Anestesi regional
Anestesi spinal / sub arachnoid block (SAB) atau epidural / epidural anesthesia (EA) dapat
diberikan dengan aman jika pasien sadar penuh, bebas kejang dengan tanda vital yang stabil
tanpa disertai adanya tanda-tanda TIK yang meningkat. Anestesia spinal dengan menggunakan
bupivakain dosis rendah dengan fentanyl masih direkomendasikan. Penelitian yang dilakukan
secara kohort prospektif oleh Atoni dkk pada pasien PEB, menyimpulakn bahwa pada pasien
PEB yang mendapat tindakan anestesi spinal mengalami lebih sedikit kejadian hipotensi
selama operasi, di banding dengan wanita hamil tanpa PEB.
Bupivakain hiperbarik (7,5 mg) dengan 25 µg fentanyl menghasilkan outcome yang adekuat
pada bedah sesar pasien dengan impending eklmapsia. SAB lebih memiliki keunggulan
dibanding epidural dalam hal potensi terjadinya hematom epidural yang lebih tinggi
kemungkinannya pada epidural.
- Sub arachnoid block
Kekhawatiran akan terhadinya hipotensi berat menyebabkan teknik SAB tidak dilakukan pada
pasien impending eklampsia. Dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara,
ditemukan bahwan angka kejadian hipotensi justru lebih kecil pada pasien impending
eclampsia yang menjalani prosedur bedah sesar dengan SAB dibanding pasien hami lainnya
yang menjalani bedah sesar dengan SAB
- Epidural Anesthesia (EA)
Anestesi Umum
Teknik anestesi umum pada bedah sesar pada pasien dengan impending eklampsia memiliki
resiko yang cukup tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan anestesi umum cukup berisiko
tinggi meliputin: meningkatnya risiko jalan napas dan intubasi yang sulit. Respons pressor
yang terjadi selama laringoskopi, intubasi dan ekstubasi akan mengakibatkan lonjakan tekanan
darah yang berbahaya.
Oleh karena itu pada pasien impending eklampsia yang direncanakan dengan Teknik anestesi
umum, pastikan bahwa tekanan darah dan kejang harus dikendalikan secara maksimal dan
idealnya dan pemantauan invasif dimasukkan sebelum induksi anestesi umum. Sedangkan
pada operasi emergensi, hal-hal tersebut sering kali sukan tercapai kerena kondisi pasien yang
tidak baik dan tuntuntan waktu operasi segera mungkin kerena ancaman gawat janin atau
faktor-fakto lainnya.
Terapi Cairan
Pemberian carian intravena dapat digunakan sebagai terapi pemeliharaan atau penggantian
volume intravaskular yang hilang. Terapi perawatan biasanya diberikan secara perlahan
selama 24 jam dan dapat dihitung agar sesuai dengan keluarankencing yang dikobinasikan
dengan keluaran yang tidak wajar. Tingak penggantian adalah diberikan menurut perkiraan
deficit dan biasnaya ditransfusi dengan cepat. Co-morbiditas kerena gagal ginjal
mempersulit pemberian caira intravena karena ginjal mungkin tidak merespons terapi
diuretik yang membuat transfusi berlebihan merupakan penyebab dari komplikasi.
Pemeliharaan cairan pada pasien impending eklampsia dapat diberikan bertahap, perlahan
salaam periode 24 jam dan dapat diberikan sekitar 60-80ml/ kgBB/ jam (dapat
menggunakan kristaloid) atau dapat dititrasi dengan memperhitungkan urin output dan
insensible water loss (IWL) 16,20,29,30. Pemberian cairan harus berhati-hati tehadapt
kemungkinan terhadinya pemberian berlebihan. Hal tersebut dapat diamati dari ada
tidaknya pekembangan edema perifer.
Pasien dengan impending eklampsia tidak menutup kemungkinan tidak adanya edema
perifer, sebgaian besar pasien impending eklampsia dapat mengalami kekurangan volume
dengan resistesi perifer yang tinggi. Resusitasi volume secara agresif dapat menyebabkan
edema paru yang merupakan sa;ah satu penyebab morbiditas dan mortalitas maternal. Maka
harus dilakukan restriksi tatalaksana pemberian cairan pada pasien dengan impending
eklampsia, setidaknya sampai periode diuresis postpartum
Pengukuran central venous catheter (CVC) maupun pemantauan pulmonary artery
pressure wedge pressure (PCWP) dengan menggunakan Swan Ganz Catheter atau monitor
hemodinamik lainnya yang dapat digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan pada
kasus-kasus yang kritis. Penatalaksanaan caira secara berhati-hati dengan
memperhitungkan cairan masuk dan keluar, terurama sampai dengan periode postpartum.
a. Terapi cairan
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan
darah yang hilang selama operasi. Selain itu juga untuk tindakan emergency pemberian
obat.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1) Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung,
penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar
dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/ kgBB/ jam. Bila
terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5% BB, berat 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1
0
Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 – 15 %.
2) Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa
untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB / jam
Sedang = 6 ml / kgBB / jam
Berat = 8 ml / kg BB / jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang dari 10% EBV maka
cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang.
Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma /
koloid/ dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang.
3) Setelah operasi
Pemberian Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
84