Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. TUJUAN
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi dari hepatitis A.
2. Agar mahasiswa dapat melakukan pengobatan dan pencegahan dari penyakit hepatitis A.

B. DEFINISI
Istilah hepatitis digunakan untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya
dapat berbagai macam,mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional.
Pada bab ini hanya dibicarakan hepatitis akibat infeksi virus. Virus hepatitis termasuk virus
hepatotropik yang dapat mengakibatkan hepatitis A (HAV), Hepatitis B (HBV), delta hepatitis
(HDV), Hepatitis C (HCV), Hepatitis dan Hepatitis E (HEV). Selain itu juga akhir-akhir ini
ditemukan virus hepatitis F dan G. Hepatitis A,B,C paling banyak ditemukan. Hepatitis F baru
sedikit kasus yang dilaporkan. Hepatitis G menyebabkan hepatitis dengan gejala serupa dengan
hepatitis C, dan seringkali terjadi bersamaan dengan hepatitis B dan atau C. Hepatitis yang
disebabkan oleh virus memiliki beberapa tahapan (akut, fulminan, dan kronis) tergantung dari
durasi atau keparahan infeksi. Yang dimaksud dengan hepatitis akut infeksi virus sistemik yang
berlangsung selama kurang dari 6 bulan, dan yang dimaksud dengan hepatitis kronis adalah
gangguan-gangguan yang berlangsung lebih dari 6 bulan dan merupakan kelanjutan dari hepatitis
akut. Hepatitis fulminan adalah perkembangan mulai dari timbulnya hepatitis hingga kegagalan
hati dalam waktu kurang dari 4 minggu, oleh karena itu hanya terjadi pada bentuk akut.
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi HAV, non-tingkatoped RNA virus yang digolongkan
sebagai picornavirus. Dulu pertama kali diisolasi pada tahun 1979. Manusia adalah satu-satunya
inang alami,meskipun beberapa primata bukan manusia telah terinfeksi di Indonesia kondisi
laboratorium. Bergantung pada kondisinya, HAV bisa jadi stabil dilingkungan selama berbulan-
bulan. Virus ini relatif stabil pada level pH rendah dan suhu sedang tetapi bisa diinaktivasi oleh
suhu tinggi.
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A dan merupakan penyakit endemis
dibebarapa negara berkembang. Selain itu merupakan hepatitis yang ringan, brsifat akut, sembuh
spontan atau sempurna tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan infeksi kronik. Penularannya
melalui fecal oral. Sumber penularan umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan
yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal hygiene rendah.
Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan distribusi global. Prevalensi infeksi yang
ditandai dengan tingkatan antibody anti-HAV telah diketahui secara universal dan erat
hubungannya dengan standar sanitasi/kesehatan daerah yang bersangkutan. Meskipun virus
hepatitis A ditularkan melalui air dan makanan yang tercemar, namun hampir sebagian besar
infeksi HAV didapat melalui transmisi endemic atau sporadic yang sifatnya tidak begitu
dramatis.
Epidemiologi dan transmisi VHA mencakup beberapa faktor sebagai berikut :
 Variasi musim dan geografi. Di daerah dengan 4 musim, infeksi VHA terjadi secarea
epidemic musiman yang puncaknya biasanya terjadi pada akhir musim semi dan awal
musim dingin. Penurunan kejadian VHA akhir-akhir ini telah menunjukan bahwa infeksi
VHA terbatas pada kelompok social tertentu yaitu kelompok turis yang sering bepergian,
sehingga variasi musiman sudah tidak begitu menonjol lagi. Di daerah tropis puncak
insiden yang pernah dilaporkan cenderung untuk terjadi selama musim hujan dan pola
epidemic siklik berulang setiap 5-10 tahun sekali, yang mirip dengan penyakit virus lain.3
 Usia Insidens. Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi VHA.
Insidens tertinggi pada populasi orang sipil, anak sekolah, tetapi dibanyak negara di
Eropa Utara dan Amerika Utara ternyata sebagian kasus terjadi pada orang dewasa. Di
negara berkembang dimana kondisi hygiene dan sanitasi sangat rendah, paparan universal
terhadap VHA teridentifikasi dengan adanya prevalensi anti-VHA yang sangat tinggi
pada tahun pertama kehidupan dan tentu saja gambaran usia prevalensi anti-HAV benar-
benar tergantung pada kondisi-kondisi sosio-ekonomi sebelumnya. Peningkatan
prevalensi anti-HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di
daerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar.
Di negara-negara yang maju secara kontras diketahui bahwa insidens infeksi virus hepatitis A
telah menurun dalam beberapa tahun terakhir ini dan telah beralih ke usia yang lebih tua, hal ini
disebabkan kondisi secara social dan ekonomi lebih baik, begitu pula hygiene dan sanitasi.
Seperti di negara-negara lain di dunia di Indonesia pun hepatitis A merupakan masalah
kesehatan. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian
terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%-68,3 kemudan
disusul oleh hepatitis non A-non B sekitar 15,5%-46,4% dan hepatitis B 6,4%-25,9%.

