Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN EKSEKUTIF

UJI MODEL KERJASAMA PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TPA REGIONAL

TAHUN ANGGARAN 2011

1. Pendahuluan Besarnya beban pengelolaan sampah khususnya di kota besar dan metropolitan, melatarbelakangi lahirnya berbagai kebijakan. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan adanya kerjasama dan kemitraan antar pemerintah daerah, badan usaha dan masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya menindaklanjuti amanat Undang-undang tersebut dengan mengeluarkan kebijakan pengelolaan TPA perkotaan menggunakan TPA Regional. Selain itu Pemerintah juga mendorong kerjasama antar pemerintah daerah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Upaya fasilitasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam menggalang kerjasama antar pemerintah daerah, swasta dan masyarakat dilapangan mengalami beberapa kendala. Kendala yang cukup menonjol antara lain sulitnya membangun kesepakatan dalam kerjasama pengelolaan TPA regional dan belum terbentuknya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Padahal kedua hal tersebut menjadi prasyarat untuk menjalin kerjasama yang lebih luas khusunya dengan swasta dan masyarakat. Dalam konteks permasalahan tersebut, Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi,dan Lingkungan Bidang Permukiman telah melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan sejak tahun 2008 2010. Dari rangkaian kegiatan tersebut telah menghasilkan sebuah model kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional dengan sebutan model joint service agreement (JSA). Dengan model kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan sampah dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Untuk melihat kinerja model kerjasama diperlukan suatu uji model kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional. Dengan uji model ini diharapkan dapat diketahui kinerja model kerjasama secara terukur. Hasil uji model diharapkan dapat menjadi bahan yang telah teruji dalam penyusunan konsep pedoman kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional.

2. Model Kerjasama Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam Pengelolaan TPA Regional Model joint service agreement mempunyai sejumlah komponen, antara lain: a. b. c. d. Institusi. Pembiayaan. Sumber Daya Manusia (SDM). Community Based Development.

Guna memperoleh kejelasan pemahaman, Gambar 1 menunjukkan komponen yang ada dalam joint service agreement.

Gambar 1. Komponen Model Kerjasama Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dengan joint service agreement

Berdasarkan metode pengumpulan data dan analisis data yang telah ditetapkan sebelumnya, maka berikut dijelaskan tata cara uji model yang akan dilakukan dalam kegiatan ini. Secara ringkas tata cara ini dapat dilihat pada bagan alir seperti ditunjukkan gambar 2.

Mulai

Konsep Model

Sosialisasi Konsep Model

Notulensi Feed Back

Pengamatan lapangan/Wawancara/D okumentasi

Analisis Data Pembobotan Uji Model

Hasil Skoring Uji Model

Komparasi Draft Pedoman CK

Rekomendasi Draft Pedoman / Pedoman Baru

Konsep Pedoman

Penyusunan Konsep Pedoman

FGD Penajaman Konsep Pedoman

Final Konsep Pedoman

Gambar 2. Tata Cara Uji Model

Dalam pengembangan konsep pedoman tersebut, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana merumuskan ruang lingkup yang tepat dengan mempertimbangkan hasil uji model di lapangan. Kalau seluruh aspek yang dinilai penting dalam uji model diakomodasi, maka ruang lingkup pedoman menjadi terlampau luas. Dalam perkembangan diskusi/penyusunan konsep pedoman, maka diputuskan untuk membatasi ruang lingkup pada tahap perencanaan kerjasama pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional. Pedoman tersebut mengatur prosedur fasilitasi perencanaan kerjasama pengelolaan TPA regional mulai dari persiapan hingga penandatanganan kerjasama. Sasaran pedoman ini adalah pemerintah dan pemerintah propinsi sebagai yang memiliki kewenangan pengelolaan sampah lintas daerah dan kabupaten/kota. Untuk produk konsep pedoman perencanaan kerjasama pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional dapat dilihat pada bagian lampiran dari laporan akhir ini. Sebagaimana berulangkali telah disampaikan sebelumnya, pada saat penyusunan konsep pedoman ini Ditjen Cipta Karya melakukan diseminasi konsep pedoman pembentukkan kelembagaan TPA regional. Dengan melihat tahapan dalam konsep pedoman tersebut terdapat kemiripan sekaligus kesamaan lingkup dengan konsep pedoman yang tengah dikembangkan. Dengan kondisi tersebut, tim peneliti memutuskan untuk melakukan pembobotan antara hasil uji model dengan substansi dan ketentuan yang diatur pada pedoman yang dibuat Ditjen Cipta Karya. Hasil pembobotan (skoring) uji model dan komparasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Model dan Komparasi Komponen Institusi Pembiayaan Sumber Daya Manusia (SDM) Community Based Development
Sumber : Hasil Analisis (2011)

Skoring Uji Model 2 1 1 1

Skoring Komparasi 0 1 0 1

Berdasarkan hasil pembobotan komparasi ditemukan bahwa pada komponen pembiayaan/manfaat dan komponen pengembangan CBD (bobot 1) terdapat ruang kosong yang menjadi peluang dari kajian ini untuk melengkapi konsep pedoman yang telah disusun Cipta Karya. Dari kedua komponen tersebut, dengan melihat kemampuan dan prioritas yang paling logis maka dipilihlah komponen pembiayaan dan manfaat sebagai produk konsep pedoman yang paling strategis untuk di masukkan. Alasan

utama dari dipilihnya komponen pembiayaan dan manfaat karena banyak sekali proses fasilitasi kerjasama yang gagal karena tidak bisa mencapai kesepakatan terkait pembagian biaya dan manfaat pengelolaan TPA regional. Ketika kesepakatan antar pemerintah daerah tersebut tidak dapat dicapai, maka logikanya tidak mungkin akan mengembangkan kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Dengan demikian pilihan untuk mengembangkan konsep pedoman perumusan pembagian biaya dan manfaat pengelolaan TPA regional menjadi pilihan yang rasional pada saat ini dan kedepan. Studi kasus dilakukan pada TPA Regional Sarimukti untuk menganalisis kelayakan ekonomi TPA Regional. Dengan menggunakan asumsi umur program 10 tahun dan tingkat bunga diskonto 15 %. Tabel 2 menunjukkan nilai manfaat tunai (net benefit) didapat melebihi net cost-nya. Selisih keduanya adalah nilai manfaat bersih berdasarkan nilai sekarang (NPV). NPV di semua kabupaten/kota adalah negatif, artinya cost-benefit ratio akan di bawah 1. Berdasarkan nilai ini menyimpulkan bahwa secara ekonomi, TPA Regional tidak layak untuk dibangun dengan kerjasama selama 10 tahun. Tabel 2. Hasil Analisis cost-benefit ratio TPA Regional Parameter Net Cost (15%) Net Benefit (15%) Net Present Value Cost-Benefit Ratio Nilai Rp.142.783.919.434 Rp.116.183.139.275 Rp.-26.600.780.160 0,81

Sumber : Hasil Analisis (2011)

Analisis selanjutnya adalah menentukan pay back period, yaitu pada tahun ke berapa biaya yang dikeluarkan telah tertutupi oleh manfaat yang didapat secara kumulatif. Secara grafis nilai ini dapat ditentukan dari titik potong net cost dan net benefit (titik break event point). Grafik tersebut menunjukkan bahwa pay back period sebelum ke-10 yaitu sekitar tahun ke-2. Dengan demikian mulai tahun-tahun tersebut, pemerintah kabupaten/kota akan dapat menikmati manfaat dari pengembangan TPA Regional. Tetapi biaya kembali melebihi manfaat mulai tahun ke-4. Pay back period 1 terjadi sebelum umur program diprediksikan berakhir, artinya TPA Regional layak diimplementasikan hingga tahun ke-4 saja. Kelayakan ini masih berpotensi ditingkatkan dengan memperbesar nilai manfaat. Potensi pemanfaatan sampah TPA yang bisa diupayakan adalah produksi listrik dan penjualan hasil penangkapan Methana. Peluang paling besar adalah dengan menjalin kerjasama swasta dan internasional.

3. Kesimpulan dan Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, maka terdapat beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan. Adapun kesimpulan pada kegiatan uji model kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan TPA Regional antara lain : 1. Komponen kelembagaan menunjukkan skor rata-rata 2. Artinya seluruh variabel dalam komponen model ini sangat sesuai dengan kondisi di lapangan dan memiliki nilai sangat penting sehingga sangat layak dikembangkan dalam konsep pedoman. 2. Komponen pembiayaan menunjukkan skor rata-rata 1. Artinya sebagian besar variabel dalam komponen model ini sesuai dengan kondisi di lapangan dan memiliki nilai penting sehingga cukup layak dikembangkan dalam konsep pedoman. 3. Komponen SDM menunjukkan skor rata-rata 1. Artinya sebagian besar variabel dalam komponen model ini sesuai dengan kondisi di lapangan dan memiliki nilai penting sehingga cukup layak dikembangkan dalam konsep pedoman. 4. Komponen CBD menunjukkan skor rata-rata 1. Artinya sebagian besar variabel dalam komponen model ini sesuai dengan kondisi di lapangan dan memiliki nilai penting sehingga cukup layak dikembangkan dalam konsep pedoman. Berdasarkan hasil pembobotan uji model dapat dikeluarkan beberapa parameter kinerja model seperti efektifitas dan efesiensi. Model kerjasama ini dianggap semakin efesien manakala : 1. Mampu mendorong para pihak yang bekerjasama untuk menyatupadukan tujuan dan kepentingannya dalam pengelolaan sampah skala regional dengan input (biaya fasilitasi, FGD, kampanye publik, dan sebagainya) sehemat mungkin. 2. Mampu mendorong para pihak yang bekerjasama segera melakukan penandatanganan nota kesepahaman dan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama yang legal dan mengikat menggunakan sumber daya yang sehemat mungkin. 3. Mampu membentuk lembaga kerjasama pengelola TPA regional yang independen dan SDM didalamnya di isi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi yang memadai dengan penggunaan sumber daya yang sehemat mungkin.

4. Mampu memudahkan para pihak yang bekerjasama dalam melakukan perhitungan dan perumusan pembiayaan dan manfaat sehingga dapat menghasilkan keputusan pembiayaan yang disepakati bersama. 5. Mampu memfasilitasi pengembangan kemitraan dengan masyarakat sekitar TPA sehingga meningkatkan penerimaan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Komponen pembiayaan dan pengembangan CBD direkomendasikan menjadi konsep pedoman yang melengkapi Konsep Pedoman Pembentukkan

Kelembagaan TPA Regional. 2. Komponen pembiayaan menjadi prioritas dalam penyusunan konsep pedoman berdasarkan pertimbangan pengalaman kegagalan proses fasilitasi kerjasama akibat tidak tercapainya kesepakatan terkait pembagian biaya dan manfaat pengelolaan TPA regional. Adapun konsep pedoman mengenai pembiayaan yang direkomendasikan adalah Konsep Pedoman Tatacara Perumusan

Pembagian Biaya dan Manfaat Pengelolaan TPA Regional (Lampiran). 3. Untuk menyempurnakan konsep pedoman Tatacara Perumusan Pembagian Biaya dan Manfaat Pengelolaan TPA Regional perlu kajian lebih mendalam terkait manfaat lingkungan keberadaan TPA regional dan kemampuan fiskal daerah kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai