Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Menular Seksual (IMS) masih menjadi masalah kesehatan bagi dunia

kesehatan sejak 2 dekade terakhir1. Pada 2012, World Health Organization

(WHO) menyatakan bahwa terdapat 357 juta kasus IMS yang meliputi chlamydia,

gonore, sifilis, dan trikomoniasis. Artinya, diperkirakan terdapat sekitar 1 juta

kasus IMS baru setiap hari2. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 20

juta kasus IMS baru setiap tahunnya, dan setengah dari jumlah ini ditemukan pada

remaja dan dewasa muda berusia 15 sampai 24 tahun. IMS memiliki konsekuensi

pada kondisi kesehatan jangka panjang, seperti infertilitas, faktor predisposisi

HIV/AIDS, serta stigma negatif pada kelompok masyarakat tertentu2.

Gonore merupakan jenis IMS yang paling sering ditemukan nomor dua 1.

WHO mencatat terdapat 78,3 juta kasus gonore baru pada 2012 dengan case rate

25,5 per 100.000 orang dewasa laki-laki2. Di Amerika Serikat, angka kasus gonore

mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak 2009, dimana sebelum tahun

2009 angka kasus gonore cenderung rendah akibat pesatnya perkembangan

teknologi screening dan terapi gonore. Hingga tahun 2015, angka kasus gonore

selalu meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan sebesar 12,8% sejak

2014. Peningkatan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita1. Di

Indonesia sendiri case rate gonore mencapai 7,7 kasus per 100.000 laki-laki2.
Peningkatan angka kasus gonore berbanding lurus dengan meningkatnya

angka resistensi kuman Neisseria gonorrhoeae terhadap fluoroquinolone dan

menurunnya efektifitas cefixime. Berubahnya perilaku seksual seperti variasi

posisi koitus, koitus dengan banyak pasangan, meningkatnya perilaku seksual

menyimpang (homoseksual, lesbian, biseks, dan transgender) juga mempengaruhi

tingginya angka kasus gonore1. Hal ini ditambah dengan meningkatnya angka

kejadian seks pra nikah pada remaja. Di Indonesia sendiri, dibandingkan dengan

tahun 2007, pada 2012 terdapat peningkatan angka kejadian seks pra nikah sebesar

4,1% pada laki-laki berusia 20-24 tahun dan peningkatan sebesar 0,4% pada

perempuan3.

Tingginya angka IMS (gonore secara khusus) tentu berdampak pada

penurunan pendapatan rumah tangga akibat tingginya biaya pengobatan IMS

beserta komplikasinya baik komplikasi lokal maupun sistemik dan khususnya

pada ibu hamil untuk skrining, pencegahan, dan penatalaksanaan IMS

kongenital1,4. Beban sosial meliputi konflik dengan pasangan seksual dan dapat

mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga4.

Dari penjelasan di atas mengenai tingginya prevalensi gonore beserta

dampaknya baik dari segi medis maupun non medis, penulis ingin membuat

responsi tentang gonore.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Nisseria gonorrhoeae

suatu kuman gram negatif, berbentuk biji kopi, letaknya intra atau ekstra seluler-,

yang pada umumnya menyebabkan discharge mukopurulen pada membran mukosa

uretra5,6.

2.2 Sinonim

Kencing nanah, uretritis spesifik7.