C. PATOFISIOLOGI
Antigen hepatitis A dapat ditemukan dalam sitoplasma sel hati segera sebelum hepatitis
akut timbul. Kemudian, jumlah virus akan menurun setelah timbul manifestasi klinis, baru
kemudian muncul IgM anti HAV spesifik. Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi karena viremia
yang terjadi dalam waktu sangat pendek dan terjadi pada masa inkubasi. Serngan antigen virus
hepatitis A dapat ditemukan dalam tinja 1 minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati
disebabkan oleh aktifasi sel T limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A.
Pada keadaan ini ditemukan HLA-Restricted Virus specific cytotoxic CD8+ T Cell di dalam hati
pada hepatitis virus A yang akut. Gambaran histologis dari sel parenkim hati yaitu terdapatnya
nekrosis sel hati berkelompok, dimulai dari senter lobules yang diikuti oleh infiltrasi sel limfosit,
makrofag, sel plasma, eosinofil, dan neutrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat hambatan aliran
empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direct dan indirect
dalam serum. Ada 3 kelompok kerusakan yaitu di daerah portal, di dalam lobules, dan di dalam
sel hati. Dalam lobules yang mengalami nekrosis terutama yang terletak di bagian sentral.
Kadang-kadang hambatan aliran empedu ini mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti dempul
(faeces acholis) dan juga terjadi peningkatan enzim fosfatase alkali, 5 nukleotidase dan gama
glutamil transferase (GGT). Kerusakan sel hati akan menyebabkan pelepasan enzim transminase
ke dalam darah. Peningkatan SGPT memberi petunjuk adanya kerusakan sel parenkim hati lebih
spesifik daripada peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan meningkat bila terjadi kerusakan
pada myocardium dan sel otot rangka. Juga akan terjadi peningkatan enzim laktat dehidrogenase
(LDH) pada kerusakan sel hati. Kadang-kadang hambatan aliran empedu (cholestasis) yang lama
menetap setelah gejala klinis sembuh.

D. ETIOLOGI
Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran diameter 27 nanometer dengan bentuk
kubus simetrik tergolong virus hepatitis terkecil, termasuk golongan pikornavirus. Ternyata
hanya terdapat satu serotype yang dapat menimbulkan hepatitis pada manusia. Dengan
mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki mantel, hanya memiliki suatu nukleokapsid yang
merupakan ciri khas dari antigen virus hepatitis A.
Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini disebut viral protein
genomik (VPg) yang berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa
dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi dalam sel epitel usus dan epitel
hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel
hati setelah replikasinya, melalui sel saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A
sangat stabil dan tidak rusak dengan perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC
selama ± 1 jam. Stabil pada suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam
empedu memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran
empedu.

