ABSTRAK
Salah satu kawasan di kota Yogyakarta yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah Kampung Sagan,
Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman. Kawasan ini pada awal tumbuhnya merupakan kawasan rumah
tinggal amtenaar (pegawai pemerintahan) Belanda yang saat ini telah bertransformasi fungsi menjadi kawasan
komersil dengan indikasi munculnya cafe, rumah makan, homestay, dan hotel. Perubahan fungsi yang menjurus
ke arah perubahan fisik bangunan ini dikhawatirkan berdampak pula pada kualitas visual kawasan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas visual koridor jalan pada kawasan Sagan saat ini. Penelitian ini
menggunakan pendekatan expert judgement dimana peneliti sendiri sebagai penilai, berdasarkan teori-teori dan
cara penilaian yang sudah ada. Penilaian kualitas visual koridor dilakukan secara kuantitatif menggunakan
metode skoring, dengan variabel berupa vividness, intactness, dan unity. Hasil penelitian menemukan bahwa
kualitas visual koridor jalan pada kawasan Sagan berada pada klasifikasi “baik” dan “sedang”. Sebagian besar
koridor jalan dengan klasifikasi “baik” berada pada kawasan Sagan Lama yang didominasi oleh bangunan
kolonial yang masih dipertahankan bentuk aslinya, dan sebagian besar koridor jalan dengan klasifikasi “sedang”
berada pada kawasan Sagan Baru yang didominasi oleh bangunan modern dengan berbagai gaya arsitektural.
Elemen fisik yang paling berpengaruh secara positif bagi kualitas visual koridor jalan di kawasan Sagan adalah
warna, sedangkan yang paling berpengaruh secara negatif adalah gangguan visual.
Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia “ 505
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Kualitas Visual Koridor Jalan pada Kawasan Sagan, Yogyakarta
mengenai peningkatan kualitas visual bagi Candrakirana, Jalan Kartini, Jalan Sagan Baru II,
kawasan Sagan. Jalan Sagan Timur, dan Jalan Sagan Kidul
(Gambar 2).
Variabel penelitian mengenai kualitas visual
dalam hal pengamatan terhadap image kawasan
yang paling tepat menurut Blair (1980) adalah
vividness, intactness, dan unity.Untuk
memudahkan proses penelitian, maka ditentukan
objek-objek amatan bagi setiap variabel.
Variabel vividness yang merupakan kemampuan
suatu objek visual untuk diingat akan diamati
melalui objek amatan berupa bentuk dan massa
bangunan, warna, dan kelangkaan. Variabel
intactness yang merupakan integrasi komponen
alam dan buatan akan diamati melalui objek
amatan berupa integrasi elemen vegetasi dan Gambar 2. Koridor Jalan Objek Amatan.
infrastruktur, serta karena objek amatan berupa
kawasan hunian dan komersial maka Setiap koridor amatan nantinya akan dinilai
ditambahkan pula objek amatan gangguan menggunakan sistem penilaian dan skoring dari
visual. Sedangkan variabel unity yang setiap variabel dan objek amatan dengan nilai 5
merupakan harmonisasi objek visual akan (lima) sebagai nilai tertinggi, dan nilai 1 (satu)
diamati melalui objek amatan modifikasi variasi. sebagai nilai terendah. Jumlah skor yang
terkumpul akan menentukan kualitas visual
METODE PENELITIAN masing-masing koridor jalan.
Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia “ 506
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Anastasia Jessica Putri Larasati, Ahmad Sarwadi, M. Santosa
Jl. Candrakirana
Kelangkaan 5 5 3 5 3 2 3
Integrasi Elemen
Intactness Vegetasi & 5 5 3 4 2 3 3
(Integrasi Komponen alam Infrastruktur
& buatan, bebas dari
gangguan visual) Gangguan Visual 3 4 3 3 3 4 3
Unity
Modifikasi Variasi 4 3 3 4 2 5 5
(Harmonisasi objek visual)
Berdasarkan perhitungan nilai dari setiap objek Dari hasil pemetaan klasifikasi nilai kualitas
amatan (Tabel 1), maka ditemukanlah klasifikasi visual koridor, dapat diamati bahwa koridor
dari setiap koridor amatan. Mengacu pada dengan klasifikasi kualitas visual baik berada
perhitungan skor klasifikasi yang telah pada kawasan Sagan Lama, sedangkan koridro
dilakukan sebelumnya, maka ditemukan bahwa dengan klasifikasi kualitas visual sedang berada
3 segmen berada pada klasifikasi kualitas visual pada kawasan Sagan Baru dan kawasan Sagan
baik, yaitu Jalan Sam Ratulangi, Jalan Dewi Lama yang berdekatan maupun berbatasan
Sartika, dan Jalan Kartini. Sedangkan 4 segmen kawasan Sagan Baru (kawasan transisi). Tidak
lainnya yaitu Jalan Candrakirana, Jalan Sagan ditemukan koridor dengan klasifikasi kualitas
Baru II, Jalan Sagan Timur, dan Jalan Sagan visual buruk pada kawasan amatan.
