Anda di halaman 1dari 152

DAFTAR MATA PRAKTIKUM DAN ASISTEN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA

KODE PRAKTIKUM NAMA ASISTEN

A DRYING Dwi Linda Karina

B ALIRAN FLUIDA Miranda Maya Wijaya

M. Luthfi Fahrul Fahmi


C DIFFUSIVITAS INTEGRAL
Laila Refiana

Riezky Gusti Fadhillah


D SEDIMENTASI
Rafaela Greta Putri

E FILTRASI Albertus Alphero Tangkilisan

Faaza Ihda Fairuza


G EFFLUX TIME
Ilham Bagaskara

Ganang Dino Utama


H H.E.T.P
Christa Litani Ayuningtyas

I KESETIMBANGAN FASA Andita Sekar Nugrahani

Rizki Auliya Nur Hanifah


J EKSTRAKSI
Edwin Nur Huda

K ABSORBSI Muhammad Bima Suwardani

L R.T.D. 1 Brahmadhiksa Artha Pramesta

M R.T.D. 2 Fricillia
TEMPERATURE
N Muhammad Syauqi
CONTROLLER
ION EXCHANGER
O Rizky Alif Firdaus
APPARATUS
PROSES KONTROL
P Yola Syafera
PEMANAS KOIL
Q ALAT PENUKAR PANAS Muhammad Samudra Wibisono
DRYING
(A)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui hubungan antara kandungan air dalam bahan (X) dengan waktu
pengeringan (t) untuk balok kayu dan serbuk kayu.
2. Mengetahui hubungan antara kecepatan pengeringan (N) dengan waktu
pengeringan (t) untuk balok kayu dan serbuk kayu.
3. Mengetahui hubungan antara kecepatan pengeringan (N) dengan kandungan air
dalam bahan (X) untuk balok kayu dan serbuk kayu.
4. Menentukan harga koefisien perpindahan massa H 2O dari zat ke udara (Ky) pada
periode kecepatan pengeringan tetap untuk balok kayu dan serbuk kayu.
5. Menentukan waktu pengeringan pada kecepatan pengeringan tetap.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Serbuk kayu
2. Balok kayu
3. Air ledeng

B. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan:
1. Blower 8. Tombol heater 1
2. Koil pemanas 9. Tombol heater 2
3. Tray dryer 10. Tombol heater 3
4. Termometer bola kering 11. Sekring pengaman alat dryer
5. Termometer bola basah 12. Balok kayu
6. Pengatur blower 13. Wadah alumunium + serbuk
7. Tombol power kayu
C. Cara Kerja
1. Tahap penimbangan balok kayu awal
a. Timbang balok kayu yang akan digunakan dalam percobaan.
b. Ukur dimensi balok kayu dengan menggunakan penggaris dan jangka sorong.
c. 2 jam sebelum praktikum, balok kayu direndam dalam air dengan ditahan
menggunakan batu sehingga balok kayu benar-benar tenggelam.
d. Timbang balok kayu yang sudah basah.

2. Tahap penimbangan serbuk kayu awal


a. Timbang wadah alumunium dengan menggunakan timbangan.
b. Ukur dimensi wadah alumunium dengan menggunakan penggaris.
c. Timbang 20 gram serbuk kayu ke dalam wadah alumunium.
d. Tambahkan 20 mL air ke dalam serbuk di wadah alumunium lalu diratakan sampai
serbuk kayu terbasahi dengan merata.
e. Timbang wadah alumunium yang berisi serbuk kayu basah.
3. Tahap persiapan alat dryer
a. Nyalakan sekring bernomor 33 di dekat pintu dengan menekan ke atas.
b. Nyalakan sekring pengaman alat dryer.
c. Heater 1, 2, dan 3 dinyalakan terlebih dahulu.
d. Nyalakan blower saat termometer bola kering menunjukkan suhu 40oC.
e. Tunggu suhu termometer bola kering pada suhu 75 oC, masukkan balok kayu dan
wadah alumunium berisi serbuk kayu basah.
f. Catat suhu bola basah, suhu bola kering, dan massa awal.
g. Nyalakan stopwatch lalu tunggu 5 menit untuk pengambilan data massa
selanjutnya.
h. Praktikum dapat dihentikan setelah timbangan menunjukkan massa yang sama
untuk tiga data percobaan.
i. Apabila sampai 2,5 jam balok kayu dan serbuk kayu belum menunjukkan massa
yang sama untuk tiga data percobaan, maka praktikum dapat dihentikan.
4. Tahap akhir praktikum
a. Keluarkan balok maupun serbuk kayu dari dryer, lalu matikan heater 3,2, dan 1.
Tunggu sampai suhu bola kering mencapai 45 oC, lalu matikan blower.
b. Matikan semua sekring alat dryer.Matikan sekring no 33 di dekat pintu.
III. ANALISIS DATA
A. Menentukan Kandungan Air dalam Padatan (X)
Untuk serbuk kayu
𝑊𝑡𝑐−𝑊𝑘𝑐
𝑥= (1)
𝑊𝑘𝑐−𝑊𝑘𝑜

Untuk balok kayu


𝑊𝑡𝑘−𝑊𝑘𝑘
𝑥= (2)
𝑊𝑘𝑘

Dengan, x = kandungan air dalam padatan, gH2O/g padatan kering


Wtc = berat serbuk kayu kering + wadah pada waktu t, gram
Wkc = berat serbuk kayu kering + wadah, gram
Wko = berat wadah kosong, gram
Wtk = berat balok kayu pada waktu t, gram
Wkk = berat balok kayu kering, gram

B. Menentukan Kecepatan Pengeringan (N)


Didekati dengan diferensial numerik:
𝐿𝑠 (𝑥 𝑖+1−𝑥𝑖)
𝑁𝑖 →𝑖+1 = (3)
𝐴 ∆𝑡

Dengan, Ls = berat padatan kering, gram


A = luas permukaan pengeringan efektif, cm 2
xi = kadar air dalam padatan saat t i, g H2O/g padatan kering
x i+1 = kadar air dalam padatan saat t i+1, g H2O/g padatan kering
∆𝑡 = interval waktu, menit

C. Menentukan Koefisien Perpindaham Massa (Ky) pada Periode Kecepatan


Pengeringan Tetap
Periode dimana terjadi pengeringan tetap ditentukan dengan melihat grafik X vs t pada
daerah penurunan linear
𝑁 = 𝐾𝑦 (𝑦 ′ 𝑠 − 𝑦 ′ ) (4)
𝑁
𝐾𝑦 = (5)
(𝑦 ′ 𝑠−𝑦 ′ )

dengan,
N = kecepatan pengeringan pada periode pengeringan konstan gH2O/cm2 .menit
Ky = koefisien transfer massa fase gas, g/cm 2.menit. ∆𝑦
y’s = kelembaban jenuh permukaan bahan pada suhu bola basah, g uap air/g udara
kering
y’ = kelembaban gas pengering, g uap air/g udara kering
Nilai y’s dan y dapat dicari dengan metode persamaan empiris dan grafis
Metode Persamaan empiris
Kelembaban jenuh permukaan (y’s) dapat ditentukan dengan persamaan
𝑃𝑎𝑠
𝑦′𝑠 = 0,622 (6)
(𝑃𝑡−𝑃𝑎𝑠)

(Treyball, 1981)
dengan, y’s = kelembaban gas pengering, g uap air/g udara kering
Pas = tekanan uap jenuh air pada suhu bola basah, mmHg
Pt = tekanan total system, mmHg
Tekanan uap jenuh air (Pas) dapat ditentukan dengan persamaan Antoine
𝐵
log(𝑃𝑎𝑠) = 𝐴 − (7)
(𝑇𝑤−𝐶)

dengan, A,B,C = konstata Antoine untuk air


A = 7,96681
B = 1668,21
C = 228
Tw = suhu bola basah, oC
(Smith, 1981)
Kelembaban gas pengering (y’) dapat dihitung dengan neraca panas
panas perubahan suhu = panas laten penguapan udara
(hg − hr)(Td − Tw) = −𝑁𝑎 𝑀𝑎 𝜆𝑤 (8)
dengan NA = kG (PA - PAW ) (9)
nilai hr>>hg sehingga dapat diabaikan

sehingga diperoleh
(hg)(Td − Tw) = −𝑘𝐺 (𝑃𝐴 − 𝑃𝐴𝑊) 𝑀𝑎 𝜆𝑤 (10)
𝑃𝑎𝑀𝑎
nilai y′ = (11)
𝑃𝑏𝑀𝑏

sehingga (hg)(Td − Tw) = −𝑘𝐺 𝑃𝑏 𝑀𝑏 𝜆𝑤 (𝑦 ′ − 𝑦 ′ 𝑤) (12)


Nilai 𝑘𝐺 𝑃𝑏 𝑀𝑏 = Ky (13)
Maka diperoleh
(hg)(Td − Tw) = −𝐾𝑦 𝜆𝑤 (𝑦 ′ − 𝑦 ′ 𝑤) (14)
𝐾𝑦 𝜆𝑤
(Td − Tw) = (𝑦 ′ 𝑤 − 𝑦 ′) (15)
ℎ𝑔
ℎ𝑔
Persamaan Lewis 1 = (16)
𝐾𝑦 𝐶𝑠

sehingga
𝜆𝑤
(Td − Tw) = (𝑦 ′ 𝑤 − 𝑦 ′ ) (17)
𝐶𝑠
Untuk system udara air berlaku nilai
𝐶𝑠 = 0.24 + 0.45 𝑦 (18)
dengan,
Cs = humid heat, panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 lb udara kering, Btu
0,24 = nilai dari specific heat udara
0,45 = nilai dari specific heat uap air
(Badges and Bahero, 1955)
y’w = y’s karena menunjukkan kelembaban pada Tw berarti menunjukkan kelembaban
absolut jenuh
Substitusi persamaan (18) ke (15), sehingga
𝜆𝑤 𝑦 ′ 𝑠 − 0.24 (𝑇𝑑−𝑇𝑤)
y= (19)
𝜆𝑤 𝑦 ′ 𝑠 + 0.45 (𝑇𝑑−𝑇𝑤)

Nilai 𝜆𝑤 dapat dicari dengan metode regresi linear dengan data Tw dan λw dari steam
table (Smith, 1981)
𝜆𝑤 = 𝑎𝑥 + 𝑏 (20)
dengan,
Σ𝑥Σ𝑦−𝑛Σ𝑥𝑦
𝑎= (Σ𝑥)^2−𝑛Σ𝑥^2
(21)
Σ𝑦−𝑎Σ𝑥
y= (22)
𝑛

dengan,
hg = koefisien transfer panas konduksi dan konveksi, Btu/jam.ft2.oF
hr = koefisien transfer panas radiasi, Btu/jam.ft2.oF
Td = suhu bola kering, oF
Tw = suhu bola basah, oF
NA = kecepatan transfer massa uap air ke udara, lbmol air/j.ft2
MA = berat molekul air, 18,02 lb/lbmol
MB = berat molekul udara kering, 28,97 lb/lbmol
Ky = koefisien transfer massa gas dasar beda kelembaban, lbmol/j.ft2. ∆y
kG = koefisien transfer massa gas dasar beda tekanan, lbmol/j.ft2. ∆P
λw = panas laten peguapan air pada suhu bola basah Tw, Btu/lb
Cs = panas lembab udara jenuh, Btu campuran/ lb udara kering. oF
y’ = kelembaban absolut masa bulk, lb uap air/lb udara kering
y’s = y’w = kelembaban absolut masa jenuh, lb uap air/lb udara kering
PAO = tekanan parsial uap air pada Td, atm
PAW = tekanan parsial uap air jenuh pada Tw, atm
PA = tekanan parsial uap air, atm
PB = tekanan parsial udara kering, atm
Ingat : satuan harus setara, data 𝜆𝑤 biasanya dalam kJ/kg sehingga harus diubah
menjadi Btu/lb
Harga koefisien perpindahan massa (Ky) pada kecepatan pengeringan tetap
dinyatakan sebagai nilai rata-rata yaitu:
Ky1+Ky2+Ky3+⋯…..Kyn
Ky = (23)
𝑛

Metode Grafis
Menggunakan humidity chart sebagai berikut:
1. Menentukan titik Tw dengan menarik garis lurus hingga memotong kelembaban
100% kemudian dari titik potong tersebut (A) ditarik ke kanan hingga diperoleh y’s.
2. Menentukan titik Td kemudian menarik garis ke atas. Dari titik A ditarik garis menurut
garis kejenuhan adiabatis (adiabatic cooling line) hingga memotong garis dari titik Td
sambil berpotongan di titik B. Dari titik B ditarik garis mendatar ke kanan hingga
diperoleh y’.

D. Menentukan Waktu Pengeringan pada Periode Kecepatan Pengeringan Tetap (tc)

Waktu pengeringan saat kecepatan konstan dapat ditentukan secara analitis dan visual
Secara Analitis
Ls ∆𝑥
tc = (24)
𝐴 𝑁𝑐

dengan,
tc = waktu pengeringan, menit
Ls = berat padatan kering, gram
A = luas pengeringan efektif
Nc = kecepatan pengeringan konstan, gram H2O/cm2.menit
∆x = perubahan kandungan air dalam padatan, gram H2O/gram bahan kering
Secara Visual
Cara visual dilakukan dengan mengevaluasi grafik waktu pengeringan (t) versus
kecepatan pengeringan (N) yang diperoleh.

E. Menghitung Kesalahan Relatif


Kesalahan Relatif Waktu Pengeringan Periode Kecepatan Tetap
tc grafis−tc analitis
Kesalahan relatif = 𝑥 100% (25)
𝑡𝑐 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑠

Kesalahan Relatif Nilai Koefisien Perpindahan Massa Pada Kecepatan


Pengeringan Tetap
Ky grafis−Ky analitis
Kesalahan relatif = 𝑥 100% (26)
𝐾𝑦 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑠
LAPORAN SEMENTARA
DRYING (A)

Hari/Tanggal :
Nama Praktikan :
1.
2.
3.
Asisten : Dwi Linda Karina

o
Suhu kamar : C
o
Suhu tray dryer : C

DATA UNTUK BALOK KAYU:


Dimensi balok kayu :
Panjang : cm
Lebar : cm
Tinggi : cm
Massa balok kayu awal : gram
Massa balok kayu basah : gram
Massa balok kayu kering : gram

DATA UNTUK SERBUK KAYU:


Ukuran wadah alumunium:
Panjang : cm
Lebar : cm
Tinggi : cm
Massa wadah alumunium : gram
Massa wadah + serbuk kayu awal : gram
Massa wadah + serbuk kayu basah : gram
Massa wadah + serbuk kayu kering : gram
Tabel Hubungan Waktu Pengeringan (t), Suhu Bola Kering (Td), Suhu Bola Basah (Tw)
dan Massa Sampel.

Balok Kayu Wadah Aluminium+Serbuk Kayu


Waktu, menit o
Td, C Tw, C Massa,gram Td, oC Tw, oC Massa,gram
o

0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
150
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.
POIN PENILAIAN
DRYING (A)
DRYING Nilai
TUJUAN /5
METODOLOGI PERCOBAAN /10
Bahan
Alat
Cara Kerja
HASIL DAN PEMBAHSAN /45
Pengertian drying, dry bulb
dan wet bulb temperature
Tipe kandungan cairan
Tahap-tahap pengeringan
Proses terjadinya drying
Asumsi yang digunakan
Pembahasan hasil percobaan
dan grafik
Faktor yang memengaruhi N
Faktor yang memengaruhi
Ky
Faktor yang memengaruhi
jenis alat drying
Aplikasi drying di industri
kimia
KESIMPULAN /10
DAFTAR PUSTAKA /5
LAMPIRAN /25
Data Percobaan
Analisis Data
Perhitungan
TOTAL

Grafik Percobaan:
Grafik hubungan X vs t untuk serbuk kayu
Grafik hubungan N vs t untuk serbuk kayu
Grafik hubungan N vs X untuk serbuk kayu
Grafik hubungan X vs t untuk balok kayu
Grafik hubungan N vs t untuk balok kayu
Grafik hubungan N vs X untuk balok kayu
Lampiran grafik humidity chart untuk perhitungan Ky secara grafis
ALIRAN FLUIDA
(B)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan karakteristik elbow.
2. Menentukan karakteristik kran.
3. Menentukan karakteristik orificemeter dengan membuat grafik hubungan antara
coefficient of discharge orificemeter (Co) dengan bilangan Reynolds (Reo).
4. Menentukan karakteristik venturimeter dengan membuat grafik hubungan antara
coefficient of discharge venturimeter (Cv) dengan bilangan Reynolds (Rev).
5. Menghitung nilai-nilai konstanta C1, C2, C3, dan K pada persamaan aliran air di
dalam pipa horizontal yang dinyatakan sebagai:

∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2 𝜀 𝐶3
(− ) = 𝐾 ( ) ( ) ( )
𝜌𝑣 2 𝜇 𝐷 𝐷

II. CARA KERJA


1. Amati suhu percobaan pada temperatur ruangan dan catat.
2. Ukur suhu air ledeng dan aquadest dengan termometer alkohol.
3. Timbang air ledeng dan aquadest dalam piknometer dengan neraca analitis
digital.
4. Ukur waktu alir air ledeng dan aquadest dengan viskosimeter Ostwald.
5. Pengukuran Le elbow
a. Pasang selang yang telah tersambung dengan manometer di antara
elbow yang akan diukur.
b. Isi tangki 2 hingga ketinggian tertentu (Ketinggian minimal harus lebih
dari 10 cm).
c. Atur kran 11 pada keadaan terbuka penuh (0).
d. Samakan ketinggian air pada manometer sebelum percobaan dimulai.
e. Mulailah percobaan setelah tangki 2 mencapai ketinggian tertentu
dengan membuka semua kran yang melewati elbow.
f. Nyalakan pompa.
g. Penurunan ketinggian air di tangki 2 dilihat hingga beda 10 cm dari
ketinggian awal diukur dari penurunan konstan air.
h. Catat waktu yang dibutuhkan dan beda ketinggian pada manometer
i. Matikan pompa.
j. Ulangi langkah percobaan untuk kran 11 pada keadaan terbuka 1/5, 2/5,
3/5, dan 4/5.
Kran yang dibuka: 4, 9, 8, 11, 13, 1, dan 6.
Kran yang ditutup: 2, 3, 7, 10, 12, 14, 15, dan 5.
Kran yang divariasi : 11
6. Pengukuran Le kran
a. Pasang selang yang telah tersambung dengan manometer di antara
kran 11, kran 9 diatur pada keadaan terbuka 4/5+1/2 (selalu).
b. Semua kran dibuka penuh pada aliran yang diukur, kecuali kran 9.
c. Atur kran 8 pada keadaan terbuka penuh (0) dan kran 11 pada keadaan
(1/5).
d. Penurunan ketinggian air di tangki 2 dilihat hingga beda 10 cm dari
ketinggian awal diukur dari penurunan konstan air.
e. Catat waktu yang dibutuhkan dan beda ketinggian pada manometer.
f. Ulangi langkah percobaan untuk kran 8 terbuka penuh (0) dengan kran
11 diatur pada keadaan terbuka 1/5 + 1/2, 2/5, 2/5 + 1/2, dan 3/5.
Dilakukan juga saat kran 8 dibuka 1/5 dan 2/5, sehingga diperoleh 15
data.
Kran yang dibuka: 4, 9, 8, 11, 13, 6, dan 1.
Kran yang ditutup: 2, 3, 7, 10, 12, 14, 15, dan 5. 7.
Kran yang divariasi : 8 dan 11
7. Pengukuran pressure drop
a. Pasang selang yang telah tersambung dengan manometer ke pipa 2
yang akan diukur.
b. Semua kran dibuka penuh pada aliran yang diukur.
c. Atur kran 9 pada keadaan terbuka penuh (0).
d. Penurunan ketinggian air di tangki 2 dilihat hingga beda 10 cm dari
ketinggian awal diukur dari penurunan konstan air.
e. Catat waktu yang dibutuhkan dan beda ketinggian pada manometer.
f. Ulangi langkah percobaan untuk kran 9 terbuka 1/5, 2/5, 3/5, dan 4/5.
Dilakukan juga untuk pipa 3 dan 4, sehingga diperoleh 15 data.
- Pipa 2
i. Kran yang dibuka: 4, 9, 8, 7, 10, 6, dan 1.
ii. Kran yang ditutup: 2, 3, 11, 12, 13, 14, 15, dan 5.
iii. Kran yang divariasi : 9
- Pipa 3
i. Kran yang dibuka: 1, 4, 8, 9, 11, 13, dan 6.
ii. Kran yang ditutup: 2, 3, 5, 15, 12, 7, dan 10.
iii. Kran yang divariasi : 9
- Pipa 4
i. Kran yang dibuka: 1, 4, 6, 9, 12, 13, dan 14
ii. Kran yang ditutup: 2, 3, 5, 8, 11, 10, 15, dan 7.
iii. Kran yang divariasi : 9
8. Venturimeter dan orificemeter
a. Pasang selang yang telah tersambung dengan manometer ke
venturimeter.
b. Semua kran dibuka penuh pada aliran yang diukur
c. Atur kran 9 pada keadaan terbuka 2/5.
d. Penurunan ketinggian air di tangki 2 dilihat hingga beda 10 cm dari
ketinggian awal diukur dari penurunan konstan air.
e. Catat waktu yang dibutuhkan dan beda ketinggian pada manometer.
f. Ulangi langkah percobaan untuk kran 9 terbuka 2/5+1/2, 3/5, 3/5+1/2,
4/5, dan 4/5+1/2. Dilakukan juga untuk orificemeter, sehingga diperoleh
12 data.
Kran yang dibuka: 4, 9, 8, 11, 13, 6, dan 1.
Kran yang ditutup: 2, 3, 5, 15, 12, 7, dan 10.
Kran yang divariasi : 9

III. ANALISIS DATA


1. Menentukan densitas dan viskositas air
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡) − (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 = (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑎𝑖𝑟) − (𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐾𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
𝜌𝑎𝑖𝑟 = 𝜌
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑎𝑖𝑟
𝜇𝑎𝑖𝑟 = x x 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑔
Dengan, 𝜌𝑎𝑖𝑟 = 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑖𝑟, ⁄ 3
𝑐𝑚
𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡, 𝑠
𝑡𝑎𝑖𝑟 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 𝑎𝑖𝑟, 𝑠
𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡, 𝑠
𝑔
𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 ⁄𝑐𝑚. 𝑠
2. Menghitung panjang ekivalen elbow

Persamaan Bernoulli pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut :


𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
+ + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊𝑠 = + + 𝑧2
𝜌. 𝑔 2. 𝑔 𝜌. 𝑔 2. 𝑔
Dengan asumsi v 1 = v2 dan –Ws = 0, maka persamaan menjadi:
𝑃1 − 𝑃2
= 𝐹12 − 𝛥𝑧
𝜌. 𝑔
−𝛥𝑃 𝐿𝑒 𝑣 2
=𝑓 − 𝛥𝑧
𝜌. 𝑔 2. 𝑔. 𝐷
2𝑔𝐷
𝐿𝑒 = . (𝛥ℎ + 𝛥𝑧)
𝑓. 𝑣 2
𝐿𝑒𝐸𝑙𝑏𝑜𝑤 = 𝐿𝑒𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐿𝑒𝑝𝑖𝑝𝑎
Dengan, 𝛥𝑃 = 𝜌. 𝑔. 𝛥ℎ
𝐿𝑒 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑒𝑙𝑏𝑜𝑤, 𝑐𝑚
𝐷 = 𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑝𝑎, 𝑐𝑚
𝑓 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎
𝛥ℎ = 𝑏𝑒𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟, 𝑐𝑚
𝑔
𝑔 = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 = 981 ⁄ 2
𝑐𝑚
𝛥𝑧 = 𝑏𝑒𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 = 8 𝑐𝑚
𝐿𝑒𝑝𝑖𝑝𝑎 = 18 𝑐𝑚
Faktor friksi merupakan fungsi bilangan Reynolds dan dapat diketahui dengan:
𝜌. 𝑣. 𝐷
𝑅𝑒 =
𝜇
64
 Bila Re < 2100 (laminar), maka 𝑓 =
𝑅𝑒

 Bila 2100 < Re < 3000, maka harga f dapat dibaca pada Appendix dari
literature (Foust,1980)
0.5
 Bila Re > 3000 (turbulen), maka 𝑓 = 0,0055 +
𝑅𝑒 0.32
Kecepatan alir (v) dapat dihitung dengan cara:
𝑉
𝑄=
𝑡
𝑄
𝑣=
𝐴
3
Dengan, 𝑄 = 𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 , 𝑐𝑚 ⁄𝑠
𝑉 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖, 𝑐𝑚3
𝑡 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛, 𝑠
3
𝐴 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑒𝑤𝑎𝑡𝑖 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛, 𝑐𝑚 ⁄𝑠
3. Menghitung panjang ekivalen kran

Persamaan Bernoulli pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut :


𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
+ + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊𝑠 = + + 𝑧2
𝜌. 𝑔 2. 𝑔 𝜌. 𝑔 2. 𝑔
Dengan asumsi v 1 = v2 ; z1 = z2 dan –Ws = 0, maka persamaan menjadi:
𝑃1 − 𝑃2
= 𝐹12
𝜌. 𝑔
−𝛥𝑃 𝐿𝑒 𝑣 2
=𝑓
𝜌. 𝑔 2. 𝑔. 𝐷
2𝑔𝐷
𝐿𝑒𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 = . (𝛥ℎ)
𝑓. 𝑣 2
𝐿𝑒𝐾𝑟𝑎𝑛 = 𝐿𝑒𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐿𝑒𝑝𝑖𝑝𝑎
Dengan, 𝛥𝑃 = 𝜌. 𝑔. 𝛥ℎ
𝐿𝑒 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑒𝑙𝑏𝑜𝑤, 𝑐𝑚
𝐷 = 𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑖𝑝𝑎, 𝑐𝑚
𝑓 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎
𝛥ℎ = 𝑏𝑒𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟, 𝑐𝑚
𝑔
𝑔 = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 = 981 ⁄ 2
𝑐𝑚
𝛥𝑧 = 𝑏𝑒𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 = 8 𝑐𝑚
𝐿𝑒𝑝𝑖𝑝𝑎 = 23 𝑐𝑚
4. Menghitung Coefficient of discharge untuk orificemeter

Persamaan kontinuitas pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut:


𝜌1 . 𝐴1 . 𝑣1 = 𝜌2 . 𝐴2 . 𝑣2
𝜋 2 𝜋
. 𝐷 . 𝑣 = . 𝐷22 . 𝑣2
4 1 1 4
𝐷1 2
𝑣2 = ( ) . 𝑣1
𝐷2
Persamaan Bernoulli pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
+ + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊𝑠 = + + 𝑧2
𝜌. 𝑔 2. 𝑔 𝜌. 𝑔 2. 𝑔

Dengan asumsi –F12 = 0 ; z1 = z2 dan –Ws = 0, maka persamaan menjadi:


𝑃1 − 𝑃2 𝑣22 − 𝑣12
=
𝜌. 𝑔 2. 𝑔

2. (−𝛥𝑃)
𝑣1 =
√ 𝐷 4
𝜌. [( 1 ) − 1]
𝐷𝑜

D2 sulit untuk dihitung, sehingga didekati dengan Do. Adanya asumsi dan D2
= Do menimbulkan penyimpangan yang harus dikoreksi dengan faktor koreksi
Co.
2. (−𝛥𝑃)
𝑣1 = 𝐶𝑜 .
√ 𝐷 4
𝜌. [( 1 ) − 1]
𝐷𝑜
𝑣1
𝐶𝑜 =
2. (−𝛥𝑃)
√ 𝐷 4
𝜌. [( 1 ) − 1]
𝐷𝑜
5. Menghitung Coefficient of discharge untuk venturimeter

Persamaan kontinuitas pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut:


𝜌1 . 𝐴1 . 𝑣1 = 𝜌2 . 𝐴2 . 𝑣2
𝜋 2 𝜋
. 𝐷 . 𝑣 = . 𝐷22 . 𝑣2
4 1 1 4
𝐷1 2
𝑣2 = ( ) . 𝑣1
𝐷2
Persamaan Bernoulli pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
+ + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊𝑠 = + + 𝑧2
𝜌. 𝑔 2. 𝑔 𝜌. 𝑔 2. 𝑔

Dengan asumsi –F12 = 0 ; z1 = z2 dan –Ws = 0, maka persamaan menjadi:


𝑃1 − 𝑃2 𝑣22 − 𝑣12
=
𝜌. 𝑔 2. 𝑔

2. (−𝛥𝑃)
𝑣1 =
√ 𝐷1 4
𝜌. [( ) − 1]
𝐷𝑣

Asumsi F12 menyebabkan penyimpangan harus dikoreksi dengan faktor koreksi


Cv.

