Anda di halaman 1dari 16

BAB III

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. SW
Umur : 36 tahun
Alamat : Ngrangkah RT/RW 9/02 Guli, Nogosari,
Boyolali
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 05/03/2016
Tanggal pemeriksaan : 05/03/2016
No RM : 013318xx

B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Tensi tinggi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS UKI dengan keluhan perut terasa
mulas tidak tertahankan sejak 6 jam SMRS sekitar pukul 02:00 WIB.
Mulas dirasakan hilang timbul dengan frekuensi mulas yang
semangkin lama semangakin sering, dengan durasi setiap kali mulas
selama 10-15 detik dan dirasakan semangkin lama semangkin kuat.
Pasien merasa mulas seperti ingin BAB. Selain itu pasien juga
mengaluhakn mual +, muntah + isi air semenjak tadi malam. Pasien
sehabis dirawat di RS Budi Asih selama 2 hari atas indikasi tekanan
darah meningkat dan trombosit yang turun. Pasien menyatakan bahwa
tekanan darah sudah meningkat sejak 10 hari SMRS namun pasien
tidak menginat berapa tekanan darahnya. Pasien juga mengeluhkan
tangan dan kaki mulai bengkak sejak 5 hari SMRS. Pasien juga
menyatakan adanya rasa pusing. Pasien menyangkal adanya
pandangan kabur. Untuk hipertesi pasien pernah diberikan MgSO4.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat abortus : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
Merokok : disangkal
Minuman beralkohol : disangkal
Ketergantungan obat : disangkal

6. Riwayat asupan gizi


Pasien biasa makan 3x sehari dengan nasi, sayur dan lauk pauk
serta buah-buahan. Kesan: asupan gizi cukup.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Primary Survey
Airway : bebas, buka mulut > 3 jari, mallampati I, gerak leher bebas,
TMD > 3 jari
Breathing : Diameter anterolateral < laterolateral, pergerakan dinding
dada simetris, retraksi (-), otot bantu nafas (-), sonor/sonor,
suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-, frekuensi nafas
20x/menit.
Circulation : Iktus cordis tidak terlihat, teraba di ICS V LMCS, bunyi
jantung I dan II reguler, tekanan darah 145/90 mmHg, nadi

2
81x/menit irama teratur, isi cukup, CRT <2 detik, akral dingin
(-).
Disability : GCS E4V5M6, pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm,
reflek cahaya +/+.
Exposure : suhu 36,80C

B. Secondary Survey
Status gizi :
Berat badan : 75 kg
Tinggi badan : 156 cm
BMI : 30 (kehamilan 33-34 minggu)
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+),
ikterik(-)
Kepala : bentuk normocephali, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
Telinga : sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus
(-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+), papil lidah atrofi (-)
stomatitis (-)
Leher : trakhea di tengah, simetris, massa/ pembesaran
limfonodi (-)
Abdomen : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distensi
gravida, bising usus (+) normal, timpani, supel, hepar
dan lien tidak teraba, teraba janin tunggal, intrauterin,
memanjang, puka, preskep, HIS(-) DJJ(+) 130x/menit
reguler, TFU 25 cm
Ekstremitas :
akral dingin oedem

- - + +

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG - - + +


IV. Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Desember 2019

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

3
HEMATOLOGI

Hb 13.4 g/dl 12- 15

Leaukosit 15.0 Ribu/ul 5 – 11

Hematokrit 41.7 % 37 - 47

Trombosit 131 Ribu/ul 150 – 400

KIMIA KLINIK

Ureum Darah 84 mg/dl 15 - 45

Kreatinin Darah 1.13 mg/dl 0.60-0.90

SGOT 158 U/L 10-34

SGPT 120 U/L 9-36

GDS 91 Mg/dl <200

URINALISA

Warna 13 detik 10-16

Berat Jenis 12 detik 10-16

PH 27 detik 27-42

Blood 28 detik 25-42

Pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Desember 2019

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hb 10.4 g/dl 12- 15

Leaukosit 7.8 Ribu/ul 5 – 11

Hematokrit 31.7 % 37 - 47

4
Trombosit 94 Ribu/ul 150 – 400

KIMIA KLINIK

Ureum Darah 106 mg/dl 15 - 45

Kreatinin Darah 1.56 mg/dl 0.60-0.90

SGOT 54 U/L 10-34

SGPT 68 U/L 9-36

HEMOSTASIS

Kontrol (Masa 13 detik 10-16


protrombin)

Pasien (Masa 12 detik 10-16


Protrombin)

APTT Kontrol 27 detik 27-42

APPT Pasien 28 detik 25-42

Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Desember 2019

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hb 10.2 g/dl 12- 15

Leaukosit 11.4 Ribu/ul 5 – 11

Hematokrit 30.6 % 37 - 47

Trombosit 80 Ribu/ul 150 – 400

V. DIAGNOSIS ANESTESI
Wanita 36 tahun, G3P2A0 hamil preterm dengan impending
eklampsia, belum dalam persalinan pro SC plan Regional Anestesi Sub
Arachnoid Block (RASAB) dengan status fisik ASA III.

VI. POTENSIAL PROBLEM

5
Eklampsia
Perdarahan
Nyeri Post Op

VII. PELAKSANAAN OPERASI


Operasi dilaksanankan pada tanggal 23 Desember 2019 di OK
A. Primary survey
Airway : Bebas, buka mulut > 3 jari, mallampati I
Breathing : Diameter anterolateral < laterolateral, pergerakan
dinding dada simetris, retraksi (-), otot bantu nafas (-),
sonor/sonor, suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan
-/-, frekuensi nafas 20x/menit.
Circulation : Iktus cordis tidak terlihat, teraba di ICS V LMCS,
bunyi jantung I dan II reguler, tekanan darah 145/90
mmHg, nadi 81x/menit irama teratur, isi cukup, CRT
<2 detik, akral dingin (-).
Disability :GCS E4V5M6, pupis isokor dengan diameter
3mm/3mm, reflek cahaya (+/+).
Exposure : suhu 36, 70C

B. Secondary survey
Kulit : turgor menurun (-), lembab (+), ikterik(-)
Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : sekret (-) nyeri
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+), papil lidah atrofi (-)
stomatitis (-)
Leher : trakhea di tengah, massa/pembesaran limfonodi (-)
Abdomen :dinding perut lebih tinggi dari dinding dada,distensi,
bising usus(+) normal, timpani, supel, hepar dan lien
tidak teraba, teraba janin tunggal, intrauterin,
memanjang, puki, preskep, HIS(-), DJJ (+).
Ekstremitas : motorik dan sensori dalam batas normal
akral dingin oedem

- - +- -+
- - -+ -+ 6
Anestesi dimulai pukul 17.30, berlangsung 90 menit, sampai
pukul 19.00. Tindakan bedah dilakukan mulai pukul 17.38-18.50 WIB.
Dilakukan regional anestesi sub arachnoid blok dengan Bunascan 5 mg
dan secara intratekal. Analgetik juga diberikan kepada pasien dengan
Fentanyl 134 mcg secara intravena. Setelah menunggu beberapa saat,
perlahan pasien teranestesi. Kemudian dilakukan tindakan sectio
caesaria dengan posisi supine pada pasien.
Pada tindakan operasi, ada beberapa obat diberikan sealam sectio
ceasaria berjalan. Obat-obat yang diberikan adalah; Ondansentron 8 mg,
Ephedrin 20 mg, Furosemide 20 mg, Pethidine 1 amp, Oxytocin 2 amp,
Methylergometrine 2amp, Misoprostol 1 tab, dan Protofen supp

Tabel 1. Catatan hemodinamik selama operasi

Tekanan Heart SpO2


Waktu Keterangan
darah Rate (%)

17.30 149/122 100 100 Sebelum anestesi dimulai

17.35 145/90 98 99 Mulai anestesi

17.40 151/80 83 100 Setelah dilakukan anestesi

18.00 136/83 98 100 10 menit setelah bayi lahir

18.00 129/80 95 100 5 menit setelah diberikan Furosemide I

18.25 134/81 92 100 25 menit setelah bayi lahir

18.30 130/93 89 100 5 menit setelah diberikan FurosemideII

Di ruang pemulihan, sesuai skala bromage, setelah operasi selesai


dilakukan, skor = 2 (pasien tidak mampu fleksi lutut) 15 menit setelah operasi,
skor = 1 (pasien tidak mampu ekstensi tungkai) 30 menit setelah operasi, skor = 0
(gerakan penuh dari tungkai) 45 menit setelah operasi, kesadaran compos mentis,

7
tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 90 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, Sp0 2
100% dengan nasal kanul 4 lpm.

Perhitungan cairan pada kasus ini adalah (BB = 60 kg)


Kebutuhan cairan:
1. EBV pasien ini = 90 cc/kg x 60 kg = 5400cc
2. ABL pasien ini = (15%-20%) x 5400 cc 810 cc -1080 cc
3. Defisit cairan karena puasa 6 jam = 6 x 2 x 60 kg = 720 cc
4. Maintenance = 2 x 60 kg = 120 cc/jam
5. Stress operasi = 6 x 60 = 360 cc/jam
6. Kebutuhan cairan jam I = 360 + 360 +120 = 450 cc/jam
Kebutuhan cairan jam II = 120 + 360 +120 = 330 cc/jam
Kebutuhan cairan jam III = 120 + 360 +120 = 330 cc/jam
Kebutuhan cairan jam IV = 120 cc/jam

Setelah operasi, pasien dirawat di HCU Obsgyn untuk mendapat


perawatan lebih lanjut. Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 90x/menit, frekuensi napas
20x/menit. Analgetik post op diberikan Fentanyl 0,5 mcg/kgbb/jam 
30 mcg/jam. Fentanyl 200 mcg dalam 20 cc syringe pump  3 cc/jam.
Bagian Obsgin memberikan magnesium sulfat 20% 1 gr/jam selama 24
jam.

BAB IV

8
PEMBAHASAN

Prinsip tatalaksana dari impending eklampsia adalah penanganan aktif


yaitu terminasi kehamilan se-aterm mungkin, kecuali apabila ditemukan penyulit
dapat dilakukan terminasi tanpa memandang usia kehamilan. Kemudian pada
pasien dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria emergensi atas
indikasi maternal. Indikasi maternal adalah untuk mencegah timbulnya
komplikasi eklampsia. Usia kehamilan pada kasus ini adalah kehamilan preterm.
Pada tindakan-tindakan bedah sesar umumnya dipilih anestesi regional
sub arachnoid block/spinal karena mempunyai banyak keuntungan seperti
kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang kecil,
blok anestesi yang baik, pencegahan perubahan fisiologi dan penanggulangannya
sudah diketahui dengan baik, analgesia dapat diandalkan, sterilitas dijamin,
pengaruh terhadap bayi sangat minimal, dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya aspirasi, dan ibu dapat kontak langsung dengan bayinya segera setelah
melahirkan. Tetapi anestesi spinal juga bukan tanpa risiko, risiko yang dapat
terjadi seperti mual dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi,
disritmia atau bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa terjadi.
Ada beberapa permasalahan dari segi medik, antara lain:
1. Emergensi, karena jika tidak segera dilakukan tindakan akan dapat
menimbulkan komplikasi yang membahayakan baik ibu dan janinnya
2. Menyangkut 2 nyawa, yaitu nyawa ibu dan anak.
3. Diaphragma terdorong keatas, sehingga rentan timbul sesak nafas.
4. Supine hipotensi, oleh karena janin menekan vena cava inferior ibu. Hal
ini juga mempengaruhi sirkulasi fetomaternal.

Permasalahan lain yang perlu diperhatikan juga adalah adanya permasalahan


dari segi bedah, yaitu antara lain:
1. DIT (Delivery Intake Time) : Kecepatan ahli kandungan untuk
mengeluarkan bayi dari kandungan, kurang dari 10 menit setelah induksi.
2. Perdarahan durante dan post operasi.
3. Trauma
Permasalahan dari segi anestesi antara lain adalah:

9
Pemberian obat-obat anestesi yang sesuai :
1. Anestesi spinal : Bupivakain 10 mg dan Fentanyl 25 mcg.
2. Maintenance : Oksigen 3 liter/menit.
Pada kasus ini, saat dilakukan anestesi spinal, saat operasi tidak terjadi
penurunan tekanan darah yang berarti. Tekanan darah yang turun setelah anestesi
spinal biasanya sering terjadi. Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang
menjalani anestesi spinal. Hipotensi terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac output.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk
mengatasi bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
2. Penurunan resistensi perifer
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 60 mmHg atau terdapat gejala-
gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari
cedera ginjal, jantung dan otak. Empat alternatif cara pencegahan hipotensi pada
anestesia spinal adalah pemberian vasopresor, modifikasi teknik regional
anestesia, modifikasi posisi dan kompresi tungkai pasien, serta pemberian cairan
intravena. Usaha meningkatkan volume cairan sentral dengan pemberian cairan
intravena merupakan cara yang mudah dilakukan untuk mencegah hipotensi pada
anestesia spinal. Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid.
Teknik pemberian cairan dapat dilakukan dengan preloading atau coloading.
Preloading adalah pemberian cairan 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal,
sedangkan coloading adalah pemberian cairan selama 10 menit saat dilakukan
anestesia spinal. Pemberian cairan kristaloid sebagai preloading tidak
memperlihatkan manfaat untuk mencegah hipotensi.
Coloading kristaloid dapat menjadi pilihan untuk mencegah efek samping
hipotensi pada anestesia spinal namun tidak menurunkan angka kejadian
hipotensi. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Mojika dkk. yang membandingkan
pemberian RL sebagai preloading dan coloading pada operasi non-obstetrik.
Koloid memiliki keunggulan dibanding kristaloid karena bertahan lebih lama
intravaskular. Keuntungan lain adalah jumlah volume koloid yang diperlukan
untuk mencegah hipotensi lebih sedikit dibanding kristaloid.
10
Pada tindakan-tindakan bedah sesar umumnya dipilih anestesi regional
sub arachnoid block/spinal karena mempunyai banyak keuntungan seperti
kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang kecil,
blok anestesi yang baik, pencegahan perubahan fisiologi dan penanggulangannya
sudah diketahui dengan baik, analgesia dapat diandalkan, sterilitas dijamin,
pengaruh terhadap bayi sangat minimal, dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya aspirasi, dan ibu dapat kontak langsung dengan bayinya segera setelah
melahirkan. Tetapi anestesi spinal juga bukan tanpa risiko, risiko yang dapat
terjadi seperti mual dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi,
disritmia atau bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa terjadi.
Anestesi spinal terutama yang berdosis tinggi dapat menyebabkan
paralisis otot pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karena itu, pasien dapat
mengalami kesulitan bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian
oksigen yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi pernafasan yang
mungkin terjadi.
Premedikasi jarang diberikan terutama pada penderita dengan keadaan
umum yang buruk, atau karena keterbatasan waktu. Namun pada beberapa kasus
dapat diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan
antikolinergik disertai pemberian antasida, antagonis reseptor H2 atau
metoclopramide. Pemberian obat anti mual dan muntah sangat diperlukan dalam
operasi sectio caesaria emergensi dimana merupakan usaha untuk mencegah
adanya aspirasi dari asam lambung. Namun, pada pasien ini tidak diberikan
premedikasi.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL merupakan anestesi lokal
golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit
atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses
konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Onset kerja lambat
jika dibandingkan dengan lidokain. Durasi kerja obat 8 jam. Setelah itu posisi
pasien dalam keadaan terlentang (supine). Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi
pasien duduk tegak dengan kepala menunduk hingga prossesus spinosus mudah
11
teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua crista illiaca
dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat
tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol
dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan dengan arah median,
barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian dipasang spuit yang
berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20-30% atau sistol kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan
salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja
syaraf simpatis.Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus
ephedrin 5-15 mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini
terjadi hipotensi.
Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan oxytocin 10 IU (1
ampul), diberikan per drip. Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah
perdarahan dengan merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk
mempertahankan tonus uterus post partum, dengan waktu partus 3-5 menit. Pada
pasien ini lahir bayi berjumlah 1. Bayi lahir berjenis kelamin perempuan, lahir
pada pukul 12.35 WIB, dengan BB 2700 gram, lahir hidup tanpa kelainan
congenital dengan APGAR score 7-8-9. Total perdarahan durante operasi
sebanyak 200 cc dan masuk transfusi Packed Red Cell (PRC) 1 kolf setelah
operasi berlangsung.
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke HCU Obsgyn. Pasien berbaring
dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, dikarenakan
efek obat anestesi masih ada. Observasi post sectio caesaria dilakukan selama 2
jam, dan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan darah,
nadi, suhu dan respiratory rate), dan memperhatikan banyaknya darah yang
keluar dari jalan lahir. Oksigen tetap diberikan 3 liter/menit. Setelah keadaan
umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan bangsal.

12
BAB V
KESIMPULAN

Seorang wanita G3P2A0 36 tahun dengan impending eklampsia, partial


HELLP syndrome, hamil preterm, presentasi kepala, belum dalam persalinan pro
SCTP-E + MOW dengan status fisik ASA II E Plan RASAB. Dilakukan tindakan
sectio caesaria pada tanggal 6 Maret 2016 di kamar operasi IGD atas indikasi
impending eklampsia pada preeklampsia berat. Teknik anestesi dengan spinal anestesi
(subarachnoid blok) merupakan teknik anestesi sederhana dan cukup efektif. Anestesi
dengan menggunakan Bupivakain spinal 10 mg, dan untuk maintenance dengan
oksigen 3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan Fentanyl sebanyak 25 mcg.
Perawatan post operatif dilakukan di HCU Obsgyn bangsal Mawar 1 dan dilakukan
pengawasan pada tanda-tanda vital serta tanda-tanda perdarahan. Prosedur anestesi
spinal pada sectio caesaria dalam kasus ini tidak mengalami hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan
pasien sadar penuh, hemodinamik stabil, dan tidak terjadi hal yang memerlukan
penanganan serius.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ananth K, Bdolah Y, Vikas P, Sukhatme (2004). Angiogenic Imbalance in the


Patophysiology of Preeclampsia : Newer Insight. Semin Nephrol. 24: 548-
556. Elsevier Inc.

Angsar MD. 2003. Hipertensi Dalam Kehamilan. Bagian Obstetri Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pp:
3-8

Angsar, MD (2005). Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPH-Gestosis).


Surabaya: Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.

Budiono W (2009). Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham, FG,Leveno KJ,Bloom SL,Hauth JC,Rouse DJ, andSpong CY (2013).


Pregnancy Hypertension. In: Williams Obstetrics23th Edition. USA: The
McGraw-Hil Companies.

Cunningham, FG. Et all. 2010. Obstetri Williams. USA:McGraw Hill

Glosten B. 2006. Anestesia for Obstetric. In: Miller RD (Ed). Anesthesia. 5th ed.
Churchill Livingstone. USA: 2053-2055

Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia.


American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.http://www.
Aafp.org

14
Latief SA. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 34-7, 72-80

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Marjono AB. 1999. Hipertensi pada Kehamilan Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah


Obstetri/Ginekologi FKUI.
http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/cklobpt 2. html

Martohoesodo,S., Hariadi,R. 2002. Distokia karena kelainan letak serta bentuk janin,
dalam Ilmu Kebidanan Edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta: 595-636.

Morgan, GE. 2006. Critical care. In: Clinical Anesthesiology. 3rd ed. Lange Medical
Books/Mc Graw-Hill. USA: 951-994.

National Institute for Health and Clinical Excellence. 2011. Multiple Pregnancy.
(Diakses pada September, 2011).

Norma CS (2006). Immunology and genetic of preeclampsia.Clinical and


Developmental Immunology. 13 (2-4) 197-201.

POGI, 2005. Pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia Edisi 2.


Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Semarang. Hal 1, 11-15.

Rambulangi J. 2003. Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia


Berat dan Eklampsia. Cermin Dunia Kedokteran No. 139. Jakarta. Pp : 16-19.

Roesli M, Tampubolon OE. 1989. Pendidikan anestesiologi mahasiswa. Dalam:


Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. CV
Infomedika. Jakarta: 9

Rustam Mochtar. 1998. Seksio Sesarea. Sinopsis Obstetri Jilid II Editor: Delfi Lutan,
EGC, Jakarta.

15
Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 2002. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta.

Sarwono Prawirohardjo, 2009. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Prawirohardjo. Jakarta.

Soenarjo, Jatmiko HD.editor. 2010. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi


Intensif Fakultas Kedokteran Undip/RSUP Kariadi, Semarang.

Wibowo B, Rachimhadhi T. 2005. Preeklampsia-Eklampsia. Dalam Wiknjosastro H,


Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 281-94

16

Anda mungkin juga menyukai