Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

PENYAKIT DEGENERATAIF MUSKULOSKELETAK

Disusun Oleh :
Fathimah Ayu Rahimah (1102015075)

Pembimbing :
dr. Ilma Fiddiyanti, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
YARSI RSUD KOTA CILEGON 2019
1. OSTEOATRITIS

A. DEFINISI
Osteoartitis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan biokimia kartilago sendi di sendi sinovial. Hal ini ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari tulang di dekat persendian tersebut,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,
timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan
sendi.
B. PATOFISIOLOGI
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan
tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti
oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera
(Felson, 2006).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya .
Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak
(Range of motion) sendi (Felson, 2006).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan.
Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi
yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2006).

2
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekano
reseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson,
2006).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung
sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga
dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya.
Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi
dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact).
Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi
sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago
memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2006).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi
ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi
sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi
sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk
mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2006).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe
dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul
– molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah
molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan
kepadatan pada kartilago (Felson, 2006).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha
elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim
pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor
(TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut
akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk
molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga

3
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan
(Felson, 2006).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari
MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago
(Felson, 2006).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi
matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG),
oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis
dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses
pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini
berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2006).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks
yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi
Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki
metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2006).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan
sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen
akan mudah mengendur (Felson, 2006). Kegagalan dari mekanisme
pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2006).

C. GAMBARAN RADIOLOGI
Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of
Rheumatology yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen ditemukan

4
adanya gambaran osteofit serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun,
kaku sendi pada pagi hari < 30 menit dan adanya krepitasi.
Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil
radiologi. Namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih normal.
Gambaran
radiologis sendi yang merupakan tanda
kardinal OA adalah :
 Penyempitan celah sendi yang sering kali
asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban, seringnya pada Genu)
 Peningkatan densitas (sclerosis) tulang
subkondral
 Kista tulang subchondral
 Osteofit pada pinggir sendi (marginal)
 Perubahan struktur anatomi sendi.

Grading Osterarthritis
Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di
klafikasikan menjasi:
1. Grade 1 : Gambaran celah sendi seringnya normal dan jarang ada
penyempitan, terdapat osteofit minim (lipping).
2. Grade 2 : Minimal/mild, osteofit tervisualisasi dengan jelas dan
permukaan sendi menyempit asimetris.
3. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa
tempat/tepi tulang, permukaan sendi menyempit, tampak sklerosis subkondral,
dan mungkin akan terlihat adanya deformitas pada kontur tulang.
4. Grade 4 : Severe, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit (marked narrowing), sklerosis subkondral berat, dan kerusakan
permukaan sendi.

5
Gambar 1: Grading Osteoarthritis Kellgren dan Lawrence

6
2. SPONDYLOSIS
A. DEFINISI
Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang belakang
(spine osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi sehingga
mengganggu fungsi dan struktur normal tulang belakang. Spondylosis dapat
terjadi pada leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun punggung
bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar ruas tulang
belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).

B. GAMBARAN RADIOLOGI
Apabila menemukan gejala tersebut dokter biasanya menanyakan keluhan dan
melakukan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan dan jangkauan gerak. Setelah
itu apabila dianggap perlu, dokter akan menyarankan penderita melakukan
berbagai pemeriksaan misalnya X-ray, CT-scan atau MRI.

Gambar 2. Spondylosis Servical

7
Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai
berikut:
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang

Gambar 6. Penyempitan DIV dan Osteofit

8
Gambar 7. Penekanan akar saraf

Gambar 8. Osteofit atau Spur Formation

9
3. HNP
A. DEFINISI
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus
melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan
medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis
sehingga menimbulkan gangguan.
B. PATOFISIOLOGI
HNP atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai
Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab
tersering nyeri pugggung bawah akut, kronik atau berulang. Penonjolan,
ruptur, pergeseran adalah istilah yang digunakan pada nucleus yang terdorong
keluar diskus. Apabila nucleus mendapat tekanan, sedangkan nucleus berada
diantara dua end plate dari korpus vertebra yang berahadapan dan dikelilingi
oleh annulus fibrosus maka tekanan tersebut menyebabkan nucleus terdesak
keluar, yang disebut Hernia Nucleus Pulposus.
Herniasi diskus dapat terjadi pada midline, tetapi lebih sering terjadi pada satu
sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke
satu sisi. Penyebabnya sering oleh karena trauma fleksi, dan terutama trauma
berulang dapat mengenai ligamentum longitudinal posterior dan annulus
fibrosus yang telah mengalami proses degenarasi. Sciatica, yang ditandai
dengan nyeri yang menjalar ke arah kaki sesuai dengan distribusi dermatof
saraf yang terkena, adalah gejala yang pada umumnya terjadi dan ditemukan
pada 40% dari pasien dengan HNP.
C. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi
sakro-iliaka), Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus,
penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil.

10
Pada kasus disk bulging, radiografi polos memperlihatkan gambaran tidak
langsung dari degenerasi diskus seperti kehilangan ketinggian diskus
intervertebralis, vacuum phenomen* dalam bentuk gas di disk, dan osteofit
endplate

Gambar 2.6 *Gambaran vacuum phenomena


Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP), foto polos
tulang belakang lumbosakral atau tulang belakang leher tidak diperlukan. Foto
polos tidak dapat memperlihatkan herniasi, tetapi digunakan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya misalnya, fraktur, kanker, dan infeksi.

Gambar 2.7 Gambaran Rontgen Polos Lumbal

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-14. PT Dian Rakyat.


Jakarta. 2009
2. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.1999
3. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT
Dian Rakyat. Jakarta 2002
4. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Jakarta. 2004
5. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru.Jakarta. 2006
6. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
7. http://emedicine.medscape.com/article/340014-imaging diakses tanggal 18
Febuari 2011
8. http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview diakses tanggal 18
Febuari 2011
9. http://emedicine.medscape.com/article/340014-overview diakses tanggal 18
Febuari 2011
10. http://www.dokterbedahtulang.com diakses tanggal 18 Febuari 2011
11. http://ppni-klaten.com.HNP diakses tanggal 18 Febuari 2011
12. Felson, D. T. 2006. Osteoarthritis of the knee. New England Journal of
Medicine, 354(8), 841-848.
13.
14. Joewono, Soeroso, Harry Isbagio, Handono Kalim, dkk. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Bab Osteoartritis. FK-UI:Jakarta.
15.
16. Kellgren JH, Lawrence JS. Radiological Assessment of Osteoarthrosis. Ann
Rheum Dis 1957; 16:494-501

17. Lane, N. E. 2007. Osteoarthritis of the hip. New England Journal of


Medicine,357(14), 1413-1421.
18.

12
19. Longo, D., Fauci, A., Kasper, D., Hauser, S., Jameson, J., & Loscalzo, J.
2012. Harrison's Principles of Internal Medicine 18Ed. McGraw Hill
Professional:US
20.
21. Parjoto, S. 2000. Assesment Fisioterapi Pada Osteoartritis Sendi Lutut,
TITAFI XV:Semarang.
22.
23. Solomon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (Eds.). 2010. Apley's system of
orthopaedics and fractures. CRC Press: US
24.

13

Anda mungkin juga menyukai