Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Secara umum PT. Kumala Mining merupakan kontraktor dari PT. ANI

(Aneka Nusantara International) yang merupakan perusahaan yang bergerak

dibidang pertambangan dengan komoditas nikel ore yang memulai eksplorasi dari

tahun 2006 dan melakukan Operasi penambangannya pada tahun 2007 dengan

menerapkan penambangan Selective Mining oleh beberapa kontraktornya. Namun

pada perkembangannya pada tahun 2011 PT. Kumala Mining-lah yang melalukan

operasi penambangan di wilayah konsesi PT. Aneka Nusantara International atau

lebih bersifat Join Job Operational, dengan luas areal konsesi untuk eksplorasi

seluas 7.727 Ha dan luas areal konsesi eksploitasi seluas 1.684 di dua kecamatan

yaitu di Desa Kalaka Kecamatan Bunta (Jety), Desa Ulos, Hion dan Koninis

Kecamatan Simpang Raya (Front Penambangan), Kabupaten Banggai, Provinsi

Sulawesi Tengah.

Daerah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Aneka

Nusantara International yang dipersiapkan ke tahap Produksi pada Bunta Project

yang merupakan sebagian areal WIUP Operasi Produksi PT. Kumala Mining,

Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, memasuki tahap kegiatan produksi

berdasarkan keputusan Keputusan Bupati Banggai Nomor :

2-1
541.15/1980/DISTAMBEM tertanggal 15 Oktober 2007 atas nama PT. Aneka

Nusantara International, terletak wilayah Kecamatan Bunta dan Kecamatan

Simpang Raya, Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.

Pemasaran hasil kegiatan penambangan di PT. Kumala Mining diperuntukkan

bagi pasar luar negeri. Produk yang diekspor (541.15/2328/DISTAMBEM)

merupakan produk komoditas nikel ore mentah berupa lapisan batuan Limonit dan

Saprolit dengan kadar Nickel (Ni) sesuai dengan COG (Cut Off Grade)yang

ditentukan oleh PT, Kumala Mining yaitu 1,6 sebagai parameter terpenuhinya kadar

yang diinginkan Oleh Buyer dari PT.

Kumala Mining itu sendiri, yaitu dengan Nickel (Ni) berkadar 2,0>.

2.2 Geografi Daerah Penelitian

2.2.1 Lokasi Dan Kesampain Daerah

Secara administrasi, lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi

Produksi ( WIUP OP ) PT. Kumala Mining terletak pada posisi geografis area

penambangannya terletak antara 122o12’01” BT – 122o16’00” BT dan 0o50’00” LS

– 0o52’11,2” LS. Secara umum daerah merupakan daerah perbukitan,

bergelombang, mempunyai satu sungai besar, dan dibeberapa tempat terdapat rawa

bakau, dan dekat dengan pesisir pantai dengan elevasi rata-rata 2 meter – 800 meter

DPL. Wilayah Ijin Usaha Penambangan PT. Kumala Mining ini terletak di dua

kecamatan yang luas totalnya adalah 7.727 Ha, mulai dari Desa Kalaka Kecamatan

Bunta, Desa Ulos, Desa Hion, dan Desa Koninis Kecamatan

Simpang Raya, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2.1).

2-2
Sumber : Arsip PT. Kumala Mining

Gambar 2.1

Peta Situasi Lokasi WIUP PT. Kumala Mining

Daerah penelitian tersebut dapat dicapai dengan rute perjalanan sebagai

berikut :

 Dari Kota Palu dapat ditempuh dengan rute perjalanan darat dengan kendaraan

roda empat ataupun roda dua menuju ke arah Kota Luwuk melalui jalan Trans

Sulawesi dengan jarak tempuh 463 km selama rata-rata ± 11 jam. Sedangkan

menggunakan pesawat hanya membutuhkan waktu ± 30 menit.

 Dari Kota Makassar dapat ditempuh dengan rute perjalanan darat dengan

kendaraan roda empat ataupun roada dua menuju lokasi dengan jarak tempuh

2-3
940 km selama rata-rata ± 27 jam perjalanan, sedangkan menggunakan rute

perjalan udara menggunakan pesawat hanya membutuhkan waktu selama ± 45

menit kearah Kota Luwuk

 Dari Kota Luwuk ke lokasi yaitu Kecamatan Bunta dan Kecamatan Simpang

raya dengan jarak tempuh 136 km selama rata-rata ± 4 jam dengan perjalanan

darat menggunakan kendaraan roda empat ataupun roda dua kearah kota Palu.

2.2.2 Iklim Dan Curah Hujan

Pada umumnya wilayah Indonesia beriklim tropis yang setiap tahunnya

dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, begitu

pula iklim didaerah Kabupaten Banggai dan sekitarnya. Pada Bulan Juni sampai

dengan September arus angin bertiup dari Australia dan tidak mengandung uap air,

sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada Bulan Desember

sampai dengan Maret arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus dari

Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Suhu udara permukaan

menunjukkan angka rata-rata berkisar antara 26,8oC – 29,4oC, sedangkan suhu

udara maksimum terjadi pada Bulan Februari yaitu sebesar 35oC dan suhu udara

minimum terjadi pada Bulan Juni sebesar 20oC

Data curah hujan Tahun 2008 - 2012 (Tabel 2.1) menunjukkan bahwa musim

hujan terjadi antara Bulan Mei - November, sedangkan musim kemarau Bulan

Desember – April. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan tertinggi

terjadi pada Bulan Juli Tahun 2012 yaitu 392 dengan hari hujan 24 hari.

2-4
Tabel 2.1

Data Curah Hujan Kec. Simpang Raya Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah
Tahun

Bulan 2008 2009 2010 2011 2012


CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
Mm mm Mm mm mm mm mm Mm mm Mm
1 Januari 38 4 140 8 166 8 189 13 216 14
2 Februari 40 3 124 10 140 11 165 8 168 12
3 Maret 20 2 198 13 99 14 198 18 183 14
4 April 88 22 172 16 247 16 212 12 156 9
5 Mei 272 22 167 14 322 20 294 22 284 19
6 Juni 183 21 184 19 290 18 226 24 222 21
7 Juli 183 19 188 17 267 18 388 26 392 24
8 Agustus 363 26 168 18 267 18 317 19 292 16
9 September 152 15 225 19 325 17 224 15 206 14
10 Oktober 274 16 224 20 341 20 324 26 316 24
11 November 269 17 363 12 202 17 196 9 283 16
12 Desember 40 6 163 14 328 18 218 12 224 14
Total 1922 173 2316 180 2994 195 2951 204 2942 197
Sumber : BMKG Bubung Kab. Banggai

Sumber : BMKG Bubung Kab. Banggai

Gambar 2.2

2-5
Grafik Curah Hujan Kecamatan Simpang Raya

2.2.3 Vegetasi

Penyebaran vegetasi pada daerah penelitian dikontrol oleh kondisi topografi,

iklim dan curah hujan di daerah tersebut. Vegetasi yang ada di Kecamatan Simpang

Raya dan Kecamatan Bunta dapat dikelompokkan atas vegetasi pegunungan dan

vegetasi pantai.

Vegetasi pantai menempati hampir seluruh garis pantai di daerah ini,

vegetasi yang ada merupakan asosiasi pohon dadap, gamal, kelapa, pohon bakau,

ketapang dan nyamplung. Pohon kelapa, ketapang dan bakau (Mangrove) sangat

dominan di kawasan ini, hanya pada tempat-tempat tertentu yang tidak

memungkinkan ditumbuhi pohon kelapa dan ketapang karena berupa rawa bakau

(hutan Mangrove). Tumbuhan bawah terdiri dari tanaman pandan,

rumputrumputan, dan sejenis liana berdaun lebar (nama lokal batata pantai).

Vegetasi pegunungan disusun oleh sebagian vegetasi yang hampir sama

dengan vegetasi di wilayah Kabupaten Banggai seperti pohon jenis Jambu mete,

Waru, Cempaka, Akasia, Malotus, Meranti, Palapii, Jati liar, damar, Kemama,

Aren, Sagu dan Beringin dengan diameter pohon berkisar antara 7 - 25 cm bahkan

ada yang mencapai 4 meter. Tumbuhan bawah yakni tumbuhan yang merupakan

salah satu penyusun yang menutupi sebagian besar daerah ini, yang juga dibedakan

menjadi dua bagian, pada daerah punggung gunung, tumbuhan yang tumbuh adalah

jenis pakis, paku-pakuan, dan juga kantong semar. Sedangkan pada daerah yang

2-6
lembab yang tumbuh adalah bambu hutan, pandan hutan, jenis anggrek, pinang serta

sebagian jenis ruput-rumputan dan semak belukar.

2.2.4 Keadaan Fauna

Satwa yang ada di wilayah perusahaan terdiri dari dua kelompok. Kelompok

satwa tersebut meliputi satwa langka yang dilindungi dan satwa yang tidak

dilindungi. Satwa langka yang dilindungi seperti jenis burung yakni burung

Rangkong/Alo, burung Maleo. Nuri, Elang dan Itik Liar (belibis). Jenis binatang

mamalia yakni, Rusa, Kera tidak berekor, Kuskus dan Musang.

Satwa yang tidak dilindungi seperti jenis burung yakni burung gagak,

Burung Tekukur dan beberapa jenis burung kecil. Jenis hewan mamalia adalah Babi

Hutan dan anjing.

2.3 Kondisi Geologi Daerah Penelitian 2.3.1

Geologi Regional

a. Morfologi

Morfologi daerah ini dapat dibagi menjadi empat satuan, yaitu pegunungan,

perbukitan, daerah karst dan dataran rendah (Supandjono dan Haryono, 1993).

Pegunungan terdapat di bagian tengah Pulau Taliabu, memanjang pada arah

Timur Barat dengan puncaknya yang berkentinggian antara 700 m sampai dengan

1.650 m. Perbukitan terdapat di Pulau Taliabu dan beberapa pulau lainnya dengan

ketinggian antara 50 m hingga 700 m di atas permukaan air laut. Medan disini

menggelombang halus sampai kasar, puncak yang penting di antaranya Bukit

Kawada (638 m) di P. Taliabu, Bukit Monimit (490 m) di P. Banggai, Bukit

2-7
Bungin (464 m) di P. Salue Besar.
Daerah kars menempati sebagian besar P. Peleng, bagian Timur P. Banggai

dan beberapa pulau didekatnya dan yang ada di Barat P. Taliabu. Ciri khas

morfologi ini adalah adanya sungai bawah tanah, gua, dolina dan liang langga.

Puncak yang tinggi di antaranya G. Tinakong dan Bukit Blombong di P. Peleng.

Dataran rendah terbentang disepanjang pantai. Daratan itu terdapat di Utara

P. Peleng, Selatan P. Banggai, Utara dan Selatan P. Taliabu dan Timur P. Kano. b.

Stratigrafi

Secara geologi regional, Lembar Banggai termasuk Mandala Banggai –

Sulawesi. Pada lembar ini yang mengalasinya adalah batuan malihan, granit, dan

batuan gunung api (J.B Supandjono dan E. Haryono, 1993). Batuan tertua adalah

Kompleks Batuan Malihan (PZM) yang terdiri dari sekis, genes dan kuarsit.

Kemudian menyusul Formasi Menanga (Cmm) yang terbentuk dari perselingan

batugamping hablur, batupasir malih, batu sabak dan filit. Penarikan Radiometri

menyatakan umurnya adalah Karbon. Kedua satuan ini terlipat kuat dan mengalami

beberapakali perlipatan. Menindih tak selaras satuan tertua adalah batuan gunung

api Mangole (TRPrav) yang terdiri dari riolit, ignimbrit, tuf sela dan breksi. Umur

mutlak satuan ini adalah Permo – Tias. Batuan Malihan dan Formasi Menanga

diterobos granit, terdiri dari Granit, Granodiorit, Diorit Kuarsa dan Pegmatit. Di

atasnya menindih tak selaras Formasi Bobong (Jbs) yang terdiri dari Konglomerat,

Batupasir, bersisipan Serpih dan Batubara, setempat mengandung lensa batutahu

dan bintal pirit. Formasi ini juga berumur Jura Awal sampai Jura Tengah, bagian

atasnya menjemari dengan Formasi Buya (Jb) bagian bawah, yang terdiri dari

2-8
serpih, batulumpur dan batu lempung gampingan dengan sisipan batu pasir kuarsa

halus dan kalkarenit.

Pada Zaman Jura masih terdapat kegiatan magma yang menghasilkan

terobosan dan retas diabas (Da) yang menerobos Formasi bobong dan Formasi

Buya secara tidak selaras menindih Formasi Tanamu (Kt) yang terdiri dari napal

berfosil Kapur Akhir. Formasi Tanamu tertindih tak selaras oleh Formasi Salodik

(Tems), yang berupa perselingan batugamping dan napal, umurnya Eosen sampai

Miosen Tengah. Tak selaras di atas satuan yang lebih tua menindih Formasi Peleng

yang terdiri dari batugamping terumbu, Formasi ini berumur Plistosen sampai

Holosen, setempat terumbu ini masih tumbuh, satuan termuda di daerah ini adalah

Aluvium berupa endapan sungai, rawa dan pantai.

c. Struktur

Struktur utama di daerah ini adalah sesar dan lipatan. Sesar terdiri dari sesar

turun, sesar naik dan sesar sungkup (Supandjono dan Haryono, 1993). Di bagian

Barat Lembar, struktur sesar normal dan kelurusan pada umumnya berarah

Utara Selatan, dengan arah beragam. Utara Barat-Laut- Selatan Tenggara, Utara

Timurlaut-Selatan Baratdaya dan setempat melengkung cembung ke arah Barat.

Secara keseluruhan bagian Barat lembar dapat dimasukkan ke dalam struktur

bongkahan. Di ujung Timur lembar, struktur sesar dan kelurusan umumnya berarah

Timur Barat; dengan variasi arah Timur Timurlaut-Barat Baratdaya dan Timur

Tenggara-Barat Baratlaut. Struktur lipatan dapat digolongkan ke dalam lipatan

lemah dengan kemiringan landai, biasanya tidak lebih dari 30˚. Sebagai contoh ialah

2-9
Antiklin Bahili yang memiliki sumbu berarah Timur-Barat dan masih menerus ke

Lembar Sanana.

2.3.2 Geologi Lokal

a. Topografi Dan Morofologi

Sumber : PPPG Bandung (E. Rusmana, A. Kuswara, dan T.O Simanjuntak)

Gambar 2.3

Peta Geologi daerah WIUP PT. Kumala Mining Bunta project

Topografi di daerah penelitian didominasi dengan perbukitan bergelombang

lemah. Di bagian pantai dijumpai dataran pantai dan di tepi sungai-sungai besar

seperti Sungai Bunta, Sungai Tuntung dijumpai dataran banjir. Daerah yang datar

2-10
hanya di sekitar pantai atau dataran pantai yang dimanfaatkan penduduk sebagai

tempat pemukimanan.

Secara keseluruhan morfologi Simpang Raya terdiri dari perbukitan cukup

terjal dan bergelombang landai. Perbukitan terjal umumnya berlereng agak terjal

dengan ketinggian sampai 687 m di atas permukaan laut menempati bagian Timur

dan Selatan daerah penelitian. Perbukitan bergelombang landai sampai agak terjal

dengan ketinggian 50-300 m di atas permukaan laut menempati bagian Barat dan

Utara daerah penelitian. Dataran rendah terdapat di sebelah Selatan sampai Barat

daerah penelitian yang dilintasi oleh Sungai Ue Bunta.

b. Litologi

Litologi area Site Project Bunta terdiri dari satuan batuan ultramafic. Satuan

batuan ultramafic terdiri dari batuan peridotit, serpentin dan Gabro dimana batuan

peridotit dengan tingkat serpentinisasi sedang-tinggi. Peridotit yang mengalami

tektonik dan serpentinisasi tersingkap baik di bagian Utara daerah penelitian yaitu

di puncak bukit pada bagian Barat daya lokasi daerah Simpang Raya yang berwarna

hitam dan berbutir kasar dengan komposisi mineral olivin 65 %, piroksin 30 %, dan

mineral tambahan 5 % (magnetit, serpentin, dll) banyak dijumpai di Sungai Bunta.

Batuan tersebut di atas telah mengalami pelapukan menjadi laterit hal ini dicirikan

oleh warna merah kecoklatan. Soil laterit berkembang baik pada punggungan bukit

yang memiliki kemiringan tidak terjal (kemiringan 10o-15o), sedangkan pada

morfologi perbukitan terjal umumnya tipis bahkan tidak ada. Komplek Ultramafik

(Ku) yang diperkirakan berumur Kapur hampir menempati 80% dari daerah

penyelidikan mulai dari bagian Barat sampai bagian timur. Batuan Ultramafik yang

2-11
umum dijumpai adalah peridotit, serpentinit dan gabro. Pelapukan dari batuan ini

membentuk laterit yang berwarna khas dari masing-masing batuan, gabro akan

menghasilkan laterit yang berwarna kuning kecoklatan, di beberapa tempat juga

dijumpai lapukan gabro yang berwarna merah muda, Peridotit (Dunit, Harzburgit,

Serpentinit) akan menghasilkan laterit yang berwarna kemerahan yang kaya akan

mineral oksidabesi, seperti Limonit, Gutit, Hematite. Laterit yang berwarna merah

kecoklatan inilah yang juga mengandung bijih nikel yang ditunjukkan pula dengan

adanya mineral-mineral seperti Garnierite dan Krisopras.

Pada beberapa tempat terutama di bagian tengah dan bagian utara satuan

batuan (Pit 3A), dijumpai adanya mineral garnierite yang mengisi fracture dibatuan

peridotite (Lihat Gambar 2.3).

Gambar 2.4

Kenampakan mineral garnierite yang mengisi fracture dibatuan peridotite

dijumpai pada Pit blok 3A

2-12
c. Struktur

Struktur yang umum di jumpai di area Blok Pit 3A berupa kekar dan Vein

yang telah terisi oleh mineral garnierite, dibeberapa tempat banyak di jumpai vein-

vein silika hal ini menunjukkan secara umum batuan serpentinized peridotite yang

ditemukan di area Blok Pit 3A telah mengalami proses pengkekaran

tinggimenengah.

Sesar yang dijumpai pada daerah penelitian berupa sesar naik yang berarah

hampir Baratdaya–Timurlaut terdapat di bagian Tenggara daerah penelitian dan

umumnya batuan yang berada disekitar struktur sesar tersebut telah mengalami

hancuran terbreksikan.

d. Laterisasi

Proses yang disebut sebagai “lateritisasi” sebenarnya adalah perubahan

kimia akibat iklim yang bertempat dalam iklim lembab musiman dalam jangka

waktu yang lama dalam kondisi tektonik yang relatif stabil, yang memungkinkan

terbentuknya regolith tebal dengan karakteristik tertentu, (Laporan Eksplorasi PT.

Aneka Nusantara International, 2007)

Proses laterisasi menghasilkan pengentalan elemen nikel dan kobalt pada

batuan asli sebanyak 3 sampai 30 kali lipat. Proses dan karakteristik laterit hasilnya

dikendalikan oleh skala lokal dan regional faktor dinamis yang saling

mempengaruhi seperti iklim, topografi, tektonik, tipe dan struktur batuan asal.

Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral Olivin dan

2-13
Piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses serpentinisasi

yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan

merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit

peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas

dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan batuan induk mengalami proses

pelapukan baik secara fisik (Disintegrasi) maupun secara kimia (Dekomposisi).

Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari

udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang

tidak stabil (Olivin dan Piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe,

Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang

sangat halus. Di dalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai

Ferrihydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti Geothit, Limonit,

dan

Haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur

Cobalt dalam jumlah kecil.

2.3.3 Profil Nikel Laterit Kecamatan Simpang Raya

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus ke bawah selama

larutannya bersifat asam, sampai pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral

akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk

membentuk endapan Hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau

hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap

pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan

krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang

2-14
disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya

seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai

batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi

celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan urat-urat ini

dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar

yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).

a. Lapisan paling atas, terdiri dari tanah laterit yang berwarna merah kecoklatan.

Biasanya terdapat sisa tumbuh-tumbuhan serta konkresi oksidabesi, dan

kandungan nikelnya relatif rendah, lapisan ini juga disebut sebagai lapisan

tanah penutup (overburden). Tebal lapisan ini bervariasi umunnya berkisar

antara 0 sampai 2 meter.

b. Lapisan berwarna coklat kemerahan dengan kandungan nikelnya yang relaitf

lebih tinggi dibandingkan lapisan pertama yaitu + 0,5 – 1,5 % . lapisan ini

kadang-kadang dapat dianggap sebagai lapisan bijih yang ekonomis,

dikategorikan dalam “low grade ore” atas tebalnya berkisar 2 meter.

c. Lapisan yang sama sekali merupakan batuan yang telah lapuk , berwarna coklat

kekuningan sampai kehijauan. Kadar nikel lapisan ini relatif paling tinggi dari

keseluruhan lapisan (1,5 sampai 2 %) yang merupakan lapisan bijih yang

mengandung urat-urat “Garnierite dan Crysopras”

d. Lapisan ke empat terdiri dari batuan yang kurang lapuk, berwarna hijau terang

sampai tua. Pada lapisan ini kadar nikelnya sudah mulai turun (1 sampai 1,5

%), sering didapat sebagai bongkahan yang dilapisi urat

2-15
“Garnierit”. Lapisan ini dikategorikan sebagai “Low Grade Ore” bawah

kadang-kadang cukup ekonomis untuk ditambang.

e. Lapisan terakhir berupa batuan yang sedikit lapuk dan berwarna hitam

kehijauan. Pelapukan baru berjalan pada bidang rekahan sering terdapat urat

“Dolomit” dan “Magnesit”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

2.4 dan 2.5

Tanah Penutup
Ni = 0.5 – 0.9%
Fe = 35-45%
Co = 0.05-0.1%

Limonit

Ni = 1-1.5%
Fe = 30-35%
C0 = 0.1-0.2%

Saprolit
Ni = 1.6-2.0%
Fe = 20-25%
C0 = 0.05-

Badrock
Ni = 1-1.5%
Fe =10-15%
Co = <0.03%

Sumber : Hasil analisa data tespit PT. Aneka Nusantara Internasional.

Gambar 2.5

2-16
Profil Endapan Bijih Nikel Kecamatan Simpang Raya

Gambar 2.6

Kenampakan Zona Limonit dan Zona Saprolit yang dapat diamati secara

kasat mata pada PIT blok bb140

► Top Soil :

Umumnya zona ini didominasi oleh humus dan bersifat gembur, dan tebal

rata-rata 30 cm – 100 cm.

► Over Burden ( tanah penutup) :

Zona limonit dicirikan oleh dominasi material soft berupa clay/ lempung, zona

batuan induk ini tidak dapat diidentifikasi karena telah mengalami pelapukan

tingkat tinggi atau sempurna sehingga tekstur batuan asalnya sudah tidak tersisa

lagi serta bercampur dengan akar akar/ pelapukan kayu.

► Limonite ( LIM ) :

2-17
Merupakan zona yang kadang dijumpai lempeng silica. Kadar Fe pada lapisan

ini masih cukup tinggi dan sering dijumpai konkresi-konkresi besi. Kadar Ni relatif

rendah karena selalu berbanding terbalik dengan kandungan Fe pada suatu zona

saprolit.

► Saprolite

Zona saprolit dicirikan oleh hadirnya pelapukan batuan induk yang lapuk

hingga fresh/ segar, dilihat dari zonasi warna semakin ke dalam semakin cerah.

Umumnya berwarna coklat- orange- kuning kecoklatan sampai kehijauan. Saprolit

bagian atas masih banyak mengalami pelapukan besi tingkat tinggi. Di beberapa

tempat di blok Pit 2A, banyak di jumpai kehadiran mineral garnierite yang mengisi

fracture pada batuan, dan sebagian telah lapuk dan bercampur dengan zona soft

saprolite,dan rocky saprolite. Kehadiran Mineral garnierite pada zona rocky

saprolite,merupakan indikasi saprolite High grade. Berdasarkan hasil analisa kimia

dari beberapa conto sample yang di ambil di lapangan, rata-rata grade Ni 1,6 - 3%

► Badrock/Blue Zone (Batuan Induk) :

Umumnya didominasi oleh batuan ultramafik seperti dunit, peridotit,

piroksenit, serpentinit yang masih segar dan belum mengalami pelapukan. Tekstur

batuan masih nampak jelas.

2-18
2.4 Aktivitas Penambangan

2.4.1 Pembongkaran (Losening)

Pembongkaran adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk

membebaskan bahan galian dari batuan induknya, (Lihat, Gambar 2.7). Untuk

melakukan pembongkaran diperlukan alat-alat yang sesuai dan tepat untuk daerah

yang akan dikerjakan. Pemilihan alat-alat tersebut tergantung pada faktor teknis dan

ekonomis. Bagan alir aktivitas penambangan dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2.7

2-19
Aktifitas Pembongkaran (Losening)
2.4.2 Pemuatan (Loading)

Gambar 2.8

Aktifitas Pemuatan (Loading)

Pemuatan adalah serangkaian kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan untuk

mengambil atau memuat Ore ke alat angkut untuk Selanjutnya diangkut ketempat

penampungan Stock Pile (ETO 1, ETO 2, ETO 3, dan ETO 4).

Kegiatan pemuatan material dilakukan dengan menggunakan Excavator PC

300 Komatsu dengan kapasitas bucket 3,5 ton.

2.4.3 Pengangkutam (Hauling)

Pengangkutan adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk

mengangkut endapan material hasil loosening dari front penambangan ketempat

penampungan stock pile/ETO (Expondit Temporary Ore) lalu setelah dilakukan

mixing dibeberapa Stock Pile/ETO (ETO 4) maka selanjutnya dibawa ke Stock

Yard/EFO (Expondit Finish Ore) yang berada di Jety untuk diselanjutnya

2-20
dialakukan pengapalan (Shiping). Pada kegiatan pengangkutan Ore dilakukan

dengan alat angkut Dump Truck FM 260 Ti Hino dengan kapasitas 20 ton.

Gambar 2.9

2-21
Aktifitas Pengangkutan (Hauling)

Sumber : Arsip PT. Teknik Kumala Mining

Gambar 2.10 Flow Diagram Kegiatan Pertambangan PT. Kumala


Mining Site Project Bunta

2-22

Anda mungkin juga menyukai