Anda di halaman 1dari 47

1.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Daerah Penelitian

1. Lokasi Daerah Penelitian

Kota Padang Panjang sebagai kota kecil di Provinsi Sumatera Barat

memiliki sumberdaya alam yang terbatas. Salah satu kawasan sumberdaya

alam yang dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat Padang Panjang

adalah Kawasan Bukit Tui.

Menurut Dinas Koperindag (2015) Luas wilayah Kota Padang

Panjang adalah 2.300 Ha atau sekitar 0.05% dari luas Propinsi Sumatera

Barat. Secara geografis Padangpanjang terletak antara 100 20‘ dan 1000

27’ Bujur Timur serta 00 27’ dan 00 30’ Lintang Selatan. Secara detail

batas-batas Kota Padang Panjang adalah: sebelah Barat berbatasan dengan

Kecamatan X Koto; sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batipuh;

sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan X Koto; sebelah Utara

berbatasan dengan Kecamatan X Koto

Kota Padang Panjang memiliki luas ±23,00 km2 setara dengan

±2.300 Ha (Data BPS) dan ± 2.973,54 Ha (Data Peta RTRW), yang

mencakup 2 kecamatan yaitu Kecamatan Padangpanjang Barat dan

Kecamatan Padangpanjang Timur di mana masing-masing terdiri dari

delapan kelurahan.

Kota Padang Panjang berada di daerah ketinggian yang terletak

antara 650 sampai 850 meter di atas permukaan laut, berada pada kawasan

pegunungan yang berhawa sejuk dengan suhu udara maksimum 26.1 °C


7
8

dan minimum 21.8 °C, dengan curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-

rata 3.295 mm/tahun. Di bagian utara dan agak ke barat berjejer tiga

gunung: Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat.

Diapit gunung-gunung tinggi, membuat Kota Padangpanjang

berudara sejuk. Suhu udara rata-rata adalah 22,700 C dengan kelembaban

udara 87,80. Adapun untuk penyinaran matahari rata-rata adalah 45,70%

dengan kecepatan angin rata-rata 4,30 knot dan tingkat penguapan rata-rata

3,10 mm.

Secara topografi Kota Padangpanjang berada pada dataran tinggi

yang bergelombang, di mana sekitar 20,17 % dari keseluruhan wilayahnya

merupakan kawasan relatif landai (kemiringan di bawah 15 %), sedangkan

selebihnya merupakan kawasan miring, curam dan perbukitan, serta sering

terjadi longsor akibat struktur tanah yang labil dan curah hujan yang cukup

tinggi. Namun pada kawasan yang landai di kota ini merupakan tanah jenis

andosol yang subur dan sangat baik untuk pertanian.

Hasil Kajian Penilaian Resiko Bencana Gempa Bumi dan Bahaya

Gunung Berapi di Kota Padang Panjang tahun 2006 (Pusat Survei Geologi

dan Bappeda Kota Padang Panjang), maka secara umum formasi Geologi

Kota Padang Panjang terdiri dari batuan malihan (± 1.362,77 Ha), batuan

tufaan aliran piroklastik (± 911,87 Ha), batuan tufaan (± 455,99 Ha), dan

lahar II (± 69,48 Ha). Kemudian dari struktur geologinya terdapat satu

sesar aktif yang melewati Kota Padang Panjang yaitu sesar Bukit Jarat dan
9

satu lagi berdekatan dengan Kota Padang Panjang (pada bagian timur)

yaitu Sesar Sumatera.

Sumber: http://peta-kota.blogspot.com/2017/01/peta-kota-padang-
panjang.html
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2. Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian yaitu di Bukit Tui, Kecamatan Padang Panjang

Barat, Kota Padang Panjang Sumatera Barat dapat diakses melalui jalur

darat dengan rute perjalanan Jl. Lintas Barat Sumatera/Jl. Raya Padang –

Bukittinggi- Jl. Silaing Bawah Padangpanjang-Jl. Tanah Hitam Padang

Panjangbarat dengan jarak 78,7 km dengan waktu tempuh ± 2 jam 8

menit.
10

Sumber: Penulis
Gambar 2. Peta Kesampaian Daerah

B. Keadaan Topografi

Kota Padang Panjang berada di daerah ketinggian yang terletak antara

650 sampai 850 meter di atas permukaan laut. Secara topografi Kota Padang

Panjang berada pada dataran tinggi yang bergelombang, di mana sekitar

20,17% dari keseluruhan wilayahnya merupakan kawasan relatif landai

(kemiringan di bawah 15 %), sedangkan selebihnya merupakan kawasan

miring, curam dan perbukitan, serta sering terjadi longsor akibat struktur

tanah yang labil dan curah hujan yang cukup tinggi. Namun pada kawasan

yang landai di kota ini merupakan tanah jenis andosol yang subur dan sangat

baik untuk pertanian. Topografi Kota Padang Panjang yang tidak rata

mengakibatkan sebagian besar lahan yang ada tidak mungkin dimanfaatkan

untuk pemukiman.
11

Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Padang Panjang

Gambar 3. Peta Topografi Kota Padang Panjang

C. Keadaan Geologi

Hasil Kajian Penilaian Resiko Bencana Gempa Bumi dan Bahaya

Gunung Berapi di Kota Padang Panjang tahun 2006 (Pusat Survei Geologi

dan Bappeda Kota Padang Panjang), maka secara umum formasi Geologi

Kota Padang Panjang terdiri dari batuan malihan (± 1.362,77 Ha), batuan

tufaan aliran piroklastik (± 911,87 Ha), batuan tufaan (± 455,99 Ha), dan

lahar II (± 69,48 Ha). Kemudian dari struktur geologinya terdapat satu sesar

aktif yang melewati Kota Padang Panjang yaitu sesar Bukit Jarat dan satu lagi

berdekatan dengan Kota Padang Panjang (pada bagian timur) yaitu Sesar

Sumatera.
12

Sumber: dimodifikasi dari Peta Geologi Lembar Padang, skala 1:250.000, oleh Kastowo,
1996

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Padang Panjang dan Sekitarnya

D. Iklim dan Curah Hujan

Kota Padang Panjang berada pada kawasan pegunungan yang berhawa

sejuk dengan suhu udara maksimum 26.1 °C dan minimum 21.8 °C, dengan

curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata 3.295 mm/tahun. Di bagian

utara dan agak ke barat berjejer tiga gunung: Gunung Marapi, Gunung

Singgalang dan Gunung Tandikat.Diapit gunung-gunung tinggi, membuat

Kota Padangpanjang berudara sejuk. Suhu udara rata-rata adalah 22,700 C

dengan kelembaban udara 87,80.

Kota Padang Panjang secara klimatologi memiliki curah hujan yang

cukup tinggi. Curah hujan rata-rata pertahun mencapai 3.650 mm-4.625 mm

dengan jumlah hari hujan pertahun rata-rata 235-265 hari hujan.


13

Temperatur udara bulanan di wilayah ini memiliki suhu udara maksimum

29º C dan suhu udara minimum 19ºC. Tabel 1 memperlihatkan data iklim

Kota Padang Panjang dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

Grafik Curah Hujan


435.7
372.9 357.6
322 297.8 317.3 307.7
270.6 289.5 290.1 264.6

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Curah Hujan Bulanan

Sumber: BMKG Kota Padang Panjang


Gambar 4. Grafik Curah Hujan Kota Padang Panjang
Kelembaban udara relative tahunan berkisar antara 87,0% sampai

dengan 89,2%. Penyinaran matahari bulanan rata-rata berkisar antara 32%

sampai 59%. Evaporasi rata-rata harian berkisar antara 2,02 mm/ hari

dimusim hujan dan 4,20 mm/ hari dimusim kemarau. Sementara itu kecepatan

angin bulanan maksimum berkisar antar 9 knot sampai dengan 12 knot dan

minimum berkisar antara 3 knot sampai dengan 5 knot.

E. Kondisi Hidrogeologi

Wilayah Kota Padang Panjang didominasi akuifer produktif sedang

sampai akuifer produktif tinggi. Bagian Utara memiliki karakteristik akuifer

produktif sedang dengan penyebaran luas dan bagian Selatan memiliki

karakteristik akuifer produktif tinggi.


14

Sumber: Penulis

Gambar 5. Peta Hidrogeologi Kota Padang Panjang


Secara regional, Kota padang panjang termasuk dalam 2 wilayah

sungai (WS) yaitu WS Akuaman pada bagian barat dan WS Indragiri pada

bagian timur. Adapun secara lokal, terbagi atas 4 daerah aliran sungai (DAS)

meliputi :

a. DAS Batang Anai berlokasi dibagian barat membentang dari utara-selatan

dengan arah aliran dominan dari utara ke selatan dengan luas 376,23 Ha.

b. DAS Sungai Andok berlokasi dibagian tengah (barat) membentang dari

utara-selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas 935,83

Ha.

c. DAS Batang Rupit berlokasi dibagian tengah membentang dari utara-

selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas ± 942,98 Ha.

d. DAS Batang Sikakeh berlokasi di bagian timur membentang dari utara-

selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas ± 545,07 Ha.
15

Tabel 1. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Padang


Panjang
Nama DAS Luas (Ha)
DAS Batang Anai 382,8
DAS Batang Rupit 939,47
DAS Batang Sikakeh 721,82
DAS Sungai Andok 931,46

F. Landasan Teori

1. Batu Kapur

Batuan kapur atau batuan gamping (limestone) termasuk batuan

sedimen. Batuan ini berwarna putih, kelabu, atau warna lain yang terdiri

dari kalsium karbonat (CaCO3). Batuan kapur ini pada dasarnya berasal

dari sisa-sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, radiolarit,

tumbuhan/binatang karang (koral), dsb yang telah mati. Berdasarkan hal

tersebut, maka batuan kapur adalah batuan sedimen yang berbasis dari

laut. Karena hal itu, batuan kapur berdasarkan tenaga alam yang

mengangkutnya dan tempat batuan kapur itu diendapkan termasuk

klasifikasi batuan sedimen marin. Berdasarkan proses pengendapannya,

batu gamping radiolarit dan batu karang merupakan batuan sedimen

organik. Disamping hal tersebut, batuan kapur (termasuk di dalamnya

stalaktit dan stalakmit yang banyak dijumpai di gua-gua kapur) menurut

proses pengendapannya juga termasuk batuan sedimen kimiawi (sedimen

khemis).
16

a. Genesa

Batu gamping terjadi dengan beberapa cara (Fornando:2013), yaitu:

1) Secara Organik

Sebagian besar batu gamping di alam terjadi secara organik,

jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah kerang dan

siput, foraminifera atau ganggang berasal dari kerangka binatang

koral/kerang

2) Secara Mekanik

Untuk batu gamping yang terjadi secara mekanik, sebetulnya

bahannya tidak jauh berbeda dengan jenis batu gamping yang

terjadi secara organik. Yang membedakannya adalah terjadinya

perombakan dari bahan batu kapur tersebut yang kemudian

terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat

semula.

3) Secara Kimia

Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batu

gamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan

tertentu dalam air laut ataupun air tawar.

Selain hal diatas, mata air mineral dapat pula mengendapkan batu

gamping. Jenis batu gamping ini terjadi karena peredaran air panas

alam yang melarutkan lapisan batu gamping dibawah permukaan, yang

kemudian diendapkan kembali dipermukaan bumi. Magnesium,

lempung dan pasir merupakan unsur pengotor yang mengendap


17

bersama-sama pada saat proses pengendapan. Keberadaan pengotor

batu gamping memberikan klasifikasi jenis batu gamping, apabila

pengotornya magnesium, maka batu gamping tersebut diklasifikasikan

sebagai batu gamping dolomitan.

Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka batu kapur

tersebut diklasifikasikan sebagai batu gamping lempungan, dan batu

gamping pasiran apabila pengotornya pasir. Persentase unsur-unsur

pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu kapur tersebut, yaitu

mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, bahkan

hitam. Warna kemerah-merahan misalnya, biasanya disebabkan oleh

adanya unsure mangan, sedangkan kehitam-hitaman disebabkan oleh

adanya unsure organic. Batu gamping dapat bersifat keras dan padat,

tetapi dapat pula kebalikannya. Selain yang pejal dijumpai pula yang

porous. Batu gamping yang mengalami metamorfosa akan berubah

penampakannya maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena pengaruh

tekanan maupun panas, sehingga batugamping tersebut menjadi

berhablur, seperti yang dijumpai pada marmer. Selain itu, air tanah juga

sangat berpengaruh terhadap penghabluran kembali pada permukaan

batugamping, sehingga terbentuk hablur kalsit.

Di beberapa daerah endapan batu batugamping seringkali

ditemukan di gua dan sungai bawah tanah. Hal ini terjadi sebagai akibat

reaksi tanah. Air hujan yang mengandung CO3 dari udara maupun dari

hasil pembusukan zat-zat organic dipermukaan, setelah meresap ke


18

dalam tanah dapat melarutkan batugamping yang dilaluinya. Reaksi

kimia dari proses tersebut adalah sebagai berikut:

CaCO3 + 2 CO2 + H2O Ca (HCO3)2 + CO2 Ca (HCO3)2 larut dalam

air, sehingga lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh batugamping

tersebut. Secara geologi, batugamping erat sekali hubungannya dengan

dolomite. Karena pengaruh pelindian atau peresapan unsure magnesium

dari air laut ke dalam batugamping, maka batugamping tersebut dapat

berubah menjadi dolomitan atau jadi dolomite. Kadar dolomite atau

MgO dalam batugamping yang berbeda akan memberikan klasifikasi

yang berlainan pula pada jenis batugamping tersebut. Berikut adalah

gambar karakteristik daerah batu kapur.

Sumber: https://geohazard009.files.wordpress.com/2015/03/cave_diagram.jpg
Gambar 6. Karakteristik Daerah Batu Kapur
19

b. Mineralogi

Batu kapur disebut juga batuan karbonat karena umumnya terdiri

dari mineral karbonat. Mineral karbonat biasanya terbagi kedalam tiga

kelompok seperti pada Tabel 2. berikut:


Tabel 2. Mineral Karbonat Umum
Indikatrik
Mineral Sistem Kristal Formula Substitusi Karakter Pembeda Catatan
s
Calcite group
Kalsit Rhombohedral Biasanya Mg dengan Uniaksial Refraksi ganda lebih rendah Mineral dominan dari batu
(trigonal) Ca; juga sedikit dari karbonat rhombohedral gamping, khususnya pada
dan lain; lamela batuan yang lebih tua dari
Mn untuk Ca paralel dengan rusuk atau batuan tersier
diagonal panjang dati belahan
jajar genjang

Magnesit Rhombohedral dengan Mg; Uniaksial Variasi Fe berwarna kuning Jarang terdapat pada
(trigonal) atau coklat batuan sedimen, namun
dapat terjadi pada
beberapa deposit evaporit

Rhodokrosit Rhombohedral dengan Mn Uniaksial Berwarna merah muda (Jika Jarang terdapat pada
(trigonal) terdapat dalam batuan); batuan sedimen; Mungkin
Berasosiasi dengan mineral terbentuk pada sedimen
yang kaya Mn lainnya yang kaya Mn yang
berasosiasi dengan siderit
dan silika besi
Siderit Rhombohedral Complete solid-solution Uniaksial Berwarna kuning kecoklatan Terbentuk sebagai semen
(trigonal) series atau coklat pada batuserpih dan
antara siderit dan batupasir
magnesit
Zinc spar Rhombohedral dan Mn dengan Uniaksial Kuning kecoklatan pudar Terbentuk dengan
(trigonal) Zn berasosiasi dengan Zn
pada batu gamping

Dolomite group

20
Dolomit Rhombohedral dengan Mg; Uniaksial Lamela ganda bisa paralel Biasanya berasosiasi
(trigonal) membentuk terhadap bagian diagonal dengan kalsit atau mineral
solid-solution series panjang dan pendek belah evaporit
dengan ketupat
ankerit
Ankerit Rhombohedral Ca(Mg,Fe, Limited solid-solution Uniaksial mirip dengan dolomite; Terbentuk pada sedimen
(trigonal) Mn)( series yang membedakan adalah yang kaya besi sebagai
dengan dolomit; also adanya lamela ganda semen ataupun matriks
Mn dengan
Mg atau

Aragonite group
Aragonit Ortorombik Sedikit Sr atau Pb Biaksial Dibedakan dari kalsit dengan Umum terdapat pada
dengan Ca 2V = 18° belahan rhombohedral dan sedimen karbonat
indikatriks
Kerusit Ortorombik Biaksial Berwarna putih Terbentuk pada bijih
2V = 9° timbal sekunder
Stronsianit Ortorombik Ca, Ba dengan Sr Biaksial Lebih 2V daripada aragonit Terbentuk pada urat dalam
2V = 7– beberapa batu gamping
10°
Witerit Ortorombik Minor Ca, Sr, Mg Biaksial Mirip dengan aragonit disegi terdapat dalam urat-urat
dengan Ba 2V = 16° optikal barit dan galena

Sumber: (Boggs, Jr:2009)

21
22

Dari semua mineral-mineral yang tercantum dalam tabel diatas,

hanya calsite, dolomite, dan aragonite yang dari sisi volume, penting

dalam batu kapur (Boggs, Jr:2009).

c. Cara Penambangan

Menurut Sukandarrumidi (2018). Pada umumnya deposit batu

gamping ditemukan dalam bentuk bukit, oleh sebab itu teknik

penambangan dilakukan dengan tambang terbuka dalam bentuk kuari

tipe sisi bukit (side hiil type). Apabila skala penambangannya kecil,

sistem yang diterapkan dalam kegiatan penambangan adalah sistem

gophering, mengikuti bagian/jalur batu gamping yang relatif mudah

dibongkar, namun dengan alasan keselamatan kerja sistem gophering

tidak dianjurkan

Untuk penambangan skala besar pembongkaran dibantu dengan

sistem peledakan beruntun dibantu peralatan berat antara lain

excavator, bulldozer, ripper (penggaruk), sedangkan untuk

penambangan skala kecil dilakukan dengan alat sederhana antara lain

cangkul, ganco dan sekop.

Penggalian harus diupayakan untuk dimulai dari bagian paling

atas. Pekerjaan awal ini memang relatif sulit karena pembuatan jalan

ke puncak bukit perlu dibuat dan biaya investasi tidak kembali dengan

cepat. Kalau hal ini tidak dilakukan akan ditemui apa yang disebut

high wall yang akan menyulitkan kegiatan penambangan selanjutnya.

Contohnya bisa lihat di kawasan Bucend Entrop terdapat dinding


23

bekas penambangan yang terjal (lurus) sangat dikhawatirkan kalau

dindingnya runtuh akibat pelapukan batu gamping oleh air hujan.

Dengan demikian, sangat diharapkan kegiatan penambangan

harus memperhatikan konsep penambangan yang baik (good mining

practice) yang beberapa aspek diantaranya adalah aspek lingkungan

dan keselamatan kerja. Dalam penambangan batu gamping, masalah

lingkungan yang mencolok adalah kebisingan akibat deru mesin alat

berat yang beroperasi serta debu yang berterbangan akibat lalu-lalang

truk pengangkut material. Sedangkan masalah keselamatan kerja

kebanyakan akibat dinding batu gamping yang runtuh akibat

penggalian yang salah sehingga terbentuk hanging wall dan

runtuh menimpa para pekerja.

d. Pemanfaatan Batu Kapur

Adapun pemanfaatan dari batu kapur diantaranya adalah

(Hidayat:2012):

1) Bahan Bangunan

Bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang

dipergunakan untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan

semen tras ataupun semen merah.

2) Bahan Penstabilan Jalan Raya

Pemakaian kapur dalam bidang pemantapan fondasi jalan raya

termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi untuk


24

mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian

fondasi jalan raya

3) Sebagai Pembasmi Hama

Sebagai warangan timbal (PbAsO3) dan warangan kalsium

(CaAsO3) atau sebagai serbuk belerang untuk disemprotkan.

4) Bahan Pupuk dan Insektisida Dalam Pertanian

Apabila ditaburkan untuk menetralkan tanah asam yang

relatife tidak banyak air, sebagai pupuk untuk menambah unsur

kalsium yang berkurang akibat panen, erosi serta untuk

menggemburkan tanah. Kapur ini juga dipergunakan sebagai

disinfektan pada kandang unggas, dalam pembuatan kompos dan

sebagainya

5) Penjernihan Air

Dalam penjernihan pelunakan air untuk industri , kapur

dipergunakan bersama-sama dengan soda abu dalam proses yang

dinamakan dengan proses kapur soda.

6) Sebagai Pupuk Alternatif Penetralisir Keasaman Tanah

Semua material yang mengandung senyawa Ca dapat

digunakan sebagai bahan pengkapuran untuk menetralisir

keasaman tanah, yaitu meningkatkan pH tanah yang pada dasarnya

menambahkan Ca dan menurunkan Al.


25

7) Batugamping Sebagai Bahan Baku Semen

Batu gamping sebagai salah satu bahan baku pembuatan

semen, dengan eksplorasi yang tidak bijaksana, lambat laun

warisan dunia yang unik dan terbentuk ribuan tahun ini akan hilang

dan hanya menjadi cerita anak cucu kita kelak, jika kita tidak ikut

membantu melestarikannya.

Selama ini potensi yang condong pada bahan logam dan mineral

sebagai komoditi ekspor utama hendaknya ditambah dengan potensi

hasil olahan gamping atau batu kapur. Sebagai negara yang dunia

industri pengolahan logamnya belum maju, Indonesia dapat

menjadikan gamping sebagai alternatif lain dalam mengembangkan

dunia industri dalam negeri. Dengan begitu besar cadangan yang ada,

Indonesia dapat mengembangkan infrastruktur industri – industri yang

menjadikan gamping sebagai bahan baku utama.

2. Konsep Good Mining Practice

Menurut Dirjen Minerba (2017), Good Mining Practice (GMP)

didefinisikan sebagai suatu kegiatan usaha pertambangan yang memenuhi

ketentuan-ketentuan, kriteria, kaidah dan norma-norma yang tepat

sehingga pemanfaatan sumber daya mineral memberikan hasil yang

optimal dan dampak buruk yang minimal. Hal ini meliputi perizinan,

teknik pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan,

keterkaitan hulu/hilir/konservasi/nilai tambah dan pengembangan

masyarakat/wilayah di sekitar lokasi kegiatan.


26

Untuk mencapai praktik pertambangan yang baik, pertambangan harus

memperhatikan aspek/kegiatan penunjang lain seperti Lingkungan hidup,

Kesehatan dan keselamatan kerja, Konservasi sumber daya, Corporate

social responsibility, Good corporate governance, Standardisasi,

Keterbukaan informasi terhadap publik dan Kepatuhan hukum

Untuk menjamin bahwa seluruh aspek-aspek diatas termasuk proses

kegiatan pertambangan itu sendiri terlaksana dengan baik dan

berkesinambungan diperlukan adanya manajemen tambang yang baik.

Fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, pengontrolan, hingga evaluasi harus dilaksanakan secara

keseluruhan.

Penerapan dari seluruh kegiatan pertambangan dari hulu ke hilir

(lingkaran 1) dan aspek/kegiatan penunjang yang tidak kalah pentingnya

(lingkaran 2) wajib dikelola dengan sistem manajemen tambang yang baik

(lingkaran 3) merupakan konsep yang dikembangkan dalam penerapan

konsep GMP ini. Konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah.
27

Sumber: Laporan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik Dirjen Minerba


Gambar 7. Prinsip Pelaksanaan Good Mining Practice

a. Kegiatan Pertambangan dari Hulu ke Hilir (Lingkaran 1)

Baru saja kita memahami apa itu makna dari GMP secara umum.

Setelah memahami makna GMP, perlu kita ketahui isi dari lingkaran

kesatu pada gambar 7 di atas, yaitu kegiatan pertambangan mulai dari

hulu hingga ke hilir, mulai dari penyelidikan umum hingga pasca

tambang.

1) Penyelidikan Umum

Industri pertambangan selalu diawali dengan penyelidikan

umum dan eksplorasi. Penyelidikan secara geologi umum atau

geofisika di daratan, perairan dan udara, merupakan segala sesuatu

dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk

menetapkan tanda–tanda adanya bahan galian pada umumnya

(Dirjen Minerba. 2017). Kegiatan ini ditujukan untuk mencari

endapan–endapan metal atau endapan–endapan mineral komersil


28

batubara atau nonmetal. Bila telah ditemukan bukti-bukti yang kuat

mengenai keberadaan suatu endapan bahan galian, maka akan

dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi.

2) Eksplorasi

Karena yang menjadi dasar dalam perencanaan aktivitas pada

industri pertambangan adalah tingkat kepastian dari penyebaran

endapan, geometri badan bijih (endapan), jumlah cadangan, serta

kualitas, maka peranan ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat

penting sebagai awal dari seluruh rangkaian perkerjaan dalam

industri pertambangan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan eksplorasi

sebagai "penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh

pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumber-

sumber alam yang terdapat di tempat itu". Maka, dalam lingkup

industri pertambangan, eksplorasi dapat dinyatakan sebagai suatu

usaha (kegiatan) yang karena faktor resiko, dilakukan secara

bertahap dan sistematik untuk mendapatkan suatu areal yang

representatif untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai areal

penambangan.

3) Studi Kelayakan

Tujuan dari studi kelayakan adalah untuk menentukan apakah

suatu bahan galian dapat diusahakan secara komersial. Tahapan


29

atau Tingkatan Studi sebelum suatu proyek dibawa ke tahap

produksi.

4) Konstruksi

Konstruksi merupakan persiapan penambangan meliputi

penyiapan infrastruktur dan lahan kerja penambang

5) Operasi Penambangan

Pada operasi penambangan, terdapat beberapa cara untuk

mengekstaksi komoditas yang ada di perut bumi. Menurut Sulistianto

(2008), secara garis besar metode penambangan dikelompokkan

menjadi sebagai berikut, yaitu:

(1) Tambang terbuka (surface mining)

(2) Tambang dalam/tambang bawah tanah (underground mining)

(3) Tambang bawah air (underwater mining)

(4) Tambang Ditempat (Insitu Mining or Novel Mining)

6) Pengolahan dan Pemurnian

Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral

processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan

dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan

galian untuk memperoleh produk bahan galian yang bersangkutan.

Bahan galian yang dimaksud adalah bijih (ore), mineral industri

(industrial minerals) atau bahan galian Golongan C dan batu bara

(coal).Khusus untuk batu bara, proses pengolahan itu disebut

pencucian batu bara (coal washing) atau preparasi batu bara (coal

preparation).
30

7) Pengangkutan

Menurut Undang-undang No.4 tahun 2009 (UU No.4/2009)

tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 disebutkan bahwa

Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk

memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang

dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat

penyerahan.

8) Pemasaran

Menurut Sulistianto (2008), pemasaran merupakan kegiatan

untuk memperdagangkan atau menjual hasil – hasil penambangan

dan pengolahan bahan galian sedangkan menurutUndang-undang

No.4 tahun 2009 (UU No.4/2009) disebutkan bahwapenjualan

adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil

pertambangan mineral atau batubara. Dari definisi diatas dapat

diketahui bahwa kegiatan penjualan merupakan salah satu bagian

dari pemasaran. Pemasaran hasil tambang merupakan sumber

pengembalian dan keuntungan dari usaha pertambangan.

Pendapatan dari tambang dihasilkan dari pemasaran. Kegiatan

ini harus bisa membayar kembali investasi awal dari perusahaan,

karena pendapatan adalah dasar yang terbesar dalam mengukur

faktor ekonomi tambang sehingga lebih sensitif mengubah

penerimaan daripada mengubah faktor – faktor lain dari jenis

pengeluaran.
31

9) Pasca Tambang

Menurut Undang-undang No.4 tahun 2009 (UU No.4/2009)

tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 disebutkan bahwakegiatan

pascatambang, yang selanjutnya disebut pasca tambang, adalah

kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian

atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan

fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di

seluruh wilayah penambangan.

Pengelolaan pasca tambang merupakan kewajiban dalam

menerapkan GMP berdasarkan pasal 96 UU No. 4/2009.

Pelaksanaan pascatambang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.

78/2010 dan Peraturan Menteri ESDM No. 7/2014.

b. Kegiatan Penunjang Proses Pertambangan (Lingkaran 2)

Setelah memahami isi dari lingkaran kesatu, perlu kita ketahui isi

dari lingkaran kedua dari gambar 7, yaitu kegiatan penunjang seperti

lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja, konservasi

sumber daya, corporate social responsibility, good corporate

governance, standardisasi, keterbukaan informasi terhadap publik dan

kepatuhan hukum.

1) Lingkungan Hidup

Pada saat pengembangan operasi penambangan, termasuk

fasilitas pemrosesan dan infrastruktur yang terkait dengannya,

biasanya mencakup pengubahan permanen bentang alam yang ada,


32

gangguan terhadap vegetasi dan tumbuhan, gangguan terhadap

habitat hewan, dampak secara hidrologi, dan berpotensi

menyebabkan kontaminasi dalam tingkat tertentu

Pengelolaan masalah lingkungan ini jika dilakukan dari awal,

yaitu dari studi kelayakan, dapat membantu meminimalkan

dampaknya. Namun demikian, tak terhindarkan adanya dampak

residual saat operasi penambangan dan pemrosesan sudah selesai,

dan masalah ini harus dikelola dengan prioritas berikut: bahaya dan

risiko keamanan publik, potensi sumber polusi yang berkelanjutan,

penggunaan lahan dan kebutuhan sumberdaya di masa depan dan,

kecocokan dengan ekologi, harapan masyarakat, estetika, serta

biaya.

2) Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan kondisi yang harus diutamakan

di dalam pertambangan. Dalam membina sistem keselamatan kerja

tambang, pendekatan yang paling efektif ialah dengan cara

mencegah atau menghilangkan penyebab terjadinya kecelakaan.

Jadi prinsip dasar dari pencegahan kecelakaan adalah

menghilangkan penyebab dari kecelakaan itu sendiri.

3) Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) secara definitif

merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan


33

yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua

stakeholder (Monks, 2003).

4) Corporate Social Responsibility

Konsep dasar dari corporate responsibility responsibility

meliputi pemahaman kini tentang pembangunan berkelanjutan

dijelaskan dengan definisi dari World Bank (2007) yaitu komitmen

dari bisnis untuk berlaku secara etis dan berkontribusi pada

pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan bekerja dengan

semua stakeholder yang berhubungan untuk memperbaiki

kehidupan merka dalam cara yang baik untuk bisnis, agenda

pembangunan berkelanjutan, dan masyarakat secara luas.

5) Standardisasi

Standadisasi di pertambangan bertujuan antara lain dalam

rangka meningkatkan efisiensi, perlindungan konsumen, tenaga

kerja dan masyarakat lain baik dari aspek keselamatan, keamanan,

kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup (Suyartono,

2003).

6) Keterbukaan Informasi Terhadap Publik

Keterbukaan informasi terhadap publik juga merupakan salah

satu ciri penting negara yang demokratis, maka dari itu perlu ada

perwujudan keterbukaan informasi demi penyelenggaraan negara

demokratis yang baik. Hal itu dijami dengan UU No. 14 tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.


34

7) Kepatuhan Hukum

Kepatuhan hukum merupakan suatu hal yang mutlak harus

dilakukan agar pertambangan tidak bermasalah dengan

permasalahan hukum. Salah satu contoh hukum yang harus

dipatuhi pada industri pertambangan adalah persoalan izin

pertambangan.

c. Pengelolaan Manajemen Pertambangan (Lingkaran 3)

Setelah lingkaran kedua, kita masuk ke dalam lingkaran ketiga.

Berikut merupakan aspek – aspekdari fungsi manajemen yang harus

diterapkan dalam Good Mining Practice yang masuk dalam lingkaran

ketiga

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan proses pemilihan informasi dan

pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan di masa yang akan

datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah proses manajemen yang berkenaan

dengan pengerahan (recruitment), penempatan, pelatihan, dan

pengembangan tenaga kerja dalam organisasi. Pada dasarnya

prinsip dari tahapan proses manajemen ini adalah menempatkan

orang yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pada saat yang

tepat (right people, right position, right time).


35

3) Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber

daya yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam satu

kesatuan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan

proses ini terkandung usaha-usaha bagaimana memotivasi orang

agar dapat bekerja dengan baik, bagaimana proses kepemimpinan

yang memungkinkan pencapaian tujuan serta dapat memberikan

suasana hubungan kerja yang baik, dan bagaimana mengkoordinasi

orang-orang dan kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi.

4) Pengontrolan

Pengontrolan didefinisikan sebagai interaksi langsung antar

individu-individu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja

serta tujuan organisasi tersebut.

5) Evaluasi

Evaluasi adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, yaitu

proses evaluasi kinerja, dan jika diperlukan dilakukan perbaikan

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan ini sangat

erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan sebab pada kegiatan

pengendalian inilah dilihat apakah yag direncanakan tersebut dapat

dicapai atau tidak.

3. Teknik Pengolahan Batu Kapur Dengan Tungku Bakar (Kalsinasi)

Batu Kapur dapat langsung dipakai sebagai bahan baku, misal pada

industri semen, fondasi jalan, rumah dan sebagainya. Untuk hal lain perlu
36

pengolahan terlebih dahulu, salah satunya dengan pembakaran. Cara ini

dimaksudkan untuk memperoleh kapur tohor (CaO), kalsium hidroksida

(Ca(OH)2) dan gas CO2.

Menurut Zainuddin (2017), Kata kalsinasi berasal dari bahasa Latin

yaitu calcinare yang artinya membakar kapur. Proses Kalsinasi yang

paling umum adalah diaplikasikan untuk dekomposisi kalsium karbonat

(batu kapur, CaCO3) menjadi kalsium oksida (kapur bakar, CaO) dan gas

karbon dioksida atau CO2. Produk dari kalsinasi biasanya disebut sebagai

“kalsin“ yaitu mineral yang telah mengalami proses pemanasan.

Proses Kalsinasi dilakukan dalam sebuah tungku atau reaktor yang

disebut dengan kiln atau calciners dengan beragam desain, seperti tungku

poros, rotary kiln, tungku perapian ganda, dan reaktor fluidized bed.

a. Proses Pembakaran

Pembakaran batu kapur terdiri dari beberapa tahapan antara lain:

tahap unloading, tapping, charging, combustion, discharging dan

loading. Ilustrasi dan penjelasan dari tahap-tahap ini dapat dilihat pada

Gambar 8 dibawah.

Sumber: (Muhsin&Tomo:2011)
Gambar 8. Proses Pembakaran
37

1) Tahap Unloading

Tahap unloading merupakan tahap dimana batu kapur yang

berada di dalam truk pengangkut diletakkan ke dekat tungku

pembakaran.

2) Tahap Tapping

Setelah diletakkan, beberapa batu kapur disusun di dasar tungku

menjadi pondasi bagi tumpukan batu kapur lainnya dan membentuk

sebuah ruangan seperempat lingkaran yang nantinya akan

digunakan sebagai tempat bahan bakar.

3) Tahap Charging

Batu kapur diisikan ke dalam tungku pembakaran hingga penuh.

Pada saat ini pula bahan bakar ditumpukkan di bagian dasar

tungku.

4) Tahap Combustion

Pembakaran yang dilakukan disini merupakan pembakaran

secara open burning. Pada tahap ini batu kapur dibakar selama 3

hari sampai empat hari tanpa henti. Selama beberapa hari tersebut,

bahan bakar secara terusmenerus disuplai ke dalam tungku

pembakaran untuk menjaga api pembakaran tetap menyala.

Di tungku pembakaran terjadi proses pembakaran bahan bakar.

Proses pembakaran ini terjadi karena adanya suplai bahan bakar

dan udara secara terus menerus dari jendela yang ada pada pintu di

bagian dasar tungku. Selain untuk suplai bahan bakar dan udara,
38

jendela ini juga berfungsi untuk mengeluarkan abu hasil

pembakaran bahan bakar. Aliran udara dan panas akibat proses

pembakaran mengalir melalui sela-sela batu kapur dan

memanaskannya sehingga terjadi reaksi dekomposisi batu kapur.

Aliran gas buang tersebut selanjutnya membumbung ke langit

sebagai polutan yang mencemari udara sekitar.

5) Tahap Discharging

Pada tahap ini batu kapur dikeluarkan dari dalam tungku untuk

selanjutnya dikemas kedalam karung.

6) Tahap Loading

Batu kapur yang telah selesai dibakar dan dikemas, bisa disebut

dengan kalsin selanjutnya dimuat kedalam mobil untuk dipasarkan

ke konsumen.

b. Kalkulasi Efisiensi

Kegiatan pembakaran batu kapur untuk menghasilkan Quicklime

sudah berlangsung sejak lama. Secara kimia prosesnya yaitu konversi

dari kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO).

Kalsium oksida merupakan senyawa yang sangat reaktif. Biasanya jika

ditambahkan air, quicklime akan terhidrasi menghasilkan kalsium

hidroksida (Ca(OH)2).

Konversi kalsium karbonat menjadi kalsium oksida didapat

dengan memanaskan batu kapur sampai temperatur yang cukup tinggi


39

(biasanya 1000ºC pada tungku bakar) untuk melepaskan CO2.

Reaksinya adalah sebagai berikut:

100 CaCO3 + Heat <==> 56 CaO + 44 CO2

Maksudnya adalah jika 1 ton batu kapur yang murni kalsium

karbonat di panaskan, akan menghasilkan 560 kg quicklime.

Menurut Neville Hill dan Kelvin Mason, efisiensi proses

pembakaran didapatkan dengan rumus berikut:

E=

Dimana:

E = Efisiensi proses pembakaran

Hc = Panas teoritis yang dibutuhkan per ton quicklime murni,

CaO + MgO (MJ/ton)

Ls = Ketersediaan kapur (CaO dan MgO) dari quicklime

Cf = kapasitas kalor bahan bakar (MJ/kg)

Mf = massa bahan bakar per ton quicklime (kg/ton)

1) Hc

Hc adalah nilai panas yang dibutuhkan dalam pembakaran batu

kapur.

2) Ls

Kadar kapur (CaO) dari quicklime didapatkan dari Rapid Sugar

Test. Tes ini dilakukan segera setelah quicklime diambil dari

tungku.
40

3) Cf

Nilai kapasitas kalor didapatkan menggunakan kalorimeter.

Pada laboratorium biasanya menggunakan bomb calorimeter.

Secara teoritis, nilai Cf diasumsikan 23 MJ/kg.

4) Mf

Massa bahan bakar per ton quicklime didapatkan dari

pengamatan dilapangan.

Tabel 3. Berat Molekular Komponen


calcite, CaCO3 100.09
dolomite, CaCO3. MgCO3 184.42
calcium oxide, CaO 56.08
magnesium oxide, MgO 40.32

Tabel 4. Nilai Kapasitas Kalor Dari Beberapa Bahan Bakar


Bahan bakar Kapasitas kalor (MJ/kg)

Commercial Butane 58
Diesel fuel 44
Heavy fuel oil 42
Charcoal (2% moisture) 29
Anthracite coal 33
General purpose coal (non-
23
coking)
Wood (15% moisture) 15
41

c. Neraca Massa

Neraca massa dari proses produksi saat ini terdapat pada gambar

9. Neraca massa ini merupakan neraca massa selama 1 siklus proses

produksi kapur tohor selama 3 hari-4 hari.

Sumber: (Muhsin&Tomo:2011)
Gambar 9. Neraca Massa Proses Produksi

4. Metoda Analisis Nilai Ekonomi

Dalam berinvestasi, hal yang sangat penting dilakukan adalah

menganalisis kelayakan investasinya, dimana seorang investor akan

mengetahui secara gamblang besaran keuntungan serta dapat melihat

bagaimana prospek perusahaan tempat berinvestasi kedepannya. Untuk

itu seorang investor harus memahami metoda-metoda dalam

perhitungan kelayakan investasi, dimana nantinya dari hasil analisis ini

dapat dijadikan parameter dalam menentukan apakah invetasi akan

menguntungkan atau tidak. Dalam analisis investasi terdapat metoda-

metoda perhitungan diataranya, yaitu :

1) Net Present Value


42

Present Value merupakan selisih antara pengeluaran dan

pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan social

opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata

lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan

datang yang didiskontokan pada saat ini. Untuk menghitung NPV

diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan

pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang

direncanakan. Jadi perhitungan NPV mengandalkan pada teknik

arus kas yang didiskontokan.

Menurut Kasmir (2003:157) Net Present Value (NPV) atau

nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih

dengan PV Investasi selama umur investasi. Sedangkan menurut

Ibrahim (2003:142) Net Present Value (NPV) merupakan net

benefit yang telah di diskon dengan menggunakan social

opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. NPV

dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

NPV = Present Value Cash Flow – Present Value Investment…..(1)


Sumber: Yasuha, 2017
Berikut ini ditunjukkan arti dari perhitungan NPV terhadap

keputusan investasi yang akan dilakukan.

a) NPV > 0, maka proyek layak untuk dijalankan

b) NPV < 0, maka proyek tidak layak untuk dijalankan

c) NPV = 0, maka proyek dapat dijalankan atau tidak dijalankan.

Namun dalam hal ini perusahaan harus mengambil keputusan,


43

dimana keputusan yang diambil harus mempertimbangankan

dampak investasi terhadap perusahaan.

Langkah menghitung NPV:

a) Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus

masuk dan arus keluar, yang didiskontokan pada biaya modal

proyek.

b) Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini

didefinisikan sebagai NPV proyek.

c) Jika NPV adalah positif, maka proyek bisa diterima, sementara

jika NPV adalah negatif, maka proyek itu harus ditolak. Jika

dua proyek dengan NPV positif adalah mutually exclusive,

maka salah satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih.

NPV sebesar nol menyiratkan bahwa arus kas proyek sudah

mencukupi untuk membayar kembali modal yang diinvestasikan

dan memberikan tingkat pengembalian yang diperlukan atas modal

tersebut. Jika proyek memiliki NPV positif, maka proyek tersebut

menghasilkan lebih banyak kas dari yang dibutuhkan untuk

menutup utang dan memberikan pengembalian yang diperlukan

kepada pemegang saham perusahaan. Keunggulan NPV adalah

konsep menggunakan nilai waktu uang (time value of money).

Maka sebelum penghitungan/penentuan NPV hal yang paling


44

utama adalah mengetahui atau menaksir aliran kas masuk di

masa yang akan datang dan aliran kas keluar. Di dalam aliran kas

ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a) Taksiran kas haruslah didasarkan atas dasar setelah pajak.

b) Informasi tersebut haruslah didasarkan atas incremental

(kenaikan atau selisih) suatu proyek. Jadi harus

diperbandingkan adanya bagaimana aliran kas seandainya

dengan dan tanpa proyek. Hal ini penting sebab pada proyek

pengenalan produk baru, bisa terjadi bahwa produk lama akan

“termakan” sebagian karena kedua produk itu bersaing dalam

pemasaran.

c) Aliran kas keluar haruslah tidak memasukkan unsur bunga,

apabila proyek itu direncanakan akan dibelanjai/didanai dengan

pinjaman. Biaya bunga tersebut termasuk sebagai tingkat bunga

yang disyaratkan (required rate of return) untuk penilaian

proyek tersebut. Kalau kita ikut memasukkan unsur bunga di

dalam perhitungan aliran kas ke luar, maka akan terjadi

penghitungan ganda.

2) Payback Period

Menurut Abdul Choliq dkk. (2004) payback period dapat

diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah

dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek


45

yang telah direncanakan. Sedangkan menurut Bambang Riyanto

(2004) payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk

dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan

proceeds atau aliran kas netto (net cash flows).

Selanjutnya menurut Djarwanto Ps (2003) menyatakan bahwa

payback period adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk

menutup kembali original cash outlay. Berdasarkan uraian dari

beberapa pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa payback

period dari suatu investasi menggambarkan panjang waktu yang

diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat

diperoleh kembali seluruhnya. Analisis payback period dalam studi

kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui seberapa lama

usaha/proyek yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi.

Metode analisis payback period bertujuan untuk mengetahui

seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat

terjadinya kondisi break even-point (jumlah arus kas masuk sama

dengan jumlah arus kas keluar). Analisis payback period dihitung

dengan cara menghitung waktu yang diperlukan pada saat total arus

kas masuk sama dengan total arus kas keluar. Dari hasil analisis

payback period ini nantinya alternatif yang akan dipilih adalah

alternatif dengan periode pengembalian lebih singkat. Penggunaan

analisis ini hanya disarankan untuk mendapatkan informasi


46

tambahan guna mengukur seberapa cepat pengembalian modal yang

diinvestasikan.

Ada beberapa persamaan dalam menghitung payback period

dengan memperhatikan beberapa kondisi, yaitu :

a) Persamaan payback period jika arus kas dari suatu rencana

investasi/ proyek berbeda jumlahnya setiap tahun :

...................................(2)
Sumber: Yasuha, 2017
Keterangan :

n = tahun terakhir dimana arus kas masih belum bisa menutupi

initial investment

a = jumlah initial investment

b = jumlah kumulatif arus pada tahun ke n

c = jumlah kumulatif arus pada tahun ke n+1

b) Persamaan payback period jika arus kas dan suku suku rencana

investasi proyek sama jumlahnya setiap tahun :

...................(3)
Sumber: Jurnal PASTI Volume VIII No1, 96 - 108
3) Discounted Payback Period

Merupakan penyempurnaan dari metoda Payback Period, yaitu

dengan memasukkan faktor bunga dalam perhitungannya.


47

Sementara itu, prosedur yang lainnya sama saja dengan metoda

Payback Period. Discounted payback period ini cenderung

memiliki beberap kerugian, diantaranya :

a) Mengabaikan arus kas bebas yang terjadi setelah periode

pengembalian diskonto

b) Pemilihan periode pengembalian diskonto maksimum bersifat

arbitrer

Disamping kerugian discounted payback period juga memeliki

beberap keunggulan, yaitu :

a) Menggunakan arus kas bebas

b) Mudah dihitung dan dipahami

c) Mempertimbangkan nilai waktu dan uang

4) Internal Rate of Return

Metode ini untuk membuat peringkat usulan investasi dengan

menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung

dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang

dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap

nilai sekarang biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto

yang membuat NPV sama dengan nol. IRR yang merupakan

indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Suatu

proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya

(rate of return) lebih besar daripada laju pengembalian apabila


48

melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana

dan lain-lain). IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi

dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya digunakan acuan bahwa

investasi yang dilakukan harus lebih tinggi dari Minimum

acceptable rate of return atau Minimum atractive rate of return

(MARR). MARR adalah laju pengembalian minimum dari suatu

investasi yang berani dilakukan oleh seorang investor.

Dengan rumus umum sebagai berikut :

IRR = i1 + (i2-i1)....................................................(4)

Sumber: M. Giatman (2006:81)

Dimana:

i1 = Suku bunga saat NPV bernilai positif

i2 = Suku bunga saat NPV bernilai negatif

Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan

membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan

(required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari pada tingkat

bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima, apabila

lebih kecil maka proyek tidak diterima.

IRR adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari proyek

sama dengan nol. Discount rate yang dipakai untuk mencari present

value dari suatu keuntuangan atau biaya harus senilai dengan

opportunity cost of capital seperti terlihat dari sudut pandangan si

penilai proyek. Konsep dasar opportunity cost pada hakikatnya


49

merupakan pengorbanan yang diberikan sebagai alternatif terbaik

untuk dapat memperoleh sesuatu hasil dan manfaat atau dapat pula

menyatakan harga yang harus dibayar untuk mendapatkannya.

5) Profitability Index

Metode ini menghitung perbandingan antara nilai arus kas

bersih yang akan datang dengan nilai investasi yang sekarang.

Profitability Index harus lebih besar dari 1 baru dikatakan layak.

Semakin besar PI, investasi semakin layak.

Persamaan :

PI =
Present Value Cash Flow
………….…………………….………........(5)
Initial Investment
Sumber: Yasuha. 2017
Kelayakan investasi menurut standar analisa ini adlh :

Jika PI >1 ; maka investasi tsb dpt dijalankan (tidak layak)

Jika PI <1 ; investasi tsb tidak layak dijalankan (layak)

Kelebihan Profitability Index adalah:

a) Memberikan percentage future cash flows dengan cash initial

b) Sudah mempertimbangkan cost of capital

c) Sudah mempertimbangkan time value of money

d) Mempertimbankan semua cash flow

Kekurangan Profitability Index adalah :

a) Tidak memberikan informasi mengenai return suatu project


50

b) Dibutuhkan cost of capital untuk menghitung Profitability

Index

c) Tidak memberikan informasi mengenai project risk

d) Susah dimengerti untuk dijadikan indicator apakah suatu

project memberikan value kepada perusahaan.

G. Penelitian Yang Relevan

Berikut adalah beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan terkait

dengan permasalahan yang dibahas pada penelitian ini:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Muhsin dan Haryo Satrio

Tomo dengan judul “Studi Retrofit Produksi Kapur Tohor Skala

Menengah Untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Bahan Bakar Dan

Mengurangi Pencemaran Udara (Studi Kasus: Industri Kapur Tohor

Padalarang)”. Penelitian ini diterbitkan oleh Jurnal Teknik Lingkungan

pada Volume 17 Nomor 2 tahun 2011. Penelitian ini menganalisa

kebutuhan dan kehilangan panas yang terjadi pada proses produksi kapur

tohor dan mengusulkan sistem proses produksi baru yang dapat

meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar dan mengurangi

pencemaran udara.

2. Penelitian yang ditulis oleh Kenneth Nesselrodt, Stephen Lee, John D.

Andrews dan Peter W. Hart dengan judul “Mill Study on Improving Lime

Kiln Efficiency” yang diterbitkan oleh TAPPI Journal pada Volume 14

Nomor 2 tahun 2015. Penelitian ini memfokuskan usaha detail untuk

memahami dan mengoptimalisasi efisiensi tungku pembakaran batu kapur


51

dengan kapasitas 660 ton/hari dan juga mengulas setiap unit yang

memberikan pengaruh signifikan pada pabrik pengolahan batu kapur.

3. Penelitian yang ditulis oleh Muchtar Aziz dengan judul “Batu Kapur dan

Peningkatan Nilai Tambah Serta Spesifikasi Untuk Industri” yang

diterbitkan pada Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 6 Nomor

3 tahun 2010. Makalah ini disusun sebagai ulasan teknologi peningkatan

nilai tambah batu kapur serta spesifikasi-spesifikasi yang dibutuhkan oleh

industri pengguna.

4. Penelitian yang disusun oleh Neville Hill dan Kelvin Mason dengan judul

“How to Calculate The Energy Efficiency of Your Lime Burning Process”

pada tahun 1997 untuk yayasan pengembangan teknologi Practical Action.

Disini dibahas metode yang digunakan untuk menghitung efisiensi tungku

pembakaran batu kapur.

5. Penelitian yang disusun oleh Okonkwo P.C, Adefila S.S dan Beecroft G.A

dengan judul “Fundamental Approach To the Design of Single vertical

Shaft Lime Kiln” yang diterbitkan pada International Journal of

Engineering Research Volume 2 Issue 2 tahun 2012. Disini peneliti

merancang sebuah model tungku berdasarkan pengontrolan fenomena

reaksi kalsinasi dan menghitung efisiensi termal dan efisiensi kalsinasi

secara keseluruhan.

6. Penelitian oleh yayasan Practical Action dengan judul “A Case Study in

Lime Production” yang membahas teknis pengolahan batu kapur secara

tradisional di Sri Lanka.


52

7. Penelitian yang disusun oleh Mochamad Furqon dengan judul ”Rancang

Bangun Dan Perekayasaan Tungku Fluidizedbed Sirkulasi Batu Bara

Kalori Rendah (Lignit) Untuk Menghasilkan Efisiensi Pembakaran Tinggi

Dan Ramah Lingkungan” yang dan diterbitkan pada Jurnal Riset Industri

Volume VI Nomor 2 tahun 2012. Penelitian ini merancang tungku

pembakaran tipe fluidized bed sirkulasi yang menggunakan bahan bakar

batubara serta juga dibahas metode penghitungan efisiensi tungku tersebut.

8. Penelitian ini disusun oleh Farida Afriani Astuti dan Andi Sungkowo

dengan judul “Kelayakan Ekonomi dan Lingkungan Kegiatan

Pertambangan Rakyat di Kabupaten Sleman” yang diterbitkan pada Jurnal

Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 8 Nomor 2 tahun 2016.

Penelitian ini menganalisis kelayakan ekonomi dan lingkungan di

Kabupaten Sleman menggunakan metode pengharkatan. Kelayakan

ekonomi dianalisis menggunakan tiga parameter dasar yaitu perbandingan

cadangan terhadap penggunaan bahan galian, potensi pasar dan

pemanfaatan bahan galian dan perbandingan biaya dan manfaat.

Sedangkan untuk kelayakan lingkungan dianalisis berdasarkan dampak

yang ditimbulkan.

9. Penelitian yang disusun oleh Dirga Sidauruk dengan judul “Analisis

Kelayakan Investasi Menggunakan Metoda Discounted Cash Flow

Tambangan Galena PT. Triple Eight Energy, Kecamatan Koto Parik

Gadang Diateh Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat” pada

tahun 2017 untuk menyelesaikan studinya di Teknik Pertambangan


53

Universitas Negeri Padang. Penelitian ini menganalisis kelayakan investasi

pada tambang galena PT. Triple Eight Energy menggunakan metoda

discounted cash flow.

10. Penelitian yang disusun oleh Endah Reni Pusvitasari dengan judul

“Analisis Investasi Dengan Real Option Valuation Pada Tambang

Batubara Studi Kasus Tambang Satui-Karuh PT. Arutmin Indonesia” pada

tahun 2010 untuk menyelesaikan studinya di Teknik Pertambangan Institut

Teknologi Bandung. Penelitian ini menggunakan analisis real option

valuation sebagai alternatif lain dari metode discounted cash flow.

Anda mungkin juga menyukai