E. FAKTOR RESIKO
Penularan hepatitis A sering terjadi dari orang ke orang,. Virus ini menyebar melalui makanan
atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Selain itu hepatitis A dapat
terjadi pada masyarakat yang :
1. Hygine dan sanitasi Lingkungan Rendahnya kualitas sanitasi lingkungan dan adanya pencemaran
terhadap sumber air atau makanan yang dikonsumsi banyak orang mempermudah terjadinya
penularan dan kejadian luar biasa hepatitis A. Kebiasaan masyarakat yang kurang
memerhatikan kebersihan lingkungan seperti BAB di sungai dapat meningkatkan penularah
hepatitis A. Tinja yang terkontaminasi hepatitis A akan mencemari lingkungan lain. Seperti
air, tanah dan lain-lain.
2. Ekonomi Tingkat sosial ekonomi masyarakat akan mempengaruhi ketersediaan air bersih dan
perilaku hidup sehat serta kemampuan untuk menyediakan atau memberikan vaksinasi
hepatitis A. Masyarakat dengan ekonomi sosial yang rendah pada umumnya jarang
memperhatikan kualitas air yang di pakai dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air
dengan kualitas yang buruk bisa saja terkontaminasi virus hepatitis A. Selain itu keluarga yang
memiliki ekonomi sosial yang rendah pada umumnya memiliki tingkat pengetahuan rendah pula sehingga
mereka tidak terlalu memikirkan betapa pentingnya pemberian vaksinasi hepatitis A. Sehingga
hepatitis a dapat menular dengan cepat dari 1 orang ke orang lain.
3. Pola Hidup Bersih dan Sehat Pola hidup bersih dan sehat merupakan masyarakat merupakan
hal yang sangat mempengaruhi penularan hepatitis A. Polah hidup bersih dan sehat yang rendah
akan meningkatkan terjadinya penularan virus hepatitis tipe A tersebut. Hepatitis A dapat dengan
cepat menular di tempat penitipan bayi, virus ini akan menular dengan cepat ketika si pengasuh bayi tidak
mencuci tangan setelah mengganti popok bayi. Kesadaran mencuci tangan juga sangat penting dalam
menangani penularan virus hepatitis. Kebiasaan buruk seperti berbagi makanan dan peralatan makan dengan
penderita hepatitis A juga sebagai salah satu media penularan penyakit hepatitis A ini.
4. Gaya hidup Gaya hidup di masyarakat juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
penyakit hepatitis. Kebiasaan memakan sayur mentah, seperti lalapan akan meningkatnya
kemungkinan penularan penyakit hepatitis A. Bahan makanan seperti sayur yang
terkontaminasi virus hepatitis A jika di konsumsi virus tersebut akan berpindah kepada
manusia. Virus tersebut akan menginfeksi manusia sehingga terjadi penyakit hepatitis.

F. PENENTUAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gejala klinis dan dibantu dengan sarana penunjang
pemeriksaan laboratorium. Anamnesa : gejala prodromal, riwayat kontak. Pemeriksaan jasmani :
warna kuning terlihat lebih mudah pada sclera, kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada
kasus yang berat (fulminant). Didapatkan mulut yang berbau spesifik (foeter hepaticum). Pada
perabaan hati membengkak, 2 sampai 3 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, tepi tajam
dan sedikit nyeri tekan. Perkusi pada abdomen kuadran kanan atas, menimbulkan rasa nyeri dan
limpa kadang-kadang membesar, teraba lunak. Pemeriksaan laboratorium : tes fungsi hati
(terdapat peninggian bilirubin, SGPT dan kadang-kadang dapat disertai peninggian GGT,
fosfatase alkali), dan tes serologi anti HAV, yaitu IgM anti HAV yang positif.

G. PENGOBATAN
Tidak ada tatalaksana yang khusus untuk HAV
 Perawatan Suportif
a. Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Aktivitas
fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.
b. Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem dukungan untuk
mempertahankan fungsi fisiologi seperti hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal
liver perfusion, dan charcoal hemoperfusion.
c. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual dan muntah atau anoreksia berat yang
akan menyebabkan dehidrasi sebaiknya dihindari.
 Perawatan yang dapat dilakukan dirumah , yaitu :
1. Tetap tenang, kurangi aktivitas dan banyak istirahat di rumah
2. Minum banyak air putih untuk menghindari dehidrasi
3. Hindari minum obat yang dapat melukai hati seperti asetaminofen dan obat yang
mengandung asetaminophen.
4. Hindari minum minuman beralkohol
5. Hindari olahraga yang berat sampai gejala-gejala membaik.
BAB 2
KASUS

ET, seorang sales obat professional yang handal berusia 34 tahun, datang ke bagian gawat
darurat klinik dengan serangan kuning akut dan “urin gelap.” Dia dalam kondisi sehat sampai
2 minggu yang lalu, jadwalkerjanyasangatpadat, dia merasa lelah dan lemah. Dia juga ingat
mengalami sakit kepala ringan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, diare, dan demam ringan
dari 37,7 0C ke 38,4 0C. Dia menghubungkan gejala-gejala ini dengan flu yang
diapernahderitadiaobatisendiri menggunakan acetaminophendanasupan banyak cairan.
Gejala-gejalanya bertahan hingga kemarin, ketika tampaknya sembuh, dia mengamati bahwa
air kencingnya berwarna gelapseperti coca-cola. Pagi ini, ia memperhatikan penyakit kuning
pada mata. Riwayat medis E.T termasuk infeksi saluran pernapasan baru-baru ini, yang
berhasil diobati dengan levofloxacin. Sejarah sosialnya sering mengunjungi rumahmakan
tiram lokal, di mana ia secara teratur menelan tiram mentah. Dia menyangkal merokok dan
melakukan perjalanan baru-baru ini ke luar negri, tetapi mengakui konsumsi alkohol sesekali.
E.T. tidak memiliki riwayat berhubungan seksual diluarpernikahannya, penggunaan jarum,
atau transfusijugaditolaknya. Saat ini diamengkonsumsiobat(PO) diazepam 5 mg pada
waktu tidur (HS) sesuai kebutuhan (PRN) untuk "kejang otot," tetapi dia belum meminum
diazepam selama "beberapa bulan." Dia juga memiliki kelainan kejang yang diderita setelah
kecelakaan sepeda motor 2 tahun yang lalu, yang mana ia mengambil fenitoin 400 mg PO
HS. Pemeriksaan fisik untukpriatersebutuntukNadi, RR, Tensi normal
semuatingkatkesadaranbaik, kecualisuhubadannyaagakdemam.Selainitu sklera dan kulitnya
ikterik, dan perutnya positif untuk nyeri hati yang lunak, membesar, dan nyeri kuadran kanan
atas.
Tes laboratorium mengungkapkan nilai-nilai berikut:
 Suhu : 37,7 0C ke 38,4 0C(normal 37 0C)
 Hemoglobin (Hgb) : 16 g / dL (normal, 12,3-16,3 g / dL)
 Hematokrit (Hct) : 44% (normal, 37,4%- 47,0%)
 Jumlah sel darah putih (WBC) : 5.500 sel/mm3 (normal, 3.28–9.29 × 103)
 Aspartate transaminase (AST) : 120 U/L (normal, 540 U/L)
 Alanine aminotransferase (ALT) : 240 U/L (normal, 5–40 U/L)
 Alkaline phosphatase : 86 U/L (normal, 21-91 U / L)
 Bilirubin total : 3,2 mg / dL (normal, 0,2-1,0 mg / dL)
 Bilirubin langsung : 1,5 mg / dL (normal, 0-0,2 mg / dL)
 Konsentrasi fenitoin : 12 mg / L (normal, 10-20 mg / L).
 Albumin, waktu protrombin (PT), glukosa darah, dan elektrolit semuanya
dalam batas normal . E.T. untuk anti-HCV, HBeAg, HBsAg, dan antibodi
inti hepatitis B (anti-HBc)negatif, tetapi positif untuk IgM anti-HAV.
1. Gambaran klinis dan tanda serologis apa yang konsisten dengan hepatitis virus pada
E.T.?termasuk Hepatitis apa ?
2. Penatalaksanaanterapi yang tepatuntuk ET
danpencegahannyauntukkedepannyasepertiapa?

ANALISIS KASUS

Nama : E.T (seorang sales obat professional yang handal)

Umur : 34 Tahun

Riwayat pengobatan :

 Acetaminophen : Untuk flu yang pernah diderita.


 Levofloxacin : Untuk infeksi saluran pernafasan baru-baru ini, dan berhasil
diobati.
 Diazepam 5 mg (PO) : Untuk kejang otot (bila perlu)
 Fenitoin 400 mg (PO)

Riwayat sosial : Sering mengunjungi rumah makan tiram lokal, di mana ia secara
teratur menelan tiram mentah dan sesekali minum alkohol.

1. SUBYEKTIF (S)
Keluhan pasien : Dia merasa lelah, lemah, sakit kepala ringan, kehilangan nafsu
makan, nyeri otot, diare, demam ringan, urine berwarna gelapseperti coca-cola, dan
adanya tanda-tanda penyakit kuning pada mata.