Kidul berada pada klasifikasi kualitas visual
sedang. Berikut adalah peta klasifikasi kualitas Klasifikasi Kualitas Visual Baik
visual dari segmen amatan.
Koridor yang termasuk dalam klasifikasi ini
berada pada kawasan Sagan Lama, dimana
kawasan ini sebagian besar didominasi oleh
fungsi hunian sehingga perubahan yang terjadi
tidak sepesat pada kawasan Sagan Baru. Faktor
yang berpengaruh terhadap kualitas visual
kawasan pada klasifikasi ini adalah :
a. Langgam kolonial yang dipertahankan,
serta skala natural khas kawasan
permukiman Belanda menjadi penguat
karakter kawasan sehingga membedakan
Gambar 3. Peta Klasifikasi Kualitas Visual Segmen kawasan ini dengan kawasan lain di kota
Amatan. Yogyakarta.
b. Selain kombinasi warna yang harmonis,
objek fisik yang khas dapat pula
menjadi peningkat nilai vividness,
Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia “ 507
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Kualitas Visual Koridor Jalan pada Kawasan Sagan, Yogyakarta
seperti halnya pedestrian yang tertata Sagan Baru memiliki karakter kawasan yang
rapi serta dilengkapi dengan vegetasi berbeda dengan kawasan Sagan Lama, dimana
peneduh dan penghias yang tidak dapat dominasi fungsinya adalah bangunan komersial
dijumpai pada kawasan lain. sehingga perubahan kawasan yang terjadi juga
c. Fungsi vegetasi yang mendukung fungsi lebih banyak dan cenderung tidak tertata dengan
dari infrastruktur di sekitarnya sangat baik. Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
berpengaruh pada kenyamanan visual kawasan pada klasifikasi ini adalah :
pengguna (Gambar 4). Integrasi antara a. Langgam bangunannya beragam,
elemen vegetasi dan elemen sehingga tidak nampak adanya kekhasan
infrastruktur ini serta ditambah dengan serta karakter kawasan yang
minimnya gangguan visual menambah berpengaruh terhadap nilai vividness.
nilai kualitas visual kawasan. Skala yang terbentuk didominasi oleh
skala natural, walaupun ketinggian
bangunan dapat lebih bebas divariasikan
pada kawasan ini.
b. Walaupun merupakan kawasan
komersial dengan berbagai bentuk dan
variasi bangunan, namun kombinasi
warna yang ada masih terlihat harmonis.
c. Tidak ditemukan faktor kelangkaan
yang dapat menjadi kekhasan kawasan
karena variasi yang terjadi terlalu
banyak.
Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia “ 508
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Anastasia Jessica Putri Larasati, Ahmad Sarwadi, M. Santosa
Tabel 2.Tabulasi Kesimpulan Klasifikasi Kualitas Visual Baik dan Sedang Kawasan Sagan.
Sebanyak 4 dari 7 koridor jalan atau sebesar kolonial, kawasan Sagan Baru dapat
57,1% dari kawasan termasuk dalam klasifikasi dikembangkan menjadi kawasan komersial
kualitas visual sedang. Koridor pada klasifikasi kolonial dengan pendekatan langgam bangunan
ini terdiri dari Jalan Candrakirana, Jalan Sagan bercorak kolonial, sehingga fungsi kawasan
Baru II, Jalan Sagan Timur, dan Jalan Sagan tidak berubah namun karakter kawasan dapat
Kidul. Jalan Candrakirana berada pada kawasan terbentuk. Untuk mendukung fungsinya sebagai
perbatasan antara Sagan Lama dan Sagan Baru, kawasan komersial, penataan infrastruktur juga
sehingga perubahan yang terjadi juga merupakan harus dilakukan guna meningkatkan
pengaruh dari pembangunan yang terjadi pada kenyamanan para pengguna.
kawasan Sagan Baru. Jalan Sagan Baru II, Jalan
Sagan Timur, dan Jalan Sagan Kidul berada Penataan infrastruktur ini berupa keteraturan
pada kawasan Sagan Baru, dimana terjadi setback bangunan yang dapat dimanfaatkan
banyak perubahan fungsi bangunan dari hunian sebagai area parkir, dan juga penataan pedestrian
menjadi komersial, yang disertai pula dengan yang dilengkapi dengan guiding block bagi
perubahan tampilan fisik bangunan yang kaum disabilitas, planter yang berisi pohon
disesuaikan dengan fungsi barunya. peneduh dan tanaman hias, serta street furniture
Kawasan Sagan Baru mengalami banyak yang memadai serta sesuai dengan karakter
perubahan dan modivikasi sehingga karakter kolonial kawasan (Gambar 6).
kawasan tidak tampak.Sebagai kawasan
komersial yang semula merupakan kawasan
Seminar Nasional “Kearifan Lokal dalam Keberagaman untuk Pembangunan Indonesia “ 510
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara