Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

BAB II
Gambaran Umum
Wilayah
2.1.

Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Badung terletak pada posisi


antara 81420 - 85048 Lintang Selatan dan 11505 00
1152616 Bujur Timur dengan luas wilayah 418,52 km 2 atau
sekitar 7,43 % dari dataran Pulau Bali dan terbagi atas 6 wilayah
kecamatan. Kecamatan yang ada di Kabupaten Badung adalah:
1). Kecamatan Kuta Utara; 2). Kecamatan Kuta Selatan; 3).
Kecamatan Kuta; 4). Kecamatan Mengwi; 5). Kecamatan Abian
Semal; dan 6). Kecamatan Petang.

Dari 6 kecamatan ini

nampak Kecamatan Petang memiliki luas wilayah terbesar yakni


115 Km2, sedangkan Kecamatan Kuta merupakan kecamatan
yang terkecil dengan luas wilayah 17,52 Km2.
Sama halnya dengan daerah lainnya, Kabupaten Badung
mengalami dua musim yakni musim kemarau dan musim
penghujan. Suhu udara berkisar antara 22,9 derajat celsius yang
merupakan suhu terendah dan suhu tertinggi mencapai 31,2
derajat celsius. Sementara itu kelembaban udara berkisar antara
80 % - 86%. Kelembaban tertinggi biasanya terjadi pada bulan
April, sementara kelembaban terendah terjadi pada bulan
Januari.

Mengetahui perkembangan curah hujan memang

penting karena hal ini dapat dimanfaatkan dalam merencanakan

BAB II - 1

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

usaha pertanian. Air hujan merupakan salah satu pendukung


dalam melaksanakan aktivitas pertanian.
Kabupaten Badung terletak berbatasan dengan Kabupaten
Buleleng di sebelah utara, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten
Bangli disebelah Timur, di sebelah Selatan adalah berbatasan
dengan Samudra Indonesia dan disebelah Barat berbatasan
dengan

Kabupaten

Tabanan.

Secara

keseluruhan,

wilayah

kabupaten Badung berjumlah 41.852 hektar. Seluruh wilayah ini


terdiri dari

lahan sawah

10.125 Ha,

lahan kering dan lahan

lainnya 31.727 Ha.


2.2. Kondisi Fisik Dasar
Kondisi sumberdaya alam meliputi sumberdaya lahan,
sumberdaya air dan sumberdaya udara. Analisis sumberdaya
alam dimaksudkan untuk memahami kondisi, daya dukung
lingkungan, tingkat perkembangan pemanfaatan sumberdaya
lahan, sumberdaya air, dan sumberdaya alam lainnya serta
potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam menunjang
pengembangan wilayah Kabupaten Badung.
A. Kondisi Fisiografi Tanah
Secara umum letak ketinggian Kabupaten Badung adalah
seperti yang disajikan pada Tabel 2.1. Berdasarkan tabel
tersebut, dapat dilihat bahwa semakin ke utara, persentase
nilai lahan terbangun semakin kecil. Hal ini memberi
indikasi bahwa secara fisik pembangunan berlangsung
lebih cepat di bagian selatan, sehingga dapat dikatakan
bahwa makin ke selatan Kabupaten Badung, semakin
bersifat Urban dan semakin ke utara akan semakin Rural.
Tabel 2.1 Luas Wilayah, Ketinggian, dan Luas Terbangun per
Kecamatan Kabupaten Badung Tahun 2014
No

Kecamatan

Luas

Persenta

Persenta

Ketinggi

Jarak

BAB II - 2

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016
se
an dari
Wilaya
se Luas
ke
dibandin Permuka
h
wilayah
Denpas
g Luas
an Laut
(Km)
(%)
ar (Km)
Bali (%)
(m)
1

Kuta Selatan

101,13

24,16

1,8

28

18,3

Kuta

17,52

4,19

0,31

27

9,6

Kuta Utara

33,86

8,09

0,6

65

6.6

Mengwi

82,00

19,59

1,46

0 - 350

15

Abiansemal

69,01

16,49

1,23

75 - 350

15

Petang

115,00

27,48

2,04

275 2075

30

418,5
2

100,00

7,44

0 - 2075

Kabupaten

Sumber: Kabupaten Badung dalam Angka, 2015

Kemiringan

lereng

Kabupaten

Badung

dapat

dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) yaitu :


a.

kemiringan lereng 0 3%, merupakan daerah datar,


umumnya merupakan daerah dataran aluvial sungai,
rawa dan pantai. Penyebarannya meliputi Kuta, Legian
dan Benoa dengan luas daerah 22,01 km atau 5,64%
dari luas daerah;

b.

kemiringan lereng >3 5%, merupakan daerah


landai, umumnya merupakan daerah dataran aluvial
sungai. Penyebarannya meliputi Jimbaran, Basangkasa
dan Petinggan dengan luas daerah 23,12 km atau
3,93% dari luas daerah;

c.

kemiringan lereng >5 10%, merupakan daerah


bergelombang umumnya merupakan daerah perbukitan
bergelombang,
Munggu,

penyebarannya

Dalung,

Abianbase,

meliputi
Lukluk,

daerah

Mengwi

dan

Cemengan dengan luas daerah 109,9 km atau 28,19


% dari luas daerah;

BAB II - 3

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

d.

kemiringan lereng >10 15%, merupakan daerah


agak miring. Penyebarannya meliputi daerah Sembung,
Batangnyuh, Sangeh, Semuan, Getasan dan Pangsang
dengan luas daerah 59,53 km atau 15,27% dari luas
daerah;

e.

kemiringan lereng >15 30%, merupakan daerah


miring.

Penyebarannya

Pecatu,

Kutuh,

meliputi

Petangan,

daerah

Uluwatu

dan

Unggasan,
Sawangan

dengan luas daerah 93,33 km atau 23,94% dari luas


daerah;
f.

kemiringan lereng >30 70%, merupakan daerah


sangat miring sampai curam. Penyebarannya meliputi
sekitar Plaga, Kladan dan Belok dengan luas daerah
75,49 km atau 19,36 % luas daerah pemetaan;

g.

kemiringan lereng > 70%, merupakan daerah yang


sampai curam. Penyebarannya meliputi daerah puncak
G. Catur, dengan luas daerah 6,45 km atau 1,65%
dari luas daerah.

Lebih jelasnya kondisi kemiringan lereng di Kabupaten


Badung dapat dilihat pada gambar berikut.

BAB II - 4

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

Gambar. 2.1
Peta Kemiringan Lereng
B. Kondisi Geologi
Kondisi

geologi

Kabupaten

Badung

sebagian

besar

merupakan produk gunung api muda yang terdiri dari


breksi

vulkanik,

tufa

pasiran

dan

endapan

lahar

(Hadiwidjojo, 1971 dan Sudadi dkk, 1986). Sebagian kecil


daerah pesisir sekitar Kuta merupakan daerah alluvial
endapan pantai yang tersusun dari pasir, sedangkan di
daerah selatan merupakan bukit kapur yang berasal dari
batu gamping, batu pasir gampingan dan napal.
C. Jenis Tanah
Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Badung
tergolong jenis Inceptisols berbahan induk abu vulkan
intermedier dan tuf. Sebagian lagi jenis tanah Andisol dari
bahan induk yang sama terdapat di daerah hutan lindung
yang

berbatasan

dengan

Kabupaten

Buleleng.

Tanah

Entisols terdapat di sekitar dataran pantai Kuta.


Wilayah perbukitan kapur di bagian selatan memiliki jenis
tanah Alfisols dengan fisiografi pengangkatan (uplifit)

BAB II - 5

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

daerah

pantai.

Vertisols

juga

ditemukan

di

Canggu,

Kerobokan yang mempunyai sifat mudah mengembang


dan mengempis.
D. Kondisi Morfologi
Pembagian satuan morfologi ini didasarkan pada bentuk
bentang alam dan kemiringan lereng. Wilayah Kabupaten
Badung dapat dibagi menjadi 5 (lima) satuan morfologi
yaitu :
1. Dataran
Merupakan daerah dataran alluvium dan pantai, bentuk
lereng datar hingga landai dengan kemiringan lereng
umumnya < 5%, terletak pada ketinggian 0 50 m
diatas permukaan laut. Sungai yang mengalir pada
satuan

morfologi

ini

kondisi

keairannya

bersifat

permanen (mengalir sepanjang tahun). Bentuk sungai


melebar ke arah horizontal dengan tebing yang landai
dan dangkal. Batuan penyusun terdiri dari kerikil, pasir,
lanau dan liat.
Penyebarannya dibagian tengah-selatan dengan luas
daerah lebih kurang 11,56% dari luas wilayah, meliputi
Kuta, Legian, Tuban, Benoa, Nusa Dua, Basangkasa,
Petinggan dan Plase. Dari pengamatan di lapangan
daerah ini umumnya dipergunakan sebagai daerah
permukiman,

industri,

perkantoran,

pertokoan,

dan

obyek wisata.
2. Perbukitan Berelief Halus
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan
bergelombang

halus

dengan

kemiringan

lereng

umumnya antara 5 15% (setempat > 15%) dan berada


pada ketinggian 100 500 m diatas permukaan laut.
Bentuk morfologi dipengaruhi oleh adanya torehan aluralur

sungai

yang

membentuk

pola

aliran

sejajar

BAB II - 6

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

(pararel) dengan lembah yang cukup lebar dan agak


dalam serta bentuk sungai mulai mengarah ke bentuk
U. Erosi lateral sudah mulai berjalan lebih intensif
dibandingkan dengan erosi vertical. Batuan penyusun
terdiri dari tufa dan lahar yang berasal dari batuan
gunung api kelompok Buyan Bratan dan Batur (Qpbb).
Penyebarannya terdapat di bagian tengah dengan luas
lebih kurang 43,38% dari luas wilayah yaitu sekitar
daerah Mengwi, Kapal, Abiansemal, Denkayu, Blahkiuh,
Lukluk dan Sangeh. Penggunaan lahan di daerah ini
digunakan untuk kawasan permukiman, pertanian dan
obyek wisata.
3. Perbukitan Berelief Sedang
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan
bergelombang

sedang

dengan

kemiringan

lereng

umumnya 15 30% (setempat > 50%) dan berada pada


ketinggian 7 - 213 meter di atas permukaan laut dengan
puncak-puncaknya G. Unggasan, Tegalblimbing, Alas
Pulosupit,

Munduk

Kenampakan

pola

Dipal,

dan

aliran sungai

Alas

Kemajung.

adalah memancar

(radial).
Penyebarannya di bagian selatan wilayah dengan luas
lebih kurang 23,94% dari luas daerah, meliputi daerah
Pecatu, Petangan, Simpangan, Kutuh dan Uluwatu.
Penggunaan lahan pada satuan ini umumnya berupa
daerah alang-alang, tegalan dan permukiman.
4. Perbukitan Berelief Kasar
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan
bergelombang kasar dengan kemiringan lereng 30
70% dan berada pada ketinggian 500 1000 m diatas
permukaan
membentuk

laut.
pola

Pola

aliran

aliran

sungainya

sejajar

umumnya

(pararel)

dengan

BAB II - 7

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

kenampakan

tebing-tebing

sungai

cukup

dalam.

Keadaan ini menujukkan bahwa erosi vertikal lebih


intensif dibandingkan dengan erosi lateral. Batuan
penyusun terdiri dari tufa dan lahar yang berasal dari
batuan gunung api kelompok Buyan Bratan dan Batur
(Qpbb).
Sebarannya terdapat di bagian utara dengan luas lebih
kurang 19,58% dari luas daerah yaitu sekitar daerah
Pangsang, Petang, Sandakan, Nungnung, Kladan dan
Plaga. Penggunaan lahan di daerah ini adalah untuk
kawasan

perkebunan,

permukiman

setempat

dan

persawahan.
5. Perbukitan Berelief Sangat Kasar
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan
bergelombang sangat kasar dengan kemiringan lereng
umumnya > 70% (setempat 50%) dan berada pada
ketinggian 1500 2096 m di atas permukaan laut. Pola
aliran
dengan

sungai

menujukkan

lembah

dalam

pola

dan

memancar

sempit.

(radial)

Sifat

sungai

umumnya musiman (intermitten) artinya hanya berair


pada musim penghujan. Batuannya terbentuk dari hasil
kegiatan gunung api kelompok Buyan Bratan Purba
berupa lava dan Breksi (Qvbb).
Sebarannya menempati bagian utara dengan luas lebih
kurang 1,53% dari luas daerah, yang meliputi daerah
sekitar G. Catur

yang umumnya masih ditutupi oleh

hutan tropik.
2.3. Kesesuaian Lahan
Berdasarkan observasi lapangan, data sekunder dan studi
kepustakaan, disusun klasifikasi kesesuaian lahan untuk lahan
basah (sawah) dan lahan kering disertai dengan faktor pembatas
yang ada dan upaya untuk menanggulangi faktor pembatas

BAB II - 8

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

tersebut. Faktor pembatas tersebut merupakan nilai pembatas


antar klasifikasi kesesuaian lahan di wilayah Kabupaten Badung.
Kesesuaian lahan merupakan salah satu input penting yang wajib
digunakan untuk mengoptimalkan peran dan fungsi pemanfaatan
lahan.
Keseuaian lahan merupakan nilai lahan hasil overlay factorfaktor penentu penggunaan/pemanfaatan lahan. Keseuaian lahan
disusun dengan memperhatikan factor penentu penggunaan
lahan seperti jenis tanah, hidrologi, kedalaman tanah, jenis
batuan, curah hujan termasuk juga morfologi lahan. Hasil overlay
ini akan menggambarkan kondisi lahan dan kesesuaiannya
terhadap penggunaan seharusnya. Dengan mengetahui nilai
kesesuaian
mengenai

lahan

maka

kecocokan

akan

diperoleh

pengembangan

sebuah

lahan

untuk

informasi
wilayah

Kabupaten Badung. Optimalisasi pemanfaatan lahan adalah


output dari analisis kesesuaian lahan ini. Kesesuaian lahan di
Kabupaten Badung di gambarkan oleh peta kesesuaian lahan
berikut.

BAB II - 9

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

Gambar 2.2.
Peta Geologi

BAB II - 10

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

Gambar 2.3.
Peta Jenis Tanah

BAB II - 11

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

Gambar 2.4.
Peta Morfologi
2.4.

Jumlah, Sebaran dan Kepadatan Penduduk


Kabupaten Badung bukan merupakan salah kabupaten

yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Bali. Dengan Luas


418,52 km2 Kabupaten Badung dibagi dalam enam wilayah
kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Selatan, Kuta, Kuta Utara,
Mengwi, Abiansemal, dan Petang. Wilayah yang paling luas
adalah

Kecamatan

Petang

dengan

luas

115

km2,

disusul

Kecamatan Kuta Selatan dengan luas 101,13 km 2. Kecamatan


dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Kuta dengan luas
17,52 km2.
Dengan luas wilayah yang relative kecil dibandingkan
dengan
termasuk

beberapa

kabupaten

lainnya.

Kabupaten

Badung

salah satu kabupaten dengan jumlah penduduk

terpadat di Bali. Berdasarkan data dari BPS (Badung dalam


Angka Tahun 2015) jumlah penduduk Kabupaten Badung sebesar
602.700 jiwa, atau dengan rata-rata kepadatan penduduk sekitar
1,440 jiwa/km2. Secara absolut jumlah penduduk terbesar
terdapat di Kecamatan Kuta Selatan, disusul Kecamatan Mengwi
dan Kecamatan Kuta Utara. Sedangkan untuk tingkat kepadatan

BAB II - 12

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

penduduk terbesar berada di Kecamatan Kuta sebesar 5,574


orang/km2 dan terendah di Kecamatan Petang sebesar 0,227
orang/km2. Secara terperinci informasi tentang luas wilayah,
jumlah, dan kepadatan penduduk Kabupaten Badung dapat
dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan
Penduduk Kabupaten Badung Menurut Kecamatan
Tahun 2014.
No
.

Kecamatan

1.

Kuta Selatan

2.

Luas
(km2)

Jumlah
Penduduk (000
jiwa)

Kepadatan
Penduduk (per
Km2)

101,13

140,5

1,389

Kuta

17,52

97,7

5,574

3.

Kuta Utara

33,86

119.8

3,538

4.

Mengwi

82,00

128.1

1,562

5.

Abiansemal

69,01

90.6

1.312

6.

Petang

115,00

26.1

0,227

418,52

602,7

1,440

Kabupaten Badung

Sumber : Badung dalam Angka Tahun 2015

2.5. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan


Secara umum curah hujan pada wilayah berpola hujan
monsun memiliki musim hujan yang jatus saat bulan DJF
(Desenber-Januari-Februari) dan musim kemarau pada saat Bulan
JJA (Juni-Juli-Agustus) sedangkan saat MAM (Maret-April-Mei) dan
SON (September-Oktober-November) merupakan masa transisi
dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.
Berdasarkan data curah hujan, tingkat curah hujan di
masing-masing kecamatan berbeda-beda. Pada bulan Januari
curah hujan tertinggi berada di kecamatan petang, dengan
tingkat curah hujan sebesar 577 mm. Pada bulan Februari curah
hujan tertinggi berada di Kecamatan Kuta Selatan sebesar 431
mm, untuk bulan Maret tetinggi berada di Kecamatan Petang

BAB II - 13

Laporan Pendahuluan

PEMUTAHIRAN DATA BASE DAN PEMETAAN POTENSI


WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN BADUNG
TAHUN 2016

sebesar 330 mm dan bulan April tertinggi berada di Kecamatan


Kuta Utara sebesar 207 mm. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 2.3.
Tabel 2.3.
Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Badung tahun 2014
N
o.

Nama
dan
Lokasi
Stasiun

Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm)


Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ag
s

Se
p

Ok
t

No
p

De
s

465

431

10

151

23

55

12
6

60
0

Kuta
Selatan

Kuta

Kuta
Utara

191

374

22

207

17
5

Mengwi

349

165

150

114

24

108

40

73

45
1

Abiansem
al

339

162

149

126

50

17

138

22

15
2

53
4

Petang

577

123

330

99

10

130

23

14
1

51
1

Sumber

Dinas Pertanian, Perkebunan,


Kabupaten Badung
Badung dalam Angka Tahun 2015

dan

Kehutanan

Secara umum curah hujan pada wilayah berpola hujan


monsun memiliki musim hujan yang jatus saat bulan DJF
(Desember-Januari-Februari) dan musim kemarau pada saat
Bulan JJA (Juni-Juli-Agustus) sedangkan saat MAM (Maret-AprilMei) dan SON (September-Oktober-November) merupakan masa
transisi dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.

BAB II - 14

Anda mungkin juga menyukai