2. OBYEKTIF (O)

Pemeriksaan fisik :
 Nadai, RR, Tensi : Normal
 sklera dan kulitnya ikterik, dan perutnya positif untuk nyeri hati yang lunak,
membesar, dan nyeri kuadran kanan atas.

Data tes laboratorium :


 Suhu : Demam Ringan
 Hemoglobin (Hgb) : Normal
 Hematokrit (Hct) : Normal
 Jumlah sel darah putih (WBC) : Normal
 Aspartate transaminase (AST) : Rendah
 Alanine aminotransferase (ALT) : Normal
 Alkaline phosphatase : Normal
 Bilirubin total : Tinggi
 Bilirubin langsung : Tinggi
 Konsentrasi fenitoin : Normal
 Albumin, waktu protrombin (PT), glukosa darah, dan elektrolit semuanya
dalam batas normal . E.T. untuk anti-HCV, HBeAg, HBsAg, dan antibodi
inti hepatitis B (anti-HBc)negatif, tetapi positif untuk IgM anti-HAV.

3. ASSESMENT (A)
 Analisis Problem Medis
Pada kasus ini pasien mengeluhkan merasa lelah, lemah, kehilangan nafsu
makan, nyeri otot, diare, demam ringan dari 37,7 0C ke 38,4 0C, urine
berwarna gelap seperti coca-cola dan adanya tanda-tanda penyakit kuning
pada mata. Pasien juga memiliki riwayat sosial sering mengonsumsi tiram
mentah dan sesekali mengonsumsi alkohol. Maka berdasarkan analisis yang
kami lakukan ditetapkan bahwa pasien terkena hepatitis A. Untuk terapi
pengobatan Hepatitis A bersifat suportif, pasien hanya dianjurkan agar
beristirahat hingga kondisi membaik karena penyakit hepatitis dapat sembuh
dengan sendirinya. Terapi yang kami berikan hanya untuk mengatasi keluhan-
keluhan yang dialami pasien.

 Drug Relation Problem (DRP)


1. Ada indikasi tidak ada obat.
2. Ada obat tidak ada aturan pakai.

4. PLANNING (P)

 Rekomendasi Terapi Farmakologi


1. Golongan analgesik antipiretik
Ibuprofen 3 x sehari 200 mg
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, demam.
Kontraindikasi : Ulkus peptikum, riwayat hipersensitif terhadap ibuprofen,
kehamilan trimester akhir.
Efek samping : Gangguan gastrointestinal, ruam kulit, gangguan perdarahan,
dan gangguan pendengaran.
2. Golongan Anti Diare
Loperamide 2 x sehari 4 mg
Indikasi : Untuk diare
Efek samping : Mual, muntah, nyeri perut, konstipasi, dan ruam kulit
Kontraindikasi : Anak dibawah usia 12 tahun, wanita hamil dan menyusui,
kolitis akut, keadaan dimana konstipasi harus dihindari, dan
hipersensitif terhadap loperamide hcl

3. Multivitamin
Renovid gold 1x sehari 1 tab

 Rekomendasi Terapi Non-farmakologi


a) Pasien dianjurkan agar berhenti mengkonsumsi makanan mentah dan alkohol.
b) Dianjurkan untuk mengkonsumsi madu
c) Dianjurkan untuk diet seimbang.
d) Kebersihan perseorangan dengan selalu mencuci tangan sebelum makan.
e) Dianjurkan untuk mengonsumsi air putih sesuia kebutuhan agar tidak terjadi
dehidrasi.
f) Pasien dianjurkan agar beristirahat yang cukup sampai kondisi benar-benar
pulih
g) Mengkonsumsi makanan kaya serat.

