Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1.

 
Tulis sejarah perpajakan di Indonesia dari masa sebelum kemerdekaan sampai tahun 1983 !
Jawaban :
Sejarah perpajakan di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa kurun waktu yaitu masa
penjajahan Belanda, setelah merdeka sampai 1979, 1979 sampai tahun 1983, dan 1983
sampai sekarang. Adapu sejarah perpajakan di Indonesia dari masa sebelum kemerdekaan
sampai tahun 1983 adalah sebagai berikut :
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, sistem perpajakan menekankan fungsinya pada segi
pemasukan keuangan untuk keperluan penjajahan di negri Belanda. Karena pajak ditarik dari
rakyat untuk kepentingan pembangunan di Negri Belanda maka sistem pemungutan pajak
yang dianut pada masa itu adalah sistem yang meletakkan dasar kekuatan administrasi
perpajakan. Sistem ini menekankan bahwa jumlah pajak terutang, sepenuhnya ditentukan
oleh aparat pajak. Kelemahan sistem ini adalah wajib pajak tidak diberikan kepercayaan sama
sekali dalam penghitungan utang pajaknya. Aparat perpajakan memiliki wewenang yang
sangat luas, sehingga sangat merugikan wajib pajak.

Setelah merdeka sampai 1979


Di Indonesia, berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (Payment in Kind), kerja paksa
maupun dengan bentuk uang dan upeti telah lama dikenal . Pungutan dan beban rakyat
indonesia semakin terasa besarnya,terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602 dan
dilanjutkan dengan pemerintahan kolonial belanda
Adapun himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan para wajib
pajak serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut, inilah yang lazim disebut
dengan hukum pajak khusus di Indonesia telah diatur salah satu Direct Tax, yakni: Undang -
Undang Republik 1ndonesia No. 12 Tahun 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang
berlaku sejak Tanggal 28 Desember 1985 yang diundangkan dalam lembaran Negara
Republk Indonesia No. 3312 dan penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia  tahun 1985 nomor 60.
Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang
dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja
ataupun penguasa. Saat itu, rakyat meberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk
natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperi pisang, kelapa, dan lain-lain.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja
atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan prestasi yang dikembalikan kepada rakyat
karena memang  sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan
secara psikologis  karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan
rakyat.
Dalam perkembangannya sifat upeti yang diberikan oleh rakyat hanya untuk kepentingan raja
saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian kepada
rakyat atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan
rakyat, memelihara jalan, pembangunan saluran air, membangun sarana sosial lainnya, serta
kepentingan umum lainnya. Perkembangan dalam masyarakat mengubah sifat upeti
(pemberian) yang semua dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, yang
kemudian dibuat suatu aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun
unsur keadilan lebih diperhatikan untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat di
ikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak yang nantinya akan
dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri
Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak
undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
9. Undang-undang Pajak Radio;
10. Undang-undang Pajak Pembangunan I;
11. Undang-undang Pajak Peredaran.
Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang, antara lain:
1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968;
2. UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan Undang-undang No. 10
Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;
3. UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
4. UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;
5. UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, Pajak Kekayaan,
dan Pajak Perseroan atau Tata Cara Mengitung Pajak Sendiri (MPS), Menghitung Pajak
Orang lain (MPO).

Tahun 1979 sampai tahun 1983


Terlalu banyaknya undang-undang  yang dikeluarkan mengakibatkan masyrakat mengalami
kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang di atas ternyata dalam
perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan dan masih memuat unsur-unsur kolonial.
Maka pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat
melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-
undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang
sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam
hal pemungutan pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem
perpajakan yang semula official assessment diubah menjadi self assessment.
 Kelima undang-undang tersebut adalah:
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;
4. UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);
5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Sejak tahun 1983 telah berlaku Undang-Undang No.6 Tahun 1983, Undang-Undang No.7
Tahun 1983 dan Undang-Undang No.8 Tahun 1983. Dalam undang-undang perpajakan tahun
1983 tersebut berlaku asas perpajakan Indonesia, yaitu :
1. Asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk
membayar pajak.
2. Asas keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak lagi
diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.
3. Asas kepastian hukum, wajib pajak diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah
dimengerti serta pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis.
4. Asas kepercayaan penuh, masyarakat diberikan kepercayaan enuh untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya, termasuk keaktifan pelaksanaan administrasi
perpajakan.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 6, 7, dan 8 Tahun 1983 maka sistem perpajakan
Indonesia secara mutlak menganut sistem self assessment dan kewenangan aparat pajak tidak
lagi seluas kewenangan yang diperolehnya dalam undang-undang perpajakan yang lama.

TUGAS 2.
Fungsi Pajak adalah sebagai sumber keuangan negara. Cari refrensi berapa persen APBN
bersumber dari pajak, cari data 5 tahun terakhir !
Jawaban:
 Tahun 2016 penerimaan perpajakan: 1.546,7 T atau sebesar 84,9%
 Tahun 2017 penerimaan perpajakan: 1.498,9 T atau sebesar 85,6%
 Tahun 2018 penerimaan perpajakan: 1.618,1 T atau sebesar 85,4%
 Tahun 2019 penerimaan perpajakan: 1.786,4 T atau sebesar 82,5%
 Tahun 2020 penerimaan perpajakan: 1.865,7 T atau sebesar 83,5%

Sumber: kemenkeu.go.id

Anda mungkin juga menyukai