TINJAUAN UMUM
Secara umum PT. Kumala Mining merupakan kontraktor dari PT. ANI
dibidang pertambangan dengan komoditas nikel ore yang memulai eksplorasi dari
tahun 2006 dan melakukan Operasi penambangannya pada tahun 2007 dengan
pada perkembangannya pada tahun 2011 PT. Kumala Mining-lah yang melalukan
lebih bersifat Join Job Operational, dengan luas areal konsesi untuk eksplorasi
seluas 7.727 Ha dan luas areal konsesi eksploitasi seluas 1.684 di dua kecamatan
yaitu di Desa Kalaka Kecamatan Bunta (Jety), Desa Ulos, Hion dan Koninis
Sulawesi Tengah.
yang merupakan sebagian areal WIUP Operasi Produksi PT. Kumala Mining,
2-1
541.15/1980/DISTAMBEM tertanggal 15 Oktober 2007 atas nama PT. Aneka
merupakan produk komoditas nikel ore mentah berupa lapisan batuan Limonit dan
Saprolit dengan kadar Nickel (Ni) sesuai dengan COG (Cut Off Grade)yang
ditentukan oleh PT, Kumala Mining yaitu 1,6 sebagai parameter terpenuhinya kadar
Kumala Mining itu sendiri, yaitu dengan Nickel (Ni) berkadar 2,0>.
Produksi ( WIUP OP ) PT. Kumala Mining terletak pada posisi geografis area
bergelombang, mempunyai satu sungai besar, dan dibeberapa tempat terdapat rawa
bakau, dan dekat dengan pesisir pantai dengan elevasi rata-rata 2 meter – 800 meter
DPL. Wilayah Ijin Usaha Penambangan PT. Kumala Mining ini terletak di dua
kecamatan yang luas totalnya adalah 7.727 Ha, mulai dari Desa Kalaka Kecamatan
2-2
Sumber : Arsip PT. Kumala Mining
Gambar 2.1
berikut :
Dari Kota Palu dapat ditempuh dengan rute perjalanan darat dengan kendaraan
roda empat ataupun roda dua menuju ke arah Kota Luwuk melalui jalan Trans
Dari Kota Makassar dapat ditempuh dengan rute perjalanan darat dengan
kendaraan roda empat ataupun roada dua menuju lokasi dengan jarak tempuh
2-3
940 km selama rata-rata ± 27 jam perjalanan, sedangkan menggunakan rute
Dari Kota Luwuk ke lokasi yaitu Kecamatan Bunta dan Kecamatan Simpang
raya dengan jarak tempuh 136 km selama rata-rata ± 4 jam dengan perjalanan
darat menggunakan kendaraan roda empat ataupun roda dua kearah kota Palu.
dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, begitu
pula iklim didaerah Kabupaten Banggai dan sekitarnya. Pada Bulan Juni sampai
dengan September arus angin bertiup dari Australia dan tidak mengandung uap air,
sampai dengan Maret arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus dari
Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Suhu udara permukaan
udara maksimum terjadi pada Bulan Februari yaitu sebesar 35oC dan suhu udara
Data curah hujan Tahun 2008 - 2012 (Tabel 2.1) menunjukkan bahwa musim
hujan terjadi antara Bulan Mei - November, sedangkan musim kemarau Bulan
Desember – April. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan tertinggi
terjadi pada Bulan Juli Tahun 2012 yaitu 392 dengan hari hujan 24 hari.
2-4
Tabel 2.1
Data Curah Hujan Kec. Simpang Raya Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah
Tahun
Gambar 2.2
2-5
Grafik Curah Hujan Kecamatan Simpang Raya
2.2.3 Vegetasi
iklim dan curah hujan di daerah tersebut. Vegetasi yang ada di Kecamatan Simpang
Raya dan Kecamatan Bunta dapat dikelompokkan atas vegetasi pegunungan dan
vegetasi pantai.
vegetasi yang ada merupakan asosiasi pohon dadap, gamal, kelapa, pohon bakau,
ketapang dan nyamplung. Pohon kelapa, ketapang dan bakau (Mangrove) sangat
memungkinkan ditumbuhi pohon kelapa dan ketapang karena berupa rawa bakau
rumputrumputan, dan sejenis liana berdaun lebar (nama lokal batata pantai).
dengan vegetasi di wilayah Kabupaten Banggai seperti pohon jenis Jambu mete,
Waru, Cempaka, Akasia, Malotus, Meranti, Palapii, Jati liar, damar, Kemama,
Aren, Sagu dan Beringin dengan diameter pohon berkisar antara 7 - 25 cm bahkan
ada yang mencapai 4 meter. Tumbuhan bawah yakni tumbuhan yang merupakan
salah satu penyusun yang menutupi sebagian besar daerah ini, yang juga dibedakan
menjadi dua bagian, pada daerah punggung gunung, tumbuhan yang tumbuh adalah
jenis pakis, paku-pakuan, dan juga kantong semar. Sedangkan pada daerah yang
2-6
lembab yang tumbuh adalah bambu hutan, pandan hutan, jenis anggrek, pinang serta
Satwa yang ada di wilayah perusahaan terdiri dari dua kelompok. Kelompok
satwa tersebut meliputi satwa langka yang dilindungi dan satwa yang tidak
dilindungi. Satwa langka yang dilindungi seperti jenis burung yakni burung
Rangkong/Alo, burung Maleo. Nuri, Elang dan Itik Liar (belibis). Jenis binatang
Satwa yang tidak dilindungi seperti jenis burung yakni burung gagak,
Burung Tekukur dan beberapa jenis burung kecil. Jenis hewan mamalia adalah Babi
Geologi Regional
a. Morfologi
Morfologi daerah ini dapat dibagi menjadi empat satuan, yaitu pegunungan,
perbukitan, daerah karst dan dataran rendah (Supandjono dan Haryono, 1993).
Timur Barat dengan puncaknya yang berkentinggian antara 700 m sampai dengan
1.650 m. Perbukitan terdapat di Pulau Taliabu dan beberapa pulau lainnya dengan
ketinggian antara 50 m hingga 700 m di atas permukaan air laut. Medan disini
2-7
Bungin (464 m) di P. Salue Besar.
Daerah kars menempati sebagian besar P. Peleng, bagian Timur P. Banggai
dan beberapa pulau didekatnya dan yang ada di Barat P. Taliabu. Ciri khas
morfologi ini adalah adanya sungai bawah tanah, gua, dolina dan liang langga.
P. Peleng, Selatan P. Banggai, Utara dan Selatan P. Taliabu dan Timur P. Kano. b.
Stratigrafi
Sulawesi. Pada lembar ini yang mengalasinya adalah batuan malihan, granit, dan
batuan gunung api (J.B Supandjono dan E. Haryono, 1993). Batuan tertua adalah
Kompleks Batuan Malihan (PZM) yang terdiri dari sekis, genes dan kuarsit.
batugamping hablur, batupasir malih, batu sabak dan filit. Penarikan Radiometri
menyatakan umurnya adalah Karbon. Kedua satuan ini terlipat kuat dan mengalami
beberapakali perlipatan. Menindih tak selaras satuan tertua adalah batuan gunung
api Mangole (TRPrav) yang terdiri dari riolit, ignimbrit, tuf sela dan breksi. Umur
mutlak satuan ini adalah Permo – Tias. Batuan Malihan dan Formasi Menanga
diterobos granit, terdiri dari Granit, Granodiorit, Diorit Kuarsa dan Pegmatit. Di
atasnya menindih tak selaras Formasi Bobong (Jbs) yang terdiri dari Konglomerat,
dan bintal pirit. Formasi ini juga berumur Jura Awal sampai Jura Tengah, bagian
atasnya menjemari dengan Formasi Buya (Jb) bagian bawah, yang terdiri dari
2-8
serpih, batulumpur dan batu lempung gampingan dengan sisipan batu pasir kuarsa
terobosan dan retas diabas (Da) yang menerobos Formasi bobong dan Formasi
Buya secara tidak selaras menindih Formasi Tanamu (Kt) yang terdiri dari napal
berfosil Kapur Akhir. Formasi Tanamu tertindih tak selaras oleh Formasi Salodik
(Tems), yang berupa perselingan batugamping dan napal, umurnya Eosen sampai
Miosen Tengah. Tak selaras di atas satuan yang lebih tua menindih Formasi Peleng
yang terdiri dari batugamping terumbu, Formasi ini berumur Plistosen sampai
Holosen, setempat terumbu ini masih tumbuh, satuan termuda di daerah ini adalah
c. Struktur
Struktur utama di daerah ini adalah sesar dan lipatan. Sesar terdiri dari sesar
turun, sesar naik dan sesar sungkup (Supandjono dan Haryono, 1993). Di bagian
Barat Lembar, struktur sesar normal dan kelurusan pada umumnya berarah
Utara Selatan, dengan arah beragam. Utara Barat-Laut- Selatan Tenggara, Utara
bongkahan. Di ujung Timur lembar, struktur sesar dan kelurusan umumnya berarah
Timur Barat; dengan variasi arah Timur Timurlaut-Barat Baratdaya dan Timur
lemah dengan kemiringan landai, biasanya tidak lebih dari 30˚. Sebagai contoh ialah
2-9
Antiklin Bahili yang memiliki sumbu berarah Timur-Barat dan masih menerus ke
Lembar Sanana.
Gambar 2.3
lemah. Di bagian pantai dijumpai dataran pantai dan di tepi sungai-sungai besar
seperti Sungai Bunta, Sungai Tuntung dijumpai dataran banjir. Daerah yang datar
2-10
hanya di sekitar pantai atau dataran pantai yang dimanfaatkan penduduk sebagai
tempat pemukimanan.
terjal dan bergelombang landai. Perbukitan terjal umumnya berlereng agak terjal
dengan ketinggian sampai 687 m di atas permukaan laut menempati bagian Timur
dan Selatan daerah penelitian. Perbukitan bergelombang landai sampai agak terjal
dengan ketinggian 50-300 m di atas permukaan laut menempati bagian Barat dan
Utara daerah penelitian. Dataran rendah terdapat di sebelah Selatan sampai Barat
b. Litologi
Litologi area Site Project Bunta terdiri dari satuan batuan ultramafic. Satuan
batuan ultramafic terdiri dari batuan peridotit, serpentin dan Gabro dimana batuan
tektonik dan serpentinisasi tersingkap baik di bagian Utara daerah penelitian yaitu
di puncak bukit pada bagian Barat daya lokasi daerah Simpang Raya yang berwarna
hitam dan berbutir kasar dengan komposisi mineral olivin 65 %, piroksin 30 %, dan
Batuan tersebut di atas telah mengalami pelapukan menjadi laterit hal ini dicirikan
oleh warna merah kecoklatan. Soil laterit berkembang baik pada punggungan bukit
morfologi perbukitan terjal umumnya tipis bahkan tidak ada. Komplek Ultramafik
(Ku) yang diperkirakan berumur Kapur hampir menempati 80% dari daerah
penyelidikan mulai dari bagian Barat sampai bagian timur. Batuan Ultramafik yang
2-11
umum dijumpai adalah peridotit, serpentinit dan gabro. Pelapukan dari batuan ini
membentuk laterit yang berwarna khas dari masing-masing batuan, gabro akan
dijumpai lapukan gabro yang berwarna merah muda, Peridotit (Dunit, Harzburgit,
Serpentinit) akan menghasilkan laterit yang berwarna kemerahan yang kaya akan
mineral oksidabesi, seperti Limonit, Gutit, Hematite. Laterit yang berwarna merah
kecoklatan inilah yang juga mengandung bijih nikel yang ditunjukkan pula dengan
Pada beberapa tempat terutama di bagian tengah dan bagian utara satuan
batuan (Pit 3A), dijumpai adanya mineral garnierite yang mengisi fracture dibatuan
Gambar 2.4
2-12
c. Struktur
Struktur yang umum di jumpai di area Blok Pit 3A berupa kekar dan Vein
yang telah terisi oleh mineral garnierite, dibeberapa tempat banyak di jumpai vein-
vein silika hal ini menunjukkan secara umum batuan serpentinized peridotite yang
tinggimenengah.
Sesar yang dijumpai pada daerah penelitian berupa sesar naik yang berarah
umumnya batuan yang berada disekitar struktur sesar tersebut telah mengalami
hancuran terbreksikan.
d. Laterisasi
kimia akibat iklim yang bertempat dalam iklim lembab musiman dalam jangka
waktu yang lama dalam kondisi tektonik yang relatif stabil, yang memungkinkan
batuan asli sebanyak 3 sampai 30 kali lipat. Proses dan karakteristik laterit hasilnya
dikendalikan oleh skala lokal dan regional faktor dinamis yang saling
mempengaruhi seperti iklim, topografi, tektonik, tipe dan struktur batuan asal.
Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral Olivin dan
2-13
Piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses serpentinisasi
yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan
peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari
tidak stabil (Olivin dan Piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe,
dan
Haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus ke bawah selama
larutannya bersifat asam, sampai pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral
akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk
membentuk endapan Hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau
pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan
2-14
disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya
seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai
batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi
dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar
a. Lapisan paling atas, terdiri dari tanah laterit yang berwarna merah kecoklatan.
kandungan nikelnya relatif rendah, lapisan ini juga disebut sebagai lapisan
lebih tinggi dibandingkan lapisan pertama yaitu + 0,5 – 1,5 % . lapisan ini
c. Lapisan yang sama sekali merupakan batuan yang telah lapuk , berwarna coklat
kekuningan sampai kehijauan. Kadar nikel lapisan ini relatif paling tinggi dari
d. Lapisan ke empat terdiri dari batuan yang kurang lapuk, berwarna hijau terang
sampai tua. Pada lapisan ini kadar nikelnya sudah mulai turun (1 sampai 1,5
2-15
“Garnierit”. Lapisan ini dikategorikan sebagai “Low Grade Ore” bawah
e. Lapisan terakhir berupa batuan yang sedikit lapuk dan berwarna hitam
kehijauan. Pelapukan baru berjalan pada bidang rekahan sering terdapat urat
“Dolomit” dan “Magnesit”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
Tanah Penutup
Ni = 0.5 – 0.9%
Fe = 35-45%
Co = 0.05-0.1%
Limonit
Ni = 1-1.5%
Fe = 30-35%
C0 = 0.1-0.2%
Saprolit
Ni = 1.6-2.0%
Fe = 20-25%
C0 = 0.05-
Badrock
Ni = 1-1.5%
Fe =10-15%
Co = <0.03%
Gambar 2.5
2-16
Profil Endapan Bijih Nikel Kecamatan Simpang Raya
Gambar 2.6
Kenampakan Zona Limonit dan Zona Saprolit yang dapat diamati secara
► Top Soil :
Umumnya zona ini didominasi oleh humus dan bersifat gembur, dan tebal
Zona limonit dicirikan oleh dominasi material soft berupa clay/ lempung, zona
batuan induk ini tidak dapat diidentifikasi karena telah mengalami pelapukan
tingkat tinggi atau sempurna sehingga tekstur batuan asalnya sudah tidak tersisa
► Limonite ( LIM ) :
2-17
Merupakan zona yang kadang dijumpai lempeng silica. Kadar Fe pada lapisan
ini masih cukup tinggi dan sering dijumpai konkresi-konkresi besi. Kadar Ni relatif
rendah karena selalu berbanding terbalik dengan kandungan Fe pada suatu zona
saprolit.
► Saprolite
Zona saprolit dicirikan oleh hadirnya pelapukan batuan induk yang lapuk
hingga fresh/ segar, dilihat dari zonasi warna semakin ke dalam semakin cerah.
bagian atas masih banyak mengalami pelapukan besi tingkat tinggi. Di beberapa
tempat di blok Pit 2A, banyak di jumpai kehadiran mineral garnierite yang mengisi
fracture pada batuan, dan sebagian telah lapuk dan bercampur dengan zona soft
dari beberapa conto sample yang di ambil di lapangan, rata-rata grade Ni 1,6 - 3%
piroksenit, serpentinit yang masih segar dan belum mengalami pelapukan. Tekstur
2-18
2.4 Aktivitas Penambangan
membebaskan bahan galian dari batuan induknya, (Lihat, Gambar 2.7). Untuk
melakukan pembongkaran diperlukan alat-alat yang sesuai dan tepat untuk daerah
yang akan dikerjakan. Pemilihan alat-alat tersebut tergantung pada faktor teknis dan
Gambar 2.7
2-19
Aktifitas Pembongkaran (Losening)
2.4.2 Pemuatan (Loading)
Gambar 2.8
mengambil atau memuat Ore ke alat angkut untuk Selanjutnya diangkut ketempat
2-20
dialakukan pengapalan (Shiping). Pada kegiatan pengangkutan Ore dilakukan
dengan alat angkut Dump Truck FM 260 Ti Hino dengan kapasitas 20 ton.
Gambar 2.9
2-21
Aktifitas Pengangkutan (Hauling)
2-22