Anda di halaman 1dari 31

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

Bab I Pendahuluan
1.1. Identitas Perusahaan
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Perijinan

Bab II Keadaan Umum


Kesampaian daerah, vegetasi, flora/fauna, kependudukan)
Bab III Hasil Eksplorasi
(kondisi geologi regional, lokal, hasil eksplorasi/cadangan)
Bab IV Rencana Penambangan
(Sistem penambangan, lubang bukaan, pengolahan)
Bab V Pengelolaan dan pemantauan Lingkungan
Bab VI Kesimpulan
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ijin-Ijin
Lampiran 2. Peta - Peta
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. IDENTITAS PERUSAHAAN


1. Nama Perusahaan : PT. Panca Raksa Abadi
2. Alamat : Jl. Cipatik Raya No. 16 Soreang
Kabupaten Bandung (Lama)
Jl. Nilam I No. 101 Baros Sukabumi (Baru)
3. Telepon : 0266 - 224651
4. Penanggung Jawab : H. Sukandar
5. Lokasi Perusahaan : Kampung Bojonglaja, Desa Kutawaringin,
Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung
6. Jenis Galian : Emas dmp
7. Luas Wilayah KP : 99 Hektar
8. Nomor KP : DU. KW.96PP00329
9. Tanggal KP : 18 Agustus 1997
10. No. SK Mentamben : No. 1441.K/2014/MPE/1997
11. Masa Berlaku KP : 5 (lima) tahun
12. Nomor dan Daftar Ulang : -
13. Kepala Teknik Tambang : -

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan disusunnya laporan kegiatan penambangan adalah :


1. Untuk memenuhi kewajiban pemegang KP, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan
Umum.
2. Memberikan gambaran pada dinas dan instansi terkait tentang kegiatan-
kegiatan yang sudah dilaksanakan, sebagai bahan pertimbangan lebih
lanjut.
3. Sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh
Perusahaan guna perbaikan pelaksanaan di masa mendatang.
1.3. PERIJINAN

Perijinan telah dilakukan mulai dari tingkat Desa/Kelurahan,


Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi hingga akhirnya kepada Departemen
Pertambangan dan Energi Republik Indonesia.

Dengan dikeluarkannya Ijin Eksplorasi DU. 795 Jabar, untuk


melaksanakan eskplorasi yang dimulai dari pemetaan topografi, digitasi peta,
pemetaan geologi, penyelidikan geokimia, geofisika dan pemboran. Pada
maisng-masing penyelidikan dilakukan pengambilan sampel untuk
selanjutnya dilakukan penyelidikan laboratorium.

Pada akhirnya ijin yang telah diperoleh adalah Ijin Eksploitasi, meliputi
kegiatan Penambangan, Pengangkutan, Pengolahan, Pemurnian dan
Penjualan dengan DU KP. No. KW96))00329; SK Mentamben RI No.
1411.K/2014/MPE/1997; berlaku selama 8 (delapan ) tahun secara berturut-
turut.

Untuk selanjutnya, dengan dibuatnya Laporan Kegiatan Pertambangan


Emas di wilayah KP Eksploitasi Emas DU KP. No. KW96))00329; SK
Mentamben RI No. 1411.K/2014/MPE/1997 di Kp Bojonglaja, Desa
Kutawaringin Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung – Jawa Barat ini,
dimaksudkan untuk memenuhi syarat-syarat administratif dalam
melaksanakan kewajiban sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
BAB II
KEADAAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Daerah Kuasa Pertambangan Eksploitasi PT. Panca Raksa Abadi
secara administratif termasuk wilayah Kampung Kutawaringin, Kecamatan
Soreang, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis
dibatasi koordinat sebagai berikut:

Tabel 1. Batas-batas koordinat Kuasa Pertambangan Eksploitasi


PT. Panca Raksa Abadi
Garis Bujur (BT) Garis Lintang
Nomor Titik o o
' " ' " LU/LS
1 107 29 29.3 6 1 37.3 LS
2 107 29 29.3 7 0 4.2 LS
3 107 30 8.2 7 0 4.2 LS
4 107 30 8.2 6 59 37.3 LS

Daerah KP berada sekitar 5 km di Utara Soreang (Ibukota Kecamatan


dan Kabupaten Bandung) atau berada sekitar 20 km Barat Daya Kota
Bandung (lihat Gambar 1). Daerah ini dapat dicapai dari Bandung (Ibukota
Propinsi Jawa Barat) menggunakan kendaraan umum roda empat selama
kurang lebih 1 jam hingga desa terdekat. Kondisi jalan dari Bandung hingga
Soreang beraspal baik dan cukup lebar (jalan negara) sedangkan Soreang
hingga lokasi sebagian tidak beraspal dan lebih sempit (jalan desa). Untuk
menjelajahi/mencapai daerah kegiatan dapat ditempuh dengan berjalan kaki
melalui jalan setapak yang ada.
Gambar 1. Peta Lokasi Kuasa Pertambangan Eksploitasi PT. Panca
Raksa Abadi

2.2. Topografi
Daerah Kuasa Pertambangan Eksploitasi pada umumnya
memperlihatkan keadaan topografi perbukitan rapat dengan ketinggian 700
sampai 1200 m di atas permukaan laut, membentuk perbukitan
bergelombang dengan puncak bukit antara lain: Pr. Gedigan, G. Tupeng, Pr.
Rancabelut, G. Singa, G. Kutamajangkar dan lainnya. Luas area Kuasa
Pertambangan Eksploitasi adalah 99 Ha, yang sedang dikerjakan dengan
intensif meliputi kawasan dari perbukitan dengan puncak Pr. Welanda dan
Pr. Menyan dengan kemiringan lereng umumnya di atas 20°.
Sungai yang mengalir di wilayah ini di antaranya adalah Sungai Cipetir,
Sungai Ciherang yang kesemuanya bermuara di Sungai Ciwidey.

Gambar 2.2. Kenampakan morfologi terjal di daerah KP. PT. Panca Raksa
Abadi

2.3. Keadaan Vegetasi


Keadaan vegetasi di daerah Kuasa Pertambangan Eksploitasi pada
umumnya tidak lebat dan kebanyakan ditumbuhi tanaman budidaya seperti:
ubi kayu, kacang-kacangan, jagung, sayur-sayuran, padi, dan tanaman
palawija lainnya. Hanya sebagian kecil terdapat tanaman liar berupa semak
belukar dan bambu. Di luar wilayah Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi
yaitu pada wilayah yang pada umumnya masih ditumbuhi tanaman liar dan
pepohonan. Kawasan ini terutama terletak di bagian Selatan dan Barat
masih ditumbuhi tanaman hutan. Pada lahan datar dan teras sungai
umumnya penduduk setempat memanfaatkannya sebagai lahan penanaman
padi.
2.4. Flora dan Fauna
Jenis flora yang ada di wilayah Kuasa Pertambangan Eksploitasi
adalah: padi, singkong, pisang, menteng, cengkeh, kelapa, rambutan,
jengkol, kaweni, kokosan, bambu, albasia, alpukat dan sayur-mayur dan lain-
lain, sedangkan jenis fauna adalah kambing, ayam, kucing, anjing, burung,
amphibi dan ular.

2.5. Kependudukan dan Mata Pencaharian


Jumlah Kepala keluarga (KK) yang mendiami di sekitar wilayah KP
diperkirakan sebanyak 600 KK atau sekitar 1500 jiwa yang tersebar di dalam
enam kampung wilayah Desa Kutawaringin. Pada umumnya penduduk desa
setempat bekerja sebagai petani, sebagian kecil sebagai pedagang dan
pegawai negeri serta sebagian kecil menambang emas secara tradisional.

Gambar 2.3. Penambangan Tradisional, lubang masuk dan vertikal shaft,


yang telah dilakukan penduduk di Kampung Pasirmenyan.

Gambar 2.4. Pengolahan emas hasil penambangan dengan teknik


tradisional
BAB III
HASIL EKSPLORASI

Hasil penyelidikan yang telah dilakukan merupakan hasil tahapan


pekerjaan yang menunjang untuk didapatkannya infomasi yang jelas dan
bermanfaat mengenai emas di sekitar lokasi penyelidikan, adapun kegiatan
yang dilakukan yaitu penyelidikan geologi, penyelidikan geokimia,
pembuatan paritan uji, sumuran uji, pemboran auger dan pemboran inti.

3.1. Geologi Umum

Geologi daerah penyelidikan pada umumnya tersusun dari formasi


batuan produk gunungapi, intrusif andesit dan endapan danau (PH. Silitonga,
1978). Batu-batuan produk gunungapi dan andesit tersebut menempati
bagian-bagian puncak perbukitan sedangkan endapan danau menempati
bagian lembah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Sebagaimana
dijumpai di daerah lain yang mengandung prospek emas, merupakan jalur
bagian dalam busur Sumatera dan Jawa yang dicirikan oleh emas-perak
epitermal (Hamilton, 1978). Keterdapatan emas di daerah ini sudah
dipublikasikan oleh Direktorat Sumber Daya Mineral tahun 1990 dengan
diterbitkannya peta "Gold Deposit and Occurences in Their Indonesian
Geological Setting" (Yaya Sunarya, 1990).
Penduduk setempat sudah sejak lama melakukan penambangan
secara tradisonal melalui lubang-lubang bukaan. Berdasarkan jenis batuan
yang diolah penduduk terlihat bahwa emas berasosiasi dengan batuan
vulkanik Tersier di mana emas terdapat dalam urat-urat kuarsa dan zona-
zona piritisasi, kaolinisasi, dan silisifikasi, dan dalam endapan alluvial
maupun eluvial.
3.2. Geologi Regional

Geologi regional lokasi penyelidikan secara umum termasuk pada


rangkaian jalur geantiklin Jawa Bagian Selatan yang merupakan jalur
vulkanik yang berumur Tersier atau Miosen Bawah yang terutama disusun
oleh Batuan piroklastik yang berumur Pliosen, dalam Formasi Beser (M.
Kusmono) batuan tersebut terdiri dari breksi, tufa dan tufa kristal. Di
Sukanegara sekitar Baratdaya Soreang terdapat batuan terobosan berwarna
abu – abu dari piroksen hornblende andesit yang menerobos Formasi Beser,
dari hasil penyelidikan diketahui berumur Kuarter.

Batuan terobosan tersebut ditemukan pula di daerah sungai Cipetir,


sungai Ciherang dan sekitar Kampung Legok Cau dan Ciherang. Di daerah
penyelidikan batuan terobosan tersebut yang berupa korok dan sill
ditemukan di bawah lapisan batuan breksi vulkanik dan breksi tufa dari tufa,
fragmen breksi yang membentuk korok dan sill yang berkomposisi
hornblende piroksen andesit yang tidak termineralisasi dan mengandung
magnetik, batuan hornblende piroksen andesit tersingkap di sungai Cikoneng
dan bukit Kutamanjangkar yang dipetakan sebagai batuan yang menerobos
lapisan tebal piroklastik.

Dari hasil interpretasi foto dan citra landsat terlihat adanya struktur
lingkaran yang diperkirakan adalah kaldera purba yang melingkar sepanjang
G. Kutamanjangkar, G. Buled dan G. Puncaksalam dan selain itu terlihat juga
adanya kelurusan yang umumnya berarah Baratlaut – Tenggara dan Barat –
Timur. Sesar berarah Barat – Timur dengan kemiringan tegak ditandai
dengan kontak hornblende andesit dengan piroklastik, kenampakan itu
terlihat di sebelah Utara G. Buled.
3.3 Geologi Lokal
Berdasarkan pengamatan lapangan didukung dengan data Peta
Geologi Lembar Bandung (PH. Silitonga, 1978). Wilayah KP secara umum
tersusun dari batuan Endapan Danau (Kwarter), andesit (Pliosen) dan breksi
gunungapi (Miosen). Jenis andesit adalah andesit hornblende dan andesit
piroksen. Sedangkan breksi gunungapi mempunyai komposisi tufa dan lava
bersusunan andesit sampai basalt. Batuan endapan danau terdiri dari
komponen lempung, lanau, pasir halus - kasar dan kerikil yang umumnya
bersifat tufaan. Batuan ini menempati bagian Timur KP. Eksploitasi terutama
pada bagian lembah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Batuan
andesit hornblende dan andesit piroksen menempati hampir seluruh wilayah
KP. Eksploitasi hingga ke bagian Barat dalam KP Eksplorasi. Bedasarkan
pengamatan lapangan batuan ini banyak mengalami ubahan hidrotermal
berupa piritisasi dan kaolinisasi. Batuan breksi gunungapi paling luas
menempati wilayah KP dari Utara hingga Selatan.

Gambar 2.5. Singkapan Andesit di wilayah KP. Panca Raksa Abadi

Pada pengamatan singkapan batuan breksi gunungapi di ujung Utara


KP Eksplorasi dijumpai fragmen andesitik mencapai diameter 2 meter
Batuan ini teramati mengalami ubahan hidrotermal berupa piritisasi,
kaolinisasi dan silisifikasi. Berdasarkan analisa kimia unsur diketahui,
bahwasanya nilai kandungan emas selalu meningkat sejalan dengan
peningkatan nilai kandungan Zn (seng).
Berdasarkan beberapa literatur (laporan) penyelidikan yang pemah
dilakukan di wilayah ini (oleh PPTM, LIPI dan Direktorat SDM), dikatakan
bahwa emas teramati mengisi bidang belahan (cleavage) sfalerit.
Berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan penambangan tradisonal
penduduk setempat, emas berasosiasi dengan urat-urat kuarsa dan zona
kaolinisasi di dalam batuan induk breksi volkanik. Urat-urat tersebut
ditemukan dibagian Selatan dan Utara jalur F dengan arah jurus Timurlaut –
Baratdaya, dengan ketebalan hanya beberapa puluh centimeter.

3.4. Mineralisasi

Mineralisasi yang penting berhubungan erat dengan adanya struktur


kaldera. Zona ubahan lempung pirit sepanjang Gunung Kutamanjangkar dan
Cigadog yang terletak di dalam lingkaran kaldera tersebut dan di luarnya
seperti di Pondokmerem dan Cikupa, di mana termasuk daerah anomali
dengan 9-60 ppm dari hasil pendulangan.

Singkapan yang ditemukan umumnya telah mengalami pelapukan


dengan ditandai oleh limonit, hematit dan oksidasi mangan serta di beberapa
tempat diketemukan urat – urat halus kuarsa yang diduga berasal dari urat –
urat halus sulfida.

Hasil penyelidikan petrologi dan x-ray difraction menunjukkan bahwa


semua conto batuan telah mengalami ubahan propilit menjadi klorit,
silisifikasi dan sedikit serisit. Adanya cairan netral dengan serisit
menunjukkan ubahan terjadi pada temperatur lebih dari 250 0C. Kemudian
diikuti oleh ubahan argilit menjadi ilit dan smektit yang menunjukkan terjadi
pada temperatur 180 – 2500C.

Daerah mineralisasi dapat dibedakan menjadi 2 zona yaitu Joy Zone


dan Ann Zone. Ubahan di daerah Joy Zone adalah zonasi mineral illit-smektit
yang diselimuti oleh kaolinit menunjukkan bahwa cairan yang
0
menyebabkannya bertemperatur antara 220-230 C. Sedangkan ubahan di
daerah Ann Zone dicirikan oleh mineral illit yang bertemperatur 220-2500C.
Mineralisasi emas diketemukan pada masa dasar breksi hidrotermal
atau mengisi rekahan pada batuan yang lapuk ditandai dengan mineral
limonit dan hematit yang menggantikan mineral sulfida. Saat ini penduduk
lokal melakukan penambangan pada batuan lapuk tersebut. Kadar emas
tertinggi pada conto permukaan adalah 19 gr/ton emas dan 5 gr/ton perak.
Pada titik bor DDH-3 yang menembus mineralisasi mempunyai kadar 30
gr/ton emas pada kedalaman 96 – 97m yang berasosiasi dengan breksi
hidrotermal.

Gambar 2.6. Andesit yang telah mengalampi proses ubahan, diambil dari
hasil penggalian.
3.5. Hasil Penyelidikan
3.5.1 Hasil penyelidikan geokimia
Setiap conto tanah yang diambil dianalisa di laboratorium Direktorat
Sumberdaya Mineral di Bandung untuk mengetahui kandungan Au, Ag, Cu,
Pb, Zn, Data-data hasil analisa kimia unsur terhadap tanah yang diambil-dari
setiap titik penyontohan dalam KP.

Eksploitasi tersebut ditunjukan pada pengolahan dan interpelasi data


kandungan unsur-unsur tersebut dimaksudkan untuk memperoleh harga
anomali yang dapat menunjukkan lokasi mineral emas. Data-data unsur yang
diolah emas dan seng mengingat kedua unsur ini berasosiasi.

1. Perhitungan Nilai Anomali Emas (Au) dan Seng (Zn)


Penentuan nilai anomali Au dan Zn dilakukan menggunakan metoda
statistik (Hawkes & Webb) sebagai berikut :
Nilai ambang (threshold value) = x + 2SD
di mana : x adalah nilai rata-rata unsur
s adalah deviasi standar
Untuk perhitungan ini data geokimia disusun setiap interval kelas
sehingga diperoleh nilai beranomali :
- Untuk Au = 91,189 ppm = 90 ppm (dibulatkan)
- Untuk Zn =512,04 ppm = 500 ppm (dibulatkan)
Di mana nilai rata-rata untuk Au = 31,609 ppm dan untuk Zn =146,36 ppm.

2. Peta Isograd dan Daerah Anomali Au/Zn


Dengan membuat peta kadar yang sama (isograde) untuk Au/Zn dapat
memperlihatkan pada dispersi kimia unsur emas dan seng dalam tanah di
wilayah KP. Eksploitasi cukup baik.
Pada dispersi unsur Au terlihat cenderung Timur-Barat dan tidak
memusat di satu tempat tertentu, Isognad benilai 10 hingga 20 ppm Au
sangat meluas di hampir seluruh peta. Sedangkan nilai yang dianggap
anomali, yaitu di atas 90 ppm, terdapat di enam lokasi . Dua lokasi di bagian
Utara jalur L dan I dengan luas cukup kecil sekitar 1.500 m 2 dan 200 m2.
Satu lokasi di bagian Timur pada jalur HS seluas ±4.000m 2. satu lokasi
dibagian Selatan pada jalur BS dan HP dengan luas sekitar ±9.000 m2. Dan
dua lokasi dibagian tengah peta yang diduga saling berkaitan, memotong
jalur B,E,F, dan M memanjang hampir Timur-Barat dengan luas ±900 m2 dan
±13.000 m2.
Tiga yang terakhir diduga paling menarik yaitu karena memperlihatkan
pola memanjang Timur-Barat cukup besar serta terpusat di daerah bekas
paritan dan menjadi daerah penambangan tradisional penduduk setempat
sejak lama.
Bila dilihat pada dispersi unsur Zn menunjukkan kesamaan pola dan
lokasi Au. Di daerah anomali Zn mendekati atau hampir terpusat pada lokasi
yang sama dengan daerah anomali Au. Dengan demikian assosiasi kedua
unsur ini tercermin dari pola dispersinya sehingga unsur Zn, yang dalam
pengamatan lapangan terdapat dalam mineral staleit dapat digunakan
sebagai "guide to ore" untuk melacak mineralisasi Au.
Dengan cara "superimposed" antara pada dispersi Au, Zn dan
kenyataan di lapangan (bekas paritan, lokasi penambangan tradisional dan
peta geologi detail) diperoleh bahwa tiga lokasi anomali Au yang disebut
terkhir dapat dikatakan sebagai "significant anomaly“ (pada penyebaran
anomali yang berarti).

3. Evaluasi Daerah Anomali Emas


Kandungan rata - rata unsur Au di daerah penyelidikan (di dalam tanah
horizon C) mencapai 67 ppm. sedangkan kandungan rata - rata unsur Au di
dalam tanah pada umumnya 2 ppm. Dengan demikian harga sebesar 67
ppm adalah 33 kali lebih besar dibanding dengan kandungan umum
sehingga dianggap nilai anomali.
Apabila dibandingkan dengan nilai ambang sebesar 111 ppm, maka
harga anomali tersebut hanya sekitar 6 kali lebih besar dari harga latar
belakang. Kelipatan ini mencukupi bila dibandingkan ketentuan sebesar
minimal 5 kali lipat harga latar belakang agar diperoleh suatu nilai ambang
sebagai nilai beranomali yang mencerminkan tubuh bijih di bawahnya.
Untuk menentukan nilai ppm Au yang dapat dikategorikan sebagai
anomali atas dasar kelipatan yang cukup besar dari nilai latarbelakangnya
tidak dapat dipastikan atau diperkirakan mencerminkan tubuh bijih di
bawahnya.
Untuk itu perlu dipandang mineral - mineral logam asosiasi sulfida
lainnya sebagai mineral petunjuk, antara lain : Zn, Cu, Pb, Ag, dan As. Dari
peta – peta isograde dapat dilihat bahwa daerah anomali yang paling luas
adalah di daerah sebelah Timur, sedangkan di daerah barat dan selatan
relatif tidak ada anomali Au. Daerah anomali ini berada di daerah perbukitan
memanjang sampai lereng bukit hingga kearah S. Ciherang dan Cipetir.
Apabila diperhatikan dari peta geologi (laporan triwulan I/1999) daerah
anomali tersebut terdapat pada batuan breksi hidrothermal dan dasit
teralterasi yang mengandung urat – urat sulfida tipis. Bila diperhatikan bentuk
anomali yang memanjang, kemungknan dipengaruhi oleh arah patahan
utama didekatnya, di mana daerah anomali tersebut bisa mencerminkan
arah suatu zona rekahan di bawahnya akibat peristiwa patahan yang
kemudian diisi oleh larutan hidrothermal.
Bila dilihat peta isograde unsur Zn dan Pb, arah dispersi dan
distribusinya hampir sama dengan unsur Au. Hanya perbedaanya
latarbelakangnya Zn dan Pb lebih luas sampai kearah Barat. Sedangkan
dispersi unsur Cu terlihat menyebar pada seluruh daerah penyelidikan, arah
dispersinya mengikuti arah kemiringannya dari sisi bukit. Dispersi unsur Cu
terlihat menyebar pada seluruh daerah penyelidikan, arah dispersinya
mengikuti arah kemiringannya dari sisi bukit. Dispersi unsur Cu ini berbeda
dengan dispersi unsur Zn dan Au.
3.4.2 Hasil Penyelidikan Paritan Uji, Pemboran Auger dan Pemboran
Inti
Penyelidikan paritan uji dilakukan untuk mendukung data hasil
penyelidikan geologi dan geokimia, di mana paritan uji dilakukan sebanyak
26 buah di blok 1 dan sebanyak 29 buah di blok 2.
Sedangkan pemboran auger hanya dilakukan di blok 1 pada lokasi
penyelidikan sebanyak 12 buah dengan kedalaman masing – masing bor
yaitu 10 meter. Digunakan untuk membantu kelengkapan data paritan uji dan
data tambahan untuk menghitung besar cadangan.
Pemboran inti telah dilakukan sebanyak 8 titik pemboran yang terbagi
menjadi 2 blok yaitu blok 1 dengan titik pemboran DDH-3, DDH-7, dan DDH-
8 dengan hasil yang memperlihatkan bahwa di DDH-3 mempunyai kadar
emas cukup besar berkisar antara 1 gr/ton sampai dengan 30 gr/ton,
sedangkan pada blok 2 dengan titik pemboran DDH-1, DDH-2, DDH-4, DDH-
5 dan DDH-6.

3.4.3 Perhitungan Cadangan

Cadangan bijih emas di lokasi Kutamanjangkar yang secara


keseluruhan dapat dihitung dengan berbagai macam metoda yang
menghasilkan klasifikasi cadangan sebagai berikut ;
1. Cadangan Tereka
2. Cadangan Terukur
3. Cadangan Terunjuk
Berdasarkan ketersedian data dimensi dan data hasil penyelidikan geologi,
paritan dan sumuran uji, pemboran auger dan pemboran inti, maka dapat
dihitung sebagai berikut ;
1. Cadangan Tereka
Cadangan tereka dapat dihitung untuk lokasi Blok II yang meliputi
Daerah Aliran Sungai Ciherang dan lokasi paritan uji yang diwakili TR-23,
TR-24, TR-25, TR-26 yang meliputi lokasi – lokasi sejauh 50.000 m2
kedalaman = 10m, kadar kandungan emas 0,1 s/d 0,25 gram = 0,12 gr/ton,
maka cadangan tereka.
= 100.000m2 x 10m x 2,88 = 2.880.000 ton
= 2.880.000 ton x 0,12 gr/ton = 345.600 gram

2. Cadangan Terunjuk
Cadangan terunjuk dihitung untuk lokasi blok 1 atau Ann Zone. Akan
tetapi perhitungan kedalaman dimulai dari kedalaman 10 m sampai dengan
kedalaman yang diwakili oleh Bor DDH-3 yang mempunyai kemiringan 500,
maka kedalaman vertikal yaitu 70 m. Sehingga cadangan terunjuk dapat
dihitung sebagai berikut ;
 Luas daerah mineralisasi 400 m x 100 m = 40.000 m2
 Kedalaman 10 m – 70 m = 60 m
 Specific Gravity Batuan = 2,88
 Kadar Au Rata – rata diwakili oleh bor DDH-1 =
2,44 + 1,08 + 3,05 + 2,12 + 1,17 + 30,21 = 6,678 gr/ton
 Jumlah Cadangan Terunjuk
40.000m2 x 60 m x 2,88 = 6.720.000 ton
6.720.000 ton x 6,678 gr/ton = 44.876.160 gram

3. Cadangan Terukur
Cadangan terukur dapat dihitung untuk lokasi Blok I atau Ann Zone.
Perhitungan ini didukung oleh data 7 buah parit uji, 11 buah sumur uji dan 12
buah titik bor auger dan hasil analisa laboratorium, maka cadangan bijih
emas dapat dihitung sebagai berikut ;
 Luas daerah mineralisasi 400 m x 100 m = 400.000 m2
 Kedalaman yang ditentukan = 10 m
 Specific gravity batuan = 2,88
 Cadangan bijih ;
400.000m2 x 10m x 2,88 = 1.152.00 ton
 Kadar Au rata – rata = 1,521 gr/ton
 Sehingga cadangan terukur didapat sebagai berikut ;
1.152.000 ton x 1,521 gr/ton = 1.752.192 gram

Dengan persentase kesalahan dalam penentuan kedalaman, di mana


asumsi kedalaman tidak sama, maka cadangan terukur dihitung sebesar
65% dari cadangan total, didapat sebesar 1.752.192 gram x 65% =
1.138.900 gram.
BAB IV
RENCANA PENAMBANGAN

4.1. Lokasi Penambangan


Penambangan dilakukan di lokasi I (Peta Terlampir) meliputi Shaft TA
27, TA 26 dan TA 28 serta lubang bukaan TA 11. Pemilihan lokasi
didasarkan kondisi lubang dan nilai kandungan emas dari hasil eksplorasi
sebelumnya. Pada umumnya shaft dan lubang bukaan tersebut masih aman
untuk digali karena disangga menggunakan balok kayu dan tidak terlalu
dalam (masih dapat dijangkau dengan aman).
Nilai kandungan emas dalam lubang berkisar 1,7 gram/Ton pada bekas
penggalian vein yang dilakukan penduduk. Kandungan yang lebih tinggi
dijumpai pada saat penggalian vein – vein baru di hampir semua lubang
bukaan/shaft yang dikerjakan.

4.2. Metoda Penambangan


Penggalian dilakukan secara konvensional menggunakan tenaga
manusia. Pelaksanaan pembuatan lubang bukaan menggunakan peralatan
gali tradisional seperti pahat, linggis, sekop dan lain - lain. Pekerjaan ini
dilakukan oleh dua orang, satu orang menggali dan satu orang lagi
menampung dalam keranjang lalu menyeretnya keluar lubang melalui rel
yang terbuat dari batang bambu.
Arah penggalian dalam lubang bukaan TA 11 sama dengan arah jurus
vein sehingga material bijih yang diperoleh cukup banyak. Lebar vein pada
umumnya kecil, sekitar 30 cm, dan menipis kearah jurus atau lubang bukaan.
Oleh karena kemiringan vein hampir tegak maka penggalian sering dilakukan
lebih dalam untuk mengejarnya. Akan tetapi karena selama ini pelaksanaan
penggalian menggunakan peralatan sederhana, maka penggalian umumnya
berhenti sedalam satu meter.
 Pembukaan Tambang Bawah Tanah
Metoda penambangan yang diterapkan adalah tambang bawah tanah,
dengan cara menggali lubang bukaan (terowongan) relatif horizontal,
dengan kemiringan antara 3 – 5o, dengan dimensi ukuran lubang bukaan
lebar ± 1.5 m dengan tinggi ± 1,7 m (Gambar 4.1).

Bijih diperoleh dengan menggali vein – vein yang telah dikenali


mengandung emas cukup tinggi dalam lubang bukaan. Selanjutnya,
penggalian dapat dilakukan dengan membuat adit, cross cut, raise dan
winze. Tanah dan batuan hasil penambangan yang tidak mengandung
bijih emas, akan dikeluarkan dan ditumpuk pada lahan penumpukan
material, sedangkan bijih hasil galian tambang ditampung dalam
keranjang lalu diangkut dengan menggunakan tenaga manusia. Untuk
memudahkan transportasinya kadang – kadang material diseret
melalui ‘rel’ yang terbuat dari dari bambu, lalu ditumpuk di dekat mulut
lubang bukaan. Penggalian bijih dari masing-masing shaft hanya dapat
dilakukan oleh 2 orang karena ukuran lubang cukup kecil yaitu
berdiameter sekitar 1.5 – 1.7 meter.

Peralatan penggalian yang digunakan adalah linggis dan belincong, dan


lampu penerangan batery kering. Biasanya jumlah pekerja yang
melakukan penambangan hanya terbatas 2 orang. Untuk melindungi
shaft dari longsoran saat menggali maka dibuat penyangga dari balok-
balok kayu mengitari bagian dinding lubang.

 Drainage Tambang
Lubang bukaan utama dibuat dengan kemiringan antara 3 o – 5o.
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan airtanah agar dapat
mengalir secara alamiah. Hal ini dikarenakan, selama ini aktifitas
penambangan selalu terganggu oleh kehadiran airtanah yang sangat
besar, sehingga tidak mampu diatasi. Jika pengaliran alamiah ini tidak
terjadi, maka disiapkan pompa untuk mengeluarkan air tambang.
 Ventilasi Tambang
Untuk kebutuhan udara segar sekaligus dapat difungsikan sebagai jalan
darurat, maka akan dibuat vertical shaft yang menembus lubang bukaan
utama dan permukaan bukit. Selanjutnya pada ujung vertical shaft
dipasang “exhaust fan“ yang berfungsi menyedot udara dan debu
penambangan, agar penambang memperoleh udara segar.

 Pengangkutan
Semua material, baik batuan maupun bijih yang diperoleh, dimasukkan ke
dalam keranjang dan selanjutnya dikeluarkan melalui lubang bukaan
utama, dengan cara menyeretnya di atas landasan (rel) yang terbuat dari
bambu. Material yang diyakini tidak mengandung emas, akan ditumpuk
secara terpisah. Sedangkan material yang diduga banyak mengandung
emas akan ditumbuk dan dipecah-pecah menjadi fragmen-fragmen kecil
agar mudah diproses lebih lanjut.

Material batuan yang telah ditumpuk, jika diperkirakan sudah cukup


banyak akan dipindahkan ke tempat pembuangan batuan (dumping area)
yang telah disiapkan.

4.3. Pengolahan
Bijih dari penambangan sebelum diolah terlebih dahulu dibersihkan
dari pengotor lempung dengan cara mencuci dalam bak - bak sambil diaduk .
Ini dilakukan terutama terhadap bijih yang lunak (kaolinisasi). Pengotor
biasanya merupakan lumpur yang ikut mengalir (overflow). Sedangkan bijih
yang akan diolah berada dalam bak (mengendap). Untuk bijih keras
(silisifikasi dan Oksidasi Sulfida) biasanya dipecah - pecah dalam ukuran 2
cm kemudian diseleksi dari pengotor. Bijih yang dianggap mengandung
emas yang tinggi akan diolah sedangkan sisanya di buang (tailing).
Cara pengolahan yang diterapkan adalah, proses amalgamasi.
Urutan kerja pengolahan adalah sebagai berikut :
1. Bijih bersih yang sudali dipecah - pecah sanmpai ukuran 2 cm sebanyak
20 kg dimasukkan ke dalam setiap gelundung
2. Ditambahkan air sehingga persen solid 69 %
3. Dimasukan gerinding media lalu gelundung diputar selama 12 Jam
4. Setelah itu, gelundung dihentikan lalu dimasukkan CaO sehingga pH 7-9
dan tambahkan air sehingga persen solid menjadi sekitar 50%.
5. Masukkan air raksa sebanyak 1 kg lalu gelundung diputar selama 10 jam
6. Setelah itu isi gelundung dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam baskom
7. Isi baskom digoyang dan dikeluarkan kecuali amalgam (air raksa)
8. Air raksa diperas dengan menggunakan kain sehingga amalgam
tertinggal dalam kain
9. Amalgam digarang di atas api suhu 200 - 600° C.
10. Sisa penggarangan Au - Ag (bullion) dibakar menggunakan emposan
pada suhu 800°C, (di sini ditambahkan KN03,Na2B407 untuk
mempercepat pelelehan)
11. Bullion dilarutkan dalam HN03 sehingga Ag Iarutt dan Au mengendap
12. Au dimurnikan dengan cara membakar melalui alat retort.
BAB V
RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

5.1. UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Upaya pengelolaan lingkungan ditujukan untuk mengantisipasi
menanggulangi dan mengendalikan dampak potensial dari kegiatan proyek
penambangan terhadap lingkungan sekitarnya. Upaya pengelolaan akan
dilakukan pada setiap tahapan kegiatan dari mulai tahap persiapan sampai
dengan tahap pasca penambangan.

5.1.1. Tahap Persiapan


Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk setempat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan sarana penunjang.

5.1.2. Tahap Penambangan


1) Untuk memperkecil resiko terjadinya erosi dan sedimentasi, maka
pemrakarsa proyek akan :
 Menata bentuk jenjang, kemiringan total (overall slope) 450
 Menebarkan lapisan penutup (over burden) dan tanah pucuk (top soil)
diikuti dengan penanaman tumbuhan (revegetasi), pada bagian yang
memungkinkan.
 Pada bagian lereng yang miring akan dibuat sistem sengkedan (teras)
dengan saluran pernbuangan air, kemudian ditanaini tumbuhan
merambat (jenis rumput) dan pohon pelindung.
 Membuat saluran penirisan (drainage) pada daerah penambangan
dan kiri-kanan badan jalan.
 Membuat tanggul pengaman di daerah yang berbatasan dengan
pemukiman.
 Membuat bak penampung lumpur.
2) Mengutamakan pekerja lokal untuk mengisi kesempatan kerja yang
tersedia/ khususnya tenaga yang tidak memerlukan keterampilan (non
skilled labour). Apabila memungkinkan tenaga tersebut ditingkatkan
kemampuannya melalui latihan keterampilan, misalnya operator alat berat
dan sebagainya.
3) Berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan desa/kampung disekitar
lokasi tambang, baik pembangunan fisik (sarana desa) maupun
pembangunan ekonomi masyarakat desa (koperasi dan aktifitas
perekonomian lainnya) .

5.1.3. Tahap Pasca Penambangan


Untuk pemanfaatan selanjutnya lahan bekas tambang/ pihak
pemrakarsa akan membuat rencana pemanfaatannya disesuaikan dengan
peruntuhkan lahan di tempat itu dengan memperhatikan rencana
pengembangan wilayah pembangunan Kabupaten Bandung.
Kerusakan terhadap flora maupun fauna akan ditanggulangi dengan
melaksanakan reklamasi dan revegetasi dengan jenis tanaman yang sesuai.
Menyelesaikan masalah pemutusan hubungan kerja dengan cara terbaik,
melibatkan instansi terkait, pembina ketenagakerjaan (Pemda, Disnaker)
agar tidak menimbulkan gejolak sosial pada masa berakhirnya kegiatan
penambangan.

Secara garis besar rencana upaya pengelolaan lingkungan ditunjukkan pada


Tabel 5-1.
Tabel 5-1. Upaya Pengelolaan Lingkungan
No Sumber Dampak Jenis Dampak Upaya Pengelolaan
1 2 3 4
A. TAHAP PENAMBANGAN
1. Pembersihan Akar Belukar , Pohon Kenaikan air limpasan (Erosi &  Struktur perlapisan tanah akan
dan Pengupasan Tanah Penutup Sedimentasi diperhatikan dalam pengupasan tanah
penutup dan dalam penimbunannya
kembali
 Mengatur ketinggian dan kemiringan
jenjang tanah pada tempat penimbunan
agak landai untuk menjaga stabilitas
dan menghambat laju erosi
 Membuat saluran pembuangan air
 Merevegetasi bagian lahan yang
terbuka dengan tanaman menjalar
(cover crop) atau rumput – rumputan.
2. Pengangkutan 1. Debu dan kebisingan  Menyiram daerah berdebu di lokasi
2. Kemacetan lalu lintas dan jalan pengangkutan batu, di dekat
kerusakan jalan pemukimam penduduk
3. Kesempatan kerja  Membatasi waktu pengangkutan sampai
4. Persepsi masyarakat pukul 16:00 sore, mengingat aktifitas ini
dapat menimbulkan kebisingan > 18
dBA
 Pengangkutan dilakukan pada jam tidak
padat (09:00 – 16:00)
 Menyesuaikan muatan truk dengan
kapasitasnya
 Tidak mengoperasikan truk tidak laik
jalan
 Melibatkan sebanyak mungkin tenaga
kerja lokal
 Meningkatkan keterampilan tenaga lokal
 Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan memenuhi
sebagian kebutuhan sehari – hari
pekerja proyek dari hasil usaha
penduduk setempat
 Berpartisipasi dalam pembangunan
desa / kampung
 Meningkatkan kesejahteraan karyawan
dengan memberikan upah dan jaminan
sosial sesuai dengan peraturan yang
berlaku
B. TAHAP PASCA PENAMBANGAN
1. Reklamasi Tambang 1. Nilai Estetika  Penataan jenjang dan penimbunan
2. Hilangnya Pekerjaan kembali tanah penutup sesuai dengan
perlapisannya
 Pemupukan tanah dan penanaman
kembali tumbuhan yang cocok dengan
kondisi tanah setempat (akasia, lamtoro,
albazia, dsb)
 Penggunaan lahan yang telah di
reklamasi sesuai dengan Rencana
Pembangunan Wilayah Kabupaten
Bandung
C. AKHIR KEGIATAN
1. Pemutusan Hubungan Kerja Hilangnya pekerjaan  Menyelesaikan masalah PHK secara
tuntas dan baik dengan melibatkan
instansi terkait pembina tenaga kerja
(Pemda, Disnaker)
 Menyalurkan tenaga kerja terampil pada
proyek sejenis

2. Penutupan Tambang Persepsi Masyarakat  Memberikan pengertian /alasan


penutupan kegiatan penambangan yang
mudah diterima masyarakat

5.2. UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN


Upaya pemantauan lingkungan digunakan untuk memantau sampai
seberapa besar komponen lingkungan akan mengalami perubahan akibat
terkena dampak potensial. Dengan demikian tidak seluruh komponen yang
harus dipantau, melainkan hanya beberapa komponen tertentu yang terkena
dampak paling besar dan mengalami perubahan mendasar. Hal yang
tercakup dalam lingkup upaya pemantauan lingkungan antara lain :
1. Jenis dampak yang dipantau,
2. Lokasi pemantauan,
3. Periode/waktu pemantauan,
4. Metode yang digunakan,
5. Instansi pengawas.

Instansi yang terlibat dalam pengawasan upaya pemantauan lingkungan


penambangan galian emas oleh Pemrakarsa meliputi :
1. Pemrakarsa ,
2. Dinas Pertambangan Kabupaten DT II Bandung,
3. Dinas Tenaga Kerja,
4. Biro Lingkungan Hidup (aLH)/
5. LSM dan PITDA,

Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) penambangan emas dapat dilihat


pada Tabel 6-1.
Tabel 5-2. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) Penambangan Emas
No. Jenis Dampak Tolok Ukur Dampak Metoda Analisis Lokasi Pemantauan Periode Pemantauan Pelaksana Pengawas
1. Persepsi Masyarakat Pendapat dan perilaku Analisis data primer yang berasal Daerah Tambang  Sebelum & Setelah Pemrakarsa Pemda Tingkat
masyarakat terhadap dari hasil wawancara kegiatan berjalan Desa/Kecamatan
rencana kegiatan proyek  1x per Tahun
2. Perubahan bentuk lahan Pertambahan luas areal  Pemetaan kemajuan Daerah Tambang  Sebelum & Setelah Pemrakarsa Dinas
terbuka penambangan kegiatan berjalan Pertambangan
 Penghitungan luas areal yang  1x per Tahun
mengalami perubahan bentuk
lahan
3. Erosi dan sedimentasi  Terjadinya longsoran Pengamatan intensitas alur pada 1. Timbunan tanah  Pengamatan dilakukan Pemrakarsa Dinas
pada timbunan tanah lereng / timbunan tanah penutup penutup sampai permukaan Pertambangan
penutup >20% cukup intensif dan >30% 2. Lereng galian tanah tertutup
 Pelumpuran pada parit berpotensi longsor 3. Jalan masuk tumbuhan
/ saluran air tambang  1x per 3 bln
 Peningkatan air larian
4. Debu dan Bising  Konsentrasi debu  Pengamatan dengan memakai Jalan Masuk Tambang  Selama proyek Pemrakarsa Dinas
 Intensitas Bising ”High Volume Sampler” dan beroperasi Pertambangan
”Sound level meter”  1x per 3 bln
 Membandingkan dengan baku
mutu
5. Kemacetan Lalu Lintas Pengamatan frekuensi Analisis data primer dari hasil Jalur jalan angkutan  Selama kegiatan Pemrakarsa Pemda Tingkat
angkutan batu pengamatan batu terutama pada berjalan Desa/Kecamatan
pertemuan jalan  2x per Tahun dengan DLLAJR
tambang dengan jalan
raya
6. Kesempatan Kerja Jumlah lowongan kerja Analisis kesempatan kerja Desa Cibeber  Selama kegiatan Pemrakarsa Dinas Tenaga
pada setiap tahap kegiatan berjalan Kerja
 1x per 2 tahun
7. Pemutusan hubungan kerja Jumlah yang terkena PHK Analisis data permasalahan PHK Desa Cibeber Sekali pada akhir Pemrakarsa Dinas Tenaga
penambangan Kerja
5.1. Kegiatan Yang Dilakukan
Penambangan emas yang akan dilakukan di lokasi Pasir Menyan
akan dilakukan secara tambang bawah tanah secara semi mekanis.
Berdasarkan hasil eksplorasi, jumlah cadangan yang dapat ditimbang adalah
1.268.934 ton bijih, sedangkan rencana produksi per tahun adalah 210.000
ton bijih/tahun (dengan kadar rata-rata 1.858 gr/ton) dan diperkirakan akan
diperoleh konsentrat sebanyak 215.684 gr/tahun. Dari perhitungan
perusahaan, diperkirakan umur tambang terbuka akan mencapai 6 tahun.
Pengolahan direncanakan secara konsentrasi dengan menggunakan
peralatan jig, sluice box dan peratatan preparasi ball mill. Di dalam dokumen
UKL-UPL. perkiraan kegiatan yang menimbulkan dampak negatif terhadap
aspekfisik, kimia, biologi meliputi :
a. Pembuatan jalan serta pembangunan sarana dan prasarana
Dampak dari kegiatan ini adalah terjadinya erosi dan peningkatan
sedimentasi, perubahan kualitas air, perubahan tata guna lahan dan
perubahan keanekaragaman flora dan fauna.
b. Pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk dan penimbunan tanah
penutup
Dampak dari kegiatan ini adalah peningkatan erosi, peningkatan
sedimentasi, peningkatan kekeruhan, penurunan kesuburan tanah dan
penurunan keanekaragaman flora dan fauna.
c. Penambangan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan
Dampak dari kegiatan ini adalah peningkatan erosi, peningkatan
sedimentasi, perubahan kualitas air dan kualitas udara, penurunan
permukaan tanah dan penurunan kesuburan tanah.

