Anda di halaman 1dari 14

1.

Peran remaja dalam mengisi kemerdakaan Indonesia yang sebentar lagi akan kita rayakan tentu
sangat penting. Sebagai generasi muda yang energic, berbakat, pintar dan penuh ambisi sangatlah
bangga kalau seharusnya pemuda mengkaryakan diri untuk membangun negara ini menjadi lebih
baik. Contoh cara remaja menghadapi era globalisasi menurut psikologi.

Apa saja peran remaja dalam mengisi kemerdakaan, berikut akan dijelaskan dalam berbagai
contoh tindakan nyata. Agar menjadi teladan dan juga satu bukti bahwa pemuda Indonesia layak
dijadikan pahlawan kekinian.

1. Semangat Dalam Belajar Dan Berkarya


Pemuda adalah generasi yang kelak akan memimpin bangsa ini, tindakan nyata dengan semangat
belajar sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Pemuda seharusnya mempunyai pemikiran
yang besar dan harus bermimpi besar untuk menjadi orang besar. Apabila kita bermimpi 10-30
tahun kelak bila pemudanya semangat untuk belajar dan menjadi yang terbaik.

Mulai dari belajar bukan dalam hal formal tetapi dari berbagai hal mulai dari belajar dari alam,
lingkungan, dan pengalaman maka tidak heran kalian akan menjadi pelopor pemuda berkarya dan
kreatif, berikut peranan bakat dalam proses belajar psikologi pendidikan. Apalagi karyanya sampai
mencapai tingkat internasional, bangga Indonesia punya kalian.

2. Pemuda Berjiwa Nasionalis


Peran remaja dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dapat dibuktikan dengan melakukan tindakan
yaitu memiliki jiwa nasionalis dan juga patrioalis. Memupuk persatuan dan kesatuan dimanapun
berada, tidak termudah terprovokasi hal buruk.

Mampu berpikir realistis dan memilah hal yang baik dan buruk. Menggunakan media modern
untuk kepentingan bersama dan mengajak siapapun untuk menjalin persaudaraan dan persatuan.
Dampak gangguan jiwa akibat sosial media yang perlu diwaspadai.

3. Pemuda Memiliki Jati Diri Bangsa Dan Budaya


Pemuda harus memiliki sebuah prinsip hidup yang berdasar kepada bangsa dan budaya Indonesia.
Menjunjung tinggi nilai moral, agama dan juga toleransi, dengan sikap demikian maka akan
memupuk rasa sayang terhadap siapapun tanpa memandang perbedaan yang ada. Dengan tidak
lupa akan budaya dan adat bangsa sendiri dan mampu menghindari pengaruh buruk budaya asing
yang negatif. Serta tidak ikut – ikutan dalam pergaulan dan tren zaman yang menyesatkan. Mampu
menolak paham radikal yang tidak sesuai dengan prinsip bangsa dan negara. Berikut ini contoh
psikologi proyeksi dalam kehidupan sehari – hari.

4. Melakukan Tindakan Yang Positif dan Bermanfaat


Salah satu peran remaja dalam mengisi kemerdekaan saat ini dapat dilakukan dengan cara
melakukan tindakan nyata yang baik dan bermanfaat. Contoh penggunaan media sosial yang
merajalela, seharusnya pemuda mampu memanfaatkan media tersebut sebagai alat untuk
memberikan informasi valid, mendidik, bermanfaat dan juga menghargai orang lain.

Jangan merusak sebuah informasi dengan info yang palsu, fitnah atau menghina orang lain demi
kepentingan pribadi atau golongan. Dengan berbuat baik maka Indonesia akan menjadi negara
hebat dan juga kuat, karena pemudanya memiliki jiwa dan fisik sehat, hebat dan kuat pula. Hal
yang perlu dilakukan yaitu cara merubah diri menjadi lebih baik dan menarik.

5. Mampu Menghormati Orang tua dan Orang lain


Menjadi pemuda yang dewasa tentu tidak terlepas dari sebuah peran orang tua yang dengan
semangat dan pengorbanan berjuang demi anaknya menjadi pemuda hebat. Setiap orang tua tentu
berharap anaknya kelak menjadi pemuda yang membanggakan, entah secara perilaku, tindakan,
karya, prestasi dan juga perannya dalam kemajuan bangsa. Jauhkan sikap pesimis, putus asa dan
malas, karena kesuksesan tidak berpihak bagi orang seperti itu. Renungan sebuah cara
menghilangkan mental negatif.

2. Masalah tak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita merasa punya masalah ketika
harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Konflik, baik intrapersonal, interpersonal maupun konflik
sosial merupakan bagian dari masalah yang kita hadapi. Interaksi interpersonal dan social paling
sering memicu konflik. Kita pasti sering merasa sudah sangat dekat, sangat memahami dan
sanggup menerima seseorang apa adanya, tetapi ketika ada sedikit saja yang tidak sesuai dengan
perasaan atau pemikiran kita, kita merasa tak akan ada solusi. Kedekatan hati dan kesiapan berbagi
tidak selalu membuahkan harmoni karena hidup memiliki banyak sisi untuk dimengerti, dinikmati,
dijalani sepenuh hati.

Pemicu utama konflik ialah perbedaan. Berlanjut menjadi pertengkaran, pertentangan dan
kemudian bisa berpotensi menjadi konflik yang lebih serius. Konflik, sekecil apapun kelihatannya,
tidak bisa dianggap sepele juga tidak harus disikapi secara berlebihan. Kita bisa mengelola sikap
kita dalam menghadapi konflik dengan mengetahui dan memahami akar permasalahannya.

Pertama, konflik muncul karena seseorang tidak terbiasa menyikapi perbedaan dengan tepat.
Manusia diciptakan dengan ribuan sifat dan watak yang berbeda, sehingga cara dan sikap hidup
tiap orang tidak sama. Kesadaran akan adanya keragaman dan perbedaan ini yang mutlak
diperlukan untuk kelangsungan setiap hubungan baik personal maupun interaksi sosial. Kedua,
timbulnya konflik juga dipicu oleh sikap egoistis, selalu membenarkan pendapat sendiri dan
merasa diri paling benar. Dalam pola komunikasi internal keluarga maupun lingkungan sosial,
sikap seperti ini banyak kita temukan.Berbeda pendapat sering dianggap sebagai ancaman bahkan
serangan terhadap eksistensi seseorang. Tiap individu memiliki keinginan, dan kebutuhan yang
tidak selalu sama. Cara pandang setiap orang terhadap konflik akan menentukan pula cara ia
menghadapi dan menangani konflik.

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan dalam mengelola sikap terhadap konflik.

1. Bersikap dan bertindak bijak terhadap kelebihan dan kekurangan orang lain (orang tua, pasangan
hidup, sahabat atau orang yang kurang kita sukai). Sikap bijak lahir dari kesadaran diri bahwa tiada
manusia yang sempurna. Kekurangan orang lain kerap kali menyulut konflik ketika kita tidak siap
dan tidak mau menerimanya. Kelebihan orang lain pun tak jarang membuat kita merasa iri, benci
memusuhi dan akhirnya jadi dengki… Naudzubillah. Kekurangan seseorang, baik moral maupun
material bukan untuk dihakimi. Kekurangan adalah sisi ketidaksempurnaan yang patut kita
lengkapi dengan pengertian, serta keikhlasan untuk membantu memperbaikinya. Sedangkan
kelebihan orang merupakan anugerah Alloh SWT yang sangat pantas kita syukuri. Berani
mengakui kelebihan orang dan menghargainya adalah bagian dari memuliakan Yang Maha
Bijaksana. Memang tidak mudah merealisasikannya karena butuh keikhlasan untuk
melakukannya. Namun, dengan belajar dan berlatih memahami orang lain akan menuntun kita
pada sikap dan tindakan yang bijak. (saya juga sedang belajar)
2. Bersikap dan bertindak bijak terhadap diri sendiri dengan mensyukuri kelebihan yang kita miliki,
memanfaatkan kelebihan diri dengan rendah hati di jalan kebaikan dan kebenaran, serta menyadari
kekurangan diri dan selalu berupaya memperbaiki diri. Sebaik-baik manusia adalah yang tidak
sibuk mengutuk kekurangan diri, tetapi selalu berusaha memperbaiki diri. Banyak di antara kita
yang mungkin masih menganggap kekurangan (diri sendiri dan orang lain) sebagai aib yang harus
di-genocida secara mutlak. Padahal, kekurangan bisa membuat kita dicintai selama kita terus
berusaha memperbaikinya dan tidak selalu mengharap dikasihani. Menyadari kekurangan diri akan
mmbenamkan hati kita ke dalam keinsyafan bahwa kita membutuhkan orang lain untuk berbagi,
saling mengisi dan saling melengkapi.

3. Melunakkan hati dan memaafkan. Untuk melakukan kedua hal ini diperlukan kesabaran dan
ketulusan. Konflik seringkali membuat kita merasa tersakiti dan ingin mengakhiri sebuah
hubungan dengan siapa saja. Itu mah jalan pintas. Nafsu harus dikendalikan agar tidak memicu
konflik yang berkepanjangan.
Memaafkan kesalahan orang lain memang tidak mudah. Butuh waktu, kesabaran, keikhlasan dan
lagi-lagi pengertian. Orang berbuat salah tidak selalu disengaja. Seperti yang pernah diungkapkan
K.H. Abdullah Gymnastiar dalam tausyiahnya bahwa ada orang yang berbuat salah karena ia tidak
menyadari bahwa ia salah dan ada orang yang melakukan kesalahan kemudian ia mengetahui
perbuatannya salah, tetapi ia belum sanggup memperbaikinya. Mungkin orang lain yang berkonflik
dengan kita juga menganggap kita yang salah dan tidak bisa dimaafkan. Makanya, agama
menyuruh kita untuk saling memaafkan, selalu mengingat kebaikan orang lain terhadap kita dan
melupakan jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain agar kita dapat melatih diri mengelola emosi
(nafsu amarah). Dengan melupakan jasa diri terhadap orang lain, kita bisa menghilangkan rasa
sakit hati ketika orang tersebut tidak menghargai kebaikan kita. Dengan mengingat kebaikan orang
lain, kita dapat melunakkan hati kita untuk tidak memasung hati dalam kebencian. Bagaimanapun,
kebencian yang kita tanam akan membuat hati semakin keras dan angkuh (merasa diri tak pernah
berbuat salah).

Sejatinya, konflik merupakan pembelajaran sikap hidup, pendewasaan berpikir dan pematangan
jiwa seseorang. Dengan adanya konflik, kita mengetahui sifat dan karakter seseorang yang
mungkin selama ini tertutupi. Konflik juga mendidik kita untuk belajar memahami orang lain,
menghargai perbedaan dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari
yang berbhineka.

Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada
suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya.

terdapat beberapa faktor yang mendorong terwujudnya integrasi nasional di Indonesia. Adapun
faktor pendorong tersebut diantaranya:

a. Adanya rasa yang senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor-faktor sejarah
Indonesia telah mengalami sejarah yang kelam di masa lalu, terutama zaman dimana Indonesia
dijajah oleh bangsa lain selama bertahun-tahun. Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945, perjuangan yang dilakukan oleh setiap elemen masyarakat untuk memperoleh kemerdekaan
bukanlah sesuatu yang sifatnya main-main. Rasa senasib seperjuangan di masa lalu yang terbawa
sampai dengan masa sekarang menjadi salah satu faktor pendorong untuk mewujudkan integrasi
nasional. Jika di masa lalu rasa

senasib seperjuangan digunakan untuk memujudkan kemerdekaan Indonesia, di era sekarang ini
rasa senasib seperjuangan digunakan untuk memperkuat stabilitas nasional demi terwujudnya
persatuan Indonesia dalam integrasi nasional.

b. Adanya ideologi nasiona

ldeologi nasional negara kita Indonesia adalah Pancasila. Sebagai ideologi nasional,Pancasila tidak
dapat digantikan oleh ideologi manapun. Walalupun Indonesia terdiri dari banyak kepercayaan,
arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia tidak bisa terlepas
dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Pemaknaan ideologi nasional yaitu Pancasila dilakukan
melalui implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan
integrasi nasional di Indonesia. Melalui pemaknaan ideologi nasional yaitu Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, integrasi nasional akan lebih mudah untuk diwujudkan.

c. Adanya sikap tekad dan keinginan untuk kembali bersatu

Perbedaan dan kemajemukan di Indonesia bukanlah salah satu alasan untuk dijadikan faktor
penyebab konflik sosial yang terjadi di kalangan masyarakat. Justru perbedaan inilah yang
membuat masyarakat Indonesia mempunyai keinginan untuk mempersatukan perbedaan di dalam
satu kesatuan bangsa yang utuh. Baik di dalam masyarakat tradisonal dan modern, keinginan untuk
mempersatukan perbedaan di dalam kehidupan sehari-hari tentunya ada. Dalam kehidupan
berbangsa negara dan berbangsa Indonesia, keinginan untuk mempersatukan bangsa merupakan
salah satu perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara.

d. Adanya ancaman dari luar

Walupun Indonesia sudah merdeka selama 71 tahun, bukan tidak mungkin ancaman dari luar itu
masuk ke Indonesia. Ancaman-ancaman dari luar di era globalisasi sekarang ini tidak dapat
diartikan sebagai ancaman yang menjajah seperti pada masa kemerdekaan Indonesia. Oleh karena
itu, untuk mengantisipasi ancaman dari luar dalam kaitannya dengan bahaya globalisasi dan
modernisasi, integrasi nasional perlu diwujudkan di setiap lapisan masyarakat yang ada tinggal di
wilayah Indonesia. Faktor Pendukung Integrasi Nasional

a. Penggunaan bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa. Jika melihat sejarah, hal ini telah
dikumandangkan sejak di gelorakan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang berbunyi “Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuaan Bahasa Indonesia”. Dengan
semangat para pemuda tersebut maka, disepakati Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu tanpa
memandang perbedaan di dalamnya.

b. Semangat persatuan serta kesatuan di dalam Bangsa

Kesadaran akan persatuan perlu dimunculkan dalam semangat persatuan dan kesatuan, hal ini
diperlukan untuk menjalin rasa kekeluargaan, persahabatan, dan sikap saling tolong-menolong
antar sesama dan bersikap nasionalisme, serta menjalin rasa kemanusiaan yang memiliki sikap dan
toleransi serta keharmonisan untuk hidup secara berdampingan.

c. Adanya Kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama yakni Pancasila

Pancasila adalah landasan idiil bangsa yang kedudukannya sangat berpengaruh bagi jalannya
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi seseorang yang di dalam jiwanya terdapat sifat
patriotisme yang tinggi, maka Ia akan selalu menerapkan butir-butir Pancasila di setiap aspek
kehidupannya.

d. Adanya jiwa dan rasa semangat dalam bergotong royong

Gotong royong berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Sikap
gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-
sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Serta suatu usaha atau pekerjaan yang
dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua komponen masyarakat menurut batas
kemampuannya masing-masing.

3. BASIS utama Pancasila ialah kebudayaan bukan sekadar teori dan filosofis. Karena itu,
membumikan kembali Pancasila harus lewat cara-cara praksis (salah satu pendekatan terhadap
teologi kontekstual. Model ini secara intensif dibentuk oleh pengetahuan yang berasal dari aksi
dan refleksi) yang lekat dengan potret masyarakat.

Budayawan Radhar Panca Dahana mengingatkan hal itu di tengah upaya Presiden Joko Widodo
menguatkan kembali ancaman radikalisme serta ekonomi politik global.

“Presiden ingin mengingatkan kembali semua kelas dan golongan untuk mengaktualisasi nilai-
nilai Pancasila. Pendekatan kebudayaan yang dibangun Presiden itu bagian dari praksis
membangkitkan Pancasila,” ujarnya.

Radhar mengapresiasi penguatan Pancasila melalui basis kultural, seperti menghadiri Karnaval
Kemerdekaan Pesona Parahyangan di Bandung, Jawa Barat, Festival Tenun dan Parade 1001 Kuda
di Sumba, Nusa Tenggara Timur, hingga Festival Danau Toba.

Radhar menilai pendekatan-pendekatan kultural seperti itu lebih efektif lantaran nilai efektif
Pancasila ialah sebuah praksis yang tumbuh dan berkembang dalam praktik masyarakat karena ada
ikatan komunal dari sebuah budaya sebagai keadaban suatu bangsa.

“Pancasila justru akan gagal jika ia ditempatkan melulu sebagai produk akal, baik itu secara
filosofis apalagi ideologis, karena basisnya Pancasila itu kebudayaan,” kata Radhar.

Menurut Radhar, pada tataran elite, upaya Presiden merangkul seluruh elemen bangsa lagi-lagi
sebagai upaya menyamakan narasi besar bangsa melalui Indonesia dan Pancasila.

Dalam konteks itu, kehendak politik pemerintahan Presiden Jokowi memantapkan Pancasila patut
diapresiasi.
“Seberapa berantem-nya para elite, kalau nada dasarnya satu, yakni Indonesia, akan bersatu lagi.
Ini yang diingatkan Presiden. Bahwa Pancasila selama ini hanya sekadar potensi, tetapi susah
diaktualisasikan selaiknya ideologi.’’

Bila sungguh Indonesia ingin berbenah, menurut Radhar, tidak cukup hanya dengan berseru lewat
kata-kata dan retorika yang akan mudah terjebak menjadi slogan/propaganda. Mesti ada upaya
besar dari semua elemen bangsa.

Sudah selesai
Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai seharusnya masalah kebinekaan dan keberagaman sudah
selesai dan saatnya fokus mempersiapkan para generasi berdaya saing dan produktif sehingga
mampu bersaing di tingkat global.
“Lima puluh tahun lagi penduduk Indonesia sudah 500 juta orang sehingga perlu disiapkan
generasi yang memiliki ilmu, daya saing, dan produktif,” kata Zulkifli di sela-sela kegiatan Jalan
Sehat Empat Pilar di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan generasi yang memiliki ilmu, daya saing, dan produktif diharapkan memiliki
kreativitas dan inovasi sehingga bisa bersaing dengan negara lain.

Langkah itu tidak bisa tercapai kalau Indonesia masih berkutat pada persoalan kebinekaan dan
keberagaman. Padahal, keduanya sudah selesai.

PANCASILA BERAKAR DARI KEBUDAYAAN


Kita telah mengetahui bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan
yang berdasarkanpancasila. Itu berarti Pancasila berkaitan erat dengan
kebudayaan Indonesia. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai nilai atau simbol.
Kita gambarkan sebagai sebagai suatu perusahaan. Dalam sebuah perusahaan
yang sibuk, kegiatan yang nampaknya bersifat praktis dan seharihari saja,
misalnya, ada aspek kebudayaannya, ada nilai dan simbolnya. Nilai terletak pada
kerja kerasnya, sedangkan simbol modernitas ialah sistem organisasi, yang makin
modern sistem semakin abstrak yang impersonya, berbeda dengan manaj
emen perorangan atau keluarga. Begitu juga Indonesia sebagai bangsa dan negara.
Kebudayaan itulah yang memberi ciri khas keindonesiaan. Hasil perkembangan
kebudayaan Pancasila yang paling spektakuler adalah Bahasa Indonesia. Karena
melalui bahasa Indonesia ,koneksi sosial antar etnis dan kebudayaan dapat terjalin
dengan sangat baik. Pluralisme mengatur hubungan luar antar kebudayaan. Prinsip yang mengatur
substansi Demokrasi Kebudayaan yang berdasar Pancasila ialah
teosentrisme (tauhid, serba
Tuhan dalam etika, ilmu, dan estetika). Orang
Protestan akan lebih suka theonomy (theos, Tuhan; nomos, hukum). Istilah
teonomi berasal dari Paul Tillich (18861965),hubungan dinamis antara yang
absolut dengan yang relatif, antara agama dengan kebudayaan. Menurut konsep ini Pancasila
adalah sebuah teonomi, karena bedasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa yang absolut. Keempat
sila yang lain adalah kebudayaan, yang relatif.
Keperluan manusia diakui sepenuhnya, asal keperluan itu tidak bertentangan
dengan pertimbangan keagamaan. Demokrasi Kebudayaan dalam Pancasila dapat dimengerti dari
sila "Persatuan Indonesia" yang berarti sebuah pluralisme, dan (2) teosentrisme dari semangat sila
yang pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Demokrasi
Kebudayaan itu harus mampu memberikan masa depan yang lebih baik. Jadi untuk menjawab
“Mengapa Pancasila berakar dari Kebudayaan?” karena di dalam Pancasila terkandung nilai
kebudayaan, di mana nilai tersebut adalah nilai tertinggi dalam hal Persatuan bangsa yang
tercantum di dalam sila ketiga. Dan dengan menjunjung nilai teosentris pada sila pertama,
kepentingan lain berdasarkan setiap sila tidak bertentangan dengan pertimbangan keagamaan.
Misalkan: Pembunuhan genosida demi mempertahankan keutuhan suatu budaya etnis tidak etis
dengan ketentuan agama. Jadi sekiranya, dari tindak perkembanganbudaya itu sendiri harus sesuai
dengan nilai Pancasila. Karena Pancasila mencerminkan kebudayaan kita, bangsa Indonesia

4.
5. “Piagam Jakarta, bentuk lain dari Pancasila, karena sila pertama yang terdiri dari kewajiban
menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu, kemudian disederhanakan diringkas
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa” kata Wakil Sekretaris MUI Pusat KH Muqsit Ghazali di
Jakarta, Kamis (23/8).

Ia menjelaskan, ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 1959, berkata bahwa Piagam
Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjadi jiwa dalam konstitusi menjadi satu kesatuan yang menjiwai
UUD 45, dengan demikian tidak perlu ada istilah dikhianati tetapi ditampung ke dalam jiwa yang
lebih substantif ke dalam UUD 45.

Di dalam pembukaan UUD 45, telah disebutkan bahwa dasar negara adalah Pancasila. Menurut
Muqsit, dalam Pancasila sendiri telah jelas disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena kalau
eksplisit disebutkan sebagai kewajiban menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, itu
tidak mudah untuk dipraktekkan didalam konteks warga negara Indonesia yang sangat prural.

“Indonesia bukanlah Brunei Darussalam, bukan Malaysia, bukan seperti di negara Afrika Utara
yang jumlah penduduknya yang kecil, seperti Maroko dan Tunisia. Mereka relatif homogen seperti
Arab Saudi, makanya Arab Saudi tidak mungkin punya Pancasila, tidak mungkin punya UUD 45,”
jelas Muqsit.

Ia menguraikan bahwa bangsa Indonesia ditakdirkan oleh Allah SWT sudah ada lebih dulu
sebelum Islam menjadi agama mayoritas. Sebelum islam masuk, di Indonesia sudah pernah
tumbuh agama besar yaitu agama Hindu, Budha dengan kerajaannya yang besar yaitu Kutai,
Sriwijaya dan Majapahit. Itu tidak bisa dinafikan sebagai sebuah fakta historis, karena itu pilihan
para pendiri negara, tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam walaupun faktanya
kemudian umat Islam adalah mayoritas.

“Tapi tidak dapat dipungkiri umat Islam mendapatkan sejumlah keuntungan dengan adanya UU
Zakat, UU Haji, UU Peradilan Agama, ada Kementerian Agama. Kementerian agama dananya
cukup besar sekali dan kalau kita kalkulasi mungkin 80 persen untuk melayani kebutuhan umat
Islam, ada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang didalamnya ada Madrasah, perguruan tinggi
dan ada pesantren,” kata Muqsit.

6.

7. Pengertian Pancasila sebagai Sebagai Suatu Sistem


Pancasila sebagai suatu sistem memiliki nsure-unsur yang berbeda, hal ini dapat kita lihat dalam
sila-sila pancasila yang memiliki ragam makna yang berbeda, namun system dalam pancasila
mempunyai suatu kesatuan yang utuh dan bulat. Sila-sila dalam pancasila saling berhubungan satu
dengan yang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Diantaranya pancasila sebagai dasar Negara
mempunyai fungsi sepagai pedoman di dalam berbangsa dan bernegara juga sebagai moral bangsa
Indonesia dalam membentuk suatu Negara.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas pancasila sebagai suatu sistem yang dimana sila-silanya
mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sudah diatur sedemikian
rupa sehingga membentuk suatu susunan yang teratur dan tidak bisa dibolak balik. Dalam sila
pancasila memiliki suatu makna yang beruntun. Artinya, sila pertama lebih luas makanya sehinga
menjiwai sila-sila dibawahnya. Itulah makna pancasila sebagai suatu system.

8. 2. Isi arti pancasila yang umum universal


Kata-kata ketuhanan,kemanusian,persatuan, kerakyatan dan keadilan seluruhnya merupakan suatu
inti frase pada setiap sila oleh subyek (S) dan di sebut sebagai term. Oleh karena fungsinya sebagai
subyek maka kata - kata itu bermakna dan bersifat menentukan dalam pengambilan keputusan.
Oleh karena fungsinya sebagai term, maka kata-kata tersebut memiliki luas pengertian yang
bersifat umum universal, yang artinya luas menunjukan seluruh lingkungan dan masing-masing
bawahanya, tidak terkecuali. Jadi luas pengertian yang umum universal, menunjukan suatu luas
pengertian yang seumum–umumnya, tidak terikat ruang, waktu, lingkungan, kelompok atau
jumlah tertentu. Selain itu dalam ilmu logika di kenal juga luas pengertian yang umum kolektif,
yaitu berarti umum dan terbatas pada suatu kelompok ,lingkungan,kumpulan, atau jumlah tertentu
. Misalnya term manusia Indonesia , adalah mempunyai luas pengertian yang umum kolektif yaitu
terbatas pada kolektifitas, atau kelompok manusia (Indonesia).
Berdasarkan analisis tersebut maka term-term sila-sila pancasila adalah bersifat abstrak, dan
memiliki luas pengertian yang umum universal. Karena sifatnya yang abstrak ,umum dan
universialisasi arti pancasila itu bersifat tetap dan tidak berubah. Hal ini berarti pancasila sebagai
filsafat Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang mutlak yang terlekat pada kelangsungan
hidup Negara Indonesia secara material,karena karena semua aspek pelaksanaan dan
penyelengaraan Negara di jabarkandari nilai-nilai pancasila. Adapun secara formal pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum termuat dalam pembukaan UUD 1945 yang
kedudukannya sebagai tertib hukum yang tertinggi, maka pancasila sebagai hukum tidak bisa di
ubah.
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yang mempunyai isi arti yang abstrak, umum dan universal
maka secara logis bersifat tetap dan tidak berubah, karena sifatnya yang tidak terbatas pada
ruang,waktu ,jumlah serta keadaan tertentu.
Isi arti pancasila yang abstrak umum universal adalah tetap tidak berubah dan dapat berlaku di
mana saja,tidak hanya untuk bangsa dan negara indonesia, tetapi juga bagi bangsa-bangsa lain
dengan ciri khusus tertentu,sehinga dari sifat abstrak umum universal dapat di susun arti pancasila
umum kolektif sebagai pelaksanaan dalam kedudukanya dasar filsafat negara atau sebagai
pedoman praktis dalam penyelengaraan Negara.

Pancasila sebagai Nilai Dasar yang Fundamental bagi Bangsa dan Negara RI

Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental bagi bangsa dan negara memperlihatkan napas
humanisme (keadilan, persatuan dll). Oleh karena itu, Pancasila dengan mudah diterima oleh siapa
saja. Pancasila didukung oleh semua pihak karena nilai-nilai luhurnya. Dengan nilai-nilainya,
negara-negara luar juga mengagumi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Nilai-nilainya
sangat universal. Universal yang dimaksud, bahwa Pancasila akan berlaku bagi setiap bangsa
Indonesia, kapan, di mana dan bagaimanapun kondisi dan situasi yang mungkin terjadi.

Nilai-nilai Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
untuk membentuk sikap moral bangsa dan sebagai basis perilaku politik atau menjadi semacam
suatu “kode etik dalam berpolitik, baik tertulis atau pun tidak tertulis (merupakan kebiasaan
tingkah laku dalam kehidupan politik yang diterima dan diharapkan masyarakat). Pancasila
menjadi milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi
moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila.

Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan
dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 mengandung konsep-konsep sebagai
berikut: Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara (negara
Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan asas kerohanian negara yaitu Pancasila
dan Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yang menunjukkan adanya sumber hukum

9. Hubungan Etika pada profesi hukum


Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukumdalam
pemerintahan suatu negara. Kalau diadakan penelusuran sejarah, maka akan dapatdijumpai bahwa
etika telah dimulai oleh Aristoteles, hal ini dapat dibuktikan dengan bukunyayang berjudul
ETHIKA NICOMACHEIA. Dalam buku ini Aristoteles menguraikan bagaimanatata pergaulan,
dan penghargaan seseorang manusia kepada manusia lainnya, yang tidakdidasarkan kepada
egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan atas hal-hal
yang bersifat altruistis, yaitu memperhatikan orang lain dengan demikian juga halnya kehidupan
bermasyarakat, untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya manusia itu zoon polition.Etika
dimaksukkan dalam disiplin pendidikan hukum disebabkan belakangan ini terlihatadanya gejala
penurunan etika dikalangan aparat penegak hukum, yang mana hal ini tentunyamerugikan bagi
pembangunan masyarakat indonesia.Profesi hukum dewasa ini memiliki daya tarik tersendiri,
akibat terjadinya
suatu paradigma baru dalam dunia hukum. sehingga menyebabkan konsorsium ilmu hukummem
andang perlu memiliki etika dan moral oleh setiap setiap profesi hukum, apalagi dewasa iniisu
pelanggaran hak asasi manusia semakin marak diperbincangkan dan menjadi wacana publik
Dengan adanya etika profesi hukum diharapkan lahirlah nantinya sarjana-sarjana hukum yang
profesional dan beretika . pengembangan profesi hukum haruslah memilikikeahlian yang
berkeilmuan khususnya dalam bidang itu, oleh karena itu oleh karena itu
setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yangme
merlukan pelayanan dalam bidang hukum. Untuk itu tentunya memerlukan keahlian
dan berkeilmuan.Seseorang pengemban profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya secara
penuh, bahwa ia (propesional hukum) tidak akan menyalahgunakan situasi yang ada. Pengemban
gan profesi itu haruslah dilakukan secara bermartabat, dan ia harus mengerahkan
segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab tugas profesi hukum
adalah merupakan tugaskemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang
merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pulalah pelayanan profesi hukum
memerlukan pengawasan dari masyarakat.Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika
profesi adalah sebagai sikap hidupyang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan
profesional dibidang hukum terhadapmasyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai
Pelayanan dalam rangkamelaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap terhadap masyarakat
yang
membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di
dalammelaksanakan profesi hukum kita harus mengutamakan etika dalam setiap berhubungan
denganmasyarakat khususnya warga masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum.Selain itu
dalam pelaksanaan tugas profesi hukum itu selain bersifat kepercayaan yang berupa habl min-
annas (hubungan horizontal) juga harus disandarkan kepada habl min Allah(hubungan vertikal),
yang mana habl bin Allah itu terwujud dengan cinta kasih, perwujudan cintakasih kepada-Nya
tentunya kita harus melaksanakan sepenuhnya atau mengabdi kepada perintah- Nya yangb
antara lain cinya kasih kepada-Nya itu direalisasikan dengan cinta kasih antar sesamamanusia,
dengan menghayati cinta kasih sebagai dasar pelaksanaan profesi, maka otomatis akanmelahirkan
moyivasi untuk mewujudkan etika profesi hukum sebagai realisasi sikap hidup dalammengemban
tugas (yang pada hakikatnya merupakan amanah) profesi hukum. Dan dengan
itu profesi hukum memperoleh landasan keagamaan, maka ia (pengemban proesi) akan nmelihat
profesinya sebgai tugas kemasyarakatan dan sekaligus sebagai sarana mewujudkan kecintaankep
ada Allah SWT dengan tindakan nyata.Menyangkut etika profesi hukum ini di ungkapkan bahwa
(Arif
sidhrta,1992:107)etika profesi adalah sikap etis sebgai bagian intergral dari sikap hidup dalam m
enjalani kehidupansebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang bersangkutan
sendiri yang dapatatau paling mengetahui tentang apakah prilaku dalam mengemban profesi
memenuhi tuntutanetika profesinya atau tidak. Karena tidak memiliki kompetensi teknikal, maka
awam tidakmemilikinhal tiu. Di sampin tiu, pengemban profesi sering dihadapkan pada situasi
yangmenimbulkan masalah pelik untuk menentukan perilaku apa yang memenuhi tuntunan
etika profesi. Sedangkan prilaku dalam mengemban profesi dapat membawa akibat (negatif) yang
jauhterhadap klien atau pasien. Kenyataan yang dikemukakan tadi menunjukan bahwa
kalangan pengemban profesi itu sendiri membutuhkan adanya pedoman objektif yang kongkret b
agi prilaku profesinya. Karena itu dari lingkungan para pengemban profesi itu sendiri
dimunculkanlah seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi
dalammengemban profesi.Perangkat kaidah itulah yang disebut kode etik profesi (bisa di singkat:
kode eitk), yangdapat tertulis maipun tidak tertulis yang diterapkan secara formal oleh organisasi
profesi
yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi klien atau pasien (warga masyarakat) dari
penyalahgunaan keahlian dan atau otoritas profesional.Dari uraian diatas terlihat betapa eratnya
hubungan antara etik dengan profesi hukum,sebab dengan etika inilah para profesional hukum
dapat melaksanakan tugas (pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan
terhadap martabat manusia yang padaakhiranya akan melhirkan kesdilan ditengah-tengah
masyarakat. Ketertiban dan kedamaian
yang berkeadilan adalah merupakan kebutuhan pokok manusia, baik dalam kehidupan masyaraka
tmaupun dalam kehidupan bernegara, sebab dengan situasi ketertiban dan kedamaian
yang berkeadilanlah, manusia dapat melaksanakn aktivitas pemenuhan hidupnya, dan tentunya
dalamsituasi demikian pulalah proses pembangunan dapat berjalan sebagaimana diharapakan.

10. Nilai-Nilai Pancasila Yang Terkandung Sebagai Pedoman Politik


Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesiamerupakan nilai yang tidak
dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masingsilanya. Untuk lebih memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.Dalam sila ini
terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa.
2.Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Kemanusian berasal dari katamanusia yaitu mahluk yang
berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan
manusia padatingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khasmanusia sesuai dengan martabat.
3.Persatuan Indonesia. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-
macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.Persatuan Indonesia dalam sila ketiga
ini mencakup persatuan dalam artiideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan.
PersatuanIndonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayahIndonesia. Persatuan
Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalamkehidupan.
4.Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam Per-musyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan. Rakyat merupakan sekelompokmanusia yang berdiam dalam satu wilayah negara
tertentu. Dengan silaini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi
yangmenempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
5.Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial berartikeadilan yang berlaku
dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuksetiap orang
yang menjadi rakyat Indonesia.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik
menuntutagar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:a) Asas legalitas (
legitimasi hukum). b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)c)
Dilaksanakan berdasarkan prinsip
– prinsip moral / tidak bertentangandengannya (legitimasi moral).Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat memiliki tiga dasar tersebut.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik
menyangkutkekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik, pembagian sertakewenangan harus
berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moralkemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia
adalah negara hukum, oleh krena itu „ keadilan‟ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebagai
mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara.Oleh karena itu
dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segalakebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta
pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang
berlaku Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dankekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena iturakyat adalah merupakan asal mula
kekuasan negara. Oleh karena
itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan,serta kewenangan
harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.Pada kehidupan berpolitik
sangat diperlukan sikap yang sesuai dengannilai-nilai Pancasila. Seorang pemimpin harus mampu
menjadi pemimpinyang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila agar dapat mengarahkanrakyat
ke arah yang lebih baik. Sikap takwa terhadap Tuhan Yang MahaEsa, menjunjung persatuan
bangsa, adil, bijaksana dan mampu mengayomirakyat merupakan kunci menjadi seorang
pemimpin yang baik agar mampumenjadi pemimpin yang dapat menunjukkan etika berpolitik
dengan baik.
Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik
Penyimpangan yang terjadi terhadap nilai-nilai Pancasila semakinmarak terjadi khususnya dalam
etika berpolitik. Salah satunya adalahlemahnya kepemimpinan yang demokratis. Pemimpin
seharus bersifatdemokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah
membuatkeputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karenakekuasaan tertinggi di
negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat,dan para pemimpin hanya sebagai wakil bagi
rakyat untuk mengatur danmengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran
bersama. Namun sekarang semakin banyak terdapat pemimpin yang bersikap otoriterdan tidak
sesuai dengan nilai Pancasila.Saat ini sering kali para wakil rakyat mempertontonkan perilaku
ygmencemaskan rakyat ketika menyelesaikan suatu masalah untukkepentingan rakyat, perang
mulut sampai adu jotos itu diperagakan di depankamera. Wakil rakyat itu jelas-jelas menyimpang
dari amanat rakyat sama
11.
12. Etika berpolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita harus mengakui bahwa
saat ini banyak kalangan elite politik cenderung berpolitik dengan melalaikan etika
kenegarawanan. Banyak sekali kenyataan bahwa mereka berpolitik dilakukan tanpa rasionalitas,
mengedepankan emosi dan kepentingan kelompok, serta tidak mengutamakan kepentingan
berbangsa. Hal ini sangat menghawatirkan karena bukan hanya terjadi pembunuhan karakter
antarpemimpin nasional dengan memunculkan isu penyerangan pribadi, namun juga politik
kekerasan pun terjadi. Para elite politik yang saat ini cenderung kurang peduli terhadap terjadinya
konflik masyarakat dan tumbuhnya budaya kekerasan. Elite bisa bersikap seperti itu karena mereka
sebagian besar berasal dari partai politik atau kelompok-kelompok yang
berbasis primordial sehingga elite politik pun cenderung berperilaku yang sama dengan perilaku
pendukungnya. Bahkan elite seperti ini merasa halal untuk membenturkan massa atau
menggunakan massa untuk mendukung langkah politiknya. Elite serta massa yang cenderung
berpolitik dengan mengabaikan etika, mereka tidak sadar bahwa sebenarnya kekuatan yang
berbasis primordial di negeri ini cenderung berimbang. Jika mereka terus berbenturan, tak akan
ada yang menang. Kurangnya etika berpolitik sebagaimana prilaku elite di atas merupakan akibat
dari ketiadaan pendidikan politik yang memadai. Bangsa kita tidak banyak mempunyai guru politik
yang baik, yang dapat mengajarkan bagaimana berpolitik tak hanya memperebutkan kekuasaan,
namun dengan penghayatan etika serta moral. Politik yang mengedepankan take and
give, berkonsensus, dan pengorbanan. Selain itu kurangnya komunikasi politik juga menjadi
penyebab lahirnya elite politik seperti ini. Yaitu elite politik yang tidak mampu menyuarakan
kepentingan rakyat, namun juga menghasilkan orang-orang yang cenderung otoriter, termasuk
politik kekerasan yang semakin berkembang karena perilaku politik dipandu oleh nilai-nilai emosi.
Saat ini negara sedang mengalami berbagai persoalan, tentu kita semua telah mahfum. Tidak hanya
pada sektor atau bidang tertentu saja, persoalan telah muncul di hampir semua sendi kehidupan
berbangsa. Kecenderungan yang ada, persoalan itu semakin hari bukannya semakin menyederhana
tetapi kian kompleks dan rumit. Ini bisa terjadi bukan karena kita tidak melakukan apapun untuk
mengatasinya. Setiap persoalan telah coba kita atasi dan hadapi dengan menerapkan pendekatan-
pendekatan tertentu. Pun demikian, reformasi segala bidang sudah ditempuh untuk melakukan
perbaikan-perbaikan. Itu sebabnya, reformasi pada 1998 dilakukan, dengan harapan kondisi segera
berubah dan lebih baik. Sudah lebih kurang 14 tahun reformasi dilakukan, persoalan-persoalan itu
tak juga dapat tuntas diselesaikan. Ada beberapa bidang yang mendapat klaim agak sedikit
membaik, seperti bidang ekonomi misalnya, namun tidak sedikit yang makin terpuruk seperti
bidang hukum, politik, dan sosial. Dulu, reformasi dilakukan antara lain untuk memperbaiki
hukum dan politik yang kurang memberikan makna bagi kemaslahatan rakyat. Setelah reformasi,
bukannya tambah baik, hukum dan politik tetap lebih sering dibelokkan menjadi instrumen untuk
mencapai atau melanggengkan kekuasaan. Hukum dengan segenap institusinya juga tak mampu
meredam kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan praktik-praktik kotor lainnya.
Politik dipraktikkan dengan perilaku yang minim kesantunan. Praktiknya, politik direduksi untuk
alasan kekuasaan bukan sebuah proses mewujudkan kebaikan bersama. Politik identitas semakin
menguat mengalahkan visi kebersamaan sebagai bangsa seiring rasa saling percaya diantara
sesama warga bangsa yang memudar pelan-pelan. Distrust itu telah menimbulkan disorientasi, tak
ada pegangan bagi rakyat mengenai hendak dibawa kemana bangsa ini dijalankan. Pada gilirannya,
disorientasi itu pun berpeluang mencetak pembangkangan (disobedience), yang dalam skala kecil
atau besar, sama-sama membahayakan bagi integrasi bangsa dan negara. Setelah segala cara
memperbaiki sistem, baik hukum, sosial, politik, dan ekonomi dilakukan dan tak juga
menunjukkan hasil, maka banyak yang kemudian meyakini bahwa problem sebenarnya bukanlah
soal sistem belaka, melainkan berkait dengan soal etika berbangsa dan bernegara yang meredup.
Betapapun sistem diubah dan diganti, tetap saja problem tak kunjung tuntas teratasi selama kita
belum mampu membenahi etika berbangsa dan bernegara. Jadi, inti persoalannya sekarang ialah
soal melemahnya etika berbangsa dan bernegara. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan
kondisi bangsa ini haruslah memperhatikan fakta bahwa krisis ini bertalian erat dengan krisis etika
dan moralitas. Untuk itu, upaya menemukan solusi harus disertai upaya mengingat dan
memperkuat kembali prinsip-prinsip fundamen etis-moral dan karakter bangsa berdasarkan
falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam konstitusi kita, UUD
1945. Untuk itu perlu diketahui tentang bagaimana sesungguhnya Carut marut politik nasional,
bagaimana Membangun politik etis dan berakhlak mulia, dan bagaimana Membangun politik
social. Carut marut politik nasional Kekuasaan Soeharto selama 32 tahun merupakan sesuatu
yang fenomenal. Kemajuan ekonomi yang sempat diraih diera pemerintahan soeharto tidak diikuti
oleh perubahan politik dalam mendorong demokrasi. Sebaliknya justru kemajuan ekonomi ini
memberikan basis legitimasi bagi kelangsungan otoritarianisme.