 Rekomendasi Monitoring
 Suhu : Normal 37 0C
 Hemoglobin (Hgb) : Normal 12,3-16,3 g/dL
 Hematokrit (Hct) : Normal 37,4%- 47,0%
 Jumlah sel darah putih (WBC) : Normal 3.28–9.29 × 103
 Aspartate transaminase (AST) : Normal, 540 U/L
 Alanine aminotransferase (ALT) : Normal, 5–40 U/L
 Alkaline phosphatase : Normal, 21-91 U/L
 Bilirubin total : Normal 0,2-1,0 mg/dL
 Bilirubin langsung : Normal, 0-0,2 mg/dL
 Konsentrasi fenitoin : Normal 10-20 m /L

 Upaya pencegahan yang dilakukan :


Upaya preventif umum
1. Perbaikan hygiene makanan-minuman.
Upaya ini mencakup memasak air dan makanan sampai mendidih selama 10
menit, mencuci dan mengupas kulit makanan terutama yang tidak dimasak.
2. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi.
Berlandaskan pada peran transmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene sanitasi
lingkungan yang berpran adalah perumaha,kepadatan, kualitas air minum, sistem
limbah tinja, dan semua aspek hygiene lingkungan secara keseluruhan. Mencuci
tangan dengan bersih (sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-
celana), ini semua sangat berperan dalam mencegah transmisi VHA.

Upaya preventuf khusus

Pencegahan secara khusus yaitu dengan vaksinasi. Pencegahan ini dapat dilakukan
segera pada mereka yang telah terpapar kontak atau sebelum kontak (pada
wisatawan yang ingin pergi ke daerah endemis). Pemberian menggunakan HB-Ig
(Human Normal Imunoglobulin), dosis yang dianjurkan adalah 0,02 ml/kg BB,
diberikan dalam kurun waktu tidak lebih dari satu minggu setelah kontak dan
berlaku selama 2 bulan. United States Public Health Advisory Commitee
menganjurkan bagi mereka yang melakukan kunjungan singkat kurag dari 2
bulan, dosis HB-Ig 0,02 ml/kg BB sedangkan bagi mereka yang berpergian lebih
dari 4 bulan, diberikan dosis 0,08 ml/ kg BB. Bagi mereka yang sering berpegian
ke daerah endemis, dianjurkan untuk memeriksa total anti-HAV. Jika hasil
laboratorium yang didapat positif, tidak perlu lagi pemberian imunoglobulin, dan
tent saja bila hasil laboratorium negatif sebaiknya diberikan imunisasi aktif
sehingga kekebalan yang akan didapat tentu akan lebih bertahan.

KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)

1. Saat berkomunikasi dengan pasien menggunakan bahasa yang sopan dan


mudah dimengerti.
2. Informasikan kepada pasien agar tidak mengkonsumsi makanan tidak di
masak, alkohol dan melakukan istirhata sampai kondisi benar-benar stabil.
3. Informasikan kepada pasien agar selalu menjaga kebersihan diri dan asupan
makanan ataupun minuman yang dikonsumsi.
4. Informasikan kepada pasien untuk mencapai hasil terapi yang baik, terapi
farmakologi harus diimbangi dengan terapi non-farmakologi, dan dianjurkan
untuk teratur dalam mengonsumsi obat yang diberikan
BAB 3
KESIMPULAN

Hepatitis A adalah peradangan organ hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis
A. Infeksi yang akan menggangu kerja organ hati ini dapat menular dengan mudah.
Penularannya melalui fecel oral, makanan yang tercemar, pencemaran air minum, dan
makanan yang tidak dimasak. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya igM antibodi
dalam serum penderita.

Pasien pada kasus ini mengeluhkan merasa lelah, lemah, sakit kepala ringan,
kehilangan nafsu makan, nyeri otot, diare, demam ringan, urine berwarna gelap seperti coca-
cola, dan adanya tanda-tanda penyakit kuning pada mata. Dari data laboratoriumnya bilirubin
meningkat yang disebabkan dari hepatitis A nya. Penyakit hepatitis A tidak ada pengobatan
khusus , hanya saja diberikan obat untuk menghilangkan gejala-gejala dari pasien tersebut.
Gejalanya adalah mual muntah yang diterapi dengan domperidone. Dan di seimbangi dengan
terapi non-farmakologi seperti mengonsumsi air putih sesuai kebutuhan, mengonsumsi
makanan kaya serat, dan menghindari makanan yang tidak dimasak.
DAFTAR PUSTAKA

Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
Dienstag J.L., Isselbacher K.J.,Acute Viral Hepatitis. In: Eugene Braunwauld et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th
Edition,McGraw Hill, 2008.
Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi
Pertama. Editor : H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.

Anda mungkin juga menyukai