5.2. Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan


5.2.1. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
a. Pada kegiatan pembuatan jalan akan dilakukan pengamanan tanah hasil
penggalian/timbunan, perlindungan lereng, pelaksanaan kegiatan pada
cuaca tidak hujan (kemarau) dan pembuatan parit pada kanan kiri jalan
serta menanam tanaman pelindung pada sempanjang jalan.
b. Pada kegiatan pembangunan sarana dan prasarana akan dilakukan
pengamanan tanah pada area terbuka dan pembuatan parit di sekeliling
bangunan sarana dan prasarana yang selanjutnya dialirkan ke kolam
pengendapan.
c. Pada kegiatan pembangunan instalasi pengolahan akan dilakukan
pembuatan parit yang dilengkapi dengan jebakan sedimen dan kolam
pengendap serta penanaman pohon pelindung di sekitar bangunan
instalasi pengolahan.
d. Pada kegiatan penambangan akan dilakukan pada kanan kiri jalan angkut
dan pembuatan jallur hijau pada areal penambangan, pengaturan
imbunan dan pengisian kembali lubang bekas galian, pembuatan saluran
penirisan, perangkap sedimen dan kolam pengendapan.
e. Pada kegiatan pengolahan bijih akan dilakukan
- pembuatan kolam pengendap sebanyak 2 buah dengan ukuran tiap
kolam 25 m x 20 m x 3 m dan dilakukan pengerukan 2 kali setiap
bulannya.
- meminimalkan areal yang terpakai untuk timbunan bahan pengotor hasil
pengolahan bijih primer.
f. Pada kegiatan penimbunan bijih akan dilakukan :
- penanaman pohon pelindung pada areal penimbunan
- pembuatan saluran penirisan yang dilengkapi dengan perangkap
sedimen dan kolam pengendap.

5.2.2. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)


Upaya pemantauan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. pemantauan kualitas air permukaan
b pemantauan ketebalan tanah pucuk, sifat kimia/kesuburan tanah
c. pemantauan penurunan muka air tanah
d. pemantauan perkembangan tingkat penutupan lahan
e. pemantauan konsentrasi debu di udara dan kebisingan
f. pemantauan erosi dan kemiringan (lereng serta ketebalan timbunan
tanah penutup.
5.2.3. Teknik dan metode pengelolaan Hngkungan
1. Penanganan Waste Rock
Waste Rock (Batu Buangan) hasil developmen akan ditimbun pada areal
waste dump seluas 1 Ha. Selain itu penanganan waste rock juga
dilakukan dengan cara back filling yaitu sebagai material pengisi terhadap
bukaan produksi yang non aktif.
2. Penanganan Air Tambang
Penanganan air tambang dilakukan dengan membuat paritan yang
mempunyai perbedaan ketinggian air, sehingga air tersebut dapat
mengalir secara gravimetri. Sebelum air tersebut masuk ke
perairan/sungai Ciherang dan Cipetir terlebih dahulu diendapkan dan
dinetralkan dengan penambahan kapur.

5.3. Penanganan Limbah Pengolahan


Penanganan dilakukan dengan kolam-kolam pengendapan dahulu
sebelum air limpasan dari limbah tersebut dibuang ke sungai Ciherang dan
sungai Cipetir.

5.3.1. Penanganan Limbah Emplasemen


Limbah emplasemen di atasi dengan pembuatan dan perawatan
saluran drainase di sekitar emplasemen. Sedangkan penanganan limbah
domestik/rumah tangga adaiah dengan cara penimbunan terhadap limbah
tersebut. Bahan-bahar berbahaya berupa oli bekas ditampung dalam
penampungan oil (drum) untuk kemudian diminta oleh penduduk sekitar
untuk ditreatment (daur ulang).

5.4. Rencana Reklamasi Lahan


Reklamasi lahan meliputi upaya penanaman kembali pada lahan yang
telah dibuka, dengan terlebih dahulu dibuat jenjang-jenjang sebagai kendali
erosi. Macam vegetasi yang akan ditanam berupa tanaman kebun, seperti ;
jagung, coklat, petal, nangka dan lain-lain, dengan jarak antar pohon antara
2-4 meter.
Kegiatan reklamasi yang direncanakan adalah pada areal bekas tambang
dan areal bekas timbunan tailing akhir 1, dengan luas yang direncanakan 1
Ha. Dalam rencana tersebut setelah dilakukan dan penataan lahan maka
lahan ini akan direvegetasi dengan jenis tanaman petai, petai cina, coklat,
nangka dengan jumlah tanaman yang akan ditanam masing-masing
sebanyak 60 batang di lokasi emplasemen, tanaman rerumputan digunakan
untuk perkuatan dinding tailing pond. Sedangkan areal/lahan lain yang
diperuntukkan sebagai fasilitas penunjang bagi kegiatan pertambangan bijih
emas. Pada tahun 2005 ini belum direncanakan untuk reklamasi, mengingat
fasilitas-fasilitas tersebut yang berada di atas lahan yang dibuka dan masih
digunakan sebagai fasilitas penunjang bagi kegiatan pertambangan bijih
emas.

Anda mungkin juga menyukai