Anda di halaman 1dari 47

1

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THALASEMIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I yang
diampu oleh:

Yuliastati, M.Kep

Disusun oleh:

Isna Sita Fauziah

P17320313066

Tingkat 2A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI BANDUNG

2015
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat, sehingga penyusun
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Thalasemia. Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari makalah yang telah dibuat ini belum sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penyusun terima guna
perbaikan di masa yang akan datang. Penyusun berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca dan dapat dikembangkan.
Penyusun memohon maaf bila terdapat kesalahan yang tidak berkenan pada makalah
ini. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih atas perhatian pembaca.

Bogor, April 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan...........................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................2

BAB II Tinjauan teori........................................................................................3

A. Konsep Penyakit Thalasemia.................................................................3

1. Pengertian.........................................................................3
2. Etiologi............................................................................ 5
3. Manifestasi Klinis..............................................................6
4. Patofisiologi......................................................................8
5. Pathway...........................................................................9
6. Komplikasi.....................................................................10
7. Pemeriksaan Penunjang....................................................10
8. Penatalaksanaan...............................................................12
B. Askep teori...........................................................................................15

1. Pengkajian......................................................................15
2. Diagnosis/ Masalah yang sering terjadi................................19
3. Intervensi....................................................................... 19
4. Implementasi...................................................................22
5. Evaluasi.........................................................................22
BAB III Kasus Teori........................................................................................24

A. Kasus Penyakit.....................................................................................24

1. Pengkajian......................................................................24
2. Analisa Data...................................................................31
3. Diagnosa Keperawatan.....................................................32
4. Rencana Keperawatan......................................................32
5. Catatan Keperawatan/Catatan Perkembangan......................37
BAB IV Penutup dan Simpulan.......................................................................42

Daftar Pustaka..................................................................................................43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka
diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya.
Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang berisiko tinggi untuk penyakit
thalasemia. Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan terganggunya
produksi hemoglobin dalam sel darah merah. "Prevalensi thalasemia bawaan atau
carrier di Indonesia adalah sekitar 3-8 persen," kata Wakil Menteri Kesehatan Ali
Ghufron Mukti, dalam sambutannya di puncak peringatan hari ulang tahun Yayasan
Thalasemia Indonesia ke-25 di Gedung BPPT, Jakarta, hari ini.Wamenkes
menjabarkan, jika persentase thalasemia mencapai 5 persen, dengan angka kelahiran
23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000
bayi penderita thalasemia yang lahir tiap tahunnya.

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional


thalasemia adalah 0,1 persen. "Ada 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi
thalasemia lebih tinggu dari prevalensi nasional," ungkap Wamenkes. Beberapa dari 8
propinsi itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4 persen, Jakarta dengan
12,3 persen, Sumatera Selatan yang prevalensinya 5,4 persen, Gorontalo dengan
persentase 3,1 persen, dan Kepulauan Riau 3 persen. Menurut Ali, setiap tahun,
sekitar 300.000 anak dengan thalasemia akan dilahirkan dan sekitar 60-70 ribu, di
antaranya adalah penderita jenis beta-thalasemia mayor, yang memerlukan transfusi
darah sepanjang hidupnya."Beban bagi penderita thalasemia mayor memang berat
karena harus mendapatkan transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Penderita
thalasemia menghabiskan dana sekitar 7-10 juta rupah per bulan untuk pengobatan,"
ungkap Wamenkes.

Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor, yang terjadi pada
orang sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan thalasemia
intermedia, yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala
dan dapat bertahan hidup sampai dewasa. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 1994 menunjukkan persentase orang yang membawa gen thalasemia di seluruh
dunia mencapai 4,5 persen atau sekitar 250 juta orang. Jumlah kasus thalasemia
cenderung meningkat dan pada tahun 2001 diperkirakan jumlah pembawa gen
thalasemia mencapai 7 persen dari penduduk dunia.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana konsep penyakit Thalasemia?

2) Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Thalasemia?

3) Bagaimana contoh kasus klien dengan Thalasemia?

C. Tujuan

1) Agar pembaca mengetahui dan memahami pengertian, etiologi, manifestasi


klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan dan penatalaksanaan Thalasemia

2) Agar pembaca mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan


Thalasemia

3) Agar pembaca bisa mengetahui contoh kasus klien dengan Thalasemia

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit Thalasemia

1. Pengertian

Thalasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara


autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau lebih rantai polipeptida
hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia
hemolitik. Dengan kata lain, Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah
Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah
rantai globin atai struktur Hb.

Hemoglobin adalah komponen pembawa oksigen dari sel darah merah.


Hemoglobin terdiri dari dua protein yang berbeda, alpha dan beta. Jika tubuh tidak
menghasilkan cukup salah satu dari dua protein ini, sel-sel darah merah tidak akan
membentuk dengan benar dan tidak dapat membawa oksigen yang cukup. Hasilnya
adalah anemia yang dimulai pada anak usia dini dan berlangsung seumur hidup.
Karena thalassemia bukan gangguan tunggal tetapi sekelompok gangguan yang
terkait yang mempengaruhi tubuh manusia dengan cara yang sama, penting untuk
memahami perbedaan antara berbagai jenis thalassemia.