2. (−𝛥𝑃)
𝑣1 = 𝐶𝑣 .
√ 𝐷 4
𝜌. [( 1 ) − 1]
𝐷𝑣
𝑣1
𝐶𝑣 =
2. (−𝛥𝑃)
√ 𝐷 4
𝜌. [( 1 ) − 1]
𝐷𝑣

6. Menentukan konstanta C1 pada persamaan umum pressure drop


∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2 𝜀 𝐶3
(− ) = 𝐾 ( ) ( ) ( )
𝜌𝑣 2 𝜇 𝐷 𝐷
Nilai C1 dapat diturunkan dengan memvariasikan bilangan Reynolds pada pipa
yang sama karena L, D dan ε konstan pada pipa yang sama

∆𝑃 ′
𝜌𝑣𝐷 𝐶1
(− 2 ) = 𝑘 . ( )
𝜌𝑣 𝜇

∆𝑃 𝜌𝑣𝐷
𝑙𝑜𝑔 (− 2 ) = log(𝑘 ′ ). 𝐶1 . 𝑙𝑜𝑔 ( )
𝜌𝑣 𝜇

Dengan Regresi liner diperoleh:


𝑦 = 𝐴. 𝑥 + 𝐵
∆𝑃
Dengan, 𝑦 = log (− )
𝜌𝑣 2

𝜌𝑣𝐷
𝑥 = log ( )
𝜇
𝜀𝑥. 𝜀𝑦 − 𝑛𝜀(𝑥. 𝑦)
𝐴 = 𝐶1 =
(𝜀𝑥)2 − 𝑛. 𝜀𝑥 2
𝜀𝑦 − 𝑛. 𝜀𝑥
𝐵 = log 𝑘′ =
𝑛
Karena variable yang digunakan hanya bilangan Reynolds saja dan regresi yang
dilakukan untuk tiap pipa, maka didapatkan 3 data C1
∑ 𝐶1
𝐶1 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =
3
7. Menentukan konstanta C2 pada persamaan umum pressure drop

Pada persamaan umum pressure drop, besarnya penurunan tekanan dapat


ditentukan dengan persamaan Fanning yang merupakan penyederhanaan
persamaan umum pressure drop dengan konstanta bernilai 1.
8. Menentukan konstanta C3 pada persamaan umum pressure drop

∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2 𝜀 𝐶3
(− 2 ) = 𝐾 ( ) ( ) ( )
𝜌𝑣 𝜇 𝐷 𝐷
Nilai C3 dapat diturunkan dengan memvariasikan bilangan Reynolds dan jenis
pipa.
∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2 𝜀 𝐶3
(− 2 )( ) ( ) = 𝐾( )
𝜌𝑣 𝜇 𝐷 𝐷
∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2 𝜀
𝑙𝑜𝑔 [(− 2 ) ( ) ( ) ] = log(𝐾) + 𝐶3 . 𝑙𝑜𝑔 ( )
𝜌𝑣 𝜇 𝐷 𝐷
Dengan Regresi liner diperoleh:
𝑦 = 𝐴. 𝑥 + 𝐵
∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2
Dengan, 𝑦 = 𝑙𝑜𝑔 [(− 2 )( ) ( ) ]
𝜌𝑣 𝜇 𝐷

𝜀
𝑥 = 𝑙𝑜𝑔 ( )
𝐷
𝜀𝑥. 𝜀𝑦 − 𝑛𝜀(𝑥. 𝑦)
𝐴 = 𝐶3 =
(𝜀𝑥)2 − 𝑛. 𝜀𝑥 2
𝜀𝑦 − 𝑛. 𝜀𝑥
𝐵 = log 𝐾 =
𝑛
Nilai variable x pada setiap pipa sama, sehingga nilai y pada setiap pipa dirata
rata. Regresi linier dilakukan dengan 3 buah data x dan y.
9. Menghitung kesalahan relatif rata rata
∆𝑃 ∆𝑃
(− ) − (− 2 )
𝜌𝑣 2 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝜌𝑣 𝑃𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = . 100%
∆𝑃
(− 2 )
[ 𝜌𝑣 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 ]
∆𝑃 𝜌𝑣𝐷 𝐶1 𝐿 𝐶2 𝜀 𝐶3
Dengan, (− ) = 𝐾( ) ( ) ( )
𝜌𝑣 2 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝜇 𝐷 𝐷

∆𝑃 𝑔. 𝛥ℎ
(− 2 ) = 2
𝜌𝑣 𝑃𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 𝑣
∑ 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑛
LAPORAN SEMENTARA
ALIRAN FLUIDA (B)
Hari/tanggal :
Praktikan : 1. NIM :
2. NIM :
3. NIM :
Asisten : Miranda Maya Wijaya

DATA PERCOBAAN
Suhu percobaan : °C
Suhu air : °C
Suhu aquadest : °C
Berat piknometer kosong : gram
Berat piknometer + air : gram
Berat piknometer + aquadest : gram
Diameter dalam pipa : 2,75 cm
Diameter orificemeter : 2,50 cm
L pipa terukur (pipa) : 152 cm
L pipa terukur (elbow) : 18 cm
L pipa terukur (kran) : 23 cm
Waktu alir air : 1. detik
2. detik
3. detik
Waktu alir aquadest : 1. . detik
2. detik
3. detik

Kalibrasi : 1 cm ketinggian air di tangki = 683 cm3


1. Tabel hubungan antara sudut putar kran pengatur debit (α) dan beda elevasi
manometer (∆h) untuk penentuan Le Elbow
No. Sudut putar kran no. 11 (α) Waktu,detik ∆h, cm
1 0/5

2 1/5
3 2/5
4 3/5

5 4/5

2. Tabel hubungan antara debit pompa (Q) dan sudut putar kran pengatur debit (α)
untuk penentuan Le kran
No. Sudut putar Sudut putar Waktu,detik ∆h, cm
kran no. 8 kran no. 11 (α)

1/5
1/5 + 1/2

1 0 2/5
2/5 + 1/2
3/5
1/5
1/5 + 1/2

2 1/5 2/5
2/5 + 1/2

3/5
1/5
1/5 + 1/2

3 2/5 2/5
2/5 + 1/2
3/5
3. Tabel hubungan antara beda elevasi manometer (∆h), diameter (D), dan debit (Q)
untuk penentuan persamaan umum pressure drop

No. Diameter Sudut putar Waktu,detik ∆h, cm


pipa, cm kran no. 11 (α)

0/5
1/5

1 3,6 2/5

3/5
4/5
0/5
1/5

2 2,75 2/5
3/5

4/5
0/5
1/5

3 2,15 2/5
3/5
4/5
4. Tabel hubungan antara sudut putar kran pengatur (α) dan beda elevasi (∆h)
manometer venturimeter dan manometer orificemeter.

Sudut putar Waktu, detik ∆h, cm


No.
kran (α) Venturimeter Orificemeter Venturimeter Orificemeter
1 2/5
2 2/5 + 1/2
3 3/5
4 3/5 + 1/2
5 4/5
6 4/5 + 1/2

Asisten Jaga, Praktikan,

1.

2.

3.
POIN PENILAIAN
ALIRAN FLUIDA (B)

Poin Penilaian Max NA


Tujuan Percobaan 5
Metode Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan
Poin-poin pembahasan :
1. Alasan digunakannya persamaan Bernoulli sebagai dasar perhitungan
Aliran Fluida.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi panjang ekivalen (Le) kran.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi panjang ekivalen (Le) elbow.
4. Kelebihan dan kekurangan orificemeter dan venturimter sebagai alat ukur
fluida.
5. Alasan head pompa tidak diperhitungkan dalam analisis pressure drop
pada pipa.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pressure drop.
7. Alasan digunakan faktor koreksi pada orificemeter dan venturimeter.
8. Penjelasan masing-masing grafik (kualitatif dan kuantitatif). 45
9. Penjelasan alasan penyimpangan data pada grafik (jika ada).
10. Asumsi yang digunakan beserta pejelasannya.
11. Hasil perhitungan berupa panjang ekivalen kran dan elbow serta
persamaan pressure drop yang didapat dari percobaan.

Grafik yang harus ada:


1. Grafik hubungan antara sudut putar kran dengan panjang ekivalen elbow
2. Grafik hubungan antara sudut putar kran dengan panjang ekivalen kran
3. Grafik hubungan bilangan Reynold Orifice dengan Co
4. Grafik hubungan bilangan Reynold Venturimeter dengan Cv
5. Grafik hubungan bilangan Reynold dengan pressure drop pada pipa
berbagai diameter dan masing-masing diameter
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
DIFUSIVITAS INTEGRAL
(C)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan harga difusivitas asam asetat
(CH3COOH) dalam air dengan prinsip hitung integral dan menentukan konsentrasi
asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pipa kapiler pada berbagai waktu.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Larutan asam asetat 96%
2. Aquadest
3. Air kran
4. Phenolphtalein
5. Larutan NaOH 2 N
6. Asam oksalat dihidrat

B. Rangkaian Alat
Rangkaian alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukan pada Gambar 1.

Keterangan :
1. Tangki penyimpan air
2. Selang air
3. Katup pengatur aliran air
4. Bahan isian
5. Aliran laminar overflow
6. Pipa kapiler

Gambar 1. Rangkaian Alat Difusivitas Integral

C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Asam Asetat
Sebanyak 10 mL larutan asam asetat 96% diencerkan dengan
aquadest hingga volumenya 100 mL.
2. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Sebanyak 12,5 mL larutan NaOH 2 N diencerkan dengan aquadest
hingga volumenya 250 mL.
3. Standardisasi Larutan NaOH
a. Sebanyak 0,63 gram asam oksalat dihidrat dilarutkan dalam 100 mL
aquadest.
b. Sebanyak 10 mL larutan asam oksalat dititrasi dengan larutan NaOH
menggunakan Indikator Phenolphtalein hingga diperoleh tiga data.
4. Pengukuran Densitas dan Waktu Alir Asam Asetat, Air Kran dan
Aquadest
Densitas diukur dengan piknometer, sedangkan waktu alir diukur
dengan Viskosimeter Ostwald.
5. Pengukuran Diameter Selang, Diameter Pipa Kapiler, Debit Aliran,
Volume Air dalam Wadah Packing
a. Diameter dalam selang dan diameter dalam pipa kapiler diukur dengan
penggaris.
b. Tangki diisi dengan air hingga overflow.
c. Aliran air yang keluar diatur agar laminer dan ditampung dalam gelas ukur
100 mL, kemudian debitnya diukur sebanyak dua kali.
d. Tampung air dalam wadah packing yang telah overflow dengan gelas ukur
dan kemudian catat volume yang tertampung.
6. Perhitungan Konsentrasi Asam Asetat Sebelum Difusi
a. Panjang pipa kapiler diukur dan dicuci dengan aquadest sebanyak tiga
kali.
b. Larutan asam asetat dimasukkan ke pipa kapiler hingga penuh.
c. Larutan asam asetat dikeluarkan ke Erlenmeyer 50 mL, kemudian
dilakukan titrasi dengan larutan NaOH menggunakan Indikator
Phenolphtalein.
7. Perhitungan Konsentrasi Asam Asetat Setelah Difusi
a. Larutan asam asetat dimasukkan ke pipa kapiler hingga penuh.
b. Pipa kapiler disusun sejajar dalam wadah packing.
c. Wadah packing dialiri air dari tangki hingga overflow.
d. Pipa kapiler dipastikan terbenam seluruhnya dan tegak lurus arah aliran.
e. Setelah 15 menit, pipa kapiler pertama diambil. Larutan asam asetat
dikeluarkan ke Erlenmeyer 50 mL dan dilakukan titrasi dengan larutan
NaOH menggunakan Indikator Phenolphtalein.
f. Langkah e dilakukan tiap 15 menit untuk pipa kapiler yang lain.
III. ANALISIS DATA
1. Perhitungan Normalitas Larutan NaOH
𝑚𝑎𝑠.𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 1000
𝑁𝑎𝑠.𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 = ×
𝑀𝑟𝑒𝑘 𝑉
𝑁𝑎𝑠.𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 × 𝑉𝑎𝑠.𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 =
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
dengan, m : massa asam oksalat, g
Mrek : berat molekul ekuivalen asam oksalat, g/mol
V : volume larutan asam oksalat, mL
Nas.oksalat : normalitas larutan asam oksalat, N
NNaOH : normalitas larutan NaOH, N
Vas.oksalat : volume larutan asam oksalat untuk titrasi, mL
VNaOH : volume larutan NaOH untuk titrasi, mL

2. Perhitungan Densitas dan Viskositas Asam Asetat, Air Kran, dan Aquadest
𝑚𝑎𝑠.𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡
𝜌𝑎𝑠.𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑟𝑎𝑛
𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑟𝑎𝑛 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑡𝑎𝑠.𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝜌𝑎𝑠.𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡
𝜇𝑎𝑠.𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = × × 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑡𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑟𝑎𝑛 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑟𝑎𝑛
𝜇𝑎𝑖𝑟 𝑘𝑟𝑎𝑛 = × × 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
dengan, ρas.asetat : densitas asam asetat, g/cm3
ρair kran : densitas air kran, g/cm 3
ρaquadest : densitas aquadest pada suhu aquadest, g/cm3
mas.asetat : massa asam asetat, g
mair kran : massa air kran, g
maquadest : massa aquadest, g
μas.asetat : viskositas asam asetat, g/cm/s
μair kran : viskositas air kran, g/cm/s
μaquadest : viskositas aquadest pada suhu aquadest, g/cm/s
tas.asetat : waktu alir asam asetat, s
tair kran : waktu alir air kran, s
taquadest : waktu alir aquadest, s
3. Penentuan Jenis Aliran Air
4𝜌𝑄
𝑅𝑒 =
𝜋𝐷µ
dengan, Re : bilangan Reynolds
ρ : densitas air kran, g/cm 3
Q : debit rerata aliran, cm3/s
D : diameter selang, cm
μ : viskositas air kran, g/cm/s
Keterangan jenis aliran air :
Re < 2100 : laminer
2100 ≤ Re < 4000 : kritis
4000 ≤ Re < 10000 : transisi
Re ≥ 10000 : turbulen

4. Penentuan Harga Difusivitas Asam Asetat dalam Air


a. Rumus Empiris Wilke-Chang (Treybal,1981)
117,3 × 10−18 × (Ø𝐵 × 𝐵𝑀)0,5 × 𝑇
𝐷𝐴𝐵 =
𝜇 × 𝑉𝐴0,6
dengan, DAB : difusivitas zat terlarut A dalam pelarut B, m2/s
ØB : faktor asosiasi pelarut
BM : berat molekul pelarut, kg/kmol
T : suhu absolut, K
μ : viskositas larutan, kg/m/s
VA : volume molal zat terlarut A pada titik didih normal,
m3/kmol
b. Rumus Empiris Wilke-Chang (Perry,2008)
7,4 × 10−8 × (Ø𝐵 × 𝐵𝑀)0,5 × 𝑇
𝐷𝐴𝐵 =
𝜇 × 𝑉𝐴0,6
dengan, DAB : difusivitas zat terlarut A dalam pelarut B, cm2/s
ØB : faktor asosiasi pelarut
BM : berat molekul pelarut, g/mol
T : suhu absolut, K
μ : viskositas larutan, cP
VA : volume molal zat terlarut A pada suhu didih normal,
cm3/mol
c. Cara analitis (lakukan fitting menggunakan MATLAB)
𝐶𝐴𝑡
𝐸= × 100%
𝐶𝐴0
800 ~ 1 2𝑛 − 1 2 2
𝐸= 2 ∑ 2
𝑒𝑥𝑝 [− ( ) 𝜋 𝐷𝐴𝐵 𝑡]
𝜋 𝑛=1 (2𝑛 − 1) 2𝐿
dengan, E : persentase rasio konsentrasi asam asetat setelah
difusi dan sebelum difusi
CAt : konsentrasi asam asetat setelah difusi selama t menit
CA0 : konsentrasi asam asetat sebelum difusi
L : panjang pipa kapiler, cm
t : waktu difusi, menit
DAB : koefisien difusivitas asam asetat dalam air

5. Perhitungan Kesalahan Relatif Tiap Metode


𝐷𝐴𝐵 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝐷𝐴𝐵 𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = | | × 100%
𝐷𝐴𝐵 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 + 𝐷𝐴𝐵 𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖

6. Perhitungan Konsentrasi Asam Asetat Sisa pada Berbagai Waktu


dCAl k
 (CAs  CAl ) Ab Nb
dt V
DAB
k

dengan, CAl : Konsentrasi asam asetat yang tersisa dalam pipa
kapiler selama t menit
CAs : Konsentrasi asam asetat mula-mula dalam pipa kapiler
t : Waktu difusi, menit
DAB : Koefisien difusivitas asam asetat dalam air, cm2/s
V : Volume air dalam wadah packing, cm3
Ab : Luas penampang pipa kapiler, cm2
Nb : Jumlah pipa kapiler dalam wadah packing
δ : Tinggi pipa kapiler rata-rata, cm
LAPORAN SEMENTARA
DIFUSIVITAS INTEGRAL (C)

Praktikan : 1. NIM :
2. NIM :
3. NIM :
Hari/Tanggal :
Asisten : M. Luthfi Fahrul Fahmi / Laila Refiana

DATA PERCOBAAN
o
Suhu percobaan : C
o
Suhu aquadest : C
Diameter selang : cm
Diameter Pipa Kapiler : cm
Debit air overflow : 1. mL/s
2. mL/s
Volume air dalam wadah packing : mL
Waktu alir larutan asam asetat : 1. s
2. s
Waktu alir aquadest : 1. s
2. s
Waktu alir air kran : 1. s
2. s
Berat piknometer kosong : gram
Berat piknometer + lar.asam asetat : gram
Berat piknometer + aquadest : gram
Berat piknometer + air kran : gram
Berat asam oksalat : gram

Data Standardisasi Larutan NaOH dengan Larutan Asam Oksalat


No Volume Larutan Asam Oksalat, mL Volume Larutan NaOH, mL
1
2
3
Data Titrasi Asam Asetat dengan Larutan NaOH untuk Berbagai Pipa Kapiler
Panjang Pipa Volume Larutan NaOH, mL
No Waktu Difusi, menit
Kapiler, cm Sebelum Difusi Setelah Difusi
1
2
3
4
5
6

Yogyakarta, 2019
Asisten, Praktikan,
1.
2.
3.
POIN PENILAIAN LAPORAN
DIFUSIVITAS INTEGRAL (C)

Nama/NIM :
Nilai Nilai Nilai
Poin Penilaian
Sementara Revisi Maksimal
Tujuan Percobaan 3
Metodologi Percobaan 7
Hasil dan Pembahasan 50
 Definisi difusi
 Jenis difusi berdasarkan gerakan fluida
dan tipe difusi apa yang digunakan dalam 7
percobaan ini
 Faktor yang mempengaruhi difusi
Penjelasan ringkas cara kerja (hanya proses
difusi) mencakup :
o Alasan menggunakan pipa kapiler
o Alasan menggunakan asam asetat
o Alasan pemasangan pipa kapiler tegak 10
lurus aliran
o Alasan aliran air harus laminar dan
overflow
o Asumsi yang digunakan
Penjelasan metode penentuan koefisien
difusivitas
 Tabel mengenai syarat penggunaan,
kelebihan dan kekurangan untuk rumus
empiris
o Wilke-Chang (Treybal, 1981)
10
o Wilke-Chang (Perry, 2008)
 Metode Analitis
o Gambar sistem, inkremen, neraca
massa pada elemen volume, dan
kaitan hukum Fick hingga didapat PD
parsial orde 2 serta IC dan BC
Pembahasan hasil
 Nilai difusivitas dari referensi dan hasil
perhitungan ketiga metode
 Fitting data percobaan terhadap
perhitungan dengan grafik t/L^2 vs
E(%),serta penjelasannya
23
 Grafik t/L^2 vs E(%) untuk rumus empiris
dan referensi, serta perbandingan dengan
data percobaan
 Grafik hubungan konsentrasi asam asetat
sisa dalam pipa kapiler dan waktu difusi
 Penjelasan penyimpangan (jika ada)
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
SEDIMENTASI
(D)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan kecepatan sedimentasi pada berbagai konsentrasi padatan dengan
membuat grafik hubungan antara kecepatan sedimentasi dengan konsentrasi
padatan pada lapisan batas.
2. Mencari persamaan kurva 𝑍𝐿 dan 𝜃𝐿 untuk fase free settling dan hindered
settling.

II. CARA KERJA


A. Pengukuran kecepatan sedimentasi untuk campuran dengan konsentrasi 40 dan
60 g/L
1. Timbang CaCO3 sebanyak 10 gram, kemudian larutkan dalam 250 mL air
pada gelas beker.
2. Aduk larutan hingga homogen dan masukkan ke dalam gelas ukur 250 mL.
3. Ukur ketinggian lapisan batas pada saat t=0 dengan membaca angka
sesuai yang tertera pada milimeter blok.
4. Selanjutnya pengukuran ketinggian lapisan batas antara beningan dan
endapan diukur setiap 30 detik hingga diperoleh 20 data konstan.
5. Hal yang sama dilakukan untuk 15 gram CaCO3 untuk konsentrasi 60 g/L.
B. Pengukuran viskositas cairan beningan, air kran, dan aquadest
1. Waktu alir beningan pada konsentrasi 40 g/L dan 60 g/L diukur dengan
viskosimeter Ostwald.
2. Hal yang sama dilakukan untuk air kran dan aquadest.
3. Pengukuran waktu alir diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing cairan.
C. Pengukuran massa jenis
1. Piknometer kosong ditimbang.
2. Piknometer diisi beningan konsentrasi 40 g/L dan 60 g/L kemudian
ditimbang.
3. Kemudian, berat piknometer berisi air kran dan aquadest diukur sebagai
pembanding.
4. Suhu percobaan diukur dengan mengukur suhu larutan dengan termometer
alkohol 110oC.
III. ANALISIS DATA
1. Menentukan Kecepatan Sedimentasi
a. Dengan cara visualisasi

Keterangan:
𝐶 = konsentrasi pada lapisan, g/L
𝑣 = kecepatan sedimentasi, cm/s
𝑣̅𝐿 = kecepatan naiknya lapisan, cm/s
𝑐 − 𝑑𝑐 = konsentrasi padatan masuk lapisan, g/L
𝑣 + 𝑣̅𝐿 = kecepatan padatan keluar terhadap
permukaan lapisan, cm/s
𝑣 + 𝑑𝑣 = kecepatan padatan masuk ke dalam
lapisan terhadap permukaan lapisan, cm/s

Neraca massa elemen volume:


mass input = mass output (1)
𝐶 − 𝑑𝐶𝑣 + 𝑑𝑣 + 𝑣̅𝐿 𝑆𝜃 = 𝑐𝑣 + 𝑣̅𝐿 𝑆𝜃 (2)
dengan,
𝑆 = luas permukaan silinder, cm 2
𝜃 = waktu sedimentasi, s

Persamaan (1) diselesaikan,


[𝑣 + 𝑣̅𝐿 + 𝑐𝑑𝑣 − 𝑣 + 𝑑𝑣 + 𝑣̅𝐿 ]𝑑𝐶 = 𝐶(𝑣 + 𝑣̅𝐿 ) (3)
𝑣̅𝐿 𝑑𝐶 = 𝐶𝑑𝑣 − 𝑣𝑑𝐶 − 𝑑𝑣𝑑𝐶 (4)
𝑑𝑣
𝑣̅𝐿 = 𝐶 − 𝑣 − 𝑑𝑣 (5)
𝑑𝐶

karena 𝑑𝑣 sangat kecil, maka persamaan (5) menjadi,


𝑑𝑣
𝑣̅𝐿 = 𝐶 −𝑣 (6)
𝑑𝐶

Diasumsikan bahwa kecepatan sedimentasi merupakan fungsi konsetrasi


(Foust, 1960),
𝑣 = 𝑓(𝐶) (7)
𝑑𝑣
= 𝑓′(𝐶) (8)
𝑑𝑐

sehingga,
𝑣 = 𝐶𝑓 ′ 𝐶 − 𝑓(𝐶) (9)
Karena C konstan untuk percobaan ini, maka 𝑓 ′ 𝐶 dan 𝑓𝐶 juga konstan sehingga
𝑣̅𝐿 konstan. Nilai 𝑣̅𝐿 yang konstan ini dapat dipakai untuk menentukan
konsentrasi padatan pada batas atas dari suatu lapisan batas pada percobaan.

Neraca massa padatan pada proses sedimentasi batch :


massa padatan sebelum sedimentasi = massa padatan sesudah sedimentasi (10)
𝐶0 𝑧0 𝑆 = 𝐶𝐿 𝑆𝜃𝐿 (𝑣𝐿 + 𝑣̅𝐿 ) (11)
dengan,
𝐶0 = konsentrasi larutan mula-mula, g/L
𝐶𝐿 = konsentrasi lapisan atas, g/L
𝑧0 = tinggi slurry/ larutan mula-mula, cm
𝑆 = luas permukaan, cm2
𝜃𝐿 = waktu pengendapan, detik
jika 𝑧𝐿 adalah tinggi interface pada saat 𝜃𝐿 dan 𝑣̅𝐿 konstan sesuai dengan
persamaan (9) maka:
𝑧𝐿
𝑣̅𝐿 = (12)
𝜃𝐿

Persamaan (12) disubstitusikan ke persamaan (11) diperoleh:


𝑧0 𝐶0
𝐶𝐿 = (13)
𝑧𝐿 +𝑣𝐿 𝜃𝐿

Grafik hubungan antara 𝑧𝐿 dan 𝜃𝐿 dapat dibuat dari data percobaan:


Keterangan :
𝑧0 = tinggi slurry mula-mula, cm
𝑧𝑖 = intersep garis singgung kurva
pada titik (𝜃𝐿 , 𝑧𝐿 )
𝑧𝐿 = tinggi slurry saat mencapai 𝐶𝐿 ,
cm
𝜃𝐿 = waktu yang diperlukan untuk
mencapai 𝑧𝐿 , detik
Pada gambar di atas, 𝑣𝐿 merupakan slope kurva pada saat 𝜃 = 𝜃𝐿 dan dinyatakan dalam
tangen 𝛼 diperoleh,
𝑑𝑧𝐿
𝑣𝐿 = − (14)
𝑑𝜃𝐿
𝑧𝑖 −𝑧𝐿
𝑣𝐿 = tg 𝛼 = (15)
𝜃𝐿

𝑧𝑖 = 𝑧𝐿 + 𝜃𝐿 𝑣𝐿 (16)
𝑧0 𝐶0
𝐶𝐿 = (17)
𝑧𝑖

dengan,
𝑧𝑖 = intersep dari garis singgung kurva pada titik (𝜃𝐿 , 𝑧𝐿 )
Perhitungan selanjutnya menghasilkan data untuk grafik hubungan 𝑣𝐿 dan 𝐶𝐿 .

b. Cara Numeris
i. Keadaan kecepatan sedimentasi tetap (free settling)
𝑧𝐿1 −𝑧𝐿2
𝑣𝐿 = − (18)
𝜃𝐿1 −𝜃𝐿2
𝑑𝑧𝐿
𝑣𝐿 = − = konstan (19)
𝑑𝜃𝐿

dengan,
𝑣𝐿 = kecepatan sedimentasi, cm/detik
𝑧𝐿 = tinggi lapisan batas, cm
𝜃𝐿 = waktu sedimentasi, detik
(Brown, 1950)
Persamaan diintegralkan :
∫ 𝑑𝑧𝐿 = ∫ −𝑣𝐿 𝑑𝜃𝐿 (20)
∫ 𝑑𝑧𝐿 = −𝑣𝐿 ∫ 𝑑𝜃𝐿 (21)
𝑧𝐿 = −𝑣𝐿 𝜃𝐿 + 𝑐1 (22)
Jika persamaan ditulis dalam bentuk 𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏, maka dapat digunakan
metode least square untuk mencari a dan b.
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 (23)
dengan,
𝑦 = 𝑧𝐿
𝑥 = 𝜃𝐿
𝑑𝑧𝐿
𝑎 = −𝑣𝐿 =
𝑑𝜃𝐿
𝑏 = 𝑐1
Pada free settling, kurva 𝜃𝐿 vs 𝑧𝐿 berbentuk garis lurus, 𝑧𝑖 = 𝑧0 , sehingga,
𝑧0 𝐶0 𝑧0 𝐶0
𝐶𝐿 = = (24)
𝑧𝑖 𝑧0
𝐶𝐿 = 𝐶0 (25)
dengan,
𝐶𝐿 = konsentrasi slurry pada 𝜃𝐿 , gram/L
𝐶0 = konsentrasi slurry awal, gram/L

ii. Keadaan kecepatan sedimentasi berkurang dengan bertambahnya waktu


(hindered settling)
𝑑𝑧𝐿
𝑣𝐿 = − = 𝑘(𝑧𝐿 − 𝑧∞ ) (26)
𝑑𝜃𝐿

dengan,
𝑧𝐿 = tinggi lapisan batas pada 𝜃𝐿 , g/L
𝑧∞ = tinggi lapisan batas saat 𝜃 = 𝜃∞ , cm
𝑘 = konstanta untuk sistem sedimentasi partikel
(Brown, 1950)
Persamaan diintegralkan,
𝑧
𝐿 𝑑𝑧𝐿 𝜃
∫𝑧 − (𝑧 = ∫0 𝐿 𝑘𝑑𝜃𝐿 (27)
𝑐 𝐿 −𝑧∞ )
𝑧𝐿 −𝑧∞
𝑙𝑛 = −𝑘𝜃𝐿 (28)
𝑧𝑐 −𝑧∞
𝑧𝐿 −𝑧∞
= 𝑒 −𝑘𝜃𝐿 (29)
𝑧𝑐 −𝑧∞

𝑧𝐿 = 𝑧∞ + (𝑧𝑐 − 𝑧∞ )𝑒 −𝑘𝜃𝐿 (30)


dengan,
𝑧𝑐 = fungsi daerah kompresi pada konsentrasi kritis, cm
Persamaan (28) dapat ditulis dalam bentuk :
ln(𝑧𝐿 − 𝑧∞ ) = ln(𝑧𝑐 − 𝑧∞ ) − 𝑘𝜃𝐿 (31)
Persamaan (31) ditulis dalam bentuk linier :
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 (32)
dengan,
𝑦 = ln(𝑧𝐿 − 𝑧∞ )
𝑥 = 𝜃𝐿
𝑎 = −𝑘
𝑏 = ln(𝑧𝑐 − 𝑧∞ )
Kesalahan relatif untuk n data dihitung dengan persamaan :
1 𝑧𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 −𝑧𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
Kesalahan relatif = [∑ | |] × 100% (33)
𝑛 𝑧𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
c. Menentukan Porositas Endapan
Harga ρ aquadest dan ρ CaCO3 pada suhu percobaan diperoleh dari literatur
(Perry, 1984)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (34)
𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑎𝑖𝑟−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟


𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔 = (35)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

Neraca massa total


i. Sebelum sedimentasi
Massa padatan,
𝑚𝑡 𝑥𝑠 = 𝑥𝑠 [𝐴𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 1 − 𝑥 + 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝑥 + 𝐴𝑧0 − 𝑧𝑐 𝜌] (36)
ii. Sesudah sedimentasi
Massa padatan, 𝑚𝑝 = 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 (1 − 𝑥) (37)
Massa air, 𝑚𝑎 = 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝑥 + 𝐴(𝑧0 − 𝑧𝑐 )𝜌 (38)
Massa total,
𝑚𝑡 = 𝑚𝑝 + 𝑚𝑎 = 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 1 − 𝑥 + 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝑥 + 𝐴(𝑧0 − 𝑧𝑐 )𝜌 (39)
Neraca massa padatan :
Massa padatan sebelum sedimentasi = Massa padatan setelah sedimentasi (40)
𝑚𝑡 𝑥𝑠 = 𝑚𝑝 (41)
𝑥𝑠 [𝐴𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 1 − 𝑥 + 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝑥 + 𝐴𝑧0 − 𝑧𝑐 𝜌] = 𝐴𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 (1 − 𝑥) (42)
𝑥𝑠 𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 +𝑥𝑠 𝜌𝑧0 −𝑧𝑐 −𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑥= (43)
𝑥𝑠 𝑧𝑐 𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 −𝑥𝑠 𝑧𝑐𝜌−𝑧𝑐𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3

dengan,
𝑥 = porositas cake
𝐶0 = konsentrasi mula-mula padatan dalam slurry, g/cm3
𝐴 = luas penampang, cm 2
𝑧0 = tinggi slurry sebelum sedimentasi, cm
𝑧𝑐 = tinggi cake, cm
𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂3 = densitas CaCO3, g/cm3
𝜌 = densitas air, g/cm3
𝑥𝑠 = kadar CaCO3 dalam suspensi (g CaCO3/g slurry), fraksi massa
Kadar padatan dihitung dengan persamaan :
𝐶0 𝑉0
𝑥𝑠 = 𝐶0 𝑉0 (44)
𝑉0 − 𝜌+𝐶0 𝑉0
𝜌𝐶𝑎𝐶𝑂
3

dengan,
𝑉0 = volume larutan konstan, cm 3
d. Menentukan Densitas Beningan
Densitas beningan dapat dihitung dengan persamaan :
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑏𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝜌𝑏 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (45)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

e. Menentukan Viskositas Beningan


Viskositas beningan dapat dihitung dengan persamaan :
𝑡𝑏𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜌𝑏𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
𝜇𝑏 = ×𝜌 × 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (46)
𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 dan 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 diperoleh dari referensi.


LAPORAN SEMENTARA
SEDIMENTASI (D)
Hari, tanggal :
Nama Praktikan : 1. NIM :
2. NIM :
3. NIM :
Asisten : Riezky Gusti Fadhillah / Rafaela Greta Putri

DATA PERCOBAAN
Massa CaCO3 : 1. 2. gram
Suhu percobaan : °C
Berat piknometer kosong : gram
Berat piknometer + air kran : gram
Berat piknometer + aquadest : gram
Berat piknometer + beningan : 1. Konsentrasi awal 40 g/L : gram
2. Konsentrasi awal 60 g/L : gram
Waktu alir kran : 1. 2. 3. detik
Waktu alir aquadest : 1. 2. 3. detik
Waktu alir beningan :
a. Konsentrasi awal 40 g/L : 1. 2. 3. detik
b. Konsentrasi awal 60 g/L : 1. 2. 3. detik
1. Konsentrasi awal 40 g/L
Massa CaCO3 : gram

No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm) No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm)

No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm) No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm)


2. Konsentrasi awal 60 g/L
Massa CaCO3 : gram

No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm) No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm)


No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm) No 𝜃𝐿 (detik) 𝑧𝐿 (cm)

Asisten, Praktikan,
1.

2.
POIN PENILAIAN
SEDIMENTASI (D)

Nama :
NIM : 17 /

Poin
Komponen Penilaian Poin Poin
Max
Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan
A. Bahan
10
B. Alat
C. Cara Kerja
Hasil dan Pembahasan
1. Faktor – faktor yang mempengaruhi sedimentasi
2. Alasan mengapa praktikum ini dilakukan dengan
sedimentasi batch
3. Penjelasan free settling dan hindered settling
4. Pengertian koagulasi dan flokulasi serta
perbedaannya
5. Aplikasi sedimentasi di dunia industri dan sebutkan
contoh alatnya
45
6. Asumsi yang digunakan
7. Penjelasan hasil percobaan
8. Perbandingan perhitungan dengan metode visual
dan pemrograman secara komputer. Grafik –
grafik :
a. Grafik 𝑧𝐿 vs 𝜃𝐿 percobaan
b. Grafik 𝑧𝐿 vs 𝜃𝐿 pemrograman komputer
c. Grafik 𝑣𝐿 vs 𝐶𝐿 percobaan dan persamaan
d. Grafik 𝑣𝐿 vs 𝐶𝐿 pemrograman komputer
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran
A. Data Percobaan
25
B. Analisis Data
C. Perhitungan
Total 100
FILTRASI
(E)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan Percobaan filtrasi adalah:
1. Membuat grafik hubungan antara Δtf / ΔV dengan V rata-rata pada operasi dengan
pressure drop konstan.
2. Membuat grafik hubungan antara konstrasi zat warna dalam air pencuci (Cw)
dengan volume air pencuci (Vw) pada operasi filtrasi dengan pressure drop
kosntan.
3. Menentukan harga kosntanta filtrasi (Cv).
4. Menentukan harga volume ekivalen (Ve).
5. Menentukan waktu siklus optimum (ts optimum).
6. Menentukan volume filtrat optimum (V optimum).
7. Menentukan volume air pencuci optimum (Vw optimum).

II. CARA KERJA


1. Pembuatan Slurry CaCO3
o Masukkan 800 gram serbuk CaCO3 ke dalam ember berisi 7 liter air.
o Masukkan zat warna makanan sebanyak 6 gram ke dalam campuran.
o Aduk campuran sampai rata.
2. Uji Kebocoran
o Isi tangki pencuci dengan air dan buka kran.
o Hidupkan pompa untuk menguji kebocoran dan atur agar pressure drop ±0,5
bar.
o Susun ulang alat filtrasi hingga tidak terjadi kebocoran.
3. Proses Filtrasi
o Hidupkan pengaduk listrik dan masukkan slurry CaCO3 ke dalam tangki
umpan.
o Buka kran umpan dan pressure drop dipertahankan tetap ±0,5 bar.
o Tampung filtrat yang keluar setiap 200 mL dengan memakai gelas ukur dan
catat waktu terbaca secara kumulatif.
o Hentikan filtrasi apabila tidak ada lagi filtrat yang keluar.
4. Tahap Pencucian
o Buka kran tangki pencuci dengan kondisi tangki umpan dalam keadaan
tertutup dan pertahankan pressure drop tetap ± 0,5 bar.
o Tampung air pencuci yang keluar setiap 200 mL volume dalam gelas ukur
kemudian ambil sebagian ditabung reaksi sebagai sampel.
o Hentikan pencucian setelah intensitas warna air pencuci telah konstan.
5. Tahap Pengujian Zat Warna
o Buat larutan standar dengan memasukkan zat warna sebanyak 0,36 gram per
0,3 liter air.
o Ukur larutan standar dan sampel 5 cm dari dasar tabung reaksi dan cek
intensitas warna larutan standar dibandingkan dengan sampel. Jika
intensitasnya beda, encerkan larutan standar hingga tingginya 10 cm. Jika
intensitas warna masih berbeda, kurangi larutan standar hingga intensitas
warnanya sama dengan sampel atau hingga tingginya minimal 5 cm. Jika
belum sama ulangi pengenceran larutan standar hingga intensitas warnanya
sama dengan larutan sampel. Pengamatan secara visual dilakukan dari atas
tabung.
o Lakukan pengujian zat warna dari sampel yang paling pekat hingga yang
paling encer.
o Catat tinggi larutan standar untuk setiap sampel air pencuci.
6. Tahap Bongkar Pasang
o Bongkar alat filtrasi, dan bersihkan semua alat dan filter cloth.
o Rangkai kembali alat filtrasi.
o Catat waktu pembongkaran dan perakitan kembali alat filtrasi sebagai waktu
bongkar pasang.
o Ukur ukuran frame dan buang sisa filtrat.

III. ANALISIS DATA


1. Menetukan Harga Cv dan Ve
Persamaan utama yang digunakan dalam percobaan filtrasi, yaitu
𝑑𝑡𝑓 2𝐶𝑣 2. 𝐶𝑣. 𝑉𝑒
= 2 𝑉+ 2 (1)
𝑑𝑉 𝐴 (−∆𝑃) 𝐴 . (−∆𝑃)
𝑑𝑡𝑓 ∆𝑡𝑓
Harga dapat didekati dengan , sehingga persamaaan (1) dapat didekati
𝑑𝑉 ∆𝑉

dengan (2)
∆𝑡𝑓 2𝐶𝑣 2𝐶𝑣𝑉𝑒
= 2 𝑉+ 2
∆𝑉 𝐴 (−∆𝑃) 𝐴 . (−∆𝑃)
∆𝑡𝑓
Jika persamaan (2) dipakai untuk membuat grafik hubungan antara dengan V,
∆𝑉

maka diperoleh persamaan linear


𝑌 = 𝐵𝑋 + 𝐷 (3)
dengan,
𝑋=𝑉
∆𝑡𝑓
𝑌=
∆𝑉
2𝐶𝑣
𝐵= 2 (𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒)
𝐴 (−∆𝑃)
2𝐶𝑣𝑉𝑒
𝐷= 2 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝)
𝐴 . (−∆𝑃)
∆𝑡𝑓
Harga dihitung secara numeris dengan persamaan pendekatan differensial
∆𝑉

sebagai berikut
a) Untuk data awal dipakai first forward difference:
∆𝑡𝑓 −3𝑡𝑛 + 4𝑡𝑛+1 − 𝑡𝑛+2
( ) = (4)
∆𝑉 𝑛 2(∆𝑉)
b) Untuk data tengah dipakai first central difference:
∆𝑡𝑓 𝑡𝑛+1 − 𝑡𝑛−1
( ) = (5)
∆𝑉 𝑛 2(∆𝑉)
c) Untuk data akhir dipakai first backward difference:
∆𝑡𝑓 3𝑡1 − 4𝑡𝑛−1 + 𝑡𝑛−2 (6)
( ) =
∆𝑉 𝑛 2(∆𝑉)
Harga konstanta B dan D dihitung dengan metode least – square:
∑ X ∑ 𝑌 − 𝑛 ∑ 𝑋𝑌
𝐵= (7)
(∑ 𝑋)2 − 𝑛 ∑ 𝑋2
∑𝑌 − 𝐵∑𝑋
𝐷= (8)
𝑛
Dengan n = jumlah data

2. Menentukan Volume Air Pencuci


Pengaliran air pencuci dihentikan saat warna air pencuci relatif tetap, yang
menandakan massa zat warna yang terkandung dalam air pencuci relatif tetap
(Cw konstan). Larutan zat warna standar diencerkan hingga intensitas warnanya relatif
sama dengan air pencuci yang berarti bahwa massa zat warna dalam air pencuci
relatif sama dengan massa zat warna dalam larutan standar.
Persamaan yang digunakan :

𝐶𝑠𝑜 ℎ𝑤 (9)
𝐶𝑤 =
𝑛 ℎ𝑠
Dengan n = 2x
Dengan membuat grafik hubungan antara Cw dan Vw, harga Vw dapat diketahui yaitu
pada saat Cw konstan atau mendekati konstan, yaitu saat kurva Cw vs Vw
mendatar.

3. Menentukan Volume Filtrat Optimum dan Waktu Siklus Filtrasi Optimum


Untuk menentukan volume filtrat optimum ( Vopt ) dan waktu siklus filtrasi optimum
(tsopt) digunakan persamaan :

𝐴2 (−∆𝑃) 𝑡𝑝 (10)
𝑉=√
𝐶𝑣 1 + 2𝑘
𝑉𝑤
Dengan 𝑘 =
𝑉

Waktu siklus filtrasi optimum ditentukan dengan persamaan :


𝐶𝑣
𝑡𝑠𝑜𝑝𝑡 = [𝑉𝑜𝑝𝑡 2 + 2𝑉𝑒𝑉𝑜𝑝𝑡 + 2𝑘𝑉𝑜𝑝𝑡 2 + 2𝑘𝑉𝑒𝑉𝑜𝑝𝑡 ] + 𝑡𝑝 (11)
𝐴2 (−∆𝑃)

4. Menetukan Volume Air Pencuci Optimum (Vwopt)


Volume air pencuci optimum ditentukan dengan persamaan :
𝑉𝑤𝑜𝑝𝑡 = 𝑘𝑉𝑜𝑝𝑡 (12)
LAPORAN SEMENTARA
FILTRASI (E)

Praktikan : 1. NIM:
2. NIM:
3. NIM:
Hari/Tanggal :
Asisten : Albertus Alphero Tangkilisan

DATA PERCOBAAN
Massa CaCO3 : gram Ukuran frame : x cm2
Waktu bongkar
Volume air : menit detik
: L pasang
Zat Warna : gram Jumlah filter cloth : lembar
Konsentrasi larutan
: 0,36 gram / 0,3 L air Pressure drop : bar
standar

1. Hubungan antara Volume Filtrasi (V) dengan waktu Filtrasi (tf)


No Volume, mL Waktu, detik No Volume Waktu, detik
2. Hubungan antara Volume Pancuci (Vw), Jumlah Pengenceran (n), Tinggi Larutan
Standar (hs), dan Tinggi Larutan Sampel (hw)

No Vw, mL n, x hs,cm hw, cm No Vw, mL n, x hs,cm hw, cm

Asisten, Praktikan,
1.

2.

3.
POIN PENILAIAN
FILTRASI
(E)

Nama :
NIM :

Komppnen Penilaian Poin Max Poin Poin


Cover + Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan
1. Hal-hal yang mempengaruhi filtrasi
2. Media filter dalam filtrasi
3. Metode pengoperasian plate and frame filter
press
4. Fungsi pengetesan kebocoran, pengadukan
slurry dan pencucian cake
5. Alasan digunakan CaCO3
6. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam
percobaan
7. Kesalahan-kesalahan yang terjadi selama
percobaan 45
8. Pengertian dan faktor yang berpengaruh
terhadap Cv dan Ve
9. Grafik v rata-rata vs dtf/dV beserta
pembahasannya
10. Grafik Vw vs Cw beserta pembahasannya
11. Pengertian, hasil perhitungan dan
pembahasan V optimum, t optimum dan Vw
optimum
12. Pengertian, hasil perhitungan dan
pembahasan Ve dan Vf, bandingkan hasilnya
dan simpulkan
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
EFFLUX TIME
(G)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menghitung nilai faktor koreksi terhadap waktu pengosongan tangki dengan
cara membandingkan waktu efflux pengamatan terhadap waktu efflux teoritis.

II. CARA KERJA


A. Penentuan Sifat Fisis
1. Timbang garam dapur sebanyak 250 gram, kemudian dilarutkan dalam 8 liter
air ledeng.
2. Ukur densitas aquadest dan larutan garam dengan menggunakan piknometer
dengan menimbang berat masing-masing cairan dalam pikometer di neraca
analitis digital.
3. Hitung viskositas aquadest dan larutan garam dengan menggunakan
viskosimeter Ostwald dengan mengukur waktu alirnya.
B. Penentuan Efflux Time
1. Pipa-pipa diukur dan dibedakan berdasarkan kesamaan panjang dan
diameternya (masing-masing ada 5 pipa untuk panjang dan diameter yang
sama).
2. Pipa dirangkai sesuai dengan rangkaian alat percobaan dan pastikan pipa
tegak lurus dengan diameter tangki.
3. Tes kebocoran terlebih dahulu menggunakan air ledeng sebelum melakukan
percobaan dengan menggunakan larutan sampel (larutan garam).
4. Tutup bagian ujung pengeluaran pipa dan masukkan larutan garam yang
telah dibuat sebelumnya ke dalam tangki dengan ketinggian lebih dari 14
cm.
5. Pastikan sebelum pengukuran waktu penurunan, permukaan air sudah
tenang.
6. Catat waktu penurunan cairan setiap interval penurunan cairan 2 cm (∆h =
2 cm) untuk diameter pipa tetap sedangkan panjang pipa bervariasi, begitu
juga untuk panjang pipa tetap sedangkan diameter pipa bervariasi.

Kode G2: untuk poin B.4, larutan garam yang dimasukkan ke dalam tangki
mencapai ketinggian lebih dari 17,5 cm dan untuk poin B.6, menggunakan
interval penurunan cairan 2,5 cm (∆h = 2,5 cm).
III. ANALISIS DATA
1. Menentukan densitas larutan garam

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = ( )−( ) (1)
+ 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = ( )−( ) (2)
+ 𝑙𝑎𝑟 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
𝜌𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = × 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (3)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

dengan 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 pada suhu percobaan dapat dilihat dalam literature

2. Menentukan viskositas larutan garam

𝑡̅𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚×𝜌𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚


𝜇𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = × 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (4)
𝑡̅𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 ×𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

dengan 𝑡̅ : waktu alir rata-rata


𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 pada suhu percobaan dapat dilihat pada literatur
Persamaan Poiseuille:
𝜋×𝑅4 ×(−∆𝑃)
𝑄= (5)
8×𝜇×𝐿

dengan Q: debit aliran, cm3/s


R: jari-jari pipa, cm
(−∆𝑃): tekanan hidrostatis, g/cm.s2
𝜇: viskositas cairan, g/cm.s
L: panjang pipa, cm
𝑣
𝑄= (6)
𝑡

(−∆𝑃) = 𝜌 × 𝑔 × ℎ (7)

3. Menentukan efflux time teoritis

𝜌×𝑣×𝐷𝑝
𝑅𝑒 = (8)
𝜇
𝑄
𝑣= (9)
𝐴𝑝

𝜋 ∆𝐻
𝑄 = × 𝐷𝑡 2 × (10)
4 𝑡𝑠
𝜋
𝐴𝑝 = 𝑥𝐷𝑝 2 (11)
4

dengan, Re : bilangan Reynold


ρ: densitas larutan, g/cm3
v: kecepatan aliran laminar dalam pipa, cm/s
Dp: diameter pipa, cm
Q: kecepatan aliran volumetris, cm 3/s
Ap: luas penampang pipa, cm 2
Dt: diameter tangki, cm
∆𝐻: penurunan tangki, cm
ts: efflux time untuk ∆H tertentu, s
μ: viskositas larutan, g/cm.s
Persamaan Bernoulli:
𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
+ + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊𝑠 = + + 𝑧2 (12)
𝜌𝑔 2𝑔 𝜌𝑔 2𝑔

Neraca massa cairan dalam tangki


𝑅𝑖𝑛 − 𝑅𝑜𝑢𝑡 = 𝑅𝑎𝑐𝑐
𝑑
0 − (𝜌 𝑄) = (𝜌 𝑉)
𝑑𝑡
𝜋 𝜋 𝑑𝐻
− 𝐷𝑝 2 𝑣 = − 𝐷𝑡 2
4 4 𝑑𝑡
𝐷𝑡 2 𝑑𝐻
𝑣=− (13)
𝐷𝑝 2 𝑑𝑡

Faktor friksi dapat ditentukan melalui bilangan Reynold sebagai berikut:


a. Untuk aliran laminer, Re < 2100

64
𝑓=
𝑅𝑒

(14)
b. Untuk aliran transisi, 2100 < Re < 4000

4×(0.0791)
𝑓=
𝑅𝑒 0.25

(15)
c. Untuk aliran turbulen, Re > 4000

0.25
𝑓= 2 (16)
𝜀
(𝑙𝑜𝑔(3.71𝐷))

dengan 𝜀/𝐷 merupakan relative roughness yang dicari dari literature

4. Menentukan faktor koreksi

𝑡𝑠
ɳ= (17)
𝑡𝑡

dengan, η: faktor koreksi


ts: efflux time percobaan, s
tt: efflux time teoritis, s
LAPORAN SEMENTARA
EFFLUX TIME (G)

Nama Praktikan : 1. ………………………………….. NIM : …………..


2. ………………………………….. NIM : …………..
3. ………………………………….. NIM : …………..
Hari/Tanggal :
Asisten : Faaza Ihda Fairuza / Ilham Bagaskara

A. Data Percobaan
Konsentrasi larutan garam : .………………… Gram/ …………. Liter
Suhu larutan : …………………. o
C
Berat piknometer kosong : …………………. Gram
Berat piknometer + aquadest : …………………. Gram
Berat piknometer + larutan garam : …………………. Gram
Waktu alir aquadest : 1 ………………. Detik
2 ………………. Detik
Waktu alir larutan garam : 1 …….………… Detik
2 ………………. Detik
Diameter tangki : …………………. cm

Tinggi cairan dalam tangki


H1 = …………….. cm H4 = ………….…. cm
H2 = …………….. cm H5 = …………...... cm
H3 = …………….. cm H6 = …………….. cm

B. Data untuk Variasi Diameter Pipa


No L, cm Dp, cm ts, detik

H1-H2 H2-H3 H3-H4 H4-H5 H5-H6

5
C. Data untuk Variasi Panjang Pipa
No L, cm Dp, cm ts, detik

H1-H2 H2-H3 H3-H4 H4-H5 H5-H6

Asisten, Praktikan,
1.

2.

3.
POIN PENILAIAN
EFFLUX TIME (G)

NAMA :
NIM :
PARAMETER MAKS NILAI
Cover dan Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan
- Bahan 2
- Rangkaian alat (gambar sendiri) 3
- Metodologi percobaan 5
Hasil dan Pembahasan
1. Pengertian efflux time
2. Penjelasan peristiwa terjadinya efflux
time
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
efflux time
4. Penjelasan persamaan Bernoulli
55
5. Pengertian vortex
6. Pengertian faktor koreksi dalam efflux
time
7. Asumsi
8. Aplikasi effux time dalam industri
9. Kesimpulan dari data percobaan
dibandingkan dengan teori
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran
A. Data Percobaan 2
B. Analisis Data 3
C. Perhitungan 3
D. Pemrograman 4
E. Laporan Sementara 2
Total 100

Grafik Percobaan:
1. Hubungan antara faktor koreksi dengan diameter pipa pada L (panjang) tetap
2. Hubungan antara faktor koreksi dengan panjang pipa pada D p (diameter) tetap
3. Hubungan antara ln(faktor koreksi) dengan ln(L/Dp) pada L (panjang) tetap
4. Hubungan antara ln(faktor koreksi) dengan ln(L/D p) pada Dp (diameter) tetap
H.E.T.P.
(H)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan nilai H.E.T.P. (Height Equivalent to a
Theoritical Plate) yaitu tinggi packing (bahan isian) yang ekivalen dengan satu plate
teoritis, atau yang memberikan perubahan komposisi yang sama dengan perubahan
komposisi yang dicapai oleh satu plate teoritis.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. RANGKAIAN ALAT

Keterangan:
1. Pendingin
2. Aliran air pendingin
3. Termometer suhu atas
4. Statif
5. Kran distilat
6. Klem
7. Kolom distilasi
8. Termometer suhu bawah
9. Labu leher tiga
10. Batu didih
11. Pemanas mantel
12. Pengungkit
13. Knop pengatur ketinggian

Gambar 1. Rangkaian Alat Percobaam H.E.T.P

B. CARA KERJA
1. Tahap Distilasi
a. Membuat larutan umpan dengan komposisi 150 mL etanol dan 150 mL aquadest
menggunakan labu ukur.
b. Pada waktu awal ambil larutan umpan sedikit dan ukur indeks bias dengan
refraktometer.
c. Masukkan larutan umpan ke labu leher tiga dan tambah batu didih.
d. Rangkai alat distilasi.
e. Pemanas mantel dan pendingin balik dihidupkan.
f. Kran distilat dipastikan terbuka.
g. Tunggu hingga mendidih dan suhu atas dan bawah konstan.
h. Saat ada tetesan pertama pada distilat ubah kran menjadi refluks total.
i. Setiap 15 menit ambil sampel 2 mL dan ukur indeks bias serta waktu
penampungan.
j. Setiap pengambilan sampel ukur suhu atas dan suhu bawah.
k. Lakukan pengambilan sampel hingga diperoleh 5 data.
l. Matikan pemanas dan ukur indeks bias residu.

2. Penentuan Kurva Standar


a. Campur etanol dan aquadest dengan perbandingan 9:0, 8:1, 7:2, 6:3, 5:4, 4:5, 3:6,
2:7, 1:8, dan 0:9.
b. Ukur indeks bias tiap perbandingan campuran dengan refraktometer.

3. Pengukuran Densitas Aquadest dan Etanol


a. Timbang piknometer kosong.
b. Isi piknometer dengan aquadest, lalu ditimbang.
c. Isi piknometer dengan etanol, lalu ditimbang.

III. ANALISIS DATA


1. Menentukan densitas dan kadar etanol
Densitas etanol dapat dihitung dengan persamaan:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡) − (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔) (1)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) − (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔) (2)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = × 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (3)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

Kadar etanol dapat dicari dengan interpolasi linier


𝐾−𝐾1 𝜌−𝜌1
= (4)
𝐾−𝐾1 𝜌2 −𝜌1

Dengan, K = kadar etanol pada suhu percobaan


K1 = kadar etanol pada suhu T1
K2 = kadar etanol pada suhu T2
ρ = densitas etanol pada suhu percobaan
ρ1 = densitas etanol pada suhu T1
ρ2 = densitas etanol pada suhu T2
Densitas aquadest, densitas etanol, dan kadar etanol dapat dicari pada
referensi.

2. Menentukan fraksi mol etanol dalam umpan, distilat dan residu


a. Menghitung indeks bias sesungguhnya
𝜂 = 𝑎 + (𝑡 − 20) 0.0000078 (5)
Dengan, η = indeks bias sesungguhnya
𝑎 = indeks bias hasil pembacaan refraktometer
T = suhu refraktometer (°C)
b. Mencari fraksi mol etanol dalam larutan
𝜌𝑎 .𝑉𝑎
𝑛𝑎 = (6)
𝜇𝑎

Karena etanol yang digunakan tidak murni 100%, maka persamaan menjadi
𝜌𝑎 .𝑉𝑎 .𝐾
𝑛𝑎 = (7)
𝜇𝑎

Dengan, nα = jumlah mol etanol, mol


ρα = densitas etanol, gr/mL
Vα = volume etanol, mL
µα = berat molekul etanol, gr/mol
K = kadar etanol
c. Menghitung jumlah mol aquadest
𝜌𝑎 .𝑉𝑎 .(1−𝐾) 𝜌𝑤 .𝑉𝑤
𝑛𝑤 = + (8)
𝜇𝑤 𝜇𝑤

Dengan, nw = jumlah mol aquadest, mol


µw = berat molekul aquadest, gr/mol
ρw = densitas aquadest, gr/mL
Vw = volume aquadest, mL
Persamaan fraksi mol etanol:
𝑛𝑎
𝑥𝑎 = (9)
𝑛𝑎 +𝑛𝑤

Persamaan (7) dan (8) disubstitusi ke persamaan (9) menjadi:


𝜌𝑎.𝑉𝑎.𝐾
𝜇𝑎
𝑥𝑎 = 𝜌𝑎.𝑉𝑎.𝐾 𝜌𝑎.𝑉𝑎.(1−𝐾) 𝜌𝑤.𝑉𝑤 (10)
+ + 𝜇
𝜇𝑎 𝜇𝑤 𝑤

3. Menentukan harga HETP


a. Metode Fenske
Diambil dari persamaan hasil pengamatan kondisi reboiler pada saat
refluks total dalam hubungannya dengan αavg (volatilitas rerata).
Kesetimbangan uap-cair untuk sistem biner dimana komponen A mudah
menguap dan komponen B sulit untuk menguap.

Hukum Raoult-Dalton
𝑃𝑖 = 𝑥𝑖 . 𝑃𝑖 ° = 𝑦𝑖 . 𝑃𝑡 (11)
𝑦𝑖
𝑃𝑖 = × 𝑃𝑡 (12)
𝑥𝑖

Maka,
𝑦𝐴
𝑃𝐴 ° = × 𝑃𝑡 (13)
𝑥𝐴
𝑦𝐵
𝑃𝐵 ° = × 𝑃𝑡 (14)
𝑥𝐵

Sehingga,
𝑃𝐴 ° 𝑦𝐴 𝑥𝐵
= (15)
𝑃𝐵 ° 𝑥𝐴 𝑦𝐵
𝑃𝐴 °
Karena yB = 1 – yA; xB = 1 – xA ; dan 𝛼 = maka persamaan (15) menjadi:
𝑃𝐵 °
𝑦𝐴 (1−𝑥𝐴 )
𝛼= (16)
𝑥𝐴 (1−𝑦𝐴 )
𝑦𝐴 𝛼 𝑥𝐴
= (17)
(1−𝑦𝐴 ) (1−𝑥𝐴 )

Keterangan:
R = Refluks
F = kecepatan umpan
B = kecepatan residu
D = kecepatan distilat
Xf = komposisi umpan
XD = komposisi distilat
XB = komposisi bawah
qc = beban condenser
qr = beban reboiler

Gambar 1. Skema Menara Distilasi

Jika α dianggap konstan dan digunakan reboiler parsial, maka terdapat


kesetimbangan pada reboiler, sehingga:
𝑦𝐵 𝛼𝐵 𝑥𝐵
= (18)
(1−𝑦𝐵 ) (1−𝑥𝐵)

Pada refluks total garis operasi berimpit dengan garis diagonal, sehingga y N =
xN-1 atau yB = xN
𝑦𝐵 = 𝑥𝑁 (19)
Sehingga persamaan (18) menjadi:
𝑥𝑁 𝛼𝐵 𝑥𝐵
= (20)
(1−𝑥𝑁 ) (1−𝑥𝐵)

Pada stage N telah terjadi kondisi setimbang


𝑦𝑁 𝛼𝑁 𝑥𝑁
= (21)
(1−𝑦𝑁 ) (1−𝑥𝑁 )

Persamaan (20) disubstitusi ke persamaan (21)


𝑦𝑁 𝛼𝑁 𝛼𝐵 𝑥𝐵
= (22)
(1−𝑦𝑁 ) (1−𝑥𝐵 )

Seterusnya hingga stage ke-1 :


𝑦1 𝑥1
= 𝛼1 (23)
1−𝑦1 (1−𝑥1 )
𝑦1 𝑥𝐵
= 𝛼1 . 𝛼2 . 𝛼3 … … … 𝛼𝑁 𝛼𝐵 (24)
1−𝑦1 (1−𝑥𝐵 )

dengan 𝛼1 ≈ 𝛼2 ≈ 𝛼3 ≈ ⋯ ≈ 𝛼𝑁 ≈ 𝛼𝐵 ≈ 𝛼𝑎𝑣𝑔
sehingga:
(𝛼𝑎𝑣𝑔 )𝑁𝑚 +1 = 𝛼1 . 𝛼2 . 𝛼3 … … … 𝛼𝑁 𝛼𝐵 (25)
Pada kondenser total berlaku:
𝑦1 = 𝑥𝐷 (26)
Persamaan (25) dan (26) disubstitusi ke persamaan (24):
𝑥𝐷 𝑥𝐵
= (𝛼𝑎𝑣𝑔 )𝑁𝑚 +1 (27)
1−𝑥𝐷 (1−𝑥𝐵)

Sehingga diperoleh :
𝑥
𝐷 )( 1−𝑥
𝐵 )]
𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 [(1−𝑥
𝐷 𝑥𝐵
𝑁𝑚+1 = (28)
𝑙𝑜𝑔𝑙𝑜𝑔 𝛼𝑎𝑣𝑔

Dengan, Nm+1 = jumlah stage teoritis minimum


XD = fraksi mol etanol dalam distilat
XB = fraksi mol etanol dalam residu
αavg = volatilitas relatif rata-rata
Nm = jumlah stage pada menara
Dimana:
𝛼𝑎𝑣𝑔 = √𝛼𝐵 . 𝛼𝐷 (29)
𝑃𝐴 °
Dengan, 𝛼𝐵 = pada komponen residu (30)
𝑃𝐵 °
𝑃𝐴 °
𝛼𝐷 = pada komponen distilat (Treyball) (31)
𝑃𝐵 °

Nilai PA° dan PB° didapat dengan persamaan Antoine


𝐵
𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑃° = 𝐴 − (32)
𝑇+𝐶

Dengan, P° = tekanan uap murni komponen, mmHg


T = suhu, °C
A,B,C = konstanta Antoine
Harga HETP ditentukan dengan persamaan :
𝑧
𝐻𝐸𝑇𝑃 = (33)
𝑁𝑚 +1 −1

Dengan, HETP = Tinggi packing yang ekivalen dengan satu plate,


cm/plate
z = tinggi packing, cm
Nm+1 = jumlah stage

b. Metode McCabe–Thiele (dengan asumsi larutan etanol bersifat ideal)


Hukum Raoult-Dalton:
𝑦𝑖 . 𝑃𝑡 = 𝑥𝑖 . 𝑃𝑖 ° (34)
Untuk campuran etanol-aquadest:
𝑦𝐴 . 𝑃𝑡 = 𝑥𝐴 . 𝑃𝐴 ° (35)
𝑦𝐵 . 𝑃𝑡 = 𝑥𝐵 . 𝑃𝐵 ° (36)
𝑃𝐴 °
Karena xB = 1 – xA ; yB = 1 – yA ; dan 𝛼𝐴𝐵 = , maka
𝑃𝐵 °
𝑃𝐴 ° 𝑦𝐴 .𝑥𝐵 𝑦𝐴 (1−𝑥𝐴 )
𝛼𝐴𝐵 = = = (37)
𝑃𝐵 ° 𝑥𝐴 .𝑦𝐵 𝑥𝐴 (1−𝑦𝐴 )

` Sehingga,
1−𝑦𝐴 1−𝑥𝐴
𝛼𝐴𝐵 = (38)
𝑦𝐴 𝑥𝐴
𝑥𝐴
𝑦𝐴 = 𝛼𝐴𝐵 (39)
1+(𝛼𝐴𝐵 −1)𝑥𝐴

Dengan, yA = fraksi mol etanol dalam uap


XA = fraksi mol etanol dalam cair
αAB = volatilitas relatif
PA° = tekanan uap murni etanol, mmHg
PB° = tekanan uap murni aquadest, mmHg

Setelah diperoleh nilai xA dan yA, dibuat grafik xA vs yA dan xA=yA. Dari grafik
tersebut dapat dihitung jumlah stage yang dibutuhkan dalam distilasi. Tarik
garis horizontal pada titik xD di x=y line. Lalu tabrakkan ke vapor-liquid
equilibrium line. Lakukan terus sampai melewati xB. segitiga terakhir dihitung
dengan membandingkan luas segitiga kecil dan besar. Ilustrasi perhitungan
stage adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Perhitungan Jumlah Stage

Terlihat bahwa segitiga terakhir tidak dihitung sebagai satu stage melainkan
dihitung dengan mengukur dimensi segitiga kecil dan besar yang terbentuk
pada segitiga terakhir. Misal :

Gambar 3. Skema Perhitungan Jumlah Stage Terakhir

1
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑐𝑏
2
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = = 1 (40)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑎𝑑
2

Harga HETP akan ditentukan dengan persamaan (33). Berikan ilustrasi


segitiga terakhir beserta dimensinya saat perhitungan di lampiran laporan.

c. Metode McCabe – Thiele (larutan etanol sebagai larutan sejati)


Hubungan x dan y pada literatur (Brown, 1950) berupa fraksi massa diubah
menjadi fraksi mol :
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = (41)
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙+𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑊𝑒
𝐵𝑀𝑒
𝑥𝐴 = 𝑊𝑒 𝑊𝑎𝑞 (42)
+
𝐵𝑀𝑒 𝐵𝑀𝑎𝑞

Etanol yang digunakan tidak murni, sehingga:


𝑊𝑒
𝑋= (43)
𝑊𝑒 +𝑊𝑎𝑞

𝑋
𝑊𝑒 = 𝑊 (44)
1−𝑋 𝑎𝑞

Subtitusi persamaan (44) ke persamaan (42)


𝑋 𝑊𝑎𝑞
1−𝑋 𝐵𝑀𝑒
𝑥𝐴 = 𝑋 𝑊𝑎𝑞 𝑊𝑎𝑞 (45)
( )+𝐵𝑀
1−𝑋 𝐵𝑀𝑒 𝑎𝑞

𝑋 . 𝐵𝑀𝑎𝑞
𝑥𝐴 = (46)
𝐵𝑀𝑒 +(𝐵𝑀𝑎𝑞 −𝐵𝑀𝑒 )𝑋

Dengan, BMaq = berat molekul aquadest = 18,016 gr/mol


BMe = berat molekul etanol = 46,07 gr/mol
Sehingga:
18,016 𝑥
𝑥𝐴 = (47)
46,07−(28,054)𝑥
18,016 𝑦
𝑦𝐴 = (48)
46,07−(28,054)𝑦

Dengan, xA = fraksi mol etanol fasa cair


yA = fraksi mol etanol fasa uap
x = fraksi massa etanol fasa cair
y = fraksi massa etanol fasa uap
We = berat etanol, gr
W aq = berat aquadest, gr
Setelah diperoleh nilai xA dan yA, dibuat grafik xA vs yA dan xA=yA. Dari grafik
tersebut dapat dihitung jumlah stage yang dibutuhkan dalam distilasi. Jumlah
stage ditentukan dengan cara yang sama seperti poin 3b. Harga HETP akan
ditentukan dengan persamaan (33). Berikan ilustrasi segitiga terakhir beserta
dimensinya saat menghitung.

4. Menentukan debit aliran distilat rata-rata


Debit aliran distilat dapat dihitung dengan persamaan:
𝑉𝑖
𝑄𝑖 = (49)
𝜃𝑖

Dengan, Qi = debit aliran distilat, mL/s


Vi = volume distilat tertampung, mL
Θi = waktu penampungan, s
Debit aliran distilat rata-rata :
𝛴𝑄𝑖
𝑄𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 = (50)
𝑛

Dengan, 𝛴𝑄𝑖 = jumlah total debit aliran distilat, mL/s


n = jumlah pengambilan distilat
LAPORAN SEMENTARA
H.E.T.P. (H)
Praktikan : 1. NIM:
2. NIM:
Hari/tanggal :
Asisten : Ganang Dino Utama / Christa Litani Ayuningtyas
Data Percobaan
Suhu ruangan : °C
Tekanan udara : atm
Tinggi tumpukan bahan isian : cm
Jenis bahan isian :
Perbandingan volume umpan : mL : mL
Berat piknometer kosong : gram
Berat piknometer+aquadest : gram
Berat piknometer+etanol : gram
Indeks bias umpan :
Indeks bias residu :
Suhu refraktometer : °C

Daftar I. Data Hubungan antara Perbandingan Volume Etanol-Aquadest


dengan Indeks Bias
Volume Etanol, mL Volume Aquadest, mL Indeks Bias
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Daftar II. Data Suhu Bawah, Suhu Atas, Volume Distilat, Waktu Penampungan dan
Indeks Bias
Volume Distilat, Suhu Bawah, Suhu Atas, Waktu Penampungan, Indeks Bias
mL °C °C detik
2
2
2
2
2

Yogyakarta,

Asisten Jaga, Praktikkan,


1.

2.
POIN PENILAIAN
H.E.T.P. (H)
Nama :
NIM :
Komponen Penilaian Max. Poin Poin
Tujuan Percobaan 5
Metode Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan
1. Penjelasan umum terkait percobaan yang
dilakukan:
A. Penjelasan singkat tujuan praktikum
(mengenai apa yang dicari)
B. Penjelasan tentang menara bahan isian
C. Penjelasan tentang HETP dan hal yang
mempengaruhi

2. Penjelasan terkait percobaan


A. Alasan digunakan campuran etanol dan
air
B. Alasan digunakannya refluks total

3. Pembahasan hasil percobaan


A. Pembahasan hubungan fraksi mol etanol 45
dan indeks bias
B. Pembahasan terkait hubungan indeks bias
dan fraksi mol etanol pada distilat, umpan,
dan residu
C. Hubungan fraksi mol uap-cair etanol
sebagai larutan ideal dan sebagai larutan
non ideal
D. Pembahasan mengenai debit aliran distilat
pada berbagai waktu
E. Asumsi yg digunanakan pada masing
masing metode
F. Hasil perhitungan masing masing dan
pembahasannya
G. Penjelasan mengenai perbedaan hasil
nilai HETP pada metode yang digunakan
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
KESETIMBANGAN FASE
(I)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memperoleh data keseimbangan pada temperatur tetap dari sistem biner etanol
air yang dihubungkan dengan tekanan total (P) pada berbagai komposisi fase
cair (x).
2. Mengevaluasi berbagai model koefisien aktivitas sistem biner dan parameternya
untuk sistem etanol-air.
3. Menggunakan parameter-parameter tersebut untuk meramal kesetimbangan
sistem biner dan membandingkannya dengan data hasil percobaan.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
1. Aquadest
2. Etanol 96%
B. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan:
1. Lensa okuler
2. Penutup
3. Termometer
4. Pengatur fokus
5. Pengatur skala
6. Tempat sampel
7. Lampu
8. Steker
9. Lensa bias

Gambar 1. Rangkaian Alat Refraktometer

Keterangan:
Heater
Temperature Controller
Vacuum
Saluran Inlet
Barometer
Saluran Outlet
Steker

Gambar 2. Rangkaian Alat Pemanas


B. Cara Kerja
1. Pengukuran Massa Jenis
a. Timbang piknometer 25 mL kosong dengan menggunakan neraca analisis digital.
Catat berat yang terukur.
b. Masukkan akuades ke dalam piknometer hingga penuh dan tidak terdapat udara di
dalamnya, kemudian piknometer berisi air ditimbang. Catat berat yang terukur.
c. Prosedur diulangi untuk piknometer berisi etanol 96%.
2. Pembuatan Kurva Standar Konsentrasi Etanol vs Indeks Bias
a. Campur aquadest dan etanol dengan rasio volume 9:0 (aquadest:etanol), kemudian
diaduk sampai homogen.
b. Bersihkan kaca sampel pada refraktometer dengan kapas. Teteskan campuran
tersebut ke lensa refraktometer hingga menutup seluruh bagian kaca sampel. Skala
pengukuran gelap terang dikur hingga terlihat daerah gelap terang dengan
perbandingan 1:1. Baca hasil pengukuran indeks bias yang terdapat pada skala di
lensa okuler. Hasil pengamatan dicatat.
c. Ulangi langkah percobaan untuk campuran aquadest-etanol dengan perbandingan
volume 8:1, 7:2, 6:3, 5:4, 4:5, 3:6, 2:7, 1:8, dan 0:9 dan catat hasil pengukuran
indeks biasnya.
3. Pembuatan Data Kurva Kesetimbangan
a. Campurkan etanol sebanyak 600 mL dengan 600 mL aquadest. Aduk larutan hingga
homogen.
b. Pastikan kran pengeluaran bagian bawah heater telah tertutup. Setelah itu,
masukkan larutan ke dalam heater.
c. Tutup kran saluran inlet dan saluran outlet. Buka kran yang menuju pompa vakum.
Heater kemudian divakum dengan pompa vakum selama 10 detik dan diulangi
sebanyak 3-5 kali. Tutup kembali kran yang menuju pompa vakum.
d. Larutan didistilasi dengan menyalakan temperature controller. Tunggu hingga suhu
yang terbaca pada temperature controller dan tekanan yang terbaca pada
barometer konstan, kemudian catat nilai suhu dan tekanan tersebut.
e. Alat didinginkan dengan kain basah agar suhunya turun dan tekanannya mencapai
0 bar (terbaca pada skala barometer). Setelah tekanan mencapai 0 bar, ambil residu
secukupnya melalui kran saluran outlet.
f. Ukur indeks bias residu tersebut dengan menggunakan refraktometer.
g. Ulangi langkah percobaan dengan penambahan akuades sebanyak 100 mL hingga
diperoleh 5 data percobaan (suhu, tekanan, dan indeks bias).
III. ANALISIS DATA
1. Penentuan Fraksi Mol Etanol dalam Larutam Standar
a. Penentuan densitas etanol
massa etanol
ρetanol = x ρaquadest
massa 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡

Massa etanol dan massa aquadest diperoleh dari hasil percobaan


sementara densitas aquadest diperoleh dari literatur.
b. Penentuan kadar etanol sesungguhnya
Jika diketahui kadar dan densitas etanol pada suhu T1 serta kadar
dan densitas etanol pada suhu T2, maka:
𝜌 − 𝜌1
𝐾 = 𝐾1 + ( ) (𝐾2 − 𝐾1 )
𝜌2 − 𝜌1
dengan,
K = kadar etanol pada suhu T ℃, %
K1 = kadar etanol pada suhu T1 ℃, %
K2 = kadar etanol pada suhu T2 ℃, %
ρ = densitas etanol pada suhu T ℃, g/cm3
ρ1 = densitas etanol pada suhu T1 ℃, g/cm3
ρ2 = densitas etanol pada suhu T2 ℃, g/cm3

c. Penentuan fraksi mol etanol dalam larutan standar


Sebelum dilakukan pencampuran dengan aquadest, mol etanol
dan aquadest mula-mula adalah sebagai berikut.
massa etanol 𝜌𝑒𝑡 x 𝑉𝑒𝑡 x K
mol etanol dalam larutan awal = =
BM𝑒𝑡 100 x BM𝑒𝑡
massa air 𝜌𝑒𝑡 x 𝑉𝑒𝑡 x (100 − K)
mol air dalam larutan awal = =
BM𝑎𝑖𝑟 100 x BM𝑎𝑖𝑟

Untuk pembuatan kurva standar, etanol dan air dicampur pada


berbagai rasio. Jika etanol mula-mula ditambahkan air dengan
volume tertentu (Vair), mol etanol dalam campuran tidak
mengalami perubahan sementara mol air menjadi.
massa air
mol air dalam larutan awal =
BM𝑎𝑖𝑟
𝜌𝑒𝑡 x 𝑉𝑒𝑡 x (100 − K) 𝜌𝑎𝑖𝑟 x 𝑉𝑎𝑖𝑟
= +
100 x BM𝑎𝑖𝑟 BM𝑎𝑖𝑟
Fraksi mol etanol merupakan perbandingan antara mol etanol
dengan mol total (mol etanol + air). Dengan demikian, fraksi mol
etanol dalam larutan standar dapat dihitung sebagai berikut.
𝜌𝑒𝑡 𝑉𝑒𝑡 K
100BM𝑒𝑡
x1 =
𝜌𝑒𝑡 𝑉𝑒𝑡 K 𝜌𝑒𝑡 𝑉𝑒𝑡 (100 − K) 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑉𝑎𝑖𝑟
+ +
100 BM𝑒𝑡 100 BM𝑎𝑖𝑟 BM𝑎𝑖𝑟
dengan,
Vet = Volume larutan etanol, mL
Vair = Volume air/aquadest, mL
ρet = Densitas etanol, g/cm 3
ρair = Densitas air, g/cm 3
BMet = Berat molekul etanol, g/mol
BMair = Berat molekul air, g/mol
x1 = Fraksi mol etanol, mol/mol
x2 = Fraksi mol air, mol/mol = 1 – x1

2. Pembuatan Kurva Standar Fraksi Mol Etanol vs Indeks Bias


Hubungan antara fraksi mol etanol dan indeks bias larutan didekati
dengan persamaan berikut.
y = A exp(B⁄x1 ) +C
dengan,
x1 = fraksi mol etanol, mol/mol
y = indeks bias
A, B, C = konstanta
Nilai konstanta A, B, dan C dicari dengan toolbox fminsearch pada
program MATLAB, sehingga di[eroleh kurva standar dari persamaan
hubungan indeks bias dengan fraksi mol etanol.

3. Evaluasi Model Local Composition dan Parameternya untuk Sistem


Etanol-Air
Pendekatan Koefisien Aktivitas dengan Metode Wilson
𝐴12 𝐴21
ln 𝛾1 = −ln(x1 + x2 . A12 ) + x2 [ − ]
x1 + x2 . A12 x2 + x1 . A21
𝐴12 𝐴21
ln 𝛾1 = −ln(x2 + x1 . A21 ) + x1 [ − ]
x1 + x2 . A12 x2 + x1 . A21
dengan,
x1 = fraksi mol etanol
x2 = fraksi mol air
ϒ1 = koefisien aktivitas etanol
ϒ2 = koefisien aktivitas air
A12,A21 = Parameter Wilson
Pendekatan Koefisien Aktivitas dengan Non-Random Two Liquid (NRTL)
G21 G12 𝜏12
ln𝛾1 = x2 2 [𝜏21 ( )− ]
x1 + x2 G21 (x2 + x1 G12 )2
G12 G21 𝜏21
ln𝛾2 = x1 2 [𝜏12 ( )− ]
x2 + x1 G12 (x1 + x2 G21 )2
dengan,
x1 = fraksi mol etanol
x2 = fraksi mol air
ϒ1 = koefisien aktivitas etanol
ϒ2 = koefisien aktivitas air
G12 = exp(-α. τ12)
G21 = exp(-α. τ21)
τ12 = b12/RT
τ21 = b21/RT
α,b12,b21 = parameter NRTL
Nilai parameter-parameter untuk penentuan koefisien aktivitas dengan
korelasi Wilson dan NRTL dicari dengan menggunakan toolbox
fminsearch pada program MATLAB. Parameter yang didapat adalah
nilai yang memberikan deviasi (nilai SSE) paling kecil dari hasil
percobaan.

Data yang diperoleh dari hasil percobaan adalah suhu (T), tekanan (P),
dan indeks bias (y). Parameter tekanan merupakan parameter yang
paling mungkin dihubungkan dengan koefisien aktivitas yaitu melalui
persamaan Barker sebagai berikut.
P=x1ϒ1P1sat+ x2ϒ2P2sat
Nilai x1 dan x2 diperoleh dari indeks bias hasil percobaan, nilai ϒ1 dan
ϒ2 diperoleh melalui korelasi Wilson atau NRTL dan nilai P sat diperoleh
dengan persamaan Antoine. Dengan demikian, nilai tekanan hasil
perhitungan dapat dihitung menggunakan persamaan Barker dan
dibandingkan dengan tekanan hasil percobaan untuk memperoleh
konstanta yang memberikan SSE minimun.
LAPORAN SEMENTARA
KESETIMBANGAN FASA (I)

Nama Praktikan: 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Asisten : Andita Sekar Nugrahani

Hari/tanggal :

A. Data Percobaan
o
Suhu Percobaan : C
Berat piknometer kosong : gram
Berat piknometer berisi akuades : gram
Berat piknometer berisi etanol : gram
o
Suhu refraktometer : C

B. Data Kurva Standar


No. Volume akuades, mL Volume etanol, mL Indeks bias
1 9 0
2 8 1
3 7 2
4 6 3
5 5 4
6 4 5
7 3 6
8 2 7
9 1 8
10 0 9

C. Data Kurva Kesetimbangan


Volume, mL Temperatur, Tekanan, Indeks
No. Etanol Aquadest oC psia bias
1 600 600
2 +100
3 +100
4 +100
5 +100

Asisten Jaga, Praktikan,


1.

2.
POIN PENILAIAN
KESETIMBANGAN FASA (I)
Lampiran Grafik (Boleh hasil MATLAB / Excel)

Nama:
Nilai
Parameter Penilaiain NA
Max.
Tujuan 5
Metodologi Percobaan
Bahan 3
Alat 3
Cara Kerja 4
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan Terkait Teori
Pengertian dan syarat kesetimbangan fase 3
Jenis larutan berdasarkan perilakunya saat kesetimbangan fase terjadi (sifat, 3
persamaan kesetimbangan, contoh)
Konsep fugasitas untuk kesetimbangan fase 2
Konsep Gibbs free energy excess (gE) untuk kesetimbangan fase 2
Korelasi antara gE dan sistem VLE dengan model local composition 5
untuk memprediksi kesetimbangan fase
- Model Wilson
- Model NRTL
beri penjelasan singkat tentang kapan model tersebut digunakan serta
kelebihan dan kekurangannya
Kesetimbangan fase dengan metode Barker: beri penjelasan secara umum 3
dan penjelasan mengapa metode ini umum dipakai
Penerapan konsep kesetimbangan fase di industri 2
Pembahasan Terkait Hasil Percobaan
Asumsi yang diambil 2
Pembahasan hubungan fraksi mol solut (x1) dengan indeks bias larutan (y)* 5
Pembahasan hasil percobaan model Wilson* dan NRTL* 9
penjelasan umum terkait hasil perhitungan
Bagaimana algoritma berpikir untuk penentuan parameter model Wilson dan 3
NRTL: lihat di bagian analisis data, jelaskan kembali dengan pemahaman
Anda masing-masing
Justifikasi terkait model yang lebih sesuai untuk sistem etanol-air: pilih yang 3
lebih sesuai disertai alasan dengan meninjau teori dan hasil perhitungan
Pembahasan hubungan fraksi mol solut dengan tekanan total sistem 3
berdasarkan hasil percobaan: dibandingkan dengan teori yang ada, sudah
sesuai belum, kalo belum kenapa
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran
Data Percobaan 2
Analisis Data 8
Perhitungan 15
EKSTRAKSI
(J)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Memahami prinsip kesetimbangan fasa cair-cair.
2. Mampu menerapkan perhitungan jumlah stage pada ekstraksi multistage.
3. Menentukan efisiensi overall dari operasi ekstraksi.
4. Menentukan persentase recovery dari operasi ekstraksi.
5. Menentukan jumlah stage teoretis secara grafis untuk dibandingkan dengan jumlah
stage percobaan sehingga efisiensi overall dapat dihitung.

II. CARA KERJA


1. Pembuatan Larutan Umpan
a. Campurkan asam asetat dengan aquadest dengan perbandingan 1:2 (25 mL asam
asetat dan 50 mL aquadest).
b. Ukur massa larutan umpan yang telah dibuat dan dicatat hasilnya.
c. Larutan umpan yang telah diukur massanya kemudian dimasukkan ke dalam corong
pemisah.
2. Persiapan Solven
a. Dietil eter sebanyak 50 ml diukur massanya dan dicatat hasilnya.
b. Dietil eter yang telah diukur massanya kemudian dicampurkan dengan larutan umpan
dengan memasukkan solven ke dalam corong pemisah.
3. Proses Ekstraksi
a. Larutan umpan dan solven yang ada di dalam corong pemisah digojog selama 10
menit dan didiamkan selama 5 menit sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
ekstrak (fase atas) dan lapisan rafinat (fase bawah).
b. Lapisan rafinat (fase bawah) dipisahkan dari fase ekstraknya.
c. Fase ekstrak yang berada di corong pemisah dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam
botol penampung.
d. Rafinat stage 1 dimasukkan kembali ke dalam corong pemisah dan ditambahkan lagi
dietil eter (solven) sebanyak 50 mL yang telah diukur massanya.
e. Corong pemisah digojog, didiamkan, dan dipisahkan fase ekstrak dan fase rafinatnya
dengan cara yang sama seperti pada stage 1.
f. Rafinat stage 2 kemudian dimasukkan kembali ke dalam corong pemisah dan
ditambahkan lagi dietil eter pada fase rafinat stage 2 sebanyak 50 mL yang telah
diukur massanya.
g. Corong pemisah digojog, didiamkan, dan dipisahkan fase ekstrak dan fase
rafinatnya. Larutan rafinat akhir diukur volume dan massanya.
4. Standardisasi larutan NaOH 2 N dengan larutan H 2C2O4 2 N
a. Larutan NaOH 2 N dibuat dengan melarutkan 8 gram NaOH dalam 100 mL aquadest.
b. Larutan H2C2O4 2 N dibuat dengan melarutkan H 2C2O4 12,6 gram dalam 100 mL
aquadest.
c. Ambil 5 mL larutan H2C2O4 2 N, kemudian ditambahkan indikator phenolphthalein.
d. Titrasi larutan H2C2O4 2 N dengan NaOH 2 N, titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dan
dicatat hasilnya.
5. Menentukan Kadar Asam Asetat
1. Larutan asam asetat 96% diambil sebanyak 2 mL, lalu ditambahkan indikator
phenolphthalein.
2. Larutan asam asetat 96% dititrasi dengan larutan NaOH 2 N, dilakukan sebanyak 2
kali dan hasilnya dicatat.
6. Menentukan Normalitas Larutan Rafinat Akhir
a. Titrasi sampel dari rafinat stage 3 dilakukan dengan mengambil 2 mL rafinat stage 3
lalu ditambahkan indikator phenolphthalein.
b. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,2 N dan dilakukan sebanyak 2 kali dan
hasilnya dicatat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Poin-poin yang perlu dibahas antara lain:
1. Pengertian ekstraksi dan dua langkah proses ekstraksi.
2. Alasan pemilihan ekstraksi sebagai proses pemisahan.
3. Jenis-jenis pengontakan berulang dalam ekstraksi, beserta kelebihan, kekurangan,
dan aplikasi penggunaannya dalam industri.
4. Alasan penggunaan ekstraksi multistage.
5. Kriteria pemilihan solven.
6. Alasan penggunaan dietil eter sebagai solvent.
7. Faktor-faktor yang mendasari pemilihan solvent.
8. Alasan pemilihan aquadest sebagai diluent.
9. Alasan penggunaan indikator phenolphtalein dan perubahan warna yang terjadi.
10. Asumsi yang diambil dalam percobaan.
11. Hasil praktikum.
12. Tujuan penentuan efisiensi stage overall.
13. Pengaruh jumlah stage terhadap solut yang terambil dan percent recovery.
14. Contoh ekstraksi selain asam asetat – air – dietil eter dan aplikasinya di industri.

IV. ANALISIS DATA


1. Menentukan konsentrasi solut dalam rafinat
Normalitas larutan NaOH yang sesungguhnya dihitung dengan persamaan:
VH2C2O4 × NH2C2O4
NNaOH =
VNaOH
dengan, NNaOH : normalitas larutan NaOH, N
VH2C2O4 : volume larutan asam oksalat, mL
NH2C2O4 : normalitas larutan asam oksalat, N
VNaOH : volume larutan NaOH, mL

∑ NNaOH
NNaOH rata-rata =
n
dengan, NNaOH rata-rata : normalitas larutan NaOH rata-rata, N
n : jumlah data

Normalitas larutan NaOH hasil pengenceran dihitung dengan persamaan:


VNaOH sebelum × NNaOH rata-rata
NNaOH encer =
VNaOH sesudah
dengan, NNaOH encer : normalitas larutan NaOH encer, N
VNaOH sebelum : volume larutan NaOH sebelum pengenceran, mL
VNaOH sesudah : volume larutan NaOH encer, mL

2. Menentukan massa asam asetat mula-mula


Normalitas asam asetat dihitung dengan persamaan:
VNaOH × NNaOH rata-rata
NCH3COOH =
VCH3COOH
dengan, NCH3COOH : normalitas asam asetat, N
VCH2COOH : volume asam asetat, mL
Mol asam asetat dihitung dengan persamaan:
VCH3COOH × NCH3COOH
mol CH3COOH=
valensi CH3COOH
Massa asam asetat mula-mula dihitung dengan persamaan:
massa asam asetat mula-mula = mol CH3COOH ×Mr CH3COOH
3. Menentukan massa asam asetat di rafinat akhir dan di ekstrak
Normalitas asam asetat di rafinat akhir dihitung dengan persamaan:
VNaOH × NNaOH encer
NCH3COOH rafinat =
Vrafinat

Massa asam asetat di rafinat akhir dihitung dengan persamaan:


W = volume rafinat akhir x normalitas rafinat akhir x Mr CH3COOH

Massa asam asetat di ekstrak dihitung dengan persamaan:


W ekstrak = massa asam asetat mula-mula – W
dengan, W : massa asam asetat di rafinat akhir, gram
W ekstrak : massa asam asetat di ekstrak, gram

4. Menentukan fraksi massa solut dalam umpan dan rafinat akhir


Fraksi massa solut dalam umpan dihitung dengan persamaan:
massa asam asetat mula-mula
Xf =
massa total umpan
dengan, Xf : fraksi massa solut dalam umpan

Fraksi massa solut dalam rafinat akhir dihitung dengan persamaan:


W
XR =
massa rafinat akhir
dengan, XR : fraksi massa solut dalam rafinat akhir

5. Menentukan komposisi rafinat dan ekstrak teoretis


Neraca massa total kondisi steady state:
F + Si = R i + Ei = Σ
Neraca massa solven pada kondisi steady state:
F.Xsf + Si.Ysi = Ri.Xsi + Ei.Ysi = Σ.Zsi
Sehingga diperoleh:
berat solven i
Zsi =
berat total umpan + solven i

Komposisi ekstrak teoretis ditentukan menggunakan grafik dengan langkah-langkah


berikut:
a. Tentukan titik Xf di koordinat absis pada grafik ekstraksi.
b. Tarik garis lurus Xf ke ordinat di nilai 1 (garis A), karena solven murni.
c. Tentukan nilai Zsi. Zsi berada di ordinat y dan terletak di garis A.
d. Tarik garis lurus sejajar sumbu y dari titik Z si hingga grafik kesetimbangan, maka akan
diperoleh komposisi kesetimbangan asam asetat di fase rafinat dan ekstrak.
e. Dari garis lurus tersebut, akan ada 2 titik potong. Titik potong di garis ekstrak/atas
(Mi) dan titik potong di garis rafinat/bawah (Ni).
f. Nilai ordinat dari titik Mi adalah fraksi solven di fase ekstrak, sedangkan nilai ordinat
dari titik Ni adalah fraksi solven di fase rafinat.
g. Titik potong Ni menjadi feed untuk stage selanjutnya hingga stage ke-3.

6. Menentukan jumlah stage teoretis dan efisiensi stage overall


Jumlah stage teoretis dihitung dengan persamaan:
Xn-1 - XR
Nteoretis = Nstage - 1 +
Xn-1 - Xn
dengan, Nteoretis : jumlah stage teoretis
Nstage : jumlah stage pada percobaan
Xn-1 : fraksi massa solut dalam stage n-1
XR : fraksi massa solut dalam rafinat akhir
Xn : fraksi massa solut dalam stage ke-n

Efisiensi stage overall dihitung menggunakan persamaan:


Nteoretis
η= × 100%
Nstage
dengan, η : efisiensi stage overall, %

7. Menentukan persentase recovery


Wekstrak
%R = x 100%
massa asam asetat mula-mula
dengan, %R : persentase recovery, %
LAPORAN SEMENTARA
EKSTRAKSI (J)

Nama praktikan : 1. NIM:


2. NIM:
Hari/tanggal praktikum :
Asisten : Rizki Auliya Nur Hanifah / Edwin Nur Huda

DATA PERCOBAAN
Suhu percobaan : ̊C
Volume larutan umpan :
1. Asam asetat : mL
2. Aquadest : mL
Berat larutan umpan : gram
Volume dietil eter tiap stage : mL
Berat solven : 1. gram
2. gram
3. gram
Volume rafinat akhir : mL
Massa rafinat akhir : gram

I. Standarisasi Larutan NaOH dengan Larutan Asam Oksalat 2N


Titrasi ke- Volume asam oksalat (mL) Volume NaOH (mL)
1
2
3

II. Titrasi Larutan Asam Asetat dengan Larutan NaOH 2N


Titrasi ke- Volume asam asetat (mL) Volume NaOH (mL)
1
2

III. Titrasi Sampel Rafinat Akhir dengan Larutan NaOH 0,2N


Titrasi ke- Volume rafinat (mL) Volume NaOH (mL)
1
2

Yogyakarta,

Asisten Jaga, Praktikan,

1.

2.
POIN PENILAIAN
EKSTRAKSI (J)

Poin Penilaian Max. POIN POIN


Tujuan Percobaan 5
Metode Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan
1. Pengertian ekstraksi dan dua langkah proses
ekstraksi.
2. Alasan pemilihan ekstraksi sebagai proses
pemisahan.
3. Apa saja jenis pengontakan berulang dalam
ekstraksi, beserta kelebihan, kekurangan, dan
aplikasi penggunaannya dalam industri.
4. Alasan penggunaan ekstraksi multistage.
5. Kriteria pemilihan solven.
6. Alasan penggunaan dietil eter sebagai solvent. 45
7. Faktor – faktor yang mendasari pemilihan solvent.
8. Alasan pemilihan aquadest sebagai diluent.
9. Alasan penggunaan indikator phenolphtalein dan
perubahan warna yang terjadi.
10. Asumsi yang diambil dalam percobaan.
11. Hasil praktikum.
12. Tujuan penentuan efisiensi stage overall.
13. Pengaruh jumlah stage terhadap solut yang
terambil dan percent recovery.
14. Contoh ekstraksi selain asam asetat – air – dietil
eter dan aplikasinya di industri
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
ABSORPSI
(K)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan praktikum ini adalah:
1. Memahami prinsip perpindahan massa dalam sistem gas-cair.
2. Menghitung L/G minimum.
3. Menghitung koefisien perpindahan massa keseluruhan (Kya) dalam sistem gas-
cair.
4. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan massa dalam sistem
gas-cair.
5. Mempelajari desain proses absorpsi dalam dunia industri.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
4. Aquadest
5. Larutan Umpan (NH4OH)
6. Boraks (Na2B4O7)
7. Larutan HCl 37%
8. Phenolphtalein
9. Methyl Orange

B. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan:
1. Bak penampung
2. Kran pengatur debit air
3. Bak overflow
4. Saluran overflow
5. Flowmeter
6. Menara bahan isian
7. Kompresor
8. Botol penampung umpan
9. Manometer gas
C. Cara Kerja.
1. STANDARDISASI LARUTAN HCl
Buatlah larutan HCl 0,1 N sebanyak 100 mL dan larutan HCl 0,002 N sebanyak
500 mL. Larutan HCl 0,1 N distandardisasi menggunakan larutan boraks 0,1 N
dengan menggunakan indikator methyl orange. Larutan HCl 0,002 N
distandardisasi menggunakan larutan boraks 0,001 N dengan menggunakan
indikator methyl orange. Standardisasi kedua larutan tersebut dilakukan sebanyak
dua kali dengan perubahan warna dari oranye menjadi merah muda.
2. MENENTUKAN DENSITAS DAN WAKTU ALIR LARUTAN UMPAN AWAL
SERTA AQUADEST
Piknometer kosong beserta tutupnya ditimbang dengan Neraca Analitis
Digital. Larutan umpan diambil dengan pipet ukur dari dalam botol penampung
umpan. Larutan diambil 25 mL ke dalam piknometer, dan massa piknometer
ditimbang. Viskosimeter Ostwald diisi hingga ½ bola penuh dengan larutan
umpan. Larutan disedot dengan penghisap asam hingga tanda batas. Waktu alir
larutan umpan diukur dengan stopwatch dan dicatat. Demikian juga dilakukan
untuk aquadest.
3. MENENTUKAN NORMALITAS LARUTAN UMPAN AWAL
Larutan umpan diambil 10 mL untuk dititrasi dengan HCl 0,1 N
menggunakan indikator phenolphthalein. Perubahan warna terjadi dari ungu
menjadi bening. Penentuan normalitas dilakukan sebanyak 2 kali.
4. PROSES ABSORPSI DAN ANALISIS LARUTAN SAMPEL
Kran dinyalakan, bak penampung diisi hingga overflow. Air dialirkan ke bak
overflow setelah bak penampung hampir penuh. Floatmeter dijaga konstan pada
ketinggian 5;5.5, dan 6 cm (tergantung sesi), sedangkan skala beda ketinggian
kaki manometer diatur menurut skala 3;3,5;4;4,5;5;5,5 cm setiap 15 menit.
Setiap 15 menit sampel diambil didasar menara dengan Erlenmeyer
kemudian diambil sebanyak 10 mL untuk dititrasi dengan HCl 0,002 N
menggunakan indikator phenolphthalein. Perubahan warna terjadi dari ungu
menjadi bening. Titrasi dilakukan sebanyak dua kali untuk masing-masing skala
beda ketinggian manometer.
Sampel yang diambil didasar menara juga diuji densitasnya menggunakan
piknometer serta waktu alirnya menggunakan viskosimeter Ostwald seperti pada
analisis larutan umpan awal dan aquadest.
5. MENENTUKAN NORMALITAS LARUTAN UMPAN AKHIR
Setelah proses absorpsi selesai, larutan umpan dalam botol diambil
sebanyak 10 mL kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan menggunakan
indikator phenolphthalein. Perubahan warna terjadi dari ungu menjadi bening.
Penentuan normalitas dilakukan 2 kali.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Silakan Anda membuat pembahasan terhadap hasil yang diperoleh. Poin-poin
pembahasan yang wajib ditulis adalah sebagai berikut :
 Pengertian Absorpsi dan perbedaan absorpsi dengan proses transfer massa yang lain
(Ekstraksi, Humidifikasi, Leaching)
 Faktor faktor yang mempengaruhi absorpsi
 Teori 2 lapisan film
 Deskripsi singkat mengenai mata kuliah utama teknik kimia (TPB, OPB, OPMP,
Pemrosesan Partikulat) dan hubungannya dengan Praktikum Operasi Teknik Kimia.
 Asumsi–asumsi yang digunakan dalam praktikum
 Fenomena flooding dan loading dalam tower.
 Penjelasan (Ls/Gs) minimum, dan hasil perhitungan Ls/Gs minimum.
 Algoritma mendesain absorber.
 Penurunan persamaan tinggi kolom absorber, pengertian HTU, dan NTU.
 Macam-macam alat transfer massa gas-cair di Industri secara umum, beserta gambar
dari alat tersebut (gambar skema dan bukan foto alat)
 Aplikasi Absorpsi di Industri
 Menjelaskan hasil dari praktikum. Adapun grafik yang harus ada adalah sebagai
berikut:
o Grafik persamaan garis operasi pada berbagai kecepatan gas
o Grafik hubungan antara nilai Kya dengan tinggi Manometer
o Grafik antara Kecepatan gas dengan Kya

IV. DAFTAR PUSTAKA


Berisi daftar pustaka yang dilampirkan dalam setiap hasil dan pembahasan
(minimal 5 pustaka)
V. ANALISIS DATA
1. Standardisasi larutan HCl
Standardisasi Larutan HCl 0,1 N dengan Boraks 0,1 N dan Larutan HCl 0,002 N
dengan Boraks 0,001 N
2 . 𝑚𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
𝑁𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 =
𝐵𝑀𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 . 𝑉𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
𝑁𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 . 𝑉𝑏𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
𝑁𝐻𝐶𝑙 =
𝑉𝐻𝐶𝑙
1
𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 = . (𝑁𝐻𝐶𝑙,1 + 𝑁𝐻𝐶𝑙,2 )
2

2. Menentukan Normalitas Larutan NH3


Larutan Umpan Awal, Sampel dan Umpan Akhir
𝑁𝐻𝐶𝑙 . 𝑉𝐻𝐶𝑙
𝑁𝑁𝐻3 =
𝑉𝑁𝐻3
1
𝑁𝑁𝐻3 𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 = . (𝑁𝑁𝐻3 ,1 + 𝑁𝑁𝐻3 ,2 )
2

3. Menentukan Densitas Larutan Umpan dan Larutan Sampel


𝑚𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = (𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝+𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 ) − (𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝 )
𝑚𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = (𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝+𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 ) − (𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝 )
𝑚𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = (𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝+𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ) − (𝑚𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑡𝑢𝑡𝑢𝑝 )
𝑚𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
𝜌𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = . 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝜌𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = . 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
Nilai 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 harus dicari dari referensi (misalkan Perry’s Chemical Engineering
Handbook), dengan mengacu suhu dan tekanan percobaan.

4. Menentukan Viskositas Lautan Umpan dan Larutan Sampel


𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 . 𝜌𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝜇𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = .𝜇
𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 . 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑡𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 . 𝜌𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
𝜇𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = .𝜇
𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 . 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
Nilai 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 harus dicari dari referensi (misalkan Perry’s Chemical Engineering
Handbook), dengan mengacu suhu dan tekanan percobaan.
5. Menentukan Kecepatan alir gas
G = (−2,225682 x 10−2 ) + 0,1130436 H + (−5,845917 x 10−2 )H 2
+ (1,588013 x 10−2 )H 3 + (−1,47744 x 10−3 )H 4 + (9,203384 x 10−5 )H 5
dengan,
G = debit gas, L/s
H = beda tinggi manometer, cm

6. Menentukan Kecepatan alir cairan


𝐿 = 2,751086 + (−1,566852)H + (0,7726046)H 2 + (−2,302872 x 10−2 )H 3
+ (−1,284978 x 10−2 )H 4 + (3,667250 x 10−3 )H 5 + (−4,421679 𝑥 10−4 )𝐻 6
+ (1,833703 𝑥 10−5 )𝐻 7
dengan,
L = debit cairan, mL/s
H = ketinggian floatmeter, cm

7. Menghitung kadar Ammonia dalam Larutan dan Gas


1
𝑁𝑁𝐻3 . 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 . . 𝐵𝑀𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑥0 = 1000
1
𝜌𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 . 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑁𝑁𝐻3 . 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 . . 𝐵𝑀𝑁𝐻3
1000
dengan,
BM aquadest = 18,0154 gram/gmol
BM NH3 = 17,0307 gram/gmol
Maka persamaan menjadi
𝑁𝑁𝐻3 . 18,0154
𝑥0 =
𝜌𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 . 1000 − 𝑁𝑁𝐻3 . 17,0307
Rasio mol NH3 dalam gas dihitung dengan persamaan :
𝐿𝑠. (𝑥ℎ − 𝑥0 ) = 𝐺𝑠. (𝑦ℎ − 𝑦0 )
Air masuk dari puncak menara absorber dalam kondisi bebas NH 3 (xh=0),
sehingga
𝐿𝑠
𝑦ℎ − 𝑦0 = 𝑥ℎ − 𝑥0 . ( )
𝐺𝑠
𝐿𝑠
𝑦ℎ = 𝑦0 − 𝑥0 . ( )
𝐺𝑠
8. Menghitung Persamaan Kurva Setimbang antara Ammonia-Udara pada Suhu dan
Tekanan percobaan
Persamaan kesetimbangan diperoleh dengan membaca dua titik, yaitu
(x1,y1) dan titik (x2,y2) pada literatur (Brown, 1950)

Pada persamaan ini, titik (x1,y1) yaitu (0,0) yang menggambarkan suatu
keadaan di mana tidak ada ammonia di aliran cairan, sedangkan titik (x 2,y2)
diambil dari data konsentrasi umpan mula mula x2 dalam fraksi mol dikonversikan
ke x2 dlam fraksi massa dengan persamaan :
𝑁𝑁𝐻3 . 𝐵𝑀𝑁𝐻3
𝑥2 =
𝜌𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 . 1000
Selanjutnya dari titik x2 ditarik garis vertikal memotong equilibrium
construction line pada 14,7 psia (1 atm). Dari perpotongan tersebut, ditarik garis
horizontal sampai memotong saturated vapor pada 14,7 psia. Selanjutnya dibaca
nilai y2 pada fraksi massa ammonia. Dari kedua titik tersebut, diperoleh
persamaan:
𝑦 ∗ − 𝑦1 𝑥 ∗ − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Kemudian dimasukkan data-data berikut
𝑥1 = 0 𝑥2 = 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
𝑦1 = 0 𝑦2 = 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑐𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖𝑘
Sehingga menghasilkan
𝑦∗ 𝑥∗
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
𝑦2 − 𝑦1 ∗
𝑦∗ = 𝑥
𝑥2 − 𝑥1
𝑦 ∗ = 𝑚. 𝑥 ∗
Persamaan di atas dalam basis fraksi massa, selanjutnya dikonversi
menjadi fraksi mol dengan persamaan :
1 1
𝑦 ∗. 17.0307 = 𝑚. 𝑥 ∗ . 17.0307
1 1
28.84 18.0254
18.0254
𝑦∗ = . 𝑚. 𝑥 ∗
28.84
18.0254
𝑦∗ = . 𝑚. 𝑥
28.84
𝑦 ∗ = 𝑚′. 𝑥
Dengan basis mol bebas solut, maka :
𝑦∗ 𝑥
∗ = 𝑚′.
1+𝑦 1+𝑥
Re-arranging menghasilkan
𝑥
𝑚′ .
𝑦∗ = 1 + 𝑥
′ 𝑥
1−𝑚 .
1+𝑥
𝑚′ . 𝑥
𝑦∗ =
1 + (1 − 𝑚′ ). 𝑥
Hubungan x dengan y juga dapat dibalik
1
𝑚 ′ .𝑦
𝑥∗ =
1
1 + (1 − ′ ) . 𝑦
𝑚

9. Menentukan Ls dan Gs
𝑔𝑚𝑜𝑙 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝐿
𝐿𝑠 = = .𝜌
𝑠 𝐵𝑀𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑚𝑎𝑠𝑠 𝑓𝑙𝑜𝑤𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒
𝐺𝑠 =
𝐵𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 . 𝑠
Karena P = 1 atm, maka campuran gas dapat dianggap ideal, sehingga:
𝑃. 𝐵𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 =
𝑅. 𝑇
𝐺. 𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝐺𝑠 =
𝐵𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 . (1 + 𝑦0 )
Nilai y0 adalah nilai solut yang terkandung dalam aliran gas pada dasar
menara yang berkesetimbangan dengan solut di larutan umpan. Nilai y0 ini dapat
diperoleh dari persamaan kesetimbangan x0 dengan y0. Nilai x0 sudah dihitung
dan nilainya sama dengan nilai x2 pada langkah (8).

10. Menentukan Fraksi Mol Fasa Gas pada Puncak Menara


𝐿𝑠
𝑦ℎ = 𝑦0 − 𝑥0 . ( )
𝐺𝑠
dengan,
Ls = kecepatan alir molar cairan bebas NH3, gmol/s
Gs = kecepatan alir molar gas bebas NH3, gmol/s
x0 = Rasio mol NH3 dalam larutan keluar, gmol NH3/ gmol H2O
y0 = Rasio mol NH3 dalam gas masuk, gmol NH3/gmol udara
yh = Rasio mol NH3 dalam gas keluar, gmol NH3/ gmol udara

11. Menentukan Difusivitas Ammonia-Udara


Pada T= 0°C, difusivitas ammonia ke udara sebesar 0,198 cm 2/detik. (Perry,
1984). Ammonia dan udara sebagai gas yang bersifat polar, sehingga
difusivitasnya di udara dapat dihitung dengan persamaan :
3 1 1 0.5
0,001858. 𝑇 2 . ( + )
𝑀𝐴 𝑀𝑈
𝐷𝐴−𝑈 =
𝑃. 𝜎𝐴𝑀 2 . Ω
( )
dengan,
𝐷𝐴−𝑈 = Diffusivitas ammonia melalui udara, cm2/s
T = Suhu lingkungan, K
MA = Berat molekul ammonia, gram/gmol
MU = Berat molekul udara, gram/gmol
P = Tekanan lingkungan, atm
𝜎𝐴𝑀 = Diameter tumbukan, amstrong
Ω = Integral tumbukan
Persamaan tersbut dapat disederhanakan untuk menghitung difusivitas
pada kondisi gas yang berbeda :
3
𝑇2 2 𝑃1 Ω1 . 𝑇1
𝐷𝐴−𝑈 = (𝐷𝐴−𝑈 𝑃 ,𝑇 ) . ( ) . ( ) . ( )
1 1 𝑇1 𝑃2 Ω2 . 𝑇2
kT
Parameter Ω, , 𝑑𝑎𝑛 𝜎𝐴𝑀 adalah parameter Lennard Jones. Silakan
ε

saudara mencari parameter tersebut dan mempelajari sendiri cara menggunakan


parameter tersebut dalam persamaan ini. Adapun parameter tersebut dapat dicari
pada berbagi buku referensi seperti Transport Phenomena karangan Bird.

12. Menentukan Persamaan Garis Operasi


Dapat disusun neraca massa dari z=0 sampai z=z + ∆z pada kondisi steady
state pada loop II gambar menara absorpsi:
𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝐴𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝐺𝑠. 𝑦0 + 𝐿𝑠. 𝑥 − (𝐺𝑠. 𝑦 + 𝐿𝑠. 𝑥0 ) = 0
𝐺𝑠. (𝑦0 − 𝑦) = 𝐿𝑠. (𝑥0 − 𝑥)
𝐿𝑠
𝑦 = 𝑦0 + ( ) . (𝑥 − 𝑥0 )
𝐺𝑠
𝐺𝑠
𝑥 = 𝑥0 + ( ) . (𝑦 − 𝑦0 )
𝐿𝑠

13. Menentukan nilai (Ls/Gs) minimum


𝐿𝑠 𝑦ℎ − 𝑦0
( ) =
𝐺𝑠 𝑚𝑖𝑛 𝑥ℎ − 𝑥0 ∗
Nilai x0 dapat dicari dengan persamaan kesetimbangan berikut.
1
𝑚 ′ . 𝑦0

𝑥0 =
1
1 + (1 − ′ ) . 𝑦0
𝑚

14. Menentukan Koefisien Transfer Massa NH3 dalam Fasa Gas (Kya) pada berbagai
kecepatan aliran udara
Neraca Maasa NH3 kondisi steady state pada elemen volume ∆z
𝐺𝑠. 𝑦|𝑧 − 𝐺𝑠. 𝑦|𝑧+∆𝑧 − 𝐾𝑦. 𝑎. 𝐴. ∆𝑧. (𝑦 − 𝑦 ∗ ) = 0
𝑦|𝑧 − 𝑦|𝑧+∆𝑧 𝐾𝑦. 𝑎
lim = . 𝐴. (𝑦 − 𝑦 ∗ )
∆𝑧→0 ∆𝑧 𝐺𝑠
𝑑𝑦 𝐾𝑦. 𝑎
− = . 𝐴. (𝑦 − 𝑦 ∗ )
𝑑𝑧 𝐺𝑠
𝑦=𝑦ℎ 𝑧=ℎ
𝐺𝑠 𝑑𝑦
− ∫ = ∫ 𝑑𝑧
𝐾𝑦. 𝑎. 𝐴 𝑦=𝑦0 (𝑦 − 𝑦 ∗ ) 𝑧=0

𝐺𝑠 𝑦=𝑦ℎ 𝑑𝑦
𝐾𝑦. 𝑎 = − ∫
𝐴. ℎ 𝑦=𝑦0 (𝑦 − 𝑦 ∗ )
Adapun nilai integrasi dilakukan secara numeris dengan metode Simpson
Rule 10 titik.
15. Menetukan Konstanta Hasil Analisis Dimensi
Berdasarkan analisis dimensi dan satuan, diperoleh:
𝑎2
𝐾𝑦. 𝑎. 𝐷𝑝 2 . 𝑅. 𝑇 𝜌𝑙 . 𝐷𝑝 . 𝑣𝑙 𝑎1 𝜌𝑔 . 𝐷𝑝 . 𝑣𝑔
[ ] = 𝐾. [ ] .[ ]
𝐷𝐴−𝑈 . 𝑃 𝜇𝑙 𝜇𝑔
𝐾𝑦. 𝑎. 𝐷𝑝 2 . 𝑅. 𝑇 𝑎2
[ ] = 𝐾. [𝑅𝑒𝑙 ]𝑎1 . [𝑅𝑒𝑔 ]
𝐷𝐴−𝑈 . 𝑃
𝜌𝑔 . 𝐷𝑝 . 𝑣𝑔
𝑅𝑒𝑔 =
𝜇𝑔
𝜌𝑙 . 𝐷𝑝 . 𝑣𝑙
𝑅𝑒𝑙 =
𝜇𝑙
Kecepatan aliran konstan, sehingga nilai a1 = 0, dan persamaan menjadi :
𝐾𝑦. 𝑎. 𝐷𝑝 2 . 𝑅. 𝑇 𝑎2
[ ] = 𝐾. [𝑅𝑒𝑔 ]
𝐷𝐴−𝑈 . 𝑃
𝐾𝑦. 𝑎. 𝐷𝑝 2 . 𝑅. 𝑇
log ([ ]) = log 𝐾 + 𝑎2 . log([𝑅𝑒𝑔 ])
𝐷𝐴−𝑈 . 𝑃
Untuk menghitung 𝑅𝑒𝑔 , maka harus dicari nilai, 𝑣𝑔 , 𝜇𝑔 , dan 𝜌𝑔 .
4. 𝐺
𝑣𝑔 =
𝜋. 𝐷𝑝 2
𝑃. 𝐵𝑀𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑔𝑎𝑠
𝑣𝑔 =
𝑅. 𝑇
𝜇𝑔 = 𝜇𝑎𝑚𝑚𝑜𝑛𝑖𝑎 . 𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 + (1 − 𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 ). 𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝐵𝑀𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑔𝑎𝑠 = 𝐵𝑀𝑎𝑚𝑚𝑜𝑛𝑖𝑎 . 𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 + (1 − 𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 ). 𝐵𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝐵𝑀𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑔𝑎𝑠 = 17.0307. 𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 + (1 − 𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 ). 28.84
𝑦𝑜 + 𝑦ℎ
𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 =
2
dengan,
Dp = diameter packing, cm
𝐾𝑦. 𝑎 = Koefisien transfer massa ammonia overall, mol/(cm 3.s)
P = Tekanan kolom, atm
R = konstanta gas ideal, cm 3.atm/(mol.K)
T = suhu gas, K
G = debit gas, mL/sekon
𝐷𝐴−𝑈 = difusivitas ammonia melalui udara, cm 2/detik
𝜌𝑔 = densitas gas, g/cm 3
𝜇𝑔 = viskositas gas, g/(cm.s)
𝑣𝑔 = kecepatan linier gas, cm/detik
𝜌𝐿 = densitas cairan, g/cm 3
𝜇𝐿 = viskositas cairan, g/(cm.s)
𝑣𝐿 = kecepatan linier cairan, cm/detik
𝑅𝑒𝑔 = bilangan Reynolds di fase gas.
𝑅𝑒𝑙 = bilangan Reynolds di fase cair
𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 = fraksi mol ammonia rerata (basis basah), gmol
ammonia/(gmol udara+ammonia)
𝑦0 = fraksi mol ammonia di dasar kolom (basis basah), gmol
ammonia/(gmol udara+ammonia)
𝑦ℎ = fraksi mol ammonia di atas kolom (basis basah), gmol
ammonia/(gmol udara+ammonia)
Nilai 𝜇𝑎𝑚𝑚𝑜𝑛𝑖𝑎 dan 𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 dapat dicari dari referensi pada suhu dan tekanan
tertentu. Nilai konsentrasi ammonia perlu direrata antara bagian atas dan bawah
kolom sehingga menghasilkan konsentrasi ammonia rerata (𝑦𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 ).
Linearisasi persamaan di atas akan mendapat nilai k dan a2 dengan metode
regresi linear.
𝑦 = 𝑎. 𝑥 + 𝑏
𝑛. ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑥 . ∑ 𝑦
𝑎=
𝑛. ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
∑ 𝑦 − 𝑎. ∑ 𝑥
𝑏=
𝑛
dengan,
𝐾𝑦. 𝑎. 𝐷𝑝 2 . 𝑅. 𝑇
𝑦 = log ([ ])
𝐷𝐴−𝑈 . 𝑃
𝑥 = log([𝑅𝑒𝑔 ])
𝑎 = 𝑎2
𝑏 = log 𝐾
𝑛 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖 = 6
16. Menghitung Kesalahan Relatif Pengukuran Ky a dan kesalahan relatif rata-rata
|𝐾𝑦. 𝑎𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 − 𝐾𝑦. 𝑎𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 |
%𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟𝑖 = . 100%
𝐾𝑦. 𝑎𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛
∑𝑛𝑖 %𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟𝑖
%𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 =
𝑛
%𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟𝑖 = Kesalahan relatif untuk setiap percobaan
𝐾𝑦. 𝑎𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 = nilai koefisien transfer massa overall yang diperoleh
dari persamaan kelompok tak berdimensi.
𝐾𝑦. 𝑎𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 = nilai koefisien transfer massa overall yang diperoleh
dari eksperimen dan persamaan desain tinggi absorber
n = jumlah percobaan

17. Menghitung persen kadar ammonia yang terabsorpsi


𝑁𝑁𝐻3 − 𝑁𝑁𝐻3
𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
%𝑡𝑒𝑟𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥100%
𝑁𝑁𝐻3
𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎

VI. Perhitungan
Bagian ini berisi seluruh perhitungan dari analisis data poin pertama hingga ke-
17. Adapun dalam perhitungan perlu melampirkan seluruh tabel dan minimal satu
contoh perhitungan dalam satu rumus. Grafik tidak perlu ditempel pada bagian ini,
melainkan pada bagian pembahasan saja. Setiap referensi sifat fisis dalam bentuk tabel
dan grafik perlu dilampirkan. Dan tabel tersebut antara lain

1. Tabel/grafik densitas aquadest

2. Tabel/grafik viskositas aquadest

3. Grafik kesetimbangan biner ammonia-air

4. Grafik viskositas udara dan ammonia

5. Perhitungan integrasi numeris untuk mencari number of transfer unit.


LAPORAN SEMENTARA
ABSORPSI (K)
Praktikan : 1. NIM :
2. NIM :
3. NIM :
Hari/Tanggal :
Asisten : Muhammad Bima Suwardani

Data Percobaan
Suhu C Waktu alir aquadest s
Tekanan atm Waktu alir umpan s
Berat piknometer g Tinggi kolom 103 cm
kosong
Berat piknometer + g Diameter kolom 5,5 cm
aquadest
Berat piknometer + g Diameter packing 0,2 cm
umpan

1. Standarisasi larutan HCl … N dengan larutan boraks … N


Berat boraks I : Gram
Berat boraks II : Gram
Volume larutan boraks : mL
Volume HCl pekat : mL
Volume larutan HCl : mL
Volume larutan boraks, mL Volume larutan HCl, mL

2. Standarisasi larutan HCl ……. N dengan larutan boraks …… N.


Berat boraks : gram
Volume larutan boraks : mL
Volume larutan HCl : mL
Volume larutan boraks, mL Volume larutan HCl, mL
3. Titrasi larutan umpan dengan larutan HCl … N.
Volume larutan umpan sebelum Volume larutan HCl, mL
absorpsi, mL

4. Titrasi larutan sampel dengan HCl …… N.


Volume Volume
Beda Kaki H Waktu alir Berat
larutan HCl, mL
Manometer, floatmeter, sampel, piknometer+
Sampel,
cm cm 1 2 sekon sampel, gram
mL

5. Volume titrasi larutan umpan dengan larutan HCl (sebelum pengenceran) setelah
proses absorpsi selesai
Volume larutan umpan setelah Volume larutan HCl, mL
absorpsi, mL

Yogyakarta, 2019
Asisten Jaga, Praktikan,
1

3
POIN PENILAIAN
ABSORBSI (K)

Konten Nilai
Cover+Tujuan (5)
Metodologi
Bahan (1)
Alat (4)
Cara Kerja (5)
Hasil dan Pembahasan
Pengertian Absorpsi (3)
Faktor faktor yang mempengaruhi absorpsi (3)
Teori 2 lapisan film (3)
Deskripsi singkat mengenai POTK (3)
Asumsi–asumsi yang digunakan dalam praktikum (3)
Fenomena flooding dan loading dalam tower. (3)
Penjelasan (Ls/Gs) minimum, dan hasil perhitungan Ls/Gs minimum. (3)
Algoritma mendesain absorber. Penurunan persamaan tinggi kolom absorber.
(3)
Macam-macam alat transfer massa gas-cair di Industri secara umum, beserta
gambar dari alat tersebut (gambar skema dan bukan foto alat) (3)
Aplikasi Absorpsi di Industri (3)
Grafik persamaan garis operasi pada berbagai kecepatan gas (5)
Grafik hubungan antara nilai Kya dengan tinggi Manometer (5)
Grafik antara Kecepatan gas dengan Kya (5)
Kesimpulan (10)
Daftar Pustaka (5)
Lampiran
Data Percobaan (5)
Analisis Data (5)
Perhitungan (15)
TOTAL (100)
RESIDENCE TIME DISTRIBUTION (RTD) TANGKI BERPENGADUK
(L)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari ketidakidealan pola aliran fluida dalam suatu reaktor alir tangki
berpengaduk dengan variasi ketinggian pengaduk sehingga diperoleh model tangki ideal
yang mendekati pola airan fluida.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Air Ledeng yang diperoleh dari Laboratorium Proses Pemisahan, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
2. Natrium Klorida (NaCl) yang diperoleh dari Laboratorium Proses Pemisahan,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
b. Rangkaian Alat

Gambar 1. Rangkaian Alat Percobaan RTD Tangki Berpengaduk

c. CARA KERJA
1. Pembuatan Tracer Component NaCl
a. Timbang NaCl sebanyak 10 gram ke dalam gelas beker 100 mL dengan
menggunakan neraca analitis digital.
b. Larutkan NaCl dengan air ledeng sebanyak 100 mL dengan bantuan gelas
pengaduk hingga homogen.
c. Ulangi langkah percobaan di atas hingga diperoleh 2 larutan tracer component
NaCl.

2. Penentuan Debit Aliran


a. Periksa rangkaian alat percobaan dengan dengan teliti sehingga tidak ada
kebocoran selama praktikum.
b. Periksa pula tangki overflow berjalan dengan baik.
c. Buka klep pengatur debit aliran dan atur pada tangki overflow, tangki 1, dan tangki
2 sehingga menghasilkan kondisi steady state pada ketinggian yang telah
ditentukan pada alat percobaan.
d. Ambil air yang mengalir dari tangki 2 sekitar 100 mL dan hitung waktu yang
diperlukan sebanyak 3 kali.
e. Langkah d diulangi untuk ketinggian pengaduk yang berbeda

3. Pembuatan Kurva Standar


a. Ukur konduktansi air ledeng dengan konduktometer.
b. Timbang 0,02 gram NaCl dengan bantuan gelas arloji dan neraca analitis digital.
c. Larutkan NaCl tersebut dengan air ledeng sebayak 100 mL dengan bantuan gelas
pengaduk hingga homogen.
d. Ukur konduktansi larutan NaCl tersebut dengan konduktometer.
e. Ulangi langkah percobaan b sampai d untuk massa NaCl 0,04 gram, 0,06 gram,
0,08 gram, 0,1 gram, 0,12 gram, 0,14 gram, 0,16 gram, 0,18 gram, 0,2 gram.

4. Penentuan Konduktansi Setiap Waktu


a. Atur ketinggian pengaduk pada ketinggian tertentu.
b. Masukkan tracer component NaCl yang telah dibuat ke dalam tangki 1.
c. Ambil cairan yang keluar dari tangki 1 dan tangki 2 secara bersamaan pada
detik ke-0 dan setiap 20 detik dengan menggunakan tabung reaksi sampai
diperoleh 30 data percobaan.
d. Ulangi langkah percobaan di atas untuk ketinggian yang lain.

NB:
1. Praktikan hari selasa ketinggian pengaduk H = 8 cm, dan H = 16 cm
2. Praktikan hari rabu ketinggian pengaduk H = 8 cm, dan H = 24 cm
3. Praktikan hari jumat ketinggian pengaduk H = 16 cm, dan H = 24 cm
III. ANALISIS DATA
1. Standardisasi debit aliran
𝑉
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 = 𝑄 = (1)
𝑡
𝑄1 + 𝑄2 + 𝑄3
𝑄 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 = (2)
3
dengan, Q = debit aliran fluida, mL/s
V = volume air tertampung, mL
t = waktu, s
2. Membuat kurva standar konduktivitas
𝑚
𝐶= (3)
𝑉
dengan, C = konsentrasi larutan, g/L
m = massa NaCl, gram
V = volume larutan NaCl, L
3. Mencari konsentrasi NaCl setiap saat dari kurva standar
Didapat dari persamaan kurva standar dan didekati dengan metode regresi linier
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 (4)
dengan, y = konduktivitas larutan, S
x = konsentrasi NaCl, gram
a,b = konstanta
4. Mencari luasan di bawah kurva CA vs t
1
𝐴𝑖 = (𝑡 − 𝑡𝑛−1 )(𝐶𝐴𝑛 + 𝐶𝐴𝑛−1 ) (5)
2 𝑛
dengan, A = luasan bawah kurva ke-i, g.s/L
tn = waktu ke-n, s
tn-1 = waktu ke n-1, s
Ca n = konsentrasi NaCL saat waktu ke-n, g/L
Ca n-1 = konsentrasi NaCl saat waktu ke n-1, g/L
5. Mencari distribusi waktu tinggal
𝐶𝐴𝑖 𝐶𝐴𝑖
𝐸= = (6)
𝐴𝑡 𝐶𝐴 . 𝑑𝑡
dengan, At = luasan bawah kurva total, g.s/L
E = distribusi waktu tinggal
CA = konsentrasi NaCl
dt = perubahan waktu, s
6. Menentukan distribusi kumulatif fraksi massa terhadap waktu
𝑡𝑖
𝑁𝑖 ∫0 𝐶𝐴 𝑄 𝑑𝑡 𝐶𝐴𝑖 𝑄 ∆𝑡𝑖
𝐹= = ~ = (7)
𝑁𝑡 ∫0 𝐶𝐴 𝑄 𝑑𝑡 𝛴 𝐶𝐴𝑖 𝑄 ∆𝑡𝑖

dengan, F = fraksi massa


Ni = massa ke- i, gram
Nt = massa total, gram
CA = konsentrasi NaCl ke-I, g/L
Q = debit aliran, L/s
∆𝑡𝑖 = perubahan waktu, s

7. Menghitung t mean dan variance



∫0 𝑡. 𝐶𝐴 𝑑𝑡 𝛴 𝐶𝐴𝑖 𝑡𝑖 ∆𝑡𝑖
𝑡𝑚 = ∼ = (8)
∫0 𝐶𝐴 𝑑𝑡 𝛴 𝐶𝐴𝑖 ∆𝑡𝑖

∑(𝑡𝑖 − 𝑡𝑚 )2 . 𝐶𝐴𝑖 . ∆𝑡𝑖


𝜎2 ≅ (9)
∑ 𝐶𝐴𝑖 . ∆𝑡𝑖
dengan, tm = mean time ,s
Cai = konsentrasi NaCl ke-i, g/L
ti = waktu tinggal ke-i,s
𝜎2 = variance
∆𝑡𝑖 = perubahan waktu, s

IV. POIN PEMBAHASAN


1. Asumsi yang digunakan
2. Penjelasan tentang pola aliran fluida pada berbagai peralatan industri kimia
3. Penjelasan mengenai fungsi distribusi waktu tinggal
4. Penjelasan tentang tracer test, dan sifat-sifat yang harus dimiliki tracer component
5. Bentuk-bentuk stimulus response tracer component
6. Grafik dan penjelasan mengenai kurva konduktansi vs konsentrasi, konsentrasi vs
waktu pada tangki 1 dan 2 di tiap ketinggian, distribusi waktu tinggal, dan hubungan
fraksi massa total dengan waktu
7. Penjelasan dan pembahasan mean residence time, variance, dan hubungan
keduanya

V. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


CATATAN UNTUK ASISTEN JAGA DAN PRAKTIKAN
1. Apabila praktikan melakukan praktikum kode L dan lantai basah sampai banjir dan
tidak segera dipel, maka praktikan dikenakan inhall kebersihan dengan kredit 1, dan
inhall melakukan tindakan berbahaya dengan kredit 2. Jadi total praktikan
mendapatkan inhall dengan kredit 3.
2. Apabila praktikan melakukan praktikum kode L tapi kondisi air belum steady state
maka praktikan dikenakan inhall prosedur dengan kredit 1.
3. Apabila baffle dalam tangki tidak tercelup semua, maka praktikan dikenakan inhall
prosedur dengan kredit 1.

VI. TEXT BOOK WAJIB


Levenspiel, “Chemical Reaction Engineering”
Fogler, S.H., “Elements of Chemical Reaction Engineering
LAPORAN SEMENTARA
Residence Time Distribution (RTD) Tangki Berpengaduk (L)

Nama Praktikan : 1. NIM:


2. NIM:
3. NIM:
Hari/Tanggal :
Asisten : Brahmadhiksa Artha Pramesta
ta
DATA PERCOBAAN
1. Pembuatan Tracer Component NaCl
Massa NaCl 1 = gram
Massa NaCl 2 = gram
Volume larutan NaCl = mL

2. Penentuan Debit Aliran


H= H=
No.
Volume Air, mL Waktu, s Volume Air, mL Waktu, s
1.
2.
3.

3. Pembuatan Kurva Standar


No. Massa NaCl, gram Volume Larutan, mL Konduktansi, S
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
4. Penentuan Konduktansi Setiap Waktu
H= cm H= cm
No. Waktu, s Konduktansi, S Konduktansi, S
Tangki 1 Tangki 2 Tangki 1 Tangki 2
1 0
2 20
3 40
4 60
5 80
6 100
7 120
8 140
9 160
10 180
11 200
12 220
13 240
14 260
15 280
16 300
17 320
18 340
19 360
20 380
21 400
22 420
23 440
24 460
25 480
26 500
27 520
28 540
29 560
30 580

Yogyakarta, 2019
Asisten Jaga, Praktikan,
1

3
POIN PENILAIAN
Residence Time Distribution (RTD) Tangki Berpengaduk (L)

Nama :
NIM :

Komponen Penilaian Poin Max Revisi ACC


Tujuan Percobaan 5
Metodologi percobaan 10
Hasil dan pembahasan
1. Asumsi yang digunakan
2. Penjelasan tentang pola aliran fluida pada
berbagai peralatan industri kimia
3. Penjelasan mengenai fungsi distribusi
waktu tinggal
4. Penjelasan tentang tracer test, dan sifat-
sifat yang harus dimiliki tracer component
5. Bentuk-bentuk stimulus response tracer
component 45
6. Grafik dan penjelasan mengenai kurva
konduktansi vs konsentrasi, konsentrasi
vs waktu pada tangki 1 dan 2 di tiap
ketinggian, distribusi waktu tinggal, dan
hubungan fraksi massa total dengan
waktu
7. Penjelasan dan pembahasan mean
residence time, variance, dan hubungan
keduanya
Kesimpulan 10
Daftar pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
RTD 2 (PACKED BED REACTOR)
(M)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari ketidakidealan pola aliran fluida dalam suatu packed bed reactor
dengan variasi debit aliran sehingga diperoleh model packed bed ideal yang mendekati
pola aliran fluida yang diperoleh dalam percobaan.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Air ledeng
2. Natrium klorida (NaCl)
B. Rangkaian Alat Percobaan

Gambar 1. Rangkaian Alat Percobaan RTD Packed Bed Reactor


Gambar 2. Rangkaian Alat Pengukuran Konduktivitas
C. Cara Kerja
1. Pengukuran Konduktivitas Larutan Standar
- Isi gelas beker dengan 100 ml air kran kemudian ukur dan catat
konduktivitas air kran untuk data awal.
- Timbang 0,05 gram NaCl dengan gelas arloji menggunakan neraca analitis
digital.
- Larutkan NaCl dengan 100 mL air kran menggunakan gelas beker.
- Ukur dan catat konduktivitas larutan NaCl menggunakan konduktometer.
- Ulangi pengukuran untuk massa NaCl 0,10; 0,15; 0,20; 0,25 dan 0,30 gram.
2. Pengukuran Debit Aliran Air
- Buka kran air untuk mengalirkan air, tunggu hingga tinggi air mencapai
setengah atau lebih dari tinggi tangki (jaga agar air tidak tumpah). Kemudian
kran air samping dibuka untuk membuat aliran overflow. Kemudian buka kran
bawah tangki 5/8 putaran (kontrol kran air atas agar bukaannya sama dengan
bukaan kran bawah tangki yang ditandai dengan tidak adanya perubahan
tinggi air pada tangki penampung). Lakukan hal yang sama untuk bukaan kran
6/8 dan 7/8 putaran.
- Ukur debit air keluar dengan menampung air dengan gelas ukur selama 10
detik untuk bukaan kran 5/8 putaran, 10 detik untuk bukaan kran 6/8 putaran
dan 5 detik untuk bukaan kran 7/8 putaran dengan bantuan alat stopwatch.
- Lakukan tahap diatas masing – masing 3 kali untuk setiap bukaan kran dan
catat hasil pengukuran.
3. Pengukuran Konduktivitas Larutan Sampel
- Timbang 30 gram NaCl dengan gelas arloji menggunakan neraca analitis
digital.
- Larutkan 30 gram NaCl yang telah ditimbang dalam 100 ml air kran,
kemudian aduk hingga seluruh NaCl larut dalam air.
- Ukur dan catat konduktivitas larutan sebagai data awal.
- Buka kran air dan ulangi tahap nomor 2 poin pertama
- Ambil 20 ml larutan dengan menggunakan syringe (suntikan) kemudian
masukkan larutan tersebut ke dalam packed bed melalui bagian atas dari
packed bed.
- Ambil sampel larutan melalui output dari packed bed setiap 10 detik dari
detik ke-0 sampai detik ke-300, dimana pengambilan pertama dilakukan
tepat pada saat larutan NaCl diinjeksikan (saat detik ke-0).
- Ukur dan catat konduktivitas dari semua sampel.
- Ulangi percobaan untuk bukaan kran 6/8 dan 7/8 putaran.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal-hal yang perlu ada dalam pembahasan adalah sebagai berikut.
1. Penjelasan singkat mengenai ketidakidealan pola aliran fluida dan kaitannya dengan
RTD.
2. Penjelasan singkat mengenai tracer component dan metode penginjeksian tracer
component.
3. Alasan pemilihan NaCl sebagai tracer component.
4. Asumsi-asumsi yang digunakan selama percobaan.
5. Pembahasan data percobaan berupa grafik hubungan konduktivitas dan konsentrasi
dari larutan standar.
6. Pembahasan grafik hubungan sudut putar kran dengan debit aliran.
7. Pembahasan grafik hubungan antara konsentrasi tracer component terhadap waktu.
8. Pengertian distribusi kumulatif massa, grafik hubungan antara distribusi kumulatif
massa (F) terhadap waktu dan pembahasan grafik tersebut.
9. Pembahasan grafik hubungan antara distribusi waktu tinggal cairan pada kolom
bahan isian (E) terhadap waktu.
10. Hasil perhitungan variance dan hubungannya dengan pola aliran ideal.

IV. Analisis Data


1. Standardisasi Debit Aliran (Q)

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
Q = (1)
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑄1 + 𝑄2 +𝑄3
Qrerata = (2)
3
dengan, Q = debit aliran, mL/s
Qrerata = rata-rata debit aliran, mL/s
2. Pembuatan Kurva Standar
Kurva standar dibuat dari data konduktivitas larutan standar dengan
menggunakan metode regresi linier
y = ax + b (3)
dengan, y = konduktivitas larutan
x = konsentrasi NaCl
a, b = konstanta
3. Perhitungan Konsentrasi Tracer Component
Dari kurva standar yang didapat pada perhitungan poin (2), didapatkan nilai
konsentrasi tracer component (C) untuk setiap putaran kran pada tiap waktu.
4. Menentukan Distribusi Waktu Tinggal
Luas area di bawah kurva konsentrasi versus waktu adalah sebagai berikut.
~
A = ∫0 𝐶 𝑑𝑡 (4)
A = ∑~
0 𝐶 𝑑𝑡 (5)
Nilai A dapat dicari menggunakan persamaan trapezoidal, yaitu:
∆𝑡
A = (𝐶𝐴0 + 2(𝐶𝐴1 + 𝐶𝐴2 + 𝐶𝐴3 + ⋯ + 𝐶𝐴𝑖−1 ) + 𝐶𝐴𝑖 ) (6)
2

dengan, i = jumlah data


A = luas area di bawah kurva konsentrasi versus waktu
Persamaan normalisasi:
~ ~ 𝐶𝐴
∫0 𝐶 𝑑𝑡 = ∫0 𝐴
𝑑𝑡 (7)

Dengan area kurva input sinyal C = E , distribusi waktu tinggal cairan di


dalam kolom bahan isian pada tiap waktu dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan berikut.
𝐶𝐴
E = (8)
𝐴

Dengan analisis residence time distribution (RTD) dapat diketahui pola


aliran sebenarnya yang terjadi di dalam kolom bahan isian. Untuk mengetahui
kumulatif massa terhadap waktu dapat menggunakan persamaan berikut.
𝑡𝑖
𝑁𝑖 ∫0 𝐶𝐴 𝑄 𝑑𝑡
F= = ~ (9)
𝑁𝑡 ∫0 𝐶𝐴 𝑄 𝑑𝑡

Ni dan Nt dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan trapezoidal:


∆𝑡
Ni = (𝑄𝑀 . 𝐶𝐴0 + 2(𝑄𝑀 . 𝐶𝐴1 + 𝑄𝑀 . 𝐶𝐴2 + ⋯ + 𝑄𝑀 . 𝐶𝐴𝑖−1 ) + 𝑄𝑀 . 𝐶𝐴𝑖 ) (10)
2
∆𝑡
Nt= (𝑄𝑀 . 𝐶𝐴0 + 2(𝑄𝑀 . 𝐶𝐴1 + 𝑄𝑀 . 𝐶𝐴2 + ⋯ + 𝑄𝑀 . 𝐶𝐴𝑛−1 ) + 𝑄𝑀 . 𝐶𝐴𝑛 ) (11)
2
Mean residence time dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
~
∫0 𝑡.𝐶 𝑑𝑡 ∑ 𝑡𝑖 𝐶𝑖 ∆𝑡𝑖
tm = ~ = ∑ 𝐶𝑖 ∆𝑡𝑖
(12)
∫0 𝐶 𝑑𝑡

Untuk menghitung variance dapat menggunakan persamaan:


∑ 𝑡𝑖2 . 𝐶𝑖 . ∆𝑡𝑖
𝜎2 = ∑ 𝐶𝑖 ∆𝑡𝑖
2
− 𝑡𝑚 (13)

dengan, E = distribusi waktu tinggal cairan pada kolom bahan isian setiap saat
F = distribusi kumulatif massa terhadap waktu
C = konsentrasi tracer component keluaran
i = data ke-i
n = jumlah data total

5. Perhitungan
Menghitung dan menganalisis data yang diperoleh dari percobaan untuk
kemudian disajikan dalam bentuk tabel atau grafik yang dicantumkan di dalam
pembahasan.
LAPORAN SEMENTARA
RTD 2 (PACKED BED REACTOR) (M)

Nama Praktikan : 1. NIM.


2. NIM.
3. NIM.
Nama Asisten : Fricillia
Hari/tanggal :
DATA PERCOBAAN
Suhu Percobaan : °C
Konduktivitas Air : S/m
Massa Tracer : gram
Volume Tracer : mL
Konsentrasi Tracer : gram/mL
Konduktivitas Tracer : S/m

A. DATA KONDUKTIVITAS LARUTAN STANDAR

No. Volume Air, mL Massa NaCl, gram Kondutivitas, S/m


1 100
2 100
3 100
4 100
5 100
6 100

B. DATA DEBIT ALIRAN

Sudut Putaran
No. Volume Air, mL Waktu, s
Kran
1
2 /8
3
4
5 /8
6
7
8 /8
9
C. DATA KONDUKTIVITAS
Sudut Putaran Kran
Waktu, s /8 /8 /8
Konduktivitas, S/m
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
220
230
240
250
260
270
280
290
300

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.
2.
( ) 3.
Poin - Poin Penilaian Poin - Poin Penilaian
RTD 2 (PACKED BED REACTOR) (M) RTD 2 (PACKED BED REACTOR) (M)
Nama : Nama :
NIM : NIM :
Penilaian Nilai Max Penilaian Nilai Max
Tujuan Percobaan 5 Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan 10 Metodologi Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan 45 Hasil dan Pembahasan 45
Penjelasan singkat Penjelasan singkat
mengenai ketidakidealan mengenai ketidakidealan
2 2
pola aliran fluida dan pola aliran fluida dan
kaitannya dengan RTD. kaitannya dengan RTD.
Penjelasan singkat Penjelasan singkat
mengenai tracer mengenai tracer
component dan metode 3 component dan metode 3
penginjeksian tracer penginjeksian tracer
component. component.
Alasan pemilihan NaCl Alasan pemilihan NaCl
2 2
sebagai tracer component. sebagai tracer component.
Asumsi-asumsi yang Asumsi-asumsi yang
digunakan selama 3 digunakan selama 3
percobaan. percobaan.
Pembahasan data Pembahasan data
percobaan berupa grafik percobaan berupa grafik
hubungan konduktivitas 7 hubungan konduktivitas 7
dan konsentrasi dari dan konsentrasi dari
larutan standar. larutan standar.
Pembahasan grafik Pembahasan grafik
hubungan sudut putar kran 5 hubungan sudut putar kran 5
dengan debit aliran. dengan debit aliran.
Pembahasan grafik Pembahasan grafik
hubungan antara hubungan antara
konsentrasi tracer 5 konsentrasi tracer 5
component terhadap component terhadap
waktu. waktu.
Pengertian distribusi Pengertian distribusi
kumulatif massa, grafik kumulatif massa, grafik
hubungan antara distribusi hubungan antara distribusi
kumulatif massa (F) 6 kumulatif massa (F) 6
terhadap waktu dan terhadap waktu dan
pembahasan grafik pembahasan grafik
tersebut. tersebut.
Pembahasan grafik Pembahasan grafik
hubungan antara distribusi hubungan antara distribusi
waktu tinggal cairan pada 7 waktu tinggal cairan pada 7
kolom bahan isian (E) kolom bahan isian (E)
terhadap waktu. terhadap waktu.
Hasil perhitungan variance Hasil perhitungan variance
dan hubungannya dengan 5 dan hubungannya dengan 5
pola aliran ideal. pola aliran ideal.
Kesimpulan 10 Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5 Daftar Pustaka 5
Lampiran 25 Lampiran 25
Total 100 Total 100
TEMPERATURE CONTROLLER
(N)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mempelajari pengendalian proses pada controller jenis on/off
2. Menyajikan kasus pada praktikum dalam bentuk pemodelan matematis
3. Menentukan model yang tepat untuk menemukan panas yang hilang (Qloss)
dalam percobaan pengendalian proses

II. CARA KERJA


1. Menentukan Sifat-Sifat Fisis Cairan
Menimbang piknometer 25 mL yang masih kosong menggunakan Neraca Analisis
Digital dan mencatat hasilnya. Piknometer diisi aquadest hingga penuh, kemudian
ditimbang dan dicatat hasilnya. Aquadest dikeluarkan dari piknometer. Langkah yang
sama kemudian dilakukan dengan air ledeng.
2. Mengatur Aliran Air pada Tangki
Menyambungkan selang pemasukan dengan keran air. Sebelum dimulai, pastikan air
pada bak penampung atas terisi air ledeng secukupnya. Pastikan bak penampung
bawah terisi air secukupnya. Nyalakan temperature controller, laptop, sambungkan
usb pada laptop, dan nyalakan aplikasi temperature controllernya. Tombol Wout diklik
sehingga air mengalir keluar melalui selang overflow, dan tombol heater ditekan agar
proses pemanasan dimulai.
3. Pengukuran Suhu
Air input (pemasukan) ke dalam tangki, suhu aquadest, dan suhu lingkungan diukur.
4. Pengambilan Data
Batas maksimum dan minimum suhu diatur dengan selisih 3 oC pada program, dan
disetting untuk menyimpan data secara otomatis setiap 5 sekon, hingga 2 siklus.
Setelah 2 siklus, lakukan hal yang sama untuk selisih suhu 5oC pada program.
5. Penentuan Debit Aliran Umpan
Air dari selang overflow ditampung dengan gelas ukur 100 mL. Air dari selang overflow
ditampung selama 10 detik, volume yang tertampung dicatat. Ulangi langkah hingga
mendapat 3 data.
Gambar di atas merupakan tampilan program yang digunakan untuk praktikum ini.
Kotak berwarna merah menunjukkan fitur-fitur yang perlu diaktifkan, sebagai berikut:
Fitur Keterangan
Wout Untuk menyalakan outlet dari tampungan atas
Call Auto dan Untuk menyimpan data secara otomatis. Waktu untuk
Save Auto menyimpan data dapat diatur. Untuk praktikum ini digunakan
waktu 5 detik.
Path Alamat file di simpan
H on Batas atas suhu. Heater kan mati
H off Batas bawah suhu. Heater akan menyala.

III. ANALISIS DATA


1. Densitas
𝑚𝐴𝑖𝑟 𝑙𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔 = 𝑚𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝐴𝑖𝑟 𝑙𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔 − 𝑚𝐴𝑖𝑟 𝑙𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔 (1)
𝑚𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = 𝑚𝑃𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 − 𝑚𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (2)
𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 diperoleh dari referensi pada suhu lingkungan saat percobaan dilakukan.
𝑚𝐴𝑖𝑟 𝑙𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔
𝐴𝑖𝑟 𝑙𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔 = 𝑚𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
𝑥 𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 (3)

2. Debit Rata-rata
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 = (4)
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 1+𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 2+𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 3
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = (5)
3

3. Perhitungan Qloss
Perhitungan Qloss dilakukan menggunakan aplikasi matlab dengan algoritma
sebagai berikut
Penurunan persamaan yang digunakan dalam perhitungan

Neraca massa dalam tangki


[Laju massa air masuk] − [Laju massa air keluar] = [Laju massa air akumulasi]
𝐹𝑖𝑛  − 𝐹𝑜𝑢𝑡  = 0
𝐹𝑖𝑛 = 𝐹𝑜𝑢𝑡 (6)

Neraca panas dalam tangki


𝑑(𝑚 𝐶𝑝 𝑇)
𝐹𝑖𝑛  𝐶𝑝 (𝑇𝑖𝑛 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) − 𝐹𝑜𝑢𝑡  𝐶𝑝 (𝑇 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 ) + 𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 =
𝑑𝑡
𝑑𝑇
𝐹𝑣  (𝑇𝑖𝑛 − 𝑇) + 𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 =  𝑉𝐶𝑝
𝑑𝑡
𝐹𝑣 (𝑄𝑖𝑛 −𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 ) 𝑑𝑇
(𝑇𝑖𝑛 − 𝑇) + = (7)
𝑉 𝑉𝐶𝑝 𝑑𝑡

Apabila Qloss merupakan fungsi suhu


𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑈 𝐴 (𝑇 − 𝑇𝑢𝑑 )
𝐹𝑣 𝑈 𝐴 (𝑇−𝑇𝑢𝑑 ) 𝑑𝑇
(𝑇𝑖𝑛 − 𝑇) + 𝑄𝑖𝑛 − = (8)
𝑉 𝑉𝐶𝑝 𝑑𝑡

Dengan,  = densitas air ledeng, kg/m 3


Cp= panas jenis air ledeng, J/kg℃
UA= koefisien perpindahan panas overall, W/℃
Kemudian diintegrasi hingga diperoleh persamaan suhu fungsi waktu
a. Qloss konstan
𝐹 𝐹 (𝑄 −𝑄 )
𝐹𝑣 𝐹𝑣 (𝑄𝑖𝑛 −𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 ) 1 − 𝑉𝑣 𝑡− 𝑉𝑣 𝑇𝑜− 𝑖𝑛𝑉𝐶 𝑙𝑜𝑠𝑠
𝑇=− 𝑇+( 𝑇𝑜 + ) 𝑒 𝑝 (9)
𝑉 𝑉 𝑉𝐶𝑝 𝐹
− 𝑉𝑣

b. Qloss fungsi suhu


𝐹 𝑈𝐴 −1
𝐹 𝑈𝐴 𝐹 (𝑛𝑄𝑖𝑛 −𝑈 𝐴𝑇𝑢𝑑) (− 𝑣 + )𝑡 𝐹𝑣 (𝑛𝑄𝑖𝑛 −𝑈 𝐴𝑇𝑢𝑑 ) 𝐹𝑣 𝑈𝐴
𝑉𝐶𝑝
𝑇 = [(− 𝑉𝑣 + 𝑉𝐶 ) + ( 𝑉𝑣 𝑇𝑜 + )𝑒 𝑉
− 𝑇𝑜 + ] {− + 𝑉𝐶 } (10)
𝑝 𝑉𝐶𝑝 𝑉 𝑉𝐶𝑝 𝑉 𝑝

Qloss konstan dan Qloss fungsi suhu terhadap waktu diselsesaikan menggunakan
software MATLAB dengan menggunakan toolbox fminsearch SSE, yakni dengan
mencari nilai SSE minimum melalui trial Qloss jika Qloss konstan dan trial UA dan n
untuk Qloss fungsi suhu.
Nilai SSE dicari dengan rumus berikut
2
𝑆𝑆𝐸 = [∑(𝑇𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 − 𝑇𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 )] (11)
Dengan SSE = Sum Square of Error
LAPORAN SEMENTARA
TEMPERATURE CONTROLLER (N)

Praktikan : 1. NIM :

2. NIM :

Asisten : Muhammad Syauqi

Hari/Tanggal :
DATA PERCOBAAN
1. Penentuan Sifat Fisis Cairan
Berat piknometer kosong :
Berat piknometer + aquadest :
Berat piknometer + air ledeng :
2. Penentuan Debit
No Volume air, mL Waktu, s
1
2
3
3. Pengukuran Suhu Umpan
Tin = ℃
4. Pengukuran Suhu Lingkungan
Tu = ℃
5. Suhu Operasi
Suhu, oC
No
Batas Bawah Batas Atas
1
2
Asisten Jaga Yogyakarta,
Praktikan
1.

2.
POIN PENILAIAN
TEMPERATURE CONTROLLER (N)

Nama :
NIM :1 /

Poin
Komponen Penilaian Poin Poin
Max
Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan
A. Bahan
10
B. Alat
C. Cara Kerja
Hasil dan Pembahasan
1. Definisi pengendalian proses
2. Penjelasan prinsip kerja temperature controller
on/off
3. Asumsi yang digunakan dalam praktikum ini
4. Faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya Qloss
dan penjelasannya
5. Penjelasan algoritma metode Qloss konstan dan
Qloss fungsi suhu
6. Kelebihan penggunaan matlab untuk model Qloss
7. Grafik dan penjelasan: 45
a. Grafik Trial Qloss ΔT=3℃, penjelasan dan
pembahasan grafik
b. Grafik Trial Qloss ΔT=5℃, penjelasan dan
pembahasan grafik
c. Grafik Trial UA ΔT=3℃, penjelasan dan
pembahasan grafik
d. Grafik Trial UA ΔT=5℃, penjelasan dan
pembahasan grafik
e. Hubungan besarnya ΔT dengan Qloss untuk
metode Qloss konstan dan Qloss fungsi suhu
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran
A. Data Percobaan
B. Analisis Data
C. Perhitungan: 25
1. Densitas
2. Debit Rata-rata
3. Perhitungan Qloss
Total 100
ADSORPSI MEGGUNAKAN ACTIVATED CARBON
PADA PACKED BED COLUMN
(O)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Membuat kurva breakthrough Ct/C0 versus waktu dan Ct/C0 versus volume larutan masuk
kolom packed bed.
2. Mengetahui pengaruh debit aliran umpan masuk terhadap performa proses adsorpsi
menggunakan activated carbon.
3. Menghitung kapasitas adsorpsi dinamis activated carbon (N0, g/L) dan konstanta
kecepatan kecepatan adsorpsi (Ka, L/g/menit) untuk model BDST (Bed Depth Service
Time).
II. METODOLOGI PERCOBAAN
A. BAHAN
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Asam asetat 96%(w/w)
2. Aquadest
B. RANGKAIAN ALAT
Rangkaian alat utama yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan pada gambar
berikut.

Gambar 1. Rangkaian Alat Percobaan Adsorpsi


C. CARA KERJA
1. Membuat kurva standar konduktansi vs konsentrasi
a. Buat larutan asam asetat 0,01600 N; 0,01000 N; 0,00500 N; 0,00250 N; 0,00160 N
masing-masing sebanyak 20 mL.
b. Ukur konduktansi larutan blangko dan larutan asam asetat berbagai konsentrasi
tersebut.
2. Menyiapkan Kolom Packed Bed
Kolom dicuci dengan membuka kran 12 lalu mengalirkan aquadest dengan debit yang
cukup besar ke dalam kolom dengan menggunakan pompa untuk mencuci karbon aktif
sampai bersih yang ditandai dengan konduktansi larutan keluar kolom sama dengan
konduktansi aquadest masuk.
4. Menera Flowmeter
a. Siapkan aquadest secukupnya. Aquadest diumpankan ke dalam kolom dengan debit
flowmeter sebesar 10 cm3/min, posisi kran 12 tertutup. Tunggu hingga overflow, lalu
buka kran 12.
b. Tampung aquadest yang keluar dari kran 12 selama 1 menit lalu hitung volumenya.
Kondisi overflow dipertahankan selama percobaan. Percobaan diulangi hingga
diperoleh 3 data.
5. Mengukur Konsentrasi Larutan Keluar Kolom
a. Buat larutan asam asetat 0,01600 N sebanyak 1 liter. Larutan asam asetat 0,01600 N
diumpankan ke dalam kolom dengan debit diatur tetap sebesar 10 cm3/min, tunggu
hingga overflow baru kemudian kran 12 dibuka. Catat volume larutan masuk ke kolom
tiap selang waktu 2 menit dengan mengukur volume cairan keluar dari kolom hingga
16 menit.
b. Ambil sampel larutan keluar kolom pada tiap selang waktu 2 menit sebanyak
20 mL.
c. Ukur konduktansi sampel pada berbagai waktu dengan konduktometer.
d. Setelah sampel terakhir diambil, cuci kolom dengan aquadest ditandai dengan
konduktansi larutan keluar kolom sama dengan konduktansi aquadest.
6. Ulangi langkah 2, 3, dan 4 sebanyak 2 kali, masing-masing untuk debit diatur tetap
sebesar 15 cm3/min dan 20 cm3/min pada flowmeter.
D. ANALISIS DATA
a. Membuat kurva standar konduktansi versus konsentrasi
Data konduktansi larutan asam asetat berbagai konsentrasi dikonversikan menjadi kurva
standar yang menampilkan hubungan konduktansi dan konsentrasi larutan.
b. Membuat kurva breakthrough dan menentukan waktu breakthrough
1. Kurva breakthrough dibuat dengan cara memplotkan data C t/C0 versus waktu
maupun volume larutan umpan masuk kolom, dimana C t merupakan konsentrasi
larutan asam asetat yang keluar sebagai produk dan C 0 merupakan konsentrasi
larutan asam asetat yang terdapat pada umpan.
2. Waktu breakthrough diketahui dari grafik Ct/C0 vs t pada saat Ct/C0 = 0,05
(Andreiadis, 2005).
c. Menghitung v kecepatan linier larutan umpan(cm/menit)
Kecepatan linier larutan umpan dapat dihitung dengan persamaan berikut
Q
v=
A
dengan, v = kecepatan linier, cm/menit
Q = debit flowmeter hasil peneraan, cm3/menit
A = luas kolom packed bed, cm2
d. Menghitung N0 kapasitas adsorpsi dinamis (gram/L) dan K a konstanta kecepatan
adsorpsi dengan model persamaan BDST (Bed Depth Service Time)
Model persamaan BDST (Bed Depth Service Time) pertama kali diusulkan oleh Bohart
and Adams pada tahun 1920 dalam studi mereka terkait proses adsorpsi klorin dalam
charcoal. Saat ini, model BDST telah banyak digunakan untuk mengevaluasi kinerja
packed bed. Model BDST dapat dinyatakan dalam hubungan linier antara service time
dan kedalaman lapisan oleh persamaan berikut
No 1 Co
t= Z− ln ( − 1)
Co v K a Co Ct
dengan, t = service time, menit
Z = tinggi resin, cm
C0 = konsentrasi larutan asam asetat dalam umpan masuk kolom, gram/L
Ct = konsentrasi larutan asam asetat dalam umpan keluar kolom pada
waktu t, gram/L
N0 = kapasitas adsorpsi dinamis, gram/L
K = konstanta kecepatan adsorpsi, L/gram/menit
v = kecepatan linier larutan umpan, cm/menit
Co
Nilai N0 dan Ka dapat dihitung dengan membuat kurva [−ln ( − 1)] versus t.
Ct

E. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


Sebelum dan sesudah melakukan percobaan adsorpsi, bahan isian harap dibersihkan
menggunakan aquadest hingga konduktivitas cairan keluar sama dengan konduktivitas
cairan masuk (aquadest). Hal ini dilakukan agar tidak merugikan dan memperlambat kerja
praktikan selanjutnya.
LAPORAN SEMENTARA
ADSORPSI MENGGUNAKAN ACTIVATED CARBON PADA PACKED BED COLUMN
(O)
Praktikan : 1. NIM:
2. NIM:
Hari/Tanggal :
Asisten : Rizky Alif Firdaus
DATA PERCOBAAN
0
Suhu Percobaan : C
1. Pembuatan Kurva Standar Konsentrasi vs Konduktansi
Larutan Konduktansi, S/m

Aquadest

Larutan asam asetat 0,01600 N

Larutan asam asetat 0,01000 N

Larutan asam asetat 0,00500 N

Larutan asam asetat 0,00250 N

Larutan asam asetat 0,00160 N

2. Peneraan Debit Aliran


Waktu : 1 menit

No. Debit flowmeter, cm3/min Volume Tertampung, mL

1. 10

2. 15

3. 20
3. Adsorpsi Asam Asetat
Diameter dalam kolom :
Tinggi activated carbon :
Waktu, Flowmeter 10 cm3/min Flowmeter 15 cm3/min Flowmeter 20 cm3/min
menit Volume, Konduktansi, Volume, Konduktansi, Volume, Konduktansi,
mL S/m mL S/m mL S/m
0 0 - 0 - 0 -

10

12
14

16

GRAFIK PERCOBAAN
1. Kurva standar konduktansi versus konsentrasi
2. Kurva breakthrough Ct/C0 versus waktu
3. Kurva breakthrough Ct/C0 versus volume larutan
4. Kurva BDST untuk tiap debit aliran

Yogyakarta, 2019
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

( ) 2.
POIN PENILAIAN
ADSORPSI MENGGUNAKAN ACTIVATED CARBON PADA PACKED BED COLUMN
(O)
Komponen Penilaian Max. POIN POIN
Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan
1. Pengertian adsorpsi
2. Komponen proses adsorpsi
3. Mekanisme adsorpsi secara umum
4. Macam-macam proses adsorpsi, serta proses adsorpsi jenis
apa yang diterapkan mata praktikum ini
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses adsorpsi
dan penjelasan perubahan faktor tersebut terhadap proses
adsorpsi (misal semakin tinggi faktor X, proses adsorpsi yang
terjadi akan semakin…)
6. Alasan penggunaan activated carbon sebagai adsorben
(berikan juga contoh adsorben lainnya yang dapat digunakan)
7. Asumsi yang digunakan dalam percobaan
8. Alasan dilakukannya peneraan flowmeter 45
9. Penjelasan mengenai kurva breakthrough
10. Kurva breakthrough variasi debit larutan masuk (ketiga debit
dijadikan satu grafik)
11. Penentuan waktu breakthrough dan kaitannya dengan
performa adsorpsi activated carbon
12. Kurva Model BDST (masing-masing model dibuat dalam 1
kurva)
13. Pembahasan mengenai kapasitas adsorpsi dinamis (No, g/L)
serta konstanta kecepatan adsorpsi (Ka, L/g/menit) yang
diperoleh
14. Pengaruh debit larutan umpan terhadap kapasitas adsorpsi,
konstanta kecepatan adsorpsi, dan waktu breakthrough
15. Aplikasi proses adsorpsi pada industri masa kini
16. Manajemen limbah praktikum pasca digunakan
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
PROSES KONTROL PEMANAS KOIL
(P)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk
1. Menganalisis proses pemanasan air dalam bejana yang dilengkapi dengan
pemanas listrik dan sistem aliran air dalam koil.
2. Menganalisis proses pengendalian suhu air dalam bejana yang dilengkapi dengan
pemanas listrik dan sistem aliran air dalam koil.
3. Menganalisis dinamika suhu air dalam bejana terhadap perubahan setpoint dan
disturbances serta pengaruh parameter PID.

II. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah
1. Aquadest
B. Rangkaian Alat
Rangakain alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

T2 T3

T1

PSV

Controller

Gambar 1. Rangkaian Alat Pemanas Koil


C. Cara Kerja
1. Jalankan software PCT 40 dan pilih “Section 5: Temperatur Control (direct
batch heating)”. Lalu rangkailah selang pipa sesuai dengan gambar yang
ditampilkan di komputer.
2. Pengisian air ke dalam tangki pemanas
Pertama-tama, isilah tangki pemanas dengan air melalui PSV yang dibuka
100%. Pastikan ketinggian air sudah memenuhi batas minimal heater listrik.
Bila ketinggian yang diinginkan telah tercapai (warna hijau pada heater),
maka PSV dapat ditutup dengan menyetel nilai menjadi 0.
3. Lepas selang yang menghubungkan pemanas dengan PSV dan kembalikan
rangkaian selang sesuai dengan gambar di komputer.
4. Hidupkan pompa PSV dan set aliran sebesar 80% yang menunjukkan aliran
sekitar ± 190 mL/min. Hati-hati dengan luapan air di tangki penampung
karena macetnya aliran air penampung ke dalam jirigen. Pastikan air buangan
mengalir dengan baik.
5. Pada software PCT 40, masuk ke dalam menu control dan masukkan nilai
setpoint sebesar 300C. Lalu tekanlah tombol “Go” untuk memulai proses
logging data. Pilih configure dari menu dan pilihlah automatic logging dengan
interval 10 s. Lalu tekanlah tombol “Go” untuk memulai proses logging data.
Biarkan sistem mencatat suhu awal ini yang kemungkinan besar masih
fluktuatif.
6. Perubahan setpoint suhu cairan di dalam tangki (setpoint change)
Setelah berlangsung selama 5 menit, masuk kembali ke menu control.
Masukkan nilai PID dengan nilai Proportional Band (P) 100%, Integral Time
Constant (I) 10 s dan Differential Time Constant (D) 10 s. Dalam hal ini,
Saudara perlu menentukan jenis variabel yang ingin dipelajari. Masukkan nilai
setpoint sebesar 400C.
Setelah Saudara klik apply, maka suhu air dalam pemanas akan mulai naik
dari suhu mula-mula (berkisar 300C) menuju setpoint 400C. Hal ini ditandai
pula dengan heater yang berkedip-kedip dan munculnya gelembung air pada
pemanas listrik.
Pada layar Saudara, pilih tombol yang dapat memunculkan evolusi T1
sebagai fungsi waktu. Lakukan proses logging data selama kurang lebih 40
menit hingga Saudara cukup puas dengan suhu T1 yang mendekati setpoint
400C.
7. Memasukkan variabel Disturbances berupa perubahan aliran air pendingin di
dalam koil (Disturbances rejection)
Di dalam komputer, naikkan umpan aliran pendingin pada PSV menjadi
100%. Pastikan air buangan tidak tersumbat dan air mengalir ke jirigen
dengan baik. Lakukan proses logging data suhu selama kurang lebih 20
menit. hingga Saudara cukup puas dengan suhu T1 yang mendekati setpoint
400C.
8. Perubahan setpoint suhu cairan di dalam tangki (setpoint change)
Masuk kembali ke dalam menu control dan masukkan nilai setpoint sebesar
500C. Lakukan proses logging data suhu selama kurang lebih 40 menit.
hingga Saudara cukup puas dengan suhu T1 yang mendekati setpoint 500C.
9. Memasukkan variabel Disturbances berupa perubahan aliran air pendingin di
dalam koil (Disturbances rejection)
Di dalam komputer, turunkan umpan aliran pendingin pada PSV menjadi
80%. Pastikan air buangan tidak tersumbat dan air mengalir ke jirigen dengan
baik. Lakukan proses logging data suhu selama kurang lebih 20 menit. hingga
Saudara cukup puas dengan suhu T1 yang mendekati setpoint 500C.
Selanjutnya proses logging data dapat dihentikan dengan menekan tombol
“Stop”. Lalu buka table dan save as table Saudara dalam bentuk Excel. Jika
tidak disave, maka seluruh data percobaan Saudara hilang.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal-hal yang perlu ada dalam pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan singkat mengenai pengendalian proses.
2. Penjelasan singkat mengenai sistem Feedback Control System disertai blok
diagramnya dan elemen-elemenya.
3. Penjelasan singkat mengenai variabel-variabel dalam pengendalian proses.
4. Penjelasan mengenai setpoint change dan disturbance rejection.
5. Grafik hasil percobaan Tair bejana versus waktu saat setpoint change dengan PID
controller.
6. Grafik hasil percobaan Tair bejana versus waktu saat disturbance rejection PID
controller.
7. Penjelasan singkat mengenai PID (pengertian, ciri-ciri, kelebihan ataupun
kelemahan) serta perbandingan sistem PID controller, PI controller, dan P
controller
8. Grafik hasil pemodelan Tair bejana versus waktu saat setpoint change dengan PID
controller, PI controller, dan P controller.
9. Grafik hasil pemodelan Tair bejana versus waktu saat disturbance rejection dengan
PID controller, PI controller, dan P controller.
IV. LAMPIRAN
A. Data Percobaan
Melampirkan semua data percobaan (Waktu, T1, T2,T3, F) *diprint
B. Analisis Data
Neraca panas
d(ρ.V.cp.Tair bejana )
Q − UA. (Tair bejana − Tair pendingin ) = (1)
dt
d(Tair bejana )
Q − a. F b . (Tair bejana − Tair pendingin ) = ρ. V. cp. (2)
dt
1 d(Tair bejana )
{Q − a. F b . (Tair bejana − Tair pendingin )} = (3)
ρ.V.cp dt

Persamaan PID
𝑡 𝑑𝑒(𝑡)
𝑚𝑣(𝑡) = 𝐾𝑝 . 𝑒(𝑡) + 𝐾𝑖 . ∫0 𝑒(𝑡). 𝑑𝑡 + 𝐾𝑑 . (4)
𝑑𝑡

Tair bejana dapat dikontrol dengan mengatur (memanipulasi) nilai Q heater


𝑄 = 𝑝. 𝑄𝑚𝑎𝑥 (5)
𝑑𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟
𝑝 = 𝑏𝑖𝑎𝑠 − (𝐾𝑝 . 𝑒𝑟𝑟 + 𝐾𝑖 . 𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡 + 𝐾𝑑 . ) (6)
𝑑𝑡

dimana
𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑏𝑒𝑗𝑎𝑛𝑎 − 𝑇𝑠𝑝 (7)
𝑑𝑇1
= 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 (8)
𝑑𝑡
𝑑𝑇2 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟−𝑒𝑟𝑟
= (9)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡 = 𝑇1 (10)
𝑒𝑟𝑟 = 𝑇2 (11)

Persamaan berikut diselesaikan dengan cara simultan untuk memperoleh nilai Tair
bejana dengan menggunakan ode15s
𝑑𝑇1
= 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 (12)
𝑑𝑡
𝑑𝑇2 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟−𝑒𝑟𝑟
= (13)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
d(Tair bejana ) 1
= {Q − a. F b . (Tair bejana − Tair pendingin )} (14)
dt ρ.V.cp

*Tair bejana bisa disimbolkan sebagai T3


dengan,
𝑎 = 0.5
𝑏=2
𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎2 = 30
𝜋 2
𝑉= . 𝐷 . 𝐻; 𝐷 = 0.12; 𝐻 = 0.19
4
𝜌 = 1000
𝑐𝑝 = 4.2
𝑏𝑖𝑎𝑠 = 2
𝑄𝑚𝑎𝑥 = 2.5
Untuk Setpoint Change
𝐹 = 0.8
Tair bejana mula-mula 300C, kemudian dipanaskan hingga 400C dengan heater
selama t = 0-600 menit. Suhu air bejana diinginkan tetap 400C, untuk itu dilakukan
kontrol suhu dengan memanipulasi heater, dengan nilai Konstanta PID
𝐾𝑝 = 1
𝐾𝑖 = 0.1
𝐾𝑑 = 10
Buatlah Grafik Hubungan Tair bejana vs t, dengan menggunakan tipe kontrol PID, PI,
dan P.
Untuk Disturbance Change
Tair bejana mula-mula 400C, kemudian terjadi perubahan aliran air pendingin yang
masuk
𝐹(𝑡 = 0 − 200) = 1
𝐹(𝑡 = 201 − 400) = 1.2
𝐹(𝑡 = 401 − 600) = 0.95
*jika ingin digabung dapat menggunakan tools interp1
Contoh:
tspan=0:dt:600;
A(1,:)=tspan;
A(2,1:201)=1;
A(2,202:401)=1.2;
A(2,402:601)=0.95;
Fair=interp1(A(1,:),A(2,:),t);
Suhu air bejana diinginkan tetap 400C, untuk itu dilakukan kontrol suhu dengan
memanipulasi heater, dengan nilai Konstanta PID
𝐾𝑝 = 1
𝐾𝑖 = 0.1
𝐾𝑑 = 10
Buatlah Grafik Hubungan Tair bejana vs t, dengan menggunakan tipe kontrol PID, PI,
dan P.
C. Perhitungan

*PID (nilai Kp, Ki, Kd diisi), PI (nilai Kd = 0), P (nilai Ki dan Kd = 0)


**Cek contoh interp1
*PID (nilai Kp, Ki, Kd diisi), PI (nilai Kd = 0), P (nilai Ki dan Kd = 0)
Pada poin perhitungan melampirkan program/script Matlab
LAPORAN SEMENTARA
PROSES KONTROL PEMANAS KOIL
(P)

Hari/Tanggal :
Nama Praktikan : 1. NIM: 1.
2. 2.
Asisten : Yola Syafera
Data Percobaan
Suhu Ruangan :
Variabel
Proses Variable (PV) Manipulated Variable (MV) Disturbances Variable (DV)

Setpoint Change
PID Controller P = ....... I = ....... D = ........
PSV = ......
T setpoint = ......
Data ke .. Waktu (s) T1 T2 T3 Flowrate
1

........ (awal set


300
point change)

........ (terakhir)

Disturbances Rejection
PID Controller P = ....... I = ....... D = ........
PSV = ......
T setpoint = ......
Data ke .. Waktu (s) T1 T2 T3 Flowrate
........ (awal
disturbances
rejection)

........ (terakhir)
Setpoint Change
PID Controller P = ....... I = ....... D = ........
PSV = ......
T setpoint = ......
Data ke .. Waktu (s) T1 T2 T3 Flowrate
........ (awal set
point change)

........ (terakhir)

Disturbances Rejection
PID Controller P = ....... I = ....... D = ........
PSV = ......
T setpoint = ......
Data ke .. Waktu (s) T1 T2 T3 Flowrate
........ (awal
disturbances
rejection)

........ (terakhir)

Yogyakarta, 2019

Asisten Jaga, Praktikan,


1.

2.
POIN PENILAIAN
PROSES KONTROL PEMANAS KOIL (P)

Nama :
NIM :

Poin Penilaian Max Poin Poin


Tujuan Percobaan 5
Metodologi Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan 45
Penjelasan singkat mengenai pengendalian proses. 2
Penjelasan singkat mengenai sistem Feedback Control
4
System disertai blok diagramnya dan elemenya.
Penjelasan singkat mengenai variabel dalam
4
pengendalian proses.
Penjelasan mengenai setpoint change & disturbance
6
rejection.
Grafik hasil percobaan Tair bejana versus waktu saat
setpoint change & disturbance rejection dengan PID 12
controller.
Penjelasan singkat mengenai PID (pengertian, ciri-ciri,
kelebihan ataupun kelemahan) serta perbandingan 9
sistem PID controller, PI controller, dan P controller

Grafik hasil pemodelan Tair bejana versus waktu saat


setpoint change & disturbance rejection dengan PID 8
controller, PI controller, dan P controller.
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100
ALAT PENUKAR PANAS
(Shell and Tube Heat Exchanger)
(Q)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh perubahan kecepatan aliran fluida panas dan dingin
terhadap beberapa parameter pada alat penukar panas (∆TLMTD, Uc, Ud, Rd, ∆P)
2. Mengetahui pengaruh perubahan beda suhu fluida panas dan dingin terhadap
beberapa parameter pada alat penukar panas (∆TLMTD, Uc, Ud, Rd, ∆P)
3. Mengetahui pengaruh perubahan tipe aliran (Countercurrent dan Cocurrent)
terhadap beberapa parameter pada alat penukar panas (∆TLMTD, Uc, Ud, Rd, ∆P)

II. CARA KERJA


Prosedur kerja meliputi tes fungsi alat dan tahap percobaan
1. Tahap Tes Fungsi Alat
a. Rangkai alat seperti pada gambar.

b. Pastikan alat terhubung dengan aliran arus listrik.


c. Tekan tombol “on” pada alat penukar panas dan pastikan lampu indicator
menyala.
d. Buka software HT33 dan pilih “Counter-current exercise” pada computer.
Pastikan bahwa software telah terhubung dengan alat penukar panas.
e. Tekan tombol “Power On” pada software hingga tanda hijau muncul.
f. Atur presentase debit aliran fluida dingin hingga 100%. Kemudian uji coba untuk
mengatur prosentase debit aliran hingga debit aliran menunjukkan 3 liter/menit.
g. Tekan tombol “Hot Water Flow”. Kemudian atur mode pengaturan “Manual” dan
prosentasi debit aliran fluida panas pada 50%. Pastikan level fluida panas dalam
tangki pemanas selalu pada level yang dipersyaratkan.
h. Buka kran aliran fluida panas dan dingin pada posisi terbuka penuh. Pastikan
sumber aliran fluida panas dan dingin telah terisi dan berfungsi.
i. Tekan tombol “Heater” untuk mengatur mode pemanasan “Manual” dan pada
prosentase pemanasan 30 %. Pastikan dengan menekan tombol “Apply” dan
kemudian “OK”.
j. Pastikan semua bagian alat penukar panas berfungsi dengan mengevaluasi
perubahan suhu fluida panas hingga 40 oC dan ditahan selama 10 menit.
k. Tekan tombol “Heater” untuk mengatur prosentase pemanasan 0 % dan mode
pemanasan “Off”. Pastikan dengan menekan tombol “Apply” dan kemudian
“OK”.
l. Selanjutnya, alat penukar panas dapat digunakan untuk melakukan prosedur
kerja selama tahap percobaan.

2. Tahap Percobaan
a. Atur pemanas fluida fluida panas pada suhu 50 oC dengan mode pemanasan
“Automatic” Pastikan dengan menekan tombol ”Apply” dan kemudian “OK”.
b. Atur prosentase debit aliran fluida dingin hingga debit aliran menunjukan 2
liter/menit.
c. Setelah suhu yang diukur stabil (tunggu selama 5 menit), tekan tombol “Setting”
untuk mengatur interval waktu pengambilan data, atur interval pengambilan data
untuk setiap 1 menit, kemudian tekan tombol “OK” dan tombol “GO” untuk
merekam data (T1, T2, T3, T4, Fm-hot, Fm-cold)
d. Catat data yang terekam selama 7 menit pada laporan sementara dengan variasi
variabel percobaan seperti pada laporan sementara.
e. Setelah selesai, atur pemanas fluida panas pada keadaan “Off”.
f. Atur debit aliran fluida panas pada 0 liter/menit dan kemudian tekan mode “Off”.
Pastikan dengan menekan tombol “Apply” dan kemudian “OK”.
g. Atur bukaan kran aliran fluida dingin hingga fluida dingin tidak mengalir ke
rangkaian alat.
h. Atur prosentase debit aliran fluida dingin pada 0 %.
i. Tekan tombol “Power On” Pada software hingga tanda hijau hilang.
j. Untuk mengubah aliran ganti software dan pilih “Co-current exercise”
k. Tutup software HT33.

III. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


 Saat mencabut atau menyambung listrik, pastikan tangan selalu dalam kondisi
kering.
 Sambungan setiap selang dipastikan sesuai dengan gambar pada software,
untuk mencegah adanya aquadest yang tumpah.
 Pastikan prosentase debit fluida panas dan dingin 100 % sebelum membuka
kran
 Debit fluida dingin dan panas diusahakan jangan melebihi 5 L/s

IV. ANALISIS DATA


1. Menentukan Jumlah Panas yang ditransfer
Jumlah panas yang ditransfer dihitung dengan persamaan berikut:
𝑄𝑒 = 𝐹𝑚−ℎ𝑜𝑡 . 𝐶𝑝ℎ𝑜𝑡 . ∆Tℎ𝑜𝑡 (1)
(∆Tℎ𝑜𝑡 )𝑐𝑜 = 𝑇2 − 𝑇1 (2)
(∆Tℎ𝑜𝑡 )𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 = 𝑇1 − 𝑇2 (3)
Dengan, Qe = Jumlah Panas yang ditransfer, Btu/jam
(∆Tℎ𝑜𝑡 )𝑐𝑜 = Beda suhu fluida panas aliran co-current, oF
(∆Tℎ𝑜𝑡 )𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 = Beda suhu fluida panas aliran counter-current, oF
Fm-hot = Flow rate fluida panas, lb/jam
Cphot = kapasitas kalor fluida panas, Btu/lb.oF
2. Menentukan Koefisien Transfer Panas Keseluruhan (Ud)
Koefisien transfer panas keseluruhan (Ud) dihitung dengan persamaan berikut:
𝑄𝑒
𝑈𝑑 = (4)
𝐴.∆T𝐿𝑀𝑇𝐷
∆t1 −∆t2
∆T𝐿𝑀𝑇𝐷 = ∆t (5)
ln(∆t1)
2

∆t1 = T1 − T4 (6)
∆t 2 = T2 − T3 (7)
𝐴 = π × OD𝑡 × 𝐿 × 𝑛𝑡 (8)
2 o
Dengan, Ud = Koefisien Transfer Panas Keseluruhan , Btu/jam.ft . F
∆T𝐿𝑀𝑇𝐷 = Log Mean Temperature Difference, oF
A = Luas Permukaan Transfer Panas, ft2
nt = jumlah tube
L = Panjang tube, ft
Nilai Ud rata - rata untuk tiap variasi percobaan dihitung dengan persamaan
berikut:
∑ 𝑈𝑑
𝑈𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = (9)
𝑛

Dengan, ∑Ud = Jumlahan semua nilai koefisien transfer panas


keseluruhan
n = Jumlah data
3. Menentukan Koefisien Transfer Panas Bersih (Uc)
Koefisien transfer panas bersih (Uc) dihitung dengan persamaan berikut:
h𝑜 .h𝑖𝑜
𝑈𝑐 = (10)
h𝑜 +h𝑖𝑜
ID𝑡
h𝑖𝑜 = . h𝑖 (11)
OD𝑡

Nilai hi dan ho diperoleh dari persamaan empiris untuk menghitung koefisen


perpindahan panas
𝜇 0.14 𝑘
h𝑖 = 𝑗𝐻−𝑡𝑢𝑏𝑒 (𝑃𝑟)1/3 ( ) ( ) (12)
𝜇𝑤 𝐼𝐷𝑡

𝜇 0.14 𝑘
h𝑜 = 𝑗𝐻−𝑠ℎ𝑒𝑙𝑙 (𝑃𝑟)1/3 ( ) ( ) (13)
𝜇𝑤 𝐷𝑒
𝜇
Diambil asumsi nilai ( )=1
𝜇𝑤

Dengan, jH-tube = Faktor transfer panas fluida pada tube (fig. 24 Kern)
jH-shell = Faktor transfer panas fluida pada shell (fig. 28 Kern)
k = koefisien transfer panas konduksi untuk fluida pada suhu
tertentu, Btu/hr ft2 oF/ft
IDt = Diameter dalam tube, ft
De = Diameter ekivalen shell, ft
𝜌𝑡.𝑣𝑡.𝐼𝐷𝑡
Re𝑡 = (14)
𝜇𝑡
𝜌𝑠.𝑣𝑠.𝐷𝑒
Re𝑠 = (15)
𝜇𝑠
𝜇.𝑐𝑝
𝑃𝑟 = (16)
𝑘
2
1 1 𝑂𝐷
4×(2𝑃𝑇 ×0.86𝑃𝑇 −2𝜋 4 𝑡 )
𝐷𝑒 = 1 (17)
𝜋𝑂𝐷𝑡
2

𝐹𝑣ℎ𝑜𝑡
v𝑡 = 𝜋 2 (18)
𝐼𝐷 ×𝑛𝑡
4 𝑡

𝐹𝑣𝑐𝑜𝑙𝑑
v𝑠 = 𝜋 (19)
𝐷𝑒 2
4

Nilai ρ, μ, cp dan k dievaluasi pada suhu rata-rata fluida dingin dan fluida panas.
Nilai sifat fisis fluida dapat diambil dari Holman, J. P. Heat Transfer (Appendix A).

4. Menentukan Nilai Dirt Factor (Rd)


Nilai dirt factor (Rd) dihitung dengan persamaan berikut:
U𝑐 −U𝑑
𝑅𝑑 = (20)
U𝑑 ×U𝑐

Dengan, Rd = Dirt Factor, ft2.oF.jam/Btu


Nilai Rd rata - rata untuk tiap variasi percobaan dihitung dengan persamaan
berikut:
∑ 𝑅𝑑
𝑅𝑑 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = (21)
𝑛

Dengan, ∑Rd = Jumlahan semua nilai dirt factor


n = Jumlah data
5. Menentukan Nilai Pressure Drop (∆P)
Nilai pressure drop pada tube (∆Pt) dihitung dengan persamaan berikut:
𝑓(𝐺𝑡2 )𝐿𝑛
∆P𝑡 = (22)
5.22×1010 (𝐷𝑒)(𝑠)

Dengan, Gt = Mass Velocity, lb/ft2jam


L = Panjang Tube, in
n = Jumlah pass
Nilai pressure drop pada shell (∆Ps) dihitung dengan persamaan berikut:
𝑓(𝐺𝑠2 )𝐷𝑠 (𝑁+1)
∆P𝑠 = (23)
5.22×1010 (𝐷𝑒 )(𝑠)

Dengan, Gs = Mass Velocity, lb/ft2jam


L = Panjang Tube, in
N = Jumlah Cross
Nilai dari faktor-faktor lain dapat dicari di lampiran D.Q. Kern, Process Heat
Transfer 1983.
Nilai ∆P rata - rata untuk tiap variasi percobaan dihitung dengan persamaan
berikut:
∑ ∆P
∆P = (24)
𝑛

Dengan, ∑∆P = Jumlahan semua nilai pressure drop tube


n = Jumlah data
#Untuk data viskositas dan densitas tiap suhu dicari di Green & Perry, Perry’s
Chemical Engineer Handbook 2008 serta praktikum POTK kode B
LAPORAN SEMENTARA
ALAT PENUKAR PANAS
(Shell and Tube Heat Exchanger)
(Q)

Praktikan : 1. NIM:
2. NIM:
Hari/Tanggal :
Asisten : Muhammad Samudro Wibisono
Data Percobaan
Penentuan Sifat Fisis Cairan:
Berat Piknometer : gram
Berat Piknometer + aquadest : gram
Berat Piknometer + air ledeng : gram
Waktu Alir ledeng : 1. 2. 3. Detik
Waktu Alir aquadest : 1. 2. 3. Detik
Diameter dalam tube (IDt) = 0.0168 ft
Diameter luar tube (ODt) = 0.0208 ft
Diameter ekivalen shell (De) = 0.0649 ft
Panjang tube = 0.4133 ft
Jumlah tube =7
Lebar pitch (PT) = 0.0404 ft
Daftar I. Data untuk tipe aliran HE counter-current
Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min
T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 45 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)
Variasi : Heater (T = 40 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min
T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Daftar II. Data untuk tipe aliran HE co-current


Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min
T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 45 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 40 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)
Daftar III. Data untuk tipe aliran HE _______________
Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2 l/min
T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 2.5 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 3 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 3.5 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 4 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)
Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2 l/min Fcold = 4.5 l/min
T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 2.5 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 3 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 3.5 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 4 l/min Fcold = 2 l/min


T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)
Variasi : Heater (T = 50 oC) Fhot = 4.5 l/min Fcold = 2 l/min
T1 (oC) T2 (oC) T3 (oC) T4 (oC) Fhot Fcold
(l/min) (l/min)

Asisten Jaga, Praktikan,


1.

2.
POIN PENILAIAN
ALAT PENUKAR PANAS
Heat Exchanger
(Q)
Nama :
NIM :
Poin Penilaian Max. Poin Poin
Tujuan Percobaan 5
Metode Percobaan 10
Hasil dan Pembahasan

1. Penjelasan mengenai perpindahan panas secara


convection karena pergerakan fluida.
2. Perbedaan antara Natural Convection dan
Forced Convection.
3. Penjelasan tentang heat exchanger jenis shell
and tube.
4. Hal – hal yang mempengaruhi koefisien transfer
panas overall dan pressure drop.
5. Asumsi yang digunakan dalam percobaan pada
tiap metode perhitungan.
6. Pengaruh dan grafik hubungan debit aliran fluida
(Ret dan Res) terhadap koefisien aliran
perpindahan panas keseluruhan (Ud). 45
7. Pengaruh dan grafik hubungan debit aliran fluida
(Ret dan Res) terhadap koefisien aliran
perpindahan panas bersih (Uc).
8. Pengaruh dan grafik hubungan debit aliran fluida
(Ret dan Res) terhadap dirt factor (Rd).
9. Pengaruh dan grafik hubungan debit aliran fluida
(Ret dan Res) terhadap pressure drop tube (∆Pt)
terhitung.
10. Pengaruh perubahan suhu terhadap beberapa
parameter pada alat penukar panas (Uc, Ud, Rd,
∆Pt)
11. Pengaruh tipe aliran terhadap beberapa
parameter pada alat penukar panas (Uc, Ud, Rd,
∆Pt)

Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 5
Lampiran 25
Total 100

Anda mungkin juga menyukai