Pertama, betapa pun kasar dan tidak satunnya suatu politik, tindakannya membutuhkan legitimasi.
Legitimasi tindakan ini mau tidak mau harus merujuk kepada norma-norma moral, nilai-nilai,
hukum atau peraturan perundangan. Di sini letak celah di mana etika politik bisa berbicara dengan
otoritas.
Kedua, etika politik berbicara dari sisi korban. Politik yang kasar dan tidak adil akan
mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan
reaksi indignation (terusik dan protes terhadap ketidakadilan). Keberpihakan kepada korban tidak
akan menolerir politik yang kasar. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik.
Ketiga, pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan yang berlarut-larut akan membangkitkan
kesadaran akan perlunya penyelesaian yang mendesak dan adil. Penyelesaian semacam ini tidak
akan terwujud bila tidak mengacu kepada etika politik. Pernyataan “perubahan harus
konstitusional” menunjukkan etika politik tidak bisa diabaikan begitu saja.

13. Hubungan Etika, Nilai, Norma, dan Moral

Etika adalah ilmu yang secara kritis membahas alasan manusiamengikuti aturan moral atau cara
menyikapi suatu hal dengan sesuaiajaran moral. Di sisi lain etika juga berkaitan dengan kebiasaan
hidup baikdan tata cara hidup yang baik. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dandiwariskan dari
generasi ke generasi lain. Dalam arti ini etika samamaknanya dengan moral.Manusia yang
bermoral adalah manusia yang memiliki tingkah lakuyang baik. Tingkah laku yang bernilai baik
ini hanya dapat dinilai olehorang lain, karena nilai baik ataupun buruk adalah ukuran
subjektifseseorang terhadap suatu hal.Kemudian moral-moral yang berasal dari budaya yang
berbeda-beda itu dikelompokkan sehingga terbentuklah norma yang menjadiaturan dan pembatas
bagaimana manusia bertingkah laku. Norma adalahaturan mengenai tingkah laku yang mengikat
dan berlaku di masyarakat.Norma cakupannya lebih sempit dari etika. Norma hanyamenjelaskan
macam-macam aturan tentang tingkah laku yang adasedangkan etika memahami secara kritis suatu
nilai moral dan alasanmengapa setiap orang harus mematuhi norma-norma tersebut.
Denganadanya kesadaran beretika, manusia secara sadar maupun tidak sadarakan mematuhi
norma-norma tersebut

14. Pengertian legitimasi hukum

“Legitimasi hukum adalah pengakuan hukum yang terdapat di tengah masyarakat yang bisa di
katakan ada kaitannya dengan tindakan perbuatan hukum yang berlaku serta berbagai undang-
undang yang sah dan sudah di tetapkan”

Hal ini meliputi di antaranya yaitu peraturan hukum formal, hukum etnis, hukum adat-istiadat dan
juga hukum kemasyarakatan yang memang telah ada pada masyrakat tersebut dan di akui
keabsahannya, hingga dengan melihat penjelasan di atas maka legitimasi memang penting pada
kehidupan masyarakat luas.

Dari segi pelaksanaanya, legitimasi bisa bilang memang di tujukan secara khusus untuk pemegang
kekuasaan dalam menggunakan berbagai cara dan tataran masyarakat yang berbedayang biasanya
masih melibatkan berupa ritual formal yang sifatnya religious, hingga dalam hal ini melibatkan
berbagai pihak yang memiliki beberapa kepentingan.

Kemungkinan ini bisa saja terjadi dalam sebuah tataran masyarakat yang masih memiliki hubungan
erat dengan konsep adat dan budaya lokal itu sendiri, dimana hal ini di lakukan sebagai suatu
kewajiban.

Contoh legitimasi hukum


UU pornografi dan UU ITE , Para pelaku dan penyebar video porno harus siap dan terima dengan
ganjaran hukum yang telah tercatat dalam undang–undang tersebut jika ada yang melanggarnya.

Koruptor yang sudah menghabiskan uang rakyat dan membuat dollar mereka beranak cucu diluar
negeri, maka harus siap sedia untuk menerima setiap resiko yang sudah ditetapkan aturannya dalam
UU korupsi, sehingga tidak membiarkan para koruptor tersebut bebas bergentangan untuk
menghabiskan uang rakyat.

Adanya UU perkawinan, yang mewajibkan pendaftaran dan pencatatan perkawinan, jika ada yang
berpoligami harus atas dasar persetujuan pengadilan setempat.

MORAL Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari norma-norma moral.
Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik dari legislatif maupun
dari eksekutif dapat dipertanyakan dari norma-norma moral, tujuannya yaitu agar kekuasaan itu
mengarahkan kekuasaan ke pemakaian kebijakan dan cara-cara yang semakin sesuai dengan
tuntutan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Anda mungkin juga menyukai