Ada dua jenis Thalasemia:

a. Thalasemia alpha

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintetis globin-α bank


ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi
gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk Thalasemia- α yang berbeda
telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, atau semua empat gen ini.

1) Delesi gen globin- α tunggal


Ini menghasilkan pengidap tenang fenotipe Thalasemia- α (silent carrier).
Biasanya tidak ada abnormalitas hematologi yang nyata, kecuali mikrositosis ringan.

2) Delesi dua gen globin- α

Memperlihatkan gambaran pengemban bakat Thalasemia- α, dengan anemia


mikrositik ringan. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4)
dapat ditemukan pada elektroforesis Hb.

3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β
menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang
abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).

4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya
diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan
rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-
masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti
terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil)
(Sachdeva, 2006).

b. Thalasemia beta

Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang
diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:

1) Thalasemia beta mayor

Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan


hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua
orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia
dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada
tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan
hepatosplenomegali.

2) Thalasemia Intermedia dan minor

Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal
agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar
bilirubin sedikit meningkat.

2. Etiologi

Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang


membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di
dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari
paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila
produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada,maka pasokan energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi
tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara
normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan.
Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100
hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh :

a. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)

b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada
Thalasemia)

Penyebab Thalasemia β mayor.

Thalasemia mayor terjadi apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua orang
tua. Jika bapa atau ibu merupakan pembawa thalasemia,mereka boleh menurunkan
thalasemia kepada anak-anak mereka. Jika kedua orang tua membawa ciri tersebut
maka anak-anak mereka mungkin pembawa atau mereka akan mnderita penyakit
tersebuat

3. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan
dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit
ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan
terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai
demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan
pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan


pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system
eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan
kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat
anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien
menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5
tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat
timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan


perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung
(aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).

Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :

a. Thalasemia Mayor:

Pucat Epistaksis
Lemah Sel darah merah mikrositik dan
Anoreksia
hipokromik
Sesak napas Kadar Hb kurang dari
Peka rangsang
Tebalnya tulang kranial 5gram/100 ml
Pembesaran hati dan limpa / Kadar besi serum tinggi
Ikterik
hepatosplenomegali Peningkatan pertumbuhan
Menipisnya tulang kartilago,
fasial mandibular; mata sipit,
nyeri tulang
Disritmia dasar hidung lebar dan datar.
b. Thalasemia Minor

Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah
kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

4. Patofisiologi

Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta
polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam
proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan
compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap
aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang
tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah
yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses
hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone
marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam
transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ
(hemosiderosis).
5. Pathway
Kelainan Genetik
Gangguan rantai peptide
Kesalahan letak asam amino polipeptida

Rantai β dalam molekul Hb

G3 Eritrosit naik pada rantai α

Β produksi terus-menerus

Hb defectife

Ketidakseimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis Anemia

Suplai O2 ke jaringan berkurang


6. Komplikasi

Ketidakseimbangan antaraAkibsuplayat anemO2ia danyangkebutbPerubahanerat dan lamperfusia, seringjaring


darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar,
Intoleran aktifitaslimpa, kulit,kelemahanjantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat terse
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang
kadang thalasemia disertai
anoreksia tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan

Gangguan pemenuhan nutrisi


trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2002)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis
hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test.

a. Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai


gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

1) Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada


kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan
darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna
untuk skrining.
2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara


dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan
dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran
yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
(Wiwanitkit, 2007).

3) Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).

4) Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan


parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x
MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC
tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh


sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani,
2011).
b. Definitive test

1) Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam


darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-
3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti
pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

2) Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.


Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula
membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau
Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).

3) Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.


Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga
menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

8. Penatalaksanaan

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari

pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya


penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah
dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi
dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan
dalam waktu lebih dari 12 jam.

b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan


meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang
sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan


Alatas, 2002; Herdata, 2008)

d. Medikamentosa

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah


kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
e. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,


menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah
atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat
badan dalam satu tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita


thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali.
Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak
yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan
untuk melakukan transplantasi ini.

f. Suportif

Tranfusi Darah

Hb penderita diper-tahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuh`an dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk
setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
B. Askep teori

1. Pengkajian

a. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar Laut Tengah


(Mediterania) seperti Turki, Yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di Indonesia sendiri,
Thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah
yang paling banyak diderita.

b. Umur

Pada Thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada Thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6
tahun.

c. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas atau infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.

d. Pertumbuhan dan Perkembangan

Sering di dapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap


tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor. Pertumbuhan
fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak
juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan

Karena ada aborexia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

f. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seriusanya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.

g. Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah ada orang
tua yang menderita thalasemia. Apabila kedua orangtua menderita thalasemia, maka
anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang
mungkin disebabkan karena keturunan.

h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Care)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya


faktor risiko thalasemia. Sering orangtua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
ada faktor risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter.

i. Data keadaan fisik anak thalasemia yang sering didapatkan di antaranya


adalah:

1) Keadaan umum

Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tida selincah anak
seusianya yang normal.

2) Kepala dan bentuk muka


Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah Mongoloid, yaitu hidung pesek
tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

3) Mata dan konjungtiva telihat pucat kekuningan

4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5) Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.

6) Perut

Keliahatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
(hepatosplemegali).

7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB-nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya.

8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas

Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan


rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tahap adolesense karena adanya anemi kronik.

9) Kulit

Warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat


transfuse darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kullit (hemosiderosis).
10) Penegakan diagnosis

a) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan


gambaran sebagi berikut:

Anisositosis (set darah tidak terbentuk secara sempurna)


Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak terdapat sel
normoblast, serta kadar Fe dalam serum tinggi.

b) Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena
sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari
penghancuran sel darah merah di dalam pembuluh darah.

11) Program terapi

Prinsip terapi pada anak denganThalasemia adalah mencegah terjadinya


hipoksia jaringan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah:

a) Transfusi darah. Diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gram)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.

b) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih daari 2 tahun dan bila
limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan
cukup besar.

c) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.

d) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu

ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum the.

e) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untukanak yang sudah berumur


diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya
sangat mahal dan sarananya belum memadai.
2. Diagnosis/ Masalah yang sering terjadi

a. Perfusi jaringan yang tidak mencukupi

b. Kecemasan (keluarga dan anak)

c. Gangguan pemenuhan nutrisi

d. Gangguan aktivitas fisik

e. Gangguan pertumbuhan fisik

f. Resiko (potensial) terjadi infeksi/komplikasi

3. Intervensi

Apabila ditemukan anak yang mungkin menderita thalasemia dan belum


pernah ditangani oleh dokter, segera rujuk anak ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas lebih lengkap. Anak dengan thalasemia tidak selalu perlu dirawat inap di
rumah sakit, kecuali bila ada komplikasi atau penyakit penyerta. Secara periodic,
anak perlu control untuk transfuse darah. Oleh karena itu, tujuan perawatan anak
thalasemia adalah:

Pertama, anak akan terpenuhi kebutuhan perfusi jaringannnya sehingga dapat


melaksanakan aktivitas yang layak sesuai dengan kemampuannya.

Kedua, keluarga dapat memahami keadaan anaknya sehingga rasa cemasnya


berkurang, dapat membantu progrqm terapi anaknya, dan bersedia untuk mengikuti
konseling genetic.

Ketiga, terhindar dari risiko infeksi/komplikasi seperti ISPA, gagal jantung


dan perdarahan lien.

Keempat, terpenuhi kebutuhan nutrisi anak dan anak dapat tumbuh normal.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut diatas yang mungkin
timbul, rencana tindakan yang diperlukan adalah:
a. Memulihkan/mengembalikan perfusi jaringan secara mencukupi, yaitu dengan
jalan melakukan transfusi sesuai dengan protocol (macam darah sesuai program
dokter). Hal yang perlu diperhatikan adalah:

1) Jelaskan semua prosedur untuk mengurangi kecemasan

2) Cari lokasi vena yang mudah

3) Monitor tanda vital sebelum, selama, dan sesudah transfuse serta reaksinya
(misalnya: panas, menggigil, dan urtikaria). Apabila terjadi reaksi, hentikan transfuse
dan segera beritahu dokter.

4) Spoel dengan cairan infuse 0,9% , Normal Saline/RL sebelum dan sesudah
transfuse.

b. Beri dukungan psikososial pada anak dan keluarga untuk mengurangi


kecemasan dan ketidaktahuan:

1) Membesarkan hati anak dan keluarga agar tidak merasa cemas atau bersalah
dan agar terbuka dalam mengunngkapkan perasaannya.

2) Menyiapkan anak dan keluarganya untuk prosedur yang dilaksanakan dengan


menjelaskan tujuan prosedur tersebut.

3) Jika tranplantasi sumsum tulang disarankan oleh dokter, beri dukungan untuk
mengambil/menentukan keputusan.

4) Jika anak diperbolehkan untuk rawat jalan, siapkan instruksi/prosedur untuk


perawatan di rumah (misalnya, menghindari ruptus serta melaksanakan diet yang
tidak tlalu banyak mengandung Fe)

5) Berikan pendidikan mengenai thalasemia yang meliputi pengertian, etiologi,


gejala dan tanda, pengobatan serta tindak lanjut (follow up) rutin.

6) Berikan konseling genetic pada orangtua bila mereka ingin untuk memiliki
anak lagi dan pada anak sendiri bila ingin menikah (konseling pra nikah).
c. Memenuhi kebutuhan nutrisi.

Anak dengan thalasemia mengalami anoreksia karena terdapat anemi yang


kronis. Anoreksia bisa dikurangi dengan memperbaiki anemianya yaitu dengan
transfusi. Untuk kebutuhan nutrisi peroral hal yang perlu diperhatikan:

1) Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dengan gizi menu


seimbang/bervariasi untuk menghindari kebosanan.

2) Hindari pemberian makanan yang banyak mengandung Fe, seperti hati,


sayuran hijau tua (misalnya: kangkung dan bayam) dan anjurkan minum teh untuk
mengurangi absorpsi Fe melalui usus. Hal tersebut untu menghindari penimmbunan
Fe dalam tubuh.

3) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering agar terpenuhi kebutuhan
tubuhnya.

4) Apabila tidak mampui makan sendiri perlu dibantu/disuapi

5) Ajak anak untuk makan bersama-sama dan ceritakan situasi yang

menyenangkan saat makan.

d. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, di antaranya dengan


cara:

1) Memberikan stimulus dengan umur anak

2) Transfusi darah secara teratur untuk mencegah Hb yang terlalu rendah

3) Penuhi kebutuhan nutrisi secara mencukupi

4) Memantau tumbuh kembang anak secara berkala


e. Mencegah risiko terjadi infeksi/komplikasi

1) Apabila terjadi infeksi saluran napas segera diatasi

2) Berikan nutrisi yang mencukupi dan transfusi darah secara teratur. Nutrisi dan
transfuse darah diharapkan meningkatkan daya tahan tubuh.

3) Anjurkan anak untuk minum the dan kolaborasikan dengan pemberian


Desferioxamine/Disperal unutk meningkatkan ekskresi Fe karena Fe yang tertimbun
dalam tubuh dapat memperbesar limpa.

4) Hindari terjadinya trauma/rupture lien, yaitu jika berbaring beri ganjalan


bantal pada bagian perut sebelah kiri karena trauma menyebabkan terjadinya
pendarahan.

5) Berkolaborasi dengan tim medis untuk Splenektomi bila lien terlalu besar,
guna menghinndari risiko perdarahan dan gagal jantung.

4. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat


5. Evaluasi

Evaluasi hasil yang diharapkan :

a. Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal

1) Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan

2) Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energy

b. Mencapai / mempertahanakan nutrisi yang adekuat

1) Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin

2) Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung


3) Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal

c. Tidak mengalami komplikasi

1) Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan


dispnu

2) Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu

3) Mempunyai tanda vital normal

4) Tidak mengalami tanda retensi cairan ( mis. Edema perifer, curah urin
berkurang, distensi vena leher )

5) Berorientasi terhadap nama, waktu, tempat, dan situasi

6) Terapi bebas dari cidera.

BAB III

KASUS TEORI

A. Kasus Penyakit

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama : An.B

TTL : 10 Juni 1995

Usia : 10 tahun

Nama Ayah : Tn. S


Pekerjaan : Guru

Pendidikan : Sarjana

Nama ibu : Ny. R

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Perumahan Miranti 53 Purworejo Jateng

Tanggal masuk : 5 Juni 2005

Tanggal pengkajian : 7 Juni 2005

b. Keluhan Utama

Muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal

c. Riwayat Penyakit

1) Riwayat penyakit sekarang

Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat
dan badan terasa lemah. Klien adalah penderita Talasemia b mayor, terdiagnosis 2
tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2 gr/dl,leuko
9200/mmk,Trombosit 284.000,segmen 49 %,Limfosit 49%,batang 1%. Atas
keputusan dokter akhirnya klien dianjurkan rawat inap di Ruang B4 untuk
mendapatkan tranfusi.

2) Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran


a) Prenatal : Selama hamil ibu klien memeriksakan kehamilannya secara
teratur di RS Islam Jakarta sebanyak 15 kali,Ibu mendapat multivitamin dan zat
besi,Imunisasi TT 1x dan selama kehamilan tidak ada keluhan.

b) Intra natal : Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan,lahir di


puskesmas setempat secara spontan, pervaginam letak sungsang,lahir langsung
menangis BBL 2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat.

c) Post natal : Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS Puskesmas


setempat. Kondisi klien pada masa itu sehat .

3) Riwayat Masa Lampau.

a) Penyakit waktu kecil : Pada waktu kecil klien jarang sakit dan setelah
berumur 2 tahun ketahuan anak menderita Talasemia.

b) Pernah dirawat dirumah sakit : Anak sering dirawat di RS karena Talasemia


terakhir Bulan Oktober 2004

c) Obat-obatan yang digunakan : Anak belum pernah diberikan obat sendiri


selain dari petugas kesehatan

d) Tindakan (operasi) : Belum pernah pernah dilakukan operasi pada An. B

e) Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan

f) Kecelakaan : Anak belum pernah mengalami kecelakaan

g) Imunisasi : Lengkap

Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan


BCG 1 Kali umur 1 bulan
DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan
Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan
Campak 1 kali umur 9 bulan

4) Riwayat Keluarga ( Genogram)


Keterangan:

= Klien

= Perempuan

= Laki-laki

= tinggal serumah
d. Kesehatan Fungsiolnal.

1) Pemeliharaan dan persepsi kesehatan :

Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya
pada petugas kesehatan di Rumah Sakit.

2) Nutrisi

Makanan yang disukai : Anak suka makan nasi dengan daging ayam

Alat makan yang dipakai : Sendok dan piring

Pola makan/jam : Selama di RS anak makan 3 kali sehari masing-


masing habis setengah porsi

Jenis makanan : Nasi TKTP

3) Aktivitas

Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan membaca


buku di tempat tidur.

4) Tidur dan istirahat

Pola tidur : Anak tidur cukup 8-9 jam

Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada kebiasaan khusus

Tidur siang : Anak tidur siang 1-2 jam

5) Eleminasi :

BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan

BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.

6) Pola hubungan
Yang mengasuh : Anak diasuh sendiri oleh orang tuanya

Hubungan dengan anggota keluarga : baik

Hubungan anak dengan orang tua : baik

Pembawaan secara umum : Anak berpenampilan rapi

Lingkungan rumah : Lingkungan rumah bersih,rumah permanen


milik sendiri ventilasi cukup sinar matahari
cukup,lantai keramik atap genteng.

7) Koping keluarga :

Stressor pada anak/keluarga : Anak dan keluarga cukup familiar dengan petugas dan
rumah sakit karena sudah sering dirawat di RS.

8) Kongnitif dan persepsi

· Pendengaran : Anak tidak mengalami gangguan pendengaran

· Penglihatan : Penglihatan anak normal

· Penciuman : Penciuman anak baik

· Taktil dan pengecapan : Anak dapat membedakan halus dan kasar.

9) Konsep diri :

Selama ini anak merasa tidak ada masalah dengan penampilan dan
pergaulannya dengan teman-temannya. Klien termasuk anak yang mudah bergaul dan
disukai oleh teman-temannya.

10) Seksual :

Anak berjenis kelamin laki-laki tidak ada kelainan genetalia.

11) Nilai dan kepercayaan :


Anak dilahirkan pada lingkungan keluarga beragama Islam,rajin dan sudah
mulai belajar untuk beribadah secara aktif. Keluarga memberikan kesempatan pada
anak untuk aktif dalam kegiatan TPAdi tempat tinggalnya.

e. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : KU lemah,kesadaran CM.


TB/ BB/ : 125 Cm/23 Kg
Lingkar kepala : 54 Cm
Mata : Conjuctiva anemis,Sklera ikterus
Hidung : Tidak ada kelainan,Discharge (-)
Mulut : Mukosa mulut pucat ,mulut bersih.gigi caries (+)
Telinga : Tidak ada kelainan,discharge (-)
Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk dan tidak ada pembesaran
kel.limfe
Dada : Bentuk simetris, Ictus cordis tak tampak
Jantung : Bunyi Jantung I S1 tunggal, S2 split tak
konstan,bising jantung (-)
Paru-paru : Suara nafas vesikuler,Wheezing tidak ada
Perut : Pembesaran Hepar tak teraba, Pembesaran Lien : (+)
Distensi abdomen(-),kembung(-), peristaltic usus (+)
Genetalia : Genetalia tak ada kelainan
Ekstremitas : Tangan kanan terpasang infus, gerakan ekstemitas
bebas, tonus otot normal, tidak ada edema,akral agak dingin
Kulit : Kulit bersih,turgor kulit normal,hiperpigmentasi (-)
Tanda vital : Suhu 36,4°C, Nadi 94x/mnt, Respirasi 24 x/mnt

f. Keadaan Kesehatan Saat Ini.

1) Diagnosa medis : Talasemia b

2) Tindakan operasi : -

3) Status nutrisi : Diit TKTP 3 x 1 porsi, FCM 2 x 200 cc

Menurut NCHS BB : 23/33,3 x 100% = 69,06% (Gizi Kurang)


4) Status cairan : Melalui oral (minum) ± 1000cc/hari dan melalui infus
dan darah 800 cc/hari. Total kebutuhan cairan anak 1800 cc/hari.

5) Obat-obatan : Infus KaEN3B

Asam Folat 1 x 5mg

Transfusi PRC 4 kolf

Disferal 500 mg dalam 200 cc Nacl

6) Aktivitas : Berbaring dan duduk serta membaca buku di tempat tidur

7) Tindakan keperawatan : Observasi TTV dan KU penderita, memberi

Transfusi PRC dan mengawasi reaksi transfusi, membantu memberi makan minum
dan obat oral,mengevaluasi asupan nutrisi,membantu ADL,merawat infus, dan
mengambil darah untuk pemeriksaan laboratorium

8) Hasil laboratorium :

Tanggal Mei 2005 :

HGB = 5,2 gr/dl; AL = 9200/mmk; Trombosit = 284.000; Segmen = 49%;


Limfosit 49%; batang 1%; Normoblast 25/100 leuko.

Tanggal Mei 2005:

HGB = 10,2 gr/dl; HCT = 34%

Hasil Rontgen : Tidak dilakukan


2. Analisa Data

N DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


O
1 Data Subyektif : Proses penyakit PK. Anemia
Ibu mengatakan badan anaknya
terasa lemah
Data Obyektif :
Muka pucat
Conjunctiva anemis
Mukosa bibir pucat
Hb 5,2 gr/dl
2 Data Subyektif Tidak seimbangan Fatigue/Kelemahan
Anak mengeluh badannya terasa kebutuhan
lemah pemakaian dan
Data Obyektif suplai
Aktivitas kebutuhan sehari-hari oksigen/penurunan
dibantu/ADL dibantu intake nutrisi
Skala ADL : 2
3 Data Subyektif : - Tindakan invasive Risiko Infeksi
Data Obyektif dan penurunan
Terpasang infus daya tahan tubuh
Anak anemis(conjuctiva dan
membran mukosa pucat)
4 Hb : 5,2 gr/dl
Data Subyektif Intake inadequat Ketidakseimbanga
Ibu mengatakan nafsu makan n nutrisi kurang
anaknya menurun dari kebutuhan
Data Obyektif
Porsi makanan yang disediakan
hanya habis ½ porsi
Menurut NCHS BB : 23/33,3 x
100% = 69 % (Gizi kurang)
3. Diagnosa Keperawatan

a. PK. Anemia b.d berkurangnya proses penyakit

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake inadequat

c. Fatique/Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen/penurunan intake

nutrisi

d. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur/tindakan invasive/penurunan status imunitas klien.

4. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi


O Keperawatan (NOC) (NIC)

1 PK Anemia Dapat meminimalkan atau mengatasi 1. Monitor


komplikasi anemia selama perawatan © TD minimal 3 kali seminggu
3x24 jam ditandai dengan : © Kadar HMT dan retikulosit setiap minggu
© Hb > atau sama dengan 10 gr% © Fe, kapasitas ikatan Fe total dan nilai feritin
© Toleransi terhadap aktifitas total
© Konjungtiva tidak anemis © Kalium serum
© Tidak sianosis © Status Fe
© Kadar aluminium
© Anjurkan untuk menyingkirkan antasida
luminium
© Resiko kehilangan darah
© Kaji penyebab yang mendasari
2. Pantau tanda dan gejala anemia
© Hb < 10gr/dl
© Wajah pucat,sklera icteric, konjungtiva
anemis
© Perubahan fungsi mental, gelisah
© Kulit dingin, lembab
© Gangguan hemodinamik
3. Kolaborasi dokter untuk pemberian
© Terapi intravena, tranfusi darah dan diet
2 Ketidakseimba Keseimbangan nutrisi dapat tercapai 1. Nutrient management
ngan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan © Kaji adanya alergi terhadap makanan
kurang dari selama 3x24 jam ditandai dengan: © Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan tipe
kebutuhan © Tidak terjadi penurunan atau nutrisi yang dibutuhkan.
tubuh b/d peningkatan BB dengan cepat © Anjurkan meningkatkan intake kalori, Fe, dan
intake © Turgor kulit normal tanpa udema vit C k/p
inadequat © Kadar albumin plasma 3,5-5,0 © Monitor jumlah kalori dan intake nutrisi
gr/dl © Bantu klien menerima program nutrisi yang dibuat
© Melaporkan peningkatan selera dirumah sakit
makan 2. Nutrient konseling
© Komunikasi terapeutik
© Bina hubungan saling percaya
© Kaji pola kebiasaan makan sebelum sakit
© Diskusikan makanan kesukaan dan tidak
disukai
© Evaluasi kemajuan program modifikasi diet
(tujuan)
3 Resiko Infeksi Pasien menunjukkan kontrol terhadap 1. Infection Control
resiko setelah dilakukan perawatan © Terapkan pencegahan universal
3x24 jam dengan indikator : © Berikan hiegine yang baik lingkungan atau
© Bebas dari tanda dan gejala infeksi. personal
© Mampu menjelaskan tanda dan gejala © Batasi jumlah pengunjung dan anjurkan cuci
infeksi tangan ketika kontak dengan klien
© Leukosit dalam batas normal © Lakukan dresing pada IV line dan Kateter
© Tanda vital dalam batas normal © Tingkatkan intake nutrisi dan istirahat yang
cukup
2. Infection Protection
© Monitor tanda dan gejala infeksi
lokal/sistemik
© Pantau hasil pemeriksaan laboratorium yang
mengindikasikan infeksi (WBC)
© Amati faktor2 yang dapat meningkatkan
infeksi
© Observasi area invasive
© Pertahankan tekhnik aseptic dalam
perawatan klien
3. Monitor Vital Sign
© Pantau suhu tubuh setiap 8 jam
4. Enviroment management
© Batasi pengunjung yang sedang
demam/influensa/sakit infeksi
5. Health education
© Jelaskan mengapa sakit dan pengobatan
meningkatkan resiko infeksi
© Anjurkan untuk menjaga kesehatan personal untuk
melindungi dari infeksi
© Ajarkan metode aman untuk
pengamanan/penyiapan makanan
© Pengendalian infeksi : Ajarkan tekhnik cuci
tangan
© © Ajarkan tanda2 infeksi
Anjurkan untuk lapor perawat/dokter bila
dirasakan muncul tanda2 infeksi
6. Medication Administration
© Kelola Therapi sesuai advis
© Pantau efektifitas, keluhan yang muncul pasca
pemberian antibiotik
4 Fatique/Kelem Aktifitas kehidupan sehari-hari adekuat 1. Self Assistance
ahan dengan kriteria : a. Self care : mandi
- kemampuan klien dalam © Tempatkan perawatan mandi di dekat bed
memenuhi ADL pasien
- toleransi terhadap tanda2 vital © Fasilitasi klien untuk menggosok gigi
© Fasilitasi klien untuk membersihkan diri
© Monitor kebersihan gigi dan kuku
© Libatkan keluarga dalam membantu klien
b. Self care makan :
© Identifikasi diet
© Ciptakan lingkungan yang nyaman saat
makan
© Lakukan oral higene sebelum makan
c. Self care toileting
© Identifikasi kebutuhan toileting
© Jaga privaci klien
© Libatkan keluarga dalam membantu klien
5. Catatan Keperawatan/Catatan Perkembangan

Hari, N Jam Implementasi Evaluasi


tgl, o.
D
x
Selas 1 07.40 Mengobservasi Ku penderita S : klien mengatakan badannya masih
a, 8 Mengukur tanda-tanda vital lemah
Mengobservasi keluhan nyeri dan rasa dingin. bibir
Juni 08.05 Mengganti cairan infus dengan Nacl O : Muka dan mukosa
2005 Memberi obat Avil 1 tablet sebelum tranfusi pucat,Conjuctiva anemis
09.30 Memasang transfusi PRC kolf II 200 cc Suhu : 36,80C R : 30 x/mnt Nadi :
Mengobservasi reaksi transfusi
100x/mnt
10.00 Pusing (-),sesak nafas (-)
HCT post tranfusi PRC kolf II 25 %.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 07.40 Mengobservasi Ku penderita S : Klien mengatakan makan terasa
Mengkaji status gizi klien kurang enak
Membantu menyiapkan makanan pagi
08.05 Memotivasi klien untuk menghabiskan porsi O : Porsi makanan yang disediakan
habis ½ porsi, susu habis 100 cc (1/2
makanan yang disediakan
Mengobservasi asupan nutrisi klien gelas)
09.30 Memberi obat oral asam folat 5 mg A : Masalah belum teratasi
Pk.10.00 Memberi minum susu FCM 1 gelas P : Intervensi lanjutkan
10.00
3 07.40 Mengkaji kekuatan dan status fungsi otot klien. S : Klien mengatakan badan masih
Menyiapkan buku-buku bacaan untuk klien lemah belum bisa turun dari Tempat
Membantu mendekatkan alat-alat keperluan
08.05 tidur.
makan
09.30 O : Kebutuhan sehari/hari (ADL)
Membantu klien BAK
10.00 Menganjurkan klien/orang tua agar melakukan mandi,makan dan BAK masih
aktivitas secara bertahap sesuai dengan dibantu,Skala ADL : 2
kemampuan A : Masalah belum teratasi
Mengevaluasi KU penderita setelah melakukan P : Lanjutkan intervensi
aktivitas
4 07.40 Membersihkan lingkungan dan tempat tidur klien. S:-
Mengganti sprei tempat tidur. O : Tanda-tanda plebitis : Nyeri (-),
Dressing infus/mengganti balutan
08.05 kemerahan (-) panas (-) Suhu :
Mengukur Tanda-tanda vital
09.30 Motivasi klien untuk meningkatkan intake nutrisi 36,80C R : 30 x/mnt
10.00 Mengobservasi tanda-tanda adanya infeksi A : Masalah teratasi tapi klien msh
berisiko terhadap infeksi
P : Lanjutkan intervensi
Rabu, 1 07.30 Mengobservasi KU penderita S : Klien mengatakan badannya terasa
9 Juni Mengukur tanda-tanda vital lebih segar dan tidak lemah
2005 08.00 Mengbservasi tetesan transfusi darah PRC kolf III O : Muka dan mukosa bibir masih
200 cc pucat,Conjunctiva anemis berkurang.
10.30 Mengganti cairan infus Nacl(spoeling) 200 cc + Suhu : 36,50C Nadi : 88 x/mnt,R : 24
0,5 gr disferal 8 tpm x/mnt
Mengobservasi reaksi pemberian transfuse
Mengukur tanda Vital Pusing(-),sesak napas (-) HCT post
11.00 transfusi III 28%.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi Lanjut
2 08.00 Mengobservasi KU penderita S : Ibu klien mengatakan nafsu makan
Membantu menyiapkan diet klien anaknya meningkat
Memotivasi klien untuk menghabiskan porsi
10.30 O : Porsi makann yang disediakan habis
makanan yang disediakan
¾ porsi, minum susu 1 gelas (200cc)
Menilai nafsu makan anak
Mencatat asupan nutrisi klien A : Masaah belum teratasi
11.00 P : Lanjutkan intervensi
3 07.30 Mengobservasi Ku penderita S : Kien mengatakan bhw badannya
Menyiapkan air hangat untuk mandi terasa lebih enak dan tidak lemah lagi
Membantu memanikan penderita
08.00 O : Kebutuhan mandi dan bak masih
Membantu BAK
Menyiapkan buku-buku bacaan untuk klien dibantu,makan dan memakai
10.30 Mengobservasi KU klien baju,menyisir rambut sendiri. Tidak
pusing dan tidak sesak napas.
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
4 07.30 Membersihkan lingkungan dan tempat tidur klien. S:-
Mengganti sprei tempat tidur. O : Lingkungan klien bersih Tanda
Dressing infus/mengganti balutan
08.00 Mengganti infus set darah pasca transfusi vital :Suhu : 36,50C Nadi : 88 x/mnt,R :
10.30 Mengukur Tanda-tanda vital 24 x/mnt
Motivasi klien untuk meningkatkan intake nutrisi Tanda-tanda phlebitis (-)
Mengobservasi tanda-tanda infeksi
A : Masalah teratasi tapi klien msh
11.00 beriko untuk terjadi infeksi
P : Lanjutkan intervensi
Kami 1 08.00 Mengambil darah untuk pemeriksaan lab HGB S : Klien mengatakan bahwa badannya
s dan HCT merasa segar dan sudah sembuh
10 11.00 Mengobservasi KU penderita O : Conjunctiva, mukosa bibir merah
Mengukur tanda-tanda vital
Juni muda.
Memonitor tetesan infus KaEN 3A
2005 12.00 mengobservasi keluhan nyeri dan dingin S : 36,2oC Nadi : 84x/mnt R : 22
Memberi HE untuk kontrol sesuai jadwal x/mnt
12.05 Post transfusi PRC kolf IV HGB 10,2
gr/dl HCT 34 %.
A : Masalah teratasi
P : Beri HE untuk perawatan dirumah
2 08.00 Membantu menyiapkan diet/makanan pagi S : Ibu klien mengatakan nafsu makan
Memotivasi klien untuk menghabiskan makanan anaknya meningkat
yg disediakan O : Porsi makann yang disediakan habis
11.00 Menilai nafsu makan klien ¾ porsi, minum susu 1 gelas (200cc) BB
Mencatat asupan nutrisi klien
: 23,5 kg
Memberi obat oral asam folat 5 mg
12.00 Menimbang Berat Badan A : Masalah teratasi sebagian
12.05 Memberi HE pada klien/keluarga untuk P : Beri HE pada klien/keluarga untuk
meningkatkan porsi makan meningkatkan asupan nutrisi.
3 08.00 Mengobservasi KU penderita S : Kien merasa sudah sehat dan segar
11.00 Membantu klien turun dari tempat tidur O : Wajah nampak segar,mandi
Mengevaluasi KU klien setelah beraktivitas
12.00 ,memakai baju,buang air kecil tanpa
bantuan tidak sesak napas dan tidak
pusing
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan perawatan
4 08.00 Membersihkan lingkungan dan tempat tidur klien. S : Klien mengatakan badannya tidak
Mengganti sprei tempat tidur. panas.
Dressing infus/mengganti balutan
11.00 Mengganti infus set darah pasca transfusi O : Luka insersi infus bersih, tidak
Mengukur Tanda-tanda vital tampak kemerahan.
12.00 Motivasi klien untuk meningkatkan intake nutrisi Lingkungan klien bersih.
Mengobservasi tanda-tanda adanya infeksi
Tanda Vital: S : 36,2oC Nadi :
84x/mnt R : 22 x/mnt
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan monitor lingkungan dan
perawatan insersi infus
BAB IV

PENUTUP DAN SIMPULAN

Simpulan
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherted) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati,
yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Klasifikasi
thalasemia seperti Thalasemia-α, Thalasemia-β ( Thalasemia mayor Thalasemia minor, Thalasemia-δβ, Thalasemia intermedia ).
Manifestasi dari thalasemia misalnya anemia berat yang bergantung pada transfuse darah, gagal berkembang, infeksi interkuren,
pucat, ikterus ringan, pembesaran hati dan limpa, ekspansi tulang, defek pertumbuhan/endokrin, anemia hemolitik mikrositik
hipokrom.

Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita thalasemia ini adalah asal keturunan / kewarganegaraan, umur, riwayat
kesehatan anak, pertumbuhan dan perkembangan, pola makan, pola aktivitas. riwayat kesehatan keluarga, riwayat ibu saat
hamil , data keadaan fisik anak thalasemia. Dan diagnose keperawatan yang mungkin muncul sepertiPerubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel, Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal, Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis, Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan
granulosit, Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan
tidak mengenal sumber informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2013. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi & Balita. Cakrawala Ilmu: Jakarta

https://www.academia.edu/8364738/Asuhan_Keperawatan_Thalasemia_Pada_Anak (diakses tanggal 23 Maret 205 pukul 20.30)


http://bodong200.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-dengan-gangguan.html?view=classic (diakses tanggal 27 Maret
2015 pukul 21:20)

http://www.thalassemia.org/thalassemia-more-information/ (diakses tanggal 27 Maret 2015 pukul 21.40)

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-thalasemia.html (diakses tanggal 30 Maret 2015 pukul 12:00)

Anda mungkin juga menyukai