedaan tekanan harus dihitung lagi. Udara
perlu ditambahkan kedalam vial sebanding dengan jumlah obat yang
dieliminasi/ hilang.

9
2.5.2 Preparasi dari larutan yang memerlukan pelarut tambahan sebelum digunakan
Contoh : Ranitidine, amiodaron

 Keuntungan dari preparasi ini adalah:


Sudah berbentuk cairan, jadi tidak memerlukan proses rekonstitusi lagi

 Kekurangan dari preparasi ini adalah :


- Waktu penggunaan untuk eliminasi dan persiapan
- Mudah mengalami gangguan/ masalah pada vakum/ tekanan (untuk vial)
- Dapat menyebabkan pecahan gelas (untuk ampul)
- Menyebabkan risiko kontaminasi mikrobakteri

2.5.3 Preparasi tersedia (siap untuk digunakan) tanpa pelarut tambahan


Preparasi ini dapat berupa kantong atau ampul dengan volume kecil yang dapat
dibuat tanpa pelarut tambahan, tapi tetap mengandung larutan obat untuk dieliminasi ke
dalam syringe untuk pembuatan, contoh : adenosine, gentamisin, metoklopramid. Hal ini
sesuai/ cocok untuk digunakan, namun tetap memiliki kekurangan, antara lain:
- Berbahaya (kontaminasi mikrobakterial)
- Mudah mengalami gangguan/ masalah pad vakum/ tekanan (untuk vial)
- Dapat menyebabkan pecahan gelas (untuk ampul)

2.5.4 Preparasi tersedia (siap untuk digunakan)


Preparasi ini termasuk kantong infus dan syringe yang belum diisikan (pre-filled),
contohnya: NaCl (Sodium Chloride) 0,9% 500 ml, morfin sulfat 60 mg dalam 60 ml PCA
syringe. Keuntungannya adalah :
- Tidak ada risiko kontaminasi lingkungan
- Kecilnya kontaminasi mikrobakteri
- Mudah digunakan
- Menghemat waktu
Beberapa vial didesain dengan tekanan di dalamnya, hal ini diperlukan karena
berguna selama proses rekonstitusi. Jika vial tersebut tidak memiliki tekanan di
dalamnya, maka udara harus dikeluarkan terlebih dahulu sebelum penambahan pelarut.
Jumlah udara yang dikeluarkan harus sama dengan jumlah pelarut yang ditambahkan.
Sebelum mengeluarkan obat yang telah direkonstitusi dari dalam vial perbedaan tekanan

10
harus dihitung lagi, sehingga udara perlu ditambahkan kedalam vial sebanding dengan
jumlah obat yang di keluarkan.

2.6. Cara Pemberian


1. Injeksi Intravena (i.v.)
Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk jangka waktu yang
pendek atau untuk waktu yang lama.
a. Injeksi bolus
Injeksi bolus volumenya kecil ≤ 10 ml, biasanya diberikan dalam waktu 3-5 menit
kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan tertentu.
b. Infus
Infus dapat diberikan secara singkat (intermittent) atau terus-menerus
(continuous).
i. Infus singkat (intermittent infusion)
Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama. Waktu
pemberiaan infus singkat sesungguhnya jarang lebih dari 6 jam per dosis.
ii. Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat beragam
mulai dari volume infus kecil diberikan secara subkutan dengan pompa
suntik (syringe pump), misalnya 1 ml per jam, hingga 3 liter atau lebih
selama 24 jam, misalnya nutrisi parenteral.
2. Injeksi intratekal
Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang belakang.
Volume cairan yang dimasukkan sama dengan volume cairan yang dikeluarkan.
3. Injeksi subkutan
Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit.
4. Injeksi intramuskular
Injeksi intramuskular adalah pemberiaan injeksi di otot.

2.7 Penyimpanan
Penyimpanan sediaan steril non sitostatika setelah dilakukan pencampuran
tergantung pada stabilitas masing masing obat. Kondisi khusus penyimpanan:
a. Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan kertas karbon/kantong
plastik warna hitam atau aluminium foil.
b. Suhu penyimpanan 2-8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan freezer)
c. Obat injeksi yang telah disiapkan atau dilarutkan/ dicampur namun belum
diberikan, harus diberi label yang berisi :
 Identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis dalam
bentuk barcode).
 Nama obat

11
 Kekuatan obat
 Tanggal dan jam penyiapan / pencampuran
 Tanggal Kadaluarsa obat pasca pelarutan
d. Obat infus yang telah dilarutkan atau dicampur dengan obat injeksi harus
diberi label yang berisi :
 Identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis dalam
bentuk barcode) di tempel diflabot atau botol infus.
 Nama obat injeksi dalam infus.
 Kekuatan obatnya
 Tanggal dan jam penyiapan / pencampuran
e. Obat injeksi di kamar operasi pelabelannya ditempel di spuit disposible, isinya
meliputi :
 Nama obat
 Kekuatan obat
 Tanggal segel obat dibuka pertama

2.8 Distribusi
Sediaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin sterilitas dan
stabilitasnya dengan persyaratan :
a. Wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya.
b. Untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu,
ditempatkan dalam wadah yang mampu menjaga konsistensi suhunya
2.9 Penanganan Limbah
Limbah sediaan steril harus dimasukkan dalam safety box.

12
BAB III
DOKUMENTASI

Dokumentasi adalah proses pencatatan/ rekam jejak dari kegiatan pencampuran


sediaan steril dengan maksud untuk memudahkan penelusuran bukti jika sewaktu waktu
terdapat keluhan dari pengguna (dokter, apoteker, tenaga kesehatan dan pasien),
penyusunan data statistik, bahan evaluasi, bahan penelitian dan dokumentasi perhitungan
angka kredit jabatan fungsional.
Setiap petugas yang melakukan kegiatan pencampuran/dispensing steril maka harus
mengisi formulir pencatatan pencampuran obat seperti yang tertera di bawah ini. Formulir
ini dapat disimpan sebagai arsip selama 3 tahun.

FORMULIR PENCATATAN PENCAMPURAN OBAT

13
BAB IV
PENUTUP

Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara aseptis oleh tenaga yang
terlatih, karena ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti kontaminasi terhadap
produk, paparan sediaan terhadap petugas serta lingkungan.
Pedoman Dasar Teknik Aseptis merupakan panduan bagi apoteker dalam
melakukan pencampuran sediaan steril, dan bukan merupakan suatu standar yang
mutlak, oleh karena itu pelaksanaannya dapat menyesuaikan dengan kondisi dan situasi di
Rumah Sakit Permata Hati.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anderson R.W. et.al, Risk of Handling Injectable Antineoplastic Agents.


Am.J.Hosp.Pharm.,1982, 39:1881-1887

Aseptic Dispensing, Dr. Mohd. Baidi Bahari. Associate Professor of Clinical Pharmacy.
School of Pharmaceutical Sciences. University sains Malaysia.

ASHP, Study Guide, Safe Handling of Cytotoxic and Hazardous Drugs, 1990.

Injectable Drug Administration Guide. UCL Hospitals. The Pharmacy Department.


University College London Hospitals. 2011.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.,
“Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril”. 2009. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.,
“Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit”, 2010, Jakarta.

15
LAMPIRAN

16
17
18
19
20
21
22
23
24

Anda mungkin juga menyukai