Anda di halaman 1dari 88

REFERAT

KELAINAN MUSKULOSKELETAL

Disusun Oleh :
Anisa Ayuningtyas (1102015027)
Fathimah Ayu Rahimah (1102015075)
Indah Pratiwi (1102015097)
Monica Octafiani (1102015140)
Salma Nara Fadhilla (1102015212)

Pembimbing :

dr. Ilma Fiddiyanti, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
YARSI RSUD KOTA CILEGON 2019

1
BAB I
KEGANASAN
1. TUMOR
A. Definisi

Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif,


dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang
sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang
yang bisa jinak atau ganas.2,5 Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem
muskuloskeletal yang bersifat neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti
benjolan. Sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut
neoplasma.2

B. Patofisiologi

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh


sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu
proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.

Faktor resiko: keturunan, radiasi, tidak diketahui pasti



Etologi

Adanya tumor tulang

Jaringan lunak diinvasi oleh tumor

Reaksi tulang normal

2

Osteolitik (destruksi tulang), Osteoblastik (pembentukan tulang).

Pertumbuhan tulang yang abortif

C. Klasifikasi

Kondroma

Kira-kira 50 % enkondroma terdapat pada tulang-tulang tangan dan


kaki; sekitar 40 % pada tangan dan 10 % pada kaki. Gambaran radiologik tulang
rawan adalah radiolusen, sehingga tumor ini akan terlihat sebagai bayangan
radiolusen yang berbatas tegas di daerah medula. Kadang-kadang tampak
pelebaran tulang karena ekspansi dan tampak penipisan korteks, kadang-
kadang terlihat perkapuran dan hal ini penting untuk diagnosis. Tumor ini
paling sering mengenai tulang-tulang tubuler kecil pada tangan dan kaki,
kadang-kadang juga pada tulang yang lebih besar.

3
4
Osteokondroma

Biasanya mengenai tulang panjang, terutama sekitar lutut. Tumor mulai


pada metafisis, tetapi karena tulang tumbuh, makin lama makin bergeser ke
diafisis. Biasanya soliter, kadang-kadang multipel dan dikenal sebagai
diaphyseal aclasia. Degenerasi maligna pada osteokondroma soliter sekitar 1
%, sedangkan pada diaphyseal aclasia sekitar 10 %. Ditemukan pada bagian
metafisis tulang panjang terutama pada bagian distal femur, proksimal tibia dan
proksimal humerus.
Gambaran radiologi berupa tampak penonjolan tulang pada korteks dan
spongiosa yang normal. Dengan bertambahnya umur pasien,terlihat kalsifikasi
tulang rawan yang semakin lama semakin banyak. Penonjolan seperti bunga
kol (cauliflower) dengan komponen kondrosit sebagai bunga dan komponen
osteosit sebagai tangkai. Pedunculated osteo. Kondroma memiliki gambaran
tangkai di bagian distal yang melebar dengan permukaan berbenjol-benjol
(hook exositosis), memiliki ukuran berkisar 8-10 cm. Sessile osteokondroma
memiliki bangunan dasar yang luas dengan dasar bagian komponen korteks dari
tulang yang ada dibawahnya. Kadang-kadang daerah ini tampak penonjolan-
penonjolan dan bagisan luarnya berkontur tajam-tajam (secara radiologi ini
memang sulit dibedakan dengan bentuk tumor parosteal osteosarkoma)

5
Kondroblastoma

Biasanya penderita mengeluh sakit di daerah sendi, karena tumor


kebanyakan pada epifisis dan berhubungan dengan lempeng epifiser.
Kondromablastoma jinak berasal dari daerah epifisis dan berkembang ke arah
metafisis. Tumor terutama ditemukan pada tulang panjang, terutama epifisis
tibia proksimal, femur distal dan humerus proximal.
Gambaran radiologik tampak sebagai bayangan radiolusen, biasanya
berbentuk bundar dengan batas yang tegas. Kadang kadang tampak pinggiran
sklerotik. Kalsifikasi terdapat pada 50%.

6
Kondromiksoid Fibroma
Tumor ini biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda. Pada
tulang panjang paling banyak di daerah metafisis dan lokasinya eksentrik,
paling sering pada tulang sekitar lutut.
Gambaran radiologik tumor ini tampak sebagai daerah yang radiolusen
dan ostiolitik di daerah metafisis tulang panjang, letaknya eksentris, berbatas
tegas, kadang-kadang dengan pinggiran sklerotik. Korteks menipis karena
ekspansi tumor. Tidak ada reaksi periosteal. Kalsifikasi jarang. Kadang-kadang
terdapat gambaran menyerupai busa sabun (soap-bubble appearance).

7
Osteoma
Tumor jinak tulang ini termasuk jarang dan terdiri seluruhnya dari
tulang yang berdiferensiasi baik. Biasanya ditemukan di daerah sinus paranasal
dan kalvarium. Bila lokasinya pada sinus paranasal dapat menimbulkan
gangguan drainase. Osteoma dilaporkan terjadi di setiap bagian dari tulang
temporal termasuk di skuama, mastoid, liang telinga, kavum glenoid, telinga
tengah, tuba eustasius, apeks petrous dan prosesus stiloideus.
Gambaran radiologik : Biasanya terlihat sebagai bayangan opak yang
bundar atau lonjong, berbatas tegas. Jarang lebih besar dari 2,5 cm. yang
diliputi oleh bagian sklerotik pada radioopak.

Osteoid Osteoma
Osteoid osteoma merupakan lesi osteoid jinak yang menyerupai abses
tulang kronik low-grade. Saat ini banyak peneliti menganggap osteoid osteoma
sebagai proses yang reaktif,kemungkinan berasal dari inflamasi, namun patog
enesisnya belum diketahui. Sekitar 75% kasus terjadi pada umur antara 11 dan
26 tahun. Ini lebih sering hingga dua kali pada laki-laki. Tibia dan

8
femur merupakan lokasi yang sering menjadi. Lokasi : Osteoid osteoma
terutama terjadi di tulang kerangka apendikular, dimana
ekstremitas bawah lebih sering terkena dari pada ekstremitas atas.
Gambaran Radiologi : temuan radiografi khas dari osteoid osteoma meliputi
nidus intracotical, yang akan menampilkan sejumlah variabel mineralisasi,
disertai dengan penebalan korteks dan reaktif sklerosis dalam poros tulang
panjang. Fokus radiolusen sering disebut
sebagai nidus karena fokus biasanya terletak di pusat daerah reaktif sklerosis.
Nidus itu bulat atau oval dan biasanya lebih kecil dari 1-2 cm. Kepadatan
tulang dapat berkurang karena tidak digunakan karena sakit.

Foto polos osteoid osteoma pada pasien laki-laki usia 17 tahun dengan
nyeri ditangan. Lesi ini merupakan karakteristik nidus kecil dengan
sclerosis.

9
Foto polos bagian
tubuh, menunjukan
suatu area densitas
sirkuler dengan
radiolusen pada bagian
tengah yang merupakan
nidus pada leher femur.

Radiografi lateral lutut menun


jukkan nidus mineralisasi
yang padat (panah) pada
kondilus femoralis lateralis

Giant cell tumor


Tumor ini biasanya dijumpai pada usia dewasa, setelah terjadi fusi
tulang. Kebanyakan dijumpai pada usia 30-40 tahun. Pada tulang panjang,
tumor ini lokasinya pada ujung tulang (subartikuler), paling sering sekitar sendi
lutut. Lokasi: Didapat pada epifisis tulang panjang yang dapat meluas ke arah
metafisis. Tempat yang paling sering terjadi adalah proksimal tibia, distal femur
dan distal radius. Juga dapat ditemukan di pelvis dan sacrum.

10
Gambaran radiologik : tampak daerah radiolusen pada ujung tulang panjang
dengan batas yang tidak tegas. Ada zona transisi antara tulang normal dan
patologik, biasanya kurang dari 1 cm.
Lesi biasanya eksentrik, bersifat ekspansif sehingga korteks menjadi tipis.
Tidak ada reaksi periosteal. Tumor yang sudah besar dapat mengenai seluruh
lebar tulang dan sering terjadi fraktur patologik.

Osteoblastoma
Tumor dengan ukuran yang berukuran lebih besar dari osteoid Osteoma,
lebih jarang dan paling sering di tulang vertebra. Ukuran lebih dari 1 cm.
Perbedaan dengan osteoid osteoma adalah osteoblastoma tidak memproduksi
prostaglandin/ prostasiklin yang menyebabkan reaksi jaringan.
Lokasi : Dapat mengenai tulang panjang dan pendek dengan predileksi pada
tulang vertebra.

11
Gambaran radiologi : Tampak daerah osteolitik dengan pinggir yang
tidak/sedikit sklerotik. Gambaran mirip dengan abses tulang. Lesi radiolusen
ditemukan matriks tipe radiodensities. Ukuran lesi lebih besar dari 2 cm.

Osteosarkoma
Merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan
prognosis yang buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun.
Jumlah kasus meningkat lagi setelah umur 50 tahun yang disebabkan oleh
adanya degenerasi maligna,terutama penyakit. Paling sering ditemukan sekitar
lutut, yaitu lebih dari 50 %. Tulang-tulang yang sering terkena adalah femur
distal, tibia proksimal, humerus proksimal, dan pelvis. Pada tulang panjang,
tumor biasanya mengenai metafisis. Garis epifiser merupakan barrier dan tumor
jarang menembusnya. Metastasis cepat terjadi secara hematogen, biasanya ke
dalam paru.
Gambaran Radiologi:
Didapat 3 macam gambaran radiologi, yaitu:
1. Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan proses utama.

12
2. Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak pembentukan tumor
tulang.
3. Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses pembentukan tumor
tulang.

Sarkoma Ewing
Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang,
kebanyakan pada diafisis. Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan
tulang iga. Kira-kira 75 % dari penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering
umur 5-15 tahun.
Gambaran radiologik : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif
yang berawal di medula; pada foto terlihat sebagai daerah daerah radiolusen.
Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang
reaksi periostealnya tampak sebagai garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai
kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini pernah

13
dianggap patognomonis untuk tumor ini, tetapi ternyata bisa dijumpai pada lesi
tulang lain.

Kondrosarkoma

Merupakan tumor ganas yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang


rawan) yang dapat tumbuh spontan (kondrosarkoma primer) atau merupakan
degenerasi maligna lesi jinak seperti esteokondroma, enkondroma
(kondrosarkoma sekunder). Ditemukan usia antara 30-60 tahun. Neoplasma ini
tumbuhnya agak lambat dan hanya memberikan sedikit keluhan. Neoplasma ini
lambat memberikan metastase.
Lokasi: Terutama mengenai tulang ceper seperti pelvis dan skapula,
tetapi dapat juga didapat pada tulang panjang seperti femur dan humerus.
Radiologi: Tampak sebagai lesi osteolitik ditengah metafisis tulang dengan
bercak- bercak kalsifikasi yang berasal dari matriks kartilago disertai proses
destruksi kortek, sehingga tumor dapat dilihat meluas ke jaringan lunak
disekitarnya.

14
Myoloma Multipel

Merupakan tumor ganas yang lebih banyak menyerang kaum pria dengan
usia diatas 40 tahun. Lokasi : akan mengenai sekaligus beberapa tulang dan
disatu tulang dapat ditemukan lebih dari satu lesi (multipel) seperti tlang
vertebra, pelvis, dan tengkorak. Radiologi : tampak lesi ostiolitik yang bulat
memberikan gambaran punched out.

15
16
BAB II
INFEKSI
1. Osteomielitis
A. Definisi
Osteomielitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti
tulang, myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana
berarti infeksi tulang atau sumsum tulang.(9)
Berdasarkan kamus kedokteran Dorland, osteomielitis ialah radang tulang
yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi
lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sum-sum, korteks, dan periosteum.(10)

B. Patofisiologi

Infeksi dapat terjadi secara :


1. Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit, tenggorok.
2. Kontaminasi dari luar yaitu fraktur terbuka dan tindakan operasi pada tulang
3. Perluasan infeksi jaringan ke tulang di dekatnya.
Mikroorganisme memasuki tulang bisa dengan cara penyebarluasan secara
hematogen, bisa secara penyebaran dari fokus yang berdekatan dengan infeksi, atau
karena luka penetrasi. Trauma, iskemia, dan benda asing meningkatkan kerentanan
tulang akan terjadinya invasi mikroba pada lokasi yang terbuka (terekspos) yang
dapat mengikat bakteri dan menghambat pertahanan host. Fagosit mencoba untuk
menangani infeksi dan, dalam prosesnya, enzim dilepaskan sehingga melisiskan
tulang. Bakteri melarikan diri dari pertahanan host dengan menempel kuat pada
tulang yang rusak, dengan memasuki dan bertahan dalam osteoblast, dan dengan
melapisi tubuh dan lapisan yang mendasari tubuh mereka sendiri dengan pelindung
biofilm yang kaya polisakarida. Nanah menyebar ke dalam saluran pembuluh

17
darah, meningkatkan tekanan intraosseous dan mempengaruhi aliran darah.
Disebabkan infeksi yang tidak diobati sehingga menjadi kronis, nekrosis iskemik
tulang menghasilkan pemisahan fragmen devaskularisasi yang besar (sequester).
Ketika nanah menembus korteks, subperiosteal atau membentuk abses pada
jaringan lunak, dan peningkatan periosteum akan menumpuk tulang baru
(involucrum) sekitar sequester.
Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan kongesti atau tersumbatnya pembuluh
darah merupakan temuan histologis utama osteomielitis akut. Fitur yang
membedakan dari osteomielitis kronis, yaitu tulang yang nekrosis, dicirikan oleh
tidak adanya osteosit yang hidup. Terdapat sel mononuklear yang dominan pada
infeksi kronis, dan granulasi dan jaringan fibrosa menggantikan tulang yang telah
diserap kembali oleh osteoklas. Pada tahap kronis, organisme mungkin terlalu
sedikit untuk dilihat pada pewarnaan. (3)

C. Gambaran radiologi
 Soft tissue swelling (tanda awal)
 Reaksi periosteal
 Destruksi tulang (tampak daerah yang berdensitas lebih rendah daripada
tulang)

18
Gambar Osteomielitis kronis pada tibia.
Tibia membesar dan sklerotik akrena pembentukan ulang baru di luar korteks yang
menyatu dengan korteks. Tampak daerah radiolusen pada tibia menunjukan destruksi.
Bayangan sekwester terlihat sebagai tulang padat dikelilingi dengan radiolusen.
Tampak fraktur patologik pada tibia bagian proksimal.

2. Tuberkulosis Tulang dan Sendi

A.. Definisi

Suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan


basil tuberculosis yang menyebar secara hematogen dari focus jauh, dan hampir
selalu berasa dari paru-paru. Penyebaran basil ini daoat terjadi pada aktu infeksi
primer dan pasca orimer. Penyakit ini sering terjadi pada anak.

19
B. Patofisiologi

Basil tuberculosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada


tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pertumbuhan pus
yang kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomyelitis
piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberculosis tulang sangat
sedikit atau tidak ada asama sekali. Disamping itu, periostitis dan sekwester
hampir tidak ada. Pada tuberculosis tulang ada kecenderungan terjadi
perusakan tulang rawan sendi atau diskus inrervertebra.

Fase reaktivasi dapat terjadi di paru atau diluar paru. Pada paru, rektifasi
penyakit ini dapat sembuh tanpa bekas, sembuh dengan fibrosis dan kalsifikasi
atau membentuk kaverne dan terjadi bronkiektasi. Reaktivasi sarang infeksi
dapat menyerang berbagai organ selain paru. Ginjal merupakan organ kedua
yang paling sering terinfeksi ; selanjutnya kelenjar limfe, tuba , tulang, sendi,
otak, kelenjar adrenal ,saluran cerna dan kelenjar mamma. Meskipun jarang,
tuberkulosa kongenital dapat ditemukan pada bayi, ditularkan melalui vena
umbilikal atau cairan amnion ibu yang terinfeksi. Perjalanan infeksi pada
vertebra dimulai setelah terjadi fase hematogen atau reaktivasi kuman dorman.
Vertebra yang paling sering terinfeksi adalah vertebra torako-lumbal (T8- L3).
Bagian anterior vertebra lebih sering terinfeksi dibandingkan dengan bagian
posterior.

C. Gambaran radiologi

Diperlukan pengambilan gambar dua arah , antero-posterior (AP) dan


lateral (L). Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior
korpus vertebra dan osteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus
intervertebralis, menujukkan terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan
jaringan lunak disekitar vertebra menimbulkan bayangan fusiform.

20
Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin parah. Korpus menjadi
kolaps dan terjadi fusi anterior yang menghasilkan angulasi yang khas disebut
gibbus. Bayangan opaque pada sisi lateral vertebra, memanjang kearah distal,
merupakan gambaran abses psoas pada torakal bawah dan torakolumbal yang
berbentuk fusiform.

Gambar Tuberkulosis pada tulang panjang,

Tampak lesi destruktif pada metafisis distal radius, berbentuk lonjong dengan batas
tegas. Tampak sedikit reaksi periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.

21
BAB III
FRAKTUR DAN DISLOKASI

1. FRAKTUR DAN DISLOKASI TULANG TENGKORAK


Trauma tengkorak atau fraktur pada tengkorak dapat berupa
1) Fraktur impresi (depressed fracture)
Biasanya disertai kerusakan jaringan otak dan pada foto terlihat sebagai garis
atau 2 garis sejajar dengan densitas tinggi pada tulang tengkorak. Penting untuk
membuat foto tangensial untuk konfirmasi dan untuk menentukan dalamnya
impresi.

Gambar fraktur impressi pada tulang kepala

2) Fraktur linier
Fraktur ini harus dibedakan dengan sutura dan pembuluh darah. Pada foto,
fraktur ini terlihat sebagai garis radiolusen, paling sering di daerah parietal.

22
Garis fraktur biasanya lebih radiolusen daripada pembuluh darah dan arahnya
tidak beraturan.

Gambar fraktur linear pada tulang kepala

3) Fraktur diastasis
Biasanya lebih sering terjadi pada anak-anak dan terlihat sebagai pelebaran
sutura.

23
Gambar fraktur diastasis pada tulang kepala

2. FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA TULANG BELAKANG


Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada trauma tulang belakang
meliputi:
- Pemeriksaan konvensional
- Tomografi konvensional
- CT scan atau CT mielo
- MRI
Pemeriksaan konvensional masih merupakan pemeriksaan utama dan
pemeriksaan pertama yang harus dilakukan. Pemeriksaan CT scan dan MRI
dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan konvensional untuk evaluasi yang lebih
detail atau melihat kelainan yang tidak dapat dilihat pada pemeriksaan
konvensional, misalnya untuk melihat fraktur dengan CT scan atau untuk melihat
kelainan pada medulla spinalis dengan MRI.

24
a. Tulang belakang servikal
Pemeriksaan radiologi bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien
dengan trauma berat (misal tidak sadar, fraktur multipel) pemeriksaan harus
dilakukan dengan hati hati dan semua foto harus dibuat dengan pasien berbaring
terlentang dan meminimalisir manipulasi.vFoto yang terpenting adalah foto
lateral dengan pasien berbaring dan sinar horizontal.
Biasanya segmen bawah tulang leher (CI – CVII) tertutup oleh bahy.
Untuk mengatasi hal ini bahu direndahkab dengan cara menaruj jedua lengan
pasien ke bawah. Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang keadaan
pedikel, foramina intervertebra, dan sendi apofiseal. Bila keadaan pasien baik,
sebaiknya dilakukan:
o Foto AP, termasuk dengan mulut terbuka untuk melihat CI dan C2
o Foto lateral
o Foto oblik kanan dan kiri
Klasifikasi trauma servikal terdiri dari:
a. Berdasarkan mekanisme trauma
a. Hiperfleksi
b. Fleksi-rotasi
c. Hiperkestensi
d. Ekstensi-rotasi
e. Kompresi vertical
b. Berdasarkan derajat kestabilan
a. Stabil
b. Tidak stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang tulang servikal dimaksud dengan tetap
utuhnya komponen ligamento-skeletal pada saat terjadinya trauma, sehingga
memungkinkan tidak terjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhadap
yang lainnya.

25
Trauma hiperfleksi:
1. Subluksasi anterior: terjadi karena terdapat robekan pada sebagian ligament
di posterior tulang leher, dan ligament longitudinal anterior utuh. Merupakan
lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi anterior adalah terdapat angulasi
ke posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament Tanda lainnya
ialah:
o Jarak yang melebar antara prosesus spinosus
o Subluksasi sendi apofiseal

Subluksasi anterior servikal


2. Bilateral interfacetal dislocation
Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligament
di posterior tulang leher. Merupakan lesi tidak stabil. Tampak dislokasi
anterior korpus vertebra dan dislokasi total sendi apofiseal.
3. Flexion tear drop fracture dislocation
Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan
pada ligament posterior disertai fraktur avulsi pada bagian antero-inferior
korpus vertebra. Merupakan lesi tidak stabil. Tampak tulang serbikal dalam
fleksi:
o Fragmen tulang berbentuk segitiga pada antero-inferior korpus vertebra

26
o Pembengkakan jaringan lunak pravertebral.

Flexion teardrop fracture


4. Wedge Fracture
Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligamen longitudinal anterior dan
kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi bersifat stabil.
5. Clay shoveler’s fracture
Fleksi tulang leher deimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang
leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosus spinosus, dan
biasanya terjadi pada CVI – CVII atau THI

Clay shoveler’s fracture


Trauma fleksi-rotasi
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi
kerusakan pada ligament posterior termasuk sendi kapsul apofiseal yang
bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang

27
bersangkutan dan vertebra proksimal dalam posisi oblik, sedangkan vertebra
distalnya tetap dalam posisi lateral.
Trauma hiperekstensi
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel. Prosesus artikularis, lamina dan prosesus
spinosus. Fraktur avulsi korpus vertebra bgian postero-inferior. Merupakan
lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior leher dan
ligament yang bersangkutan.

Hyperextension cervical injury

28
2. Hangman’s fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII dan CIII.

Hangman’s fracture
Trauma ekstensi-rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi
Fraktur kompresi vertical
Terjadi akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala, kondilus oksipitalis,
ke tulang leher. Terdapat dua, yaitu:
o Bursting fracture dari atlas (Jefferson’s fracture)

29
o Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

Jefferson’s fracture
b. Tulang belakang torakal dan lumbal
Pemeriksaan radiologi rutin untuk trauma tulang belakang torakal dan
lumbal ada proyeksi AP dan lateral. Bila trauma berat, maka foto dibuat dengan
pasien tidur telentang dan foto lateral dibuat dengan sinar horizontal. Pada
kompresi terjadi fraktur kompresi vertebra, dan pada trauma langsung dapat
timbul fraktur elemen posterior vertebra, korpus vertebra, dan iga didekatnya.
Pada fraktur kompresi tampak korpus vertebra berbentuk baji pada foto lateral.

30
Fraktur kompresi lumbal
Pada foto AP, terdapat pelebaran bayangan mediastinum di daerah yang
bersangkutan menunjukkan adanya hematom paravertebral. Pada daerah
torakolumbal dan lumbal, mekanisme trauma dapat bersifat fleksi, ekstensi,
rotasi, atau kompresi vertical. Trauma fleksi merupakan yang paling sering dan
menimbulkan fraktur kompresi.
Trauma rotasi paling sering terjadi pada vertebra torakolumbal (TX –
LI) dan dapat menimbulkan fraktur dislokasi disebabkan karena kerusakan pada
elemen posterior vertebra. Pengendara mobil yang memakai sabuk pengaman
dapat mengalami seat-belt injury (Chance fracture) di daerah lumbal bila
kendaraan yang melaju cepat mendadak direm. Trauma vertebra terjadi karena
fleksi tulang belakang dan menyebabkan kerusakan pada elemen posterior
vertebra.

3. FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA BAHU DAN LENGAN ATAS


1. Fraktur klavikula:
Fraktur ini paling sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Juga
dapat ditemui pada neonatus waktu persalinan. Kadang-kadang kedudukan
fragmen-fragmen buruk (angulasi, overriding) dan reposisi yang baik sangat
penting supaya tidak menimbulkan deformitas. Lokasi paling sering di 2/4
medial, sedangkan ¼ medial dan ¼ lateral lebih jarang.

31
Fraktur Klavikula

2. Dislokasi sendi akriomio – klavikularis:


- Sela sendi tampak melebar.
- Lebih baik bila dibuat foto kedua sendi dengan kedua lengan mengangkat
beban.

Dislokasi akromioklavikular

32
3. Dislokasi sendi bahu:
a. Dislokasi anterior (subkorakoid):
Terlihat kaput humeri keluar dari fossa glenoidalis dan berada di bawah
prosesus korakoid.

Dislokasi anterior (subkorakoid)

b. Dislokasi posterior (subakromial):


Jarang terjadi. Agak sukar dilihat pada foto AP bila dilihat secara teliti
tampak kaput humeri berbentuk bulat dan permukaan kaput tidak sejajar lagi
dengan fossa glenoidalis. Biasanya terjadi karena spasme otot yang kuat
seperti pada epilepsi atau renjatan listrik. Pada trauma bahu sebaiknya dibuat
foto aksial di samping foto AP.

33
Dislokasi posterior (subakromial)

4. Fraktur kolum humeri:


- Biasanya fraktur collum chirurgicum.
- Untuk penentuan kedudukan dibuat foto AP dan foto lateral melalui toraks.
Foto lateral ini secara teknis buruk tetapi memberi cukup informasi
mengenai kedudukan fragmen-fragmen.

34
Fraktur kolum humerus

4. FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA SIKU DAN LENGAN BAWAH


1. Fraktur suprakondiler humerus
- Terutama pada anak-anak
- Biasanya ada angulasi dan dislokasi fragmen distal ke posterior
- Fraktur supracondylar adalah fraktur siku yang paling umum terjadi
pada anak-anak (60%) dengan rata-rata usia 6-7 tahun dan jarang
terlihat setelah usia 15 tahun.

35
Gambaran radiologis fraktur suprakondilar

2. Fraktur epikondilus medialis atau lateralis humeri


- Biasanya pada anak-anak
- Epikondilus medialis
Fraktur epikondilus medialis biasanya terjadi pada anak-anak sebagai
cedera tipe avulsi. Mekanisme terjadinya termasuk dislokasi siku posterior,
Little League elbow, atau cedera langsung. Edema dan nyeri pada siku
medial merupakan hal yang sering terjadi. Fraktur epikondilus medial tanpa
atau dengan dislokasi minimal ditatalaksana tanpa operasi. Fragmen dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm yang mengalami atau ketidakstabilan valgus
sering ditatalaksana dengan fiksasi interna. Penatalaksanaan gawat darurat
terdiri dari imobilisasi lengan bawah dalam keadaan fleksi dan pronasi serta
pergelangan tangan dalam fleksi.

36
Gambaran radiologis fraktur epikondilus medial

- Epikondilus lateralis
Fraktur epikondilus lateral sangat jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh fraktur avulsi. Fraktur dari epikondilus lateral dapat
mengalami kesalahan diagnosis akibat radiolusensi dari epiphysis.
Pengobatan dilakukan dengan imobilisasi dengan cara siku difleksikan
sampai 90 derajat dan lengan bawah dalam posisi supinasi.

Gambaran radiologis epikondilus lateral


3. Fraktur kaput radii
Pada anak-anak lebih sering pada kolum radii. Pada orang dewasa lebih
sering fraktur kaput radii. Fraktur kepala radius adalah yang paling umum dari

37
semua patah tulang siku. Fraktur kepala radius juga biasa terjadi akibat cedera
lainnya. Mekanisme terjadinya adalah jatuh dengan posisi tangan yang
hiperekstensi.
Fraktur kepala radius ini ditandai dengan nyeri seperti ditusuk-tusuk di
kepala radius (terletak di sepanjang lateral siku) dan nyeri pada posisi
pronasi/supinasi. Pemeriksaan radiografi perlu dilakukan dengan hati-hati
karena patah tulang mungkin tidak terlihat. Untuk fraktur kepala radius tanpa
dislokasi posisi fleksi biasanya cukup untuk menangani fraktur. Pada fraktur
kepala radius dengan dislokasi, dapat dilakukan splint pada posterior lengan
panjang dengan siku dalam posisi fleksi 90° dan lengan bawah disupinasi penuh
dan ditempatkan dalam sling.

Gambaran radiologi fraktur caput radii


4. Fraktur Olekranon
Mekanisme ini biasanya terjadi akibat pukulan langsung atau jatuh
dengan posisi tangan hiperekstensi. Cedera saraf ulnaris sering terjadi pada
fraktur olekranon ini. Pasien menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan
ekstensi siku dengan aktif, bersamaan dengan adanya dengan nyeri seperti
ditusuk di olecranon.

38
Gambaran radiologis fraktur olekranon

5. FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA PERGELANGAN TANGAN DAN


TANGAN
Fraktur Radius Bagian Distal
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi
sendi radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke
arah dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini
akibat terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaan
pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian
dorsolateral.1,2

39
Fraktur Galeazzi

2) Fraktur Colles
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan
angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi fragmen distal ke radial.
Dapat bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosessus stiloid ulna.3

40
Fraktur Colles

Fraktur Colles posisi Frontal dan Lateral


3) Fraktur Smith
Fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau dislokasi fragmen distal ke
voler.

41
Fraktur Smith

Fraktur Smith pada posisi frontal


Pada anak-anak fraktur epifisis dengan separasi menyerupai fraktur
Colles hanya garis fraktur pada lempeng epifisis.

42
Fraktur tulang navikulare manus
Ada sifat umum pada tulang-tulang yang terdiri atas tulang spongiosa yang
banyak dengan korteks yang tipis, yaitu :
 Sukar melihat garis fraktur
 Pembetukan reaksi periosteal yang minim atau sama sekali tidak ada.

Fraktur pada tulang Schapoid

Fraktur jenis ini sangat sukar dilihat karena garis fraktur sangat tipis dan
lebih mudah dilihat setelah beberapa hari. Hal ini karena trabekula yang letaknya
dekat garis fraktur diabsorbsi sehingga jarak antara kedua fragmen tulang lebih
lebar. Fraktur melalui pinggang (waist) tulang navikulare dapat menimbulkan
gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal dan menimbulkan nekrosis
avaskular.3

43
Fraktur metakarpal
Frakur ini sering terjadi. Fraktur distal metakarpal V sering terjadi setelah
meninju3

Fraktur pada metakarpal V

Fraktur Bennett
Fraktur dislokasi pada basis metakarpal I. Bila diduga ada fraktur atau
dislokasi pada tulang tangan harus dibuat:3
 Foto PA, lateral, oblik
 Bila meragukan dibuat foto tangan yang sehat untuk perbandingan

44
Fraktur Bennet posisi Frontal

Fraktur Bennet posisi Oblik

45
Dislokasi tulang karpalia
Tidak sering terjadi, tetapi seringkali tidak terdiagnosis. Sangat penting
untuk membuat foto kedua tangan dan membandingkannya dengan sisi yang sehat.
 Seluruh karpus dapat megalami dislokasi ke voler atau posterior
 Satu atau lebih tulang karpalia barisan proksimal tetap pada tempatnya,
biasanya tulang lunatum, sedangkan tulang-tulang karpus lainnya mengalami
dislokasi, disebut dislokasi perilunar (peri-lunar dislocation).
 Tulang lunatum dislokasi ke voler.

Perilunar dislocation
6. FRAKTUR PADA PELVIS
- Biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada pekerja industry
- Kelainan pada jaringan lunak seringkali lebih serius/parah daripada fraktur itu
sendiri

46
Fraktur pelvis terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Fraktur stabil
2. Fraktur tidak stabil
Pelvis merupakan suatu struktur berbentuk cincin. Suatu fraktur yang tidak
menyebabkan terputusnya cincin atau bila cincin terputusnya hanya pada satu
tempat saja disebut fraktur stabil. Apabila cincin pelvis terputus pada 2 atau lebih
tempat di mana salah satu berada diatas sendi panggul (misal tulang ilium, sendi
sakro-iliaka, sacrum), maka termasuk ke dalam fraktur tidak stabil. Berbagai
variasi kombinasi fraktur dapat terjadi.
Komplikasi pada fraktur pelvis:
- Perdarahan, dan dapat terjadi secara massif
- Ruptur buli buli dan uretra
- Ruptur rectum atau vagina (jarang)
Fraktur tulang sacrum terkadang sulit dilihat, terutama apabila terdapat
banyak udara dan tinja dalam usus, sehingga sebagiknya dilakukan levamen
sebelum pengambilan foto.

Fraktur pelvis

47
7. FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA SENDI PANGGUL DAN FEMUR
1. Dislokasi sendi panggul
- Dislokasi posterior : paling sering
- Dislokasi anterior : jarang, akibat abduksi berlebihan
- Dislokasi sentral : dengan fraktur asetabulum

Dislokasi panggul posterior

2. Fraktur dislokasi sendi panggul


- Fraktur rima posterior
- Fraktur pars ilio iskial
- Fraktur transversal
- Fraktur pars ilio pubik

48
Hip fraktur
3. Fraktur kollum femoris
Terutama pada orang-orang tua dan yang tulangnya porotik. Bila fraktur
intrakapsuler, hal ini sering mengakibatkan nekrosis avascular kaput femur
karena terputusnya aliran darah ke kaput femur. Pembentukan kallus pada
fraktur kollum femur biasanya sedikit. Penentuan konsolidasi terutama
didasarkan pada adanya kontinuitas trabekula melalui garis fraktur.

49
Fraktur kolum femoris

8. FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA LUTUT DAN TUNGKAI BAWAH


1. Fraktur patella
- Fraktur kominutiva : disebabkan oleh trauma langsung
- Fraktur transversal : biasanya disebabkan kontraksi otot kuadrisep femoris
- Fraktur vertikal : kadang-kadang hanya dapat dilihat pada foto aksial.

50
s
Fraktur patella

2. Fraktur suprakondiler femur / Distal femur fracture


Bila fraktur kominutiva, garis fraktur dapat menuju sendi di daerah
interkondiler.

51
Fraktur distal femur
3. Fraktur tibia proksimal
- Fraktur kondilus medial atau lateral tibia (tibial plateu fracture)
- Fraktur avulsi dari eminensia interkondiloidea, biasanya dengan rupture
ligament krusiatum anterior.

52
Fraktur tibia proksimaL

9. FRAKTUR DAN DISLOKASI PERGELANGAN KAKI


Banyak fraktur pada sendi pergelangan kaki disertai dislokasi dan dikenal sebagai
fraktur Pott (Pott’s fracture). Klasifikasi menurut Lauge-Hansen: tipe adduksi, tipe
adduksi dan rotasi eksternal, tipe abduksi, tipe abduksi dan rotasi eksternal (paling sering
terjadi), tipe kompresi vertikal. Paling sering tipe abduksi dengan rotasi eksernal.
Biasanya beratnya kelainan pada sendi dinyatakan dalam derajat I, II, II sesuai fraktur
pada malleolus, termasuk bagian posterior tibia yang dianggap sebagai malleolus
posterior. Jadi derajat I hanya terdapat fraktu pada satu malleolus; derajat II fraktur pada
kedua malleolus, dan seterusnya.

53
Gambar derajat fraktur pada pergelangan kaki menurut Lauge-Hansen

Gambar Fraktur pergelangan kaki derajat II (kiri), Fraktur pergelangan kaki derajat III
(tengah), Fraktur tibia posterior (kanan)

54
BAB IV
PENYAKIT DEGENERATIF

1. OSTEOATRITIS
A. DEFINISI
Osteoartitis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan biokimia kartilago sendi di sendi sinovial. Hal ini ditandai
dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya
ketebalan serta sklerosis dari tulang di dekat persendian tersebut, pertumbuhan
osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan,
dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.

B. PATOFISIOLOGI
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan
tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh
beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera (Felson,
2006). Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :
Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di
dasarnya . Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi (Felson, 2006).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan
sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2006).

55
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekano
reseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson,
2006).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang
terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan
sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago
memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2006).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai
penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum
timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui
lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2006).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen
tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi
molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah
molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan
kepadatan pada kartilago (Felson, 2006).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha
elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim
pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor
(TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut
akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-

56
molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan
(Felson, 2006).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk
memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas
serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari
kartilago (Felson, 2006).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses
degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek
terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat
proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini
berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2006).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian
matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan
degradasi Namun, pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki
metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2006).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan
melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan
cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan
kolagen akan mudah mengendur (Felson, 2006). Kegagalan dari mekanisme
pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya OA pada sendi (Felson, 2006).

57
C. GAMBARAN RADIOLOGI
Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of
Rheumatology yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen ditemukan
adanya gambaran osteofit serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun,
kaku sendi pada pagi hari < 30 menit dan adanya krepitasi.

Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil


radiologi. Namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih
normal. Gambaran

radiologis sendi yang merupakan tanda


kardinal OA adalah :

 Penyempitan celah sendi yang sering kali


asimetris (lebih berat pada bagian yang

menanggung beban, seringnya pada Genu)

 Peningkatan densitas (sclerosis) tulang


subkondral

 Kista tulang subchondral

 Osteofit pada pinggir sendi (marginal)

 Perubahan struktur anatomi sendi.

58
Grading Osterarthritis

Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di klafikasikan


menjasi:

1. Grade 1 : Gambaran celah sendi seringnya normal dan jarang ada


penyempitan, terdapat osteofit minim (lipping).
2. Grade 2 : Minimal/mild, osteofit tervisualisasi dengan jelas dan
permukaan sendi menyempit asimetris.
3. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat/tepi
tulang, permukaan sendi menyempit, tampak sklerosis subkondral, dan
mungkin akan terlihat adanya deformitas pada kontur tulang.
4. Grade 4 : Severe, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit (marked narrowing), sklerosis subkondral berat, dan kerusakan
permukaan sendi.

Gambar 1: Grading Osteoarthritis Kellgren dan Lawrence

59
2. SPONDYLOSIS
A. DEFINISI
Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang
belakang (spine osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi
sehingga mengganggu fungsi dan struktur normal tulang belakang. Spondylosis
dapat terjadi pada leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun
punggung bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar ruas
tulang belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).

B. GAMBARAN RADIOLOGI
Apabila menemukan gejala tersebut dokter biasanya menanyakan
keluhan dan melakukan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan dan jangkauan
gerak. Setelah itu apabila dianggap perlu, dokter akan menyarankan penderita
melakukan berbagai pemeriksaan misalnya X-ray, CT-scan atau MRI.

60
Gambar 2. Spondylosis Servical

Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai


berikut:

1. Penyempitan ruang discus intervertebralis


2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang

61
Gambar 6. Penyempitan DIV dan Osteofit

62
Gambar 7. Osteofit atau Spur Formation

63
3. HNP
A. DEFINISI
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari
discus melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal
menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

B. PATOFISIOLOGI
HNP atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut
sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah
penyebab tersering nyeri pugggung bawah akut, kronik atau berulang.
Penonjolan, ruptur, pergeseran adalah istilah yang digunakan pada nucleus
yang terdorong keluar diskus. Apabila nucleus mendapat tekanan, sedangkan

64
nucleus berada diantara dua end plate dari korpus vertebra yang berahadapan
dan dikelilingi oleh annulus fibrosus maka tekanan tersebut menyebabkan
nucleus terdesak keluar, yang disebut Hernia Nucleus Pulposus.
Herniasi diskus dapat terjadi pada midline, tetapi lebih sering terjadi
pada satu sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih
berat ke satu sisi. Penyebabnya sering oleh karena trauma fleksi, dan terutama
trauma berulang dapat mengenai ligamentum longitudinal posterior dan
annulus fibrosus yang telah mengalami proses degenarasi. Sciatica, yang
ditandai dengan nyeri yang menjalar ke arah kaki sesuai dengan distribusi
dermatof saraf yang terkena, adalah gejala yang pada umumnya terjadi dan
ditemukan pada 40% dari pasien dengan HNP.
C. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi
sakro-iliaka), Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus,
penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil.
Pada kasus disk bulging, radiografi polos memperlihatkan gambaran tidak
langsung dari degenerasi diskus seperti kehilangan ketinggian diskus
intervertebralis, vacuum phenomen* dalam bentuk gas di disk, dan osteofit
endplate

Gambar 2.6 *Gambaran vacuum phenomena

65
Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP), foto polos
tulang belakang lumbosakral atau tulang belakang leher tidak diperlukan. Foto
polos tidak dapat memperlihatkan herniasi, tetapi digunakan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya misalnya, fraktur, kanker, dan infeksi.

Gambar 2.7 Gambaran Rontgen Polos Lumbal

66
BAB V
KELAINAN KONGENITAL
1. Osteogenesis Imperfecta

A. Definisi Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta atau brittle bone disease adalah kelainan


kongenital umum pada jaringan ikat, yaitu kolagen tipe I, yang secara klasik
ditandai dengan kerapuhan tulang menyeluruh serta fraktur multipel tulang
kortikal, dan kompresi vertebra akibat trauma ringan. Osteogenesis
imperfecta memiliki spektrum klinis yang luas, dari bentuk nonletal dengan
perawakan normal, tanpa deformitas, dan jarang mengalami fraktur sampai
bentuk letal yang teridentifikasi pada masa perinatal.1,2

B. Patogenesis Osteogenesis Imperfecta

Semua kolagen memiliki struktur heliks rangkap tiga. Kolagen tipe


I yang matur mengandung lebih dari 1000 asam amino di mana setiap
subunit polipeptida atau rantai alfa terpuntir menjadi bentuk heliks dominan
kiri yang membentuk putaran. Kemudian tiga dari rantai-rantai alfa ini
terpuntir menjadi superheliks dominan kanan dengan membentuk molekul
mirip batang yang berdiameter 1,4 nm dan memiliki panjang sekitar 300
nm. Ciri kolagen yang khas yaitu terdapatnya residu glisin pada setiap
posisi ketiga bagian heliks rangkap tiga pada rantai alfa. Hal ini diperlukan
karena glisin merupakan satu-satunya asam animo yang memiliki gugus R
berukuran cukup kecil untuk masuk ke dalam inti sentral superheliks
rangkap tiga tersebut. Struktur berulang ini, yaitu (Gyl-X-Y)n merupakan
persyaratan mutlak bagi pembentukan heliks rangkap tiga dengan
perbandingan Gly : X : Y yaitu 33,5 : 12 : 10. Meskipun X dan Y dapat
berupa sembarang asam amino, sekitar 100 dari posisi X merupakan prolin
dan sekitar 100 dari posisi Y merupakan hidroksiprolin. Prolin dan

67
hidroksiprolin menyebabkan rigiditas pada molekul kolagen,
Hidroksiprolin terbentuk melalui hidroksilasi pascatranslasi pada residu
prolin terikat peptida yang dikatalis oleh enzim prolil-3-hidroksilase. Enzim
ini memiliki kofaktor berupa asam askorbat (vitamin C) dan α-ketoglutarat.
Lisin pada posisi Y juga dapat dimodifikasi secara pascatranslasi menjadi
hidroksilisin melalui kerja enzim lisil-3-hidroksilase dengan kofaktor yang
serupa.4

Gambar 8. Struktur molekuler kolagen dari rangkaian primer sampai fibril.


(Sumber: Murray RK, Keeley FW, 2000. Dalam: Murray RK, et al, ed.,
2003.)

68
Lebih dari 90% penderita osteogenesis imperfecta memiliki sejumlah
mutasi dominan dalam gen COL1α1 pada lengan panjang kromosom 17
posisi 21.3-22.1 dan COL1α2 pada lengan panjang kromosom 7 posisi
22. Gen COL1α1 dan COL1α2 masing-masing mengkode proα1(I) dan
proα2(I). Mutasi yang paling banyak terjadi yaitu penghapusan gen
parsial serta duplikasinya. Mutasi lain yang terjadi mempengaruhi
penyambungan RNA. Umumnya mutasi akan mengakibatkan
penurunan ekspresi kolagen atau rantai proα yang strukturnya
abnormal, membentuk fibril abnormal, sehingga melemahkan
keseluruhan struktur tulang. Jika terdapat satu rantai yang abnormal,
rantai ini dapat berinteraksi dengan dua rantai yang normal, tetapi
pelipatan dapat dicegah, sehingga mengakibatkan penguraian enzimatik
seluruh rantai yang disebut procollagen suicide, yang bermanifestasi
sebagai osteogenesis imperfecta nonletal. Jika kedua rantai yang
abnormal, kelainan akan muncul secara genotif dan fenotif. Sementara
itu, jika ketiga rantai yang abnormal, akan bermanifestasi sebagai
osteogenesis imperfecta letal.4

Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan


secara autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-
enrich proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen,
prolil-3-hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP
(cartilago associated protein).1,2

C. Peranan Foto Röntgen

Dalam kasus yang dicurigai osteogenesis imperfecta, pemeriksaan


foto Röntgen postnatal harus mencakup pencitraan dari tulang kortikal,
tengkorak, dada, panggul, dan tulang belakang torakolumbalis. Gambaran

69
radiografi berhubungan dengan jenis osteogenesis imperfecta dan tingkat
keparahan penyakit.3,6
1. Gambaran Radiografi Umum
Gambaran radiografi umum osteogenesis imperfecta yaitu
osteoporosis umum dari kedua kerangka aksial dan
apendikular. Kondisi tulang tipis, overtubulasi dengan korteks tipis.6
Tampak adanya reaksi periosteal, gambaran osteopenia, dan sklerosis
metafisis.9

Gambar 13. Radiografi radiusulnaris posteroanterior perempuan, 17 tahun,


dengan osteogenesis imperfecta tipe I menunjukkan osteoporosis,
deformitas membungkuk dengan overtubulasi dari jari-jari, fraktur ulnaris
yang sembuh, dan pembentukan kalus di atas humerus distal. Pertumbuhan
garis pemulihan tampak pada radius distal. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)

70
Gambar 14. Radiografi femur posteroanterior laki-laki, 6 bulan, dengan
osteogenesis imperfecta menunjukkan sklerosis metafisis distal femur.
(Sumber: Paterson CR, 2003.)

Bentuk yang lebih parah dari osteogenesis imperfecta, seperti


tipe II dan III, osteoporotik pada tulang panjang dengan fraktur multipel. 3
Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur transversal, obliq, spiral, torus,
dan greenstick. Fraktur pada umumnya terjadi pada tahun pertama
kehidupan.9 Dada mungkin kecil. Beberapa fraktur tulang rusuk sering
ditemukan, menyebabkan tulang rusuk menjadi cacat. Selain itu, kelainan
tulang belakang ditemukan pada semua tipe osteogenesisimperfecta
termasuk skoliosis.6
Bentuk-bentuk ini sering dipersulit oleh pembentukan kalus
hiperplastik. Kalus yang paling sering ditemukan di sekitar tulang femoralis
dan sering besar, muncul sebagai massa padat, tidak teratur, timbul dari
korteks tulang. Kalus ini dikaitkan dengan penebalan periosteum dan
kehadirannya menyebabkan pertimbangan diferensial diagnostik lainnya,

71
termasuk osteosarkoma, miositis ossifikans, osteomielitis kronis, dan
osteokondroma.6

Gambar 15. Radiografi toraks posteroanterior perempuan, tiga tahun


dengan fraktur multipel costa dan pembentukan kalus dalam berbagai
tingkatan. (Sumber: Paterson CR, 2003.)

72
Gambar 16. Penyembuhan fraktur humerus diafisis kiri dengan
pembentukan kalus pada pasien dengan osteogenesis imperfecta. (Sumber:
Kirpalani A, 2012.)

Gambar 17. Fraktur metafisis pada perempuan, empat tahun, dengan


osteogenesis imperfecta. (Sumber: Paterson CR, 2003.)

73
Selain itu, dengan peningkatan keparahan penyakit, tulang
kranial tengkorak menunjukkan densitas yang rendah dan tampak tulang-
tulang Wormian, yaitu tulang-tulang kecil di intrasutura.6,9

Gambar 18. Radiografi kranial lateral pada pasien wanita muda dengan
tipe III osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang Wormian.
(Sumber: Kirpalani A, 2012.)

74
Gambar 19. Röntgen kranial posteroanterior pada pasien wanita muda
dengan tipe III osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang
Wormian. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)

2. Gambaran Radiografi Spesifik:1,6

a. Osteogenesis imperfecta tipe I

75
(a) (b)
Gambar 20. Radiografi kruris anteroposterior laki-laki dengan
osteogenesis imperfecta tipe IA pada usia:
A. 3 tahun saat pertama kali mengalami fraktur tibialis, dan
B. 6 tahun saat keempat kali mengalami fraktur tibialis.
(Sumber: Paterson CR, 2003.)

b. Osteogenesis imperfecta tipe II


Osteogenesisimperfecta tipe II dikategorikan berdasarkan fitur
radiologis tulang kortikal dan tulang kosta menjadi 3 subtipe , yaitu IIA,
IIB, dan IIC. Pada subtipe IIA dan IIB, tulang kortikal pendek dan
lebar. Pada tipe IIC, tulang kortikal tipis dan berbentuk silinder.

76
Gambar 21. Bayi baru lahir dengan osteogenesis imperfecta. Tampak
gambaran fraktur multipel dan deformitas pada seluruh tulang.
(Sumber: Rogers LF, Auringer ST, 1998.)

c. Osteogenesis imperfecta tipe III


Skoliosis vertebra torakolumbalis khas pada osteogenesis
imperfecta tipe III. Sebanyak 25% penderita dengan osteogenesis
imperfecta menderita skoliosis. Skoliosis sebagian besar membentuk
huruf S.
Popcorn appearance tampak pada metafisis-epifisis tulang
kortikal, paling sering di artikulasio genu. Hal ini terjadi akibat
mikrofraktur berulang pada plat pertumbuhan.

77
Tulang kraniofasial lunak dengan kalvarium, besar tipis
menyebabkan fasies segitiga.

Gambar 22. Radiografi vertebra posteroanterior pada pasien osteogenesis


imperfecta tipe III yang berat. Tampak skoliosis berbentuk S. (Sumber:
Sumber: Kirpalani A, 2012.)

78
Gambar 23. Radiografi vertebra lateral pada anak 1 tahun dengan
osteogenesis imperfecta. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)

79
Gambar 24. Radiografi osteogenesis imperfecta tipe III anak usia 6 tahun.
A. Tulang tibialis dan fibularis kanan dan kiri tampak osteoporotik dengan
metaphyseal flaring, popcorn appearance pada plat pertumbuhan, dan
placement intramedullary rod.
B. Tulang-tulang vertebra terkompresi dan tampak osteoporotik.
(Sumber: Marini JC, 2007. Dalam Kliegman RM et al, ed., 2007.)

d. Osteogenesisimperfecta tipe IV
Gambaran radiografi dari osteogenesis imperfecta tipe IV mirip
dengan gambaran umum osteogenesis imperfecta. Gambaran khas yang
diasosiasikan dengan tipe IV adalah invaginasi basiler dengan atau tanpa

80
kompresi batang otak. Hal ini mungkin terdeteksi pada radiografi polos
tengkorak atau tulang vertebra servikalis.

3. Gambaran pada Terapi Bifosfonat


Kemajuan terbaru dalam pengobatan osteogenesis imperfecta
dengan bifosfonat telah menghasilkan temuan pencitraan tertentu. Pengobatan
pamidronat menghasilkan garis pemulihan pertumbuhan sklerotik pada tulang
tubular. Jumlah pertumbuhan tulang dari pemberian dosis pamidronat dapat
diukur dengan jarak antara garis pertumbuhan.5,6

Gambar 25. Radiografi cruris pada pasien dengan osteogenesis imperfecta tipe
I menunjukkan bukti osteoporosis parah, overtubulasi tibia dan fibula, dan

81
patahan penyembuhan diafisis transversal tibia. Terdapat beberapa garis
pemulihan pertumbuhan metafisis artikulasio genu dengan pengobatan
pamidronat. (Sumber: Suresh SS, Thomas JK, 2010.)

Gambar 26. Radiografi pelvis posteroanterior perempuan, 9 tahun, dengan


osteogenesis imperfecta tipe III dan penyembuhan fraktur femoralis bilateral.
Beberapa pertumbuhan pemulihan garis yang hadir di kepala femoralis bilateral
setelah pengobatan bifosfonat. (Sumber: Kirpalani A, 2012.)

82
2. Polidaktili dan Sindaktili

A. Definisi

Polidaktili atau polidaktilisme, berasal dari bahasa Yunani kuno (polys)

yang artinya banyak dan (daktulos) yang artinya jari, juga dikenal sebagai

hiperdaktilisme, yaitu anomali kongenital pada manusia dengan jumlah jari

tangan atau kaki yang berlebihan.4

Sindaktili berarti fusi jari tangan atau jari kaki, baik yang terdiri hanya

dari kulit (anyaman) atau dengan falang tulang menyatu (synostosis). Pada

polisindaktili kedua kondisi ada, baik dalam anggota gerak yang sama atau

berbeda anggota badan.

B. Patofisiologi

Polidaktili dan sindaktili merupakan beberapa bagian dari anomali

kongenital ekstremitas. Cacat ini berasal dari prenatal hasil dari embriogenesis

yang rusak atau kelainan intrinsik dalam proses pengembangan.

Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio

sampai menjadi organ yang dapat berfungsi. Embriogenesis normal merupakan

proses yang sangat kompleks. Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap

yaitu:1

1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat

fertilisasi/pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.

83
2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai

minggu ketujuh kehamilan:

a. Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.

b. Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya

tabung saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior

membentuk bagian-bagian otak.

c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi

melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur

jantung belum terbentuk sempurna.

d. Terlihat primordial dari struktur wajah dan ekstremitas.

3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir.

Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah

dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal dan

muskulus dan terutama otak.

Perkembangan embrio awal meliputi beberapa fenomena yang berbeda

 Sel-sel membentuk berbagai jaringan, organ dan struktur tubuh.

 Proliferasi sel sederhana terjadi dengan kecepatan yang berbeda

pada berbagai bagian tubuh, baik sebelum maupun sesudah

diferensiasi menjadi jaringan spesifik.

84
 Bebersps tipe sel seperti melanosit mengalami migrasi ke

sekitarnya sampai akhirnya sampai ke lokasi yang jauh dari

tempatnya semula.

 Kematian sel yang terprogram, merupakan faktor penting dalam

pembentukan beberapa struktur, seperti pada pemisahan jari

tangan.

 Penyatuan (fusi) antara jaringan yang berdekatan juga

merupakan mekanisme penting dalam pembentukan beberapa

struktur seperti bibir dan jantung.

Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan

yang spesifik, khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya

mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun terjadinya

perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan

pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu,

tetapi juga pada berbagai jaringan di sekitarnya. Sekali sebuah

struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu

tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja

mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan

mekanik atau infeksi.

C. Gambaran radiologi

85
a. Polidaktili

86
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-14. PT Dian Rakyat.


Jakarta. 2009
2. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.1999
3. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT
Dian Rakyat. Jakarta 2002
4. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Jakarta. 2004
5. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru.Jakarta. 2006
6. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
7. http://emedicine.medscape.com/article/340014-imaging diakses tanggal 18
Febuari 2011
8. http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview diakses tanggal 18
Febuari 2011
9. http://emedicine.medscape.com/article/340014-overview diakses tanggal 18
Febuari 2011
10. http://www.dokterbedahtulang.com diakses tanggal 18 Febuari 2011
11. http://ppni-klaten.com.HNP diakses tanggal 18 Febuari 2011
12. Felson, D. T. 2006. Osteoarthritis of the knee. New England Journal of
Medicine, 354(8), 841-848.
13. Joewono, Soeroso, Harry Isbagio, Handono Kalim, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Bab Osteoartritis. FK-UI:Jakarta.
14. Kellgren JH, Lawrence JS. Radiological Assessment of Osteoarthrosis. Ann
Rheum Dis 1957; 16:494-501
15. Lane, N. E. 2007. Osteoarthritis of the hip. New England Journal of
Medicine,357(14), 1413-1421.
16. Longo, D., Fauci, A., Kasper, D., Hauser, S., Jameson, J., & Loscalzo, J.
2012. Harrison's Principles of Internal Medicine 18Ed. McGraw Hill
Professional:US
17. Parjoto, S. 2000. Assesment Fisioterapi Pada Osteoartritis Sendi Lutut,
TITAFI XV:Semarang.
18. Solomon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (Eds.). 2010. Apley's system of
orthopaedics and fractures. CRC Press: US
19. Hurley, Robert A. 2011. Operative Techniques In Orthopaedic Pediatric
Surgery. Lippicot Wiliams, Philadelphia.
20. Aucourt, Julie., et al.2012. Congenital Malformations of the Hand and
Forearm in Children. Thieme Medical Publishers.

87
21. Manske, MC. Kennedy, CD. Jerry I. Huang. 2017. Classifications in Brief: The
Wassel Classification for Radial Polydactyly. Clinical Orthopaedics and
Related Research. 475:1740–1746
22. Kempto, Steve J. N., Brett F. Michelotti. 2019. Syndactyly Reconstruction
Dalam Global Reconstructive Surgery. Elsevier.
23. Salhi, Saoussen., Aaron J. Berger. 2019. Syndactyly Reconstruction Dalam
Global Reconstructive Surgery. Elsevier.

88

Anda mungkin juga menyukai