2.3 Epidemiologi

Terdapat sekitar 106 juta kasus baru gonore setiap tahunya dengan

prevalensi 36 juta kasus per tahun. Gonore lebih banyak ditemukan di negara

berkembang seperti Afrika, Asia, dan Amerika Latin5. Di Amerika Serikat, infeksi

gonore merupakan IMS terbanyak nomor dua setelah chlamydia dan merupakan

penyebab pelvic inflammatory disease (PID) tertinggi pada wanita1. Lebih dari

700.000 orang dilaporkan terinfeksi gonore setiap tahunnya. Jumlah ini dipercaya

lebih tinggi 1,5 kali lebih banyak8. Tren gonore cenderung meningkat selama 5

tahun 8 tahun terakhir. Sebelum 2009, case rate gonore per tahun tercatat rendah

dan cenderung menurun, yakni 98,1 kasus per 100.000 populasi1. Hal ini

dikarenakan meningkatknya teknologi diagnostik dan skrining serta perkembangan

antibiotik dosis tunggal, dan meningkatnya pemahaman masyarakat akan

pentingnya praktik seks yang aman dikarenakan adanya risiko infeksi HIV8. Tetapi,

pada 2009 hingga 2012, case rate meningkat sedikit setiap tahunnya menjadi 106.7

3
kasus per 100.000 populasi di 2012. Di 2013, case rate menurun sedikit menjadi

105,3 kasus per 100.000 populasi. Tetapi, pada tahun 2013 hingga 2015 terdapat

peningkatan case rate yang konsisten. Pada akhir 2015 case rate meningkat 12,8%

dibanding tahun sebelumnya. Jika dirata-rata terdapat peningkatan case rate gonore

sebesar 19,9% sejak 20111.

Gambar 1. Grafik jumlah kasus gonore berdasarkan tahun1.

Gonore cenderung ditemukan lebih banyak pada pria ketimbang wanita

dengan perbandingan (2 sampai 3) banding 11,5. Selama periode 2011 hingga 2015,

jumlah pria yang terinfeksi gonore meningkat 44,2%, sementara jumlah wanita

yang terinfeksi gonore menurun 0,7%. Hal ini diperkirakan karena adanya

perubahan perilaku seksual menyimpang seperti gay dan biseks1.

Dari segi umur, 92,7% penderita gonore berusia antara 15 hingga 44 tahun.

Pada pria, rentang usia terbanyak adalah 25-29 tahun dan 20-24 tahun. Sementara

pada wanita, rentang usia terbanyak adalah 20-24 tahun dan 15-19 tahun1,5.

4
2.4 Etiologi

Infeksi gonore disebabkan oleh Nisseria gonorrhoeae, suatu kuman gram

negatif-aerob, berbentuk biji kopi, letaknya cenderung intraseluler pada sel leukosit

polymorphonuclear (PMN)5,6,8. Satu-satunya host yang diketahui adalah manusia.

Di luar host, kuman N. gonorrhea tidak mampu bertahan hidup, tetapi pada tubuh

manusia, kuman ini memiliki kemampuan untuk mengubah variasi antigen yang

membantu menghindari respon imun serta membantu menimbulkan resistensi

antibiotik. Kuman ini biasanya menyerang sel dengan epitel kolumnar5.

Gambar 2. Bakteri N gonorrhoea pada duh uretral pada pria8.

Gonococci (merah) berada dalam sel PMN. Ada juga bakteri gram positif

pada hapusan ini (biru tua).

5
2.5 Klasifikasi

Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan

gonore menjadi 4 golongan yaitu:

1) Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal

Infections. Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini adalah

infeksi gonokokal urogenital (serviks, uretra dan rektum), faring dan gonokokal

konjungtivitis. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi untuk lebih jelas

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Contoh infeksi gonokokal non komplikasi (A) infeksi gonokokal


serviks (B) infeksi gonokokal uretra (C) infeksi gonokokal faring (D) infeksi
gonokokal konjungtivis 1

2) Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections.

6
Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada kulit,

arthritis dan seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis dan meningitis.

Contoh infeksi gonokokal diseminasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar

4.

Gambar 4. Contoh infeksi diseminasi gonokokal (A) infeksi gonokokal lesi pada
jari (B) infeksi gonokokal lesi pada kaki (C)1

3) Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among Neonates.

Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu hamil yang

terinfeksi dikarenakan dapat mengakibatkan ophtalmia neonatorum/ infeksi

konjungtivitis pada bayi baru lahir sehingga terjadi kebutaan pada bayi baru

lahir. Infeksi gonokokal pada neonatus terdiri dari ophtalmia neonatorum dan

gonococcal scalp abscesses, untuk lebih jelas ditunjukkan pada gambar dibawah

ini.

Gambar 5. Contoh infeksi gonokokal neonatus (A) ophtalmia


neonatorum (B) gonococcal scalp abscesses1

7
4) Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections Among Infants

and Children.

Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan infeksi gonokokal non

komplikasi dan infeksi gonokokal diseminasi, tetapi golongan ini dibuat untuk

memberikan panduan pengobatan yang lebih efektif berdasarkan usia.

2.6 Patogenesis

Neisseria gonorrhoeae ditularkan melalui kontak seksual atau melalui

penularan vertikal dari ibu ke janin saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai

epitel kolumner atau kuboidal manusia. Hampir semua selaput lendir dapat

terinfeksi oleh mikroorganisme ini.

Patogenesis dari infeksi gonokokus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah

satu dari virulensi Neisseria gonorrhoeae ditentukan dari keberadaan pili yang

memediasi penempelan di permukaan mukosa. Pili juga membuat bakteri dapat

bertahan dari kekuatan aliran hidrodinamik pada uretra.24 Selain itu, pili

berkontribusi terhadap resistensi antibiotik dengan mencegah perusakan bakteri

oleh neutrofil dan menghambat pengambilan oleh fagosit.

Porin (sebelumnya dikenal sebagai protein I) adalah protein terbanyak pada

permukaan Neisseria gonorrhoeae, yang menginisiasi proses endositosis dan invasi.

Protein ini memudahkan nutrien dari bakteri untuk masuk ke dalam sel dan dapat

memunculkan sifat bakteremia pada manusia. Opa (sebelumnya dikenal dengan

protein II) berperan penting pada penempelan ke sel epitel, dan sel

polimorfonuklear (PMN) yang akan menekan proliferasi sel T limfosit CD4+.

Sehingga respon imun manusia yang diserang akan mengalami penurunan.

8
Gonokokus menempel pada mukosa sel (pili dan Opa memegang peranan

penting) dan dalam waktu 24-48 jam berpenetrasi masuk ke dalam sel melalui ruang

subepitelial. Respon dari host ditandai dengan invasi pada neutrofil, diikuti dengan

pengelupasan epitel, pembentukan mikroabses submukosa, dan nanah. Apabila

dibiarkan tanpa terapi, makrofag dan limfosit akan menggantikan neutrofil.

Sifat anaerob memungkinkan bakteri dapat bertahan hidup bila bercampur

darah menstruasi dan dialirkan atau melekat pada sperma, menyerang ke organ

genital letak rendah (vagina dan leher rahim) atau naik ke organ genital bagian atas

(endometrium, salpinx, ovarium).

Patogenitas dari bakteri Neisseria gonorrhoeae dipengaruhi oleh struktur

permukaan dari bakteri itu sendiri yang terdiri dari tiga lapisan selubung sel yaitu

membran luar, peptidoglikan, dan membran sitoplasma, serta faktor virulensinya

seperti pili, opa, dan porin.

Gambar 6. Patogenesis Gonore

9
2.7 Gejala Klinis

Pada pria5,6:

Anamnesis:

1. Gatal pada ujung kemaluan

2. Nyeri saat kencing (uretritis akut)

3. Rasa panas setelah kencing

4. Keluar duh tubuh purulen dari uretra

5. Coitus suspectus sekitar 2-4 hari. Pada beberapa kasus bisa sampai 2

minggu.

6. Rasa tidak enak pada anus, tenesmus, duh anus dengan riwayat anal seks.

Pemeriksaan fisik:

1. Edema dan eritematus pada orificium uretra disertai disuria

2. Duh tubuh uretra mukopurulen dengan atau tanpa massase

3. Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh tubuh

anal atau nyeri/rasa tidak enak di anus/perianal

4. infeksi pada farings biasanya asimptomatik

10
Gambar 7. Duh uretra mukopurulen5

Pada wanita5,6:

Anamnesa:

1. Keputihan / fluor albus

2. Kadang asimptomatik

3. Coitus suspectus sekitar 2-4 hari. Pada beberapa kasus bisa sampai

2 minggu.

4. Postcoital bleeding

Pemeriksaan fisik:

1. Seringkali asimptomatik

2. Serviks eritema, edema, kadang ektropion

3. Duh tubuh endoserviks mukopurulen

11
4. Kadang dijumpai swab bleeding

5. Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah

6. Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria

2.8 Diagnosa

Gold standard gonore tetap menggunakan isolasi dan kultur bakteri N

gonorrhoeae5.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di Indonesia meliputi6:

1. Pemeriksaan gram dari sekret uretra atau serviks ditemukan

diplokokus Gram negatif di dalam leukosit polimorfonuklear.

Gambar 8. Bakteri N gonorrhoea pada duh uretral pada pria8.

2. Gonococci (merah) berada dalam sel PMN. Ada juga bakteri gram

positif pada hapusan ini (biru tua).

12
3. Kultur menggunakan media selektif Thayer-Martin dan agar coklat

McLeod (jika tersedia)

4. Tes Thomson (percobaan 2 gelas)

5. Pemeriksaan Nucleic acid amplification test (NAATs) seperti PCR,

strand displacement assay, transcription mediated amplification

assay, RNA detection.

2.9 Diagnosa Banding

Pria:

1. Uretritis non gonore

2. Infeksi saluran kencing

3. Chlamydia

4. Genital herpes

Wanita:

1. Bacterial vaginosis

2. Kandidiasis vulvovaginal

3. Trikomoniasis

4. Chlamydia

5. Genital herpes

6. PID

7. Kehamilan ektopik

8. Neoplasma serviks

2.10 Penatalaksanaan

Berdasarkan pedoman Perdoski, tatalaksana gonore meliputi6:

13
Nonmedikamentosa:

1. Periksa dan obati pasangan seksual tetapnya bila mungkin.

2. Anjurkan abstinensia sampai terbukti sembuh secara laboratoris, dan bila

tidak dapat menahan diri supaya menggunakan kondom.

3. Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan hari ke-8

4. Konseling jelaskan mengenai penyakit gonore, kemungkinan komplikasi,

cara penularan, serta pentingnya pengobatan pasangannya.

5. Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular HIV, hepatitis B, hepatitis

C, dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya.

Medikamentosa:

1. Gonore tanpa komplikasi (servik, uretra, rektum, dan faring)

a. Ciprofloxacine 500mg PO dosis tunggal

b. Ofloxacine 400mg PO dosis tunggal

c. Cefixime 400mg PO dosis tunggal

d. Ceftriaxone amp 250mg dosis tunggal pro inj. IM

e. Eritromicine 500mg 4 dd 1 PO selama 7 hari

f. Doxixicline 100mg 2 dd 1 PO selama 7 hari

2. Gonore dengan komplikasi sistemik

a. Meningitis dan endocarditis

Ceftriaxone amp 1-2g pro inj. IV setiap 12 jam, untuk menigitis

dilanjutkan 10-14hari dan untuk endocarditis diteruskan paling sedikit 4

minggu

b. Artritis, tenosinovitis dan dermatitis

14
 Ciprofloxacine 500mg pro inj. IV setiap 12 jam

 Ofloxacine 400mg setiap 12 jam

 Cefotaxime 1g pro inj. IV setiap 8 jam

 Ceftriaxone 1g pro inj. IV/IM setiap 24 jam

3. Gonore pada bayi dan anak

a. Sepsis, Artritis, Meningitis, atau Abses kulit kepala pada bayi

 Ceftriaxone 25-50mg/KgBB/hari pro inj. IV/IM selama 7 hari


 Cefotaxime 25mg/KgBB pro inj. IV/IM setiap 12 jam selama 7

hari (Bila terbukti meningitis lama pengobatan menjadi 10-14

hari)

b. Vulvovaginitis, cervisitis, uretritis, faringitis atau prostitis pada anak

 Ceftriaxone 125mg single dose pro inj. IM (Untuk anak dengan


BB >45kg obat dan dosis sama seerti orag dewasa)
c. Bakteriemi atau Artritis pada anak

 Ceftriaxone 50mg/KgBB (maks. 1g untuk BB <45Kg dan 2g


untuk BB >45Kg) pro inj. IM/IV singlr dose selama 7 hari atau
10-14 hari untuk BB >45Kg
4. Gonore Pada wanita hamil

 Ceftriaxone 250mg 1dd1

 Amoxicilin 3g + Probenesid 1g

 Cefixime 400mg PO dosis tunggal

15
Gambar 9. Alogaritma Diagnosa Sindrom Duh Pada Wanita15

2.11 Prognosis

Baik jika diobati secara tepat dan teratur

16
BAB 3

TINJAUAN PENELITIAN DESKRIPTIF

3.1 Prevalensi Gonore distribusi pasien baru gonore di URJ Kesehatan Kulit

dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010-2012 10

a. Distribusi Penderita Baru Gonore

Menurut penelitian yang dilakukan di Surabaya pada tahun

2010-2012 menyebutkan bahwa prevalensi penderita baru Gonore

tahun 2010 sejumlah 35 pasien baru, tahun 2011 sejumlah 55 dan tahun

2012 mengalami penurunan mejadi 45 pasien baru.

Gambar 10. Data Distriusi Penderita Baru Gonore RS dr. Soetomo


Surabaya

Data yang didapat dari penelitian ini, menunjukkan penurunan

kunjungan penderita GO yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena

banyak kasus yang sulit untuk didata, sebab banyak penderita GO yang

mencari pertolongan pada praktik dokter pribadi, klinik swasta, rumah

sakit lain atau puskesmas. Dan juga karena tersedianya atau masih

terdapat obat yang dijual bebas di apotik dan toko obat.

17
b. Distribusi Umur dan Jenis kelamin Penderita Baru GO

Gambar 11. Data Distribusi Umur dan Jenis kelamin Penderita Baru
GO RS dr. Soetomo Surabaya

Kelompok perilaku risiko tinggi dalam PMS ialah perilaku yang

menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit,

dan jika dilihat dari segi usia, maka yang tergolong kelompok risiko

tinggi adalah 15-44 tahun Jika dikaitkan dengan hasil penel itian ini,

terdapat kesesuaian insiden GO dari segi usia penderita.

c. Distribusi status perkawinan penderita baru GO

18
Gambar 12. Data Distribusi Status Perkawinan Penderita Baru GO RS
dr. Soetomo Surabaya

Dari 135 pasien Gonore sekitar 54,8 % pasien belum menikah dan

45,2 % sudah menikah. Dapat disimpulkan masih banyaknya sex bebas

di Indonesia terutama Jawa timur.

d. Distribusi keluhan pasien baru gonore di URJ Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010-2012 (Lumintang,

2014)

Persentasi masing-masing keluhan pada wanita dapat dikatakan

kecil dibandingkan laki-laki. Infeksi pada wanita, mulanya hanya

mengenai serviks uteri. Kadang-kadang menimbul kan rasa nyeri pada

panggul bawah. Saat gejala klinis muncul , penderita yang memang

memiliki risiko tinggi menderita penyakit ini menyadari bahwa penyakit

ini didapatnya akibat hubungan seksual. Mungkin pada saat itu mereka

malu untuk datang berobat. Barulah setelah kencing nanah makin hebat

disertai rasa nyeri saat BAK, penderita datang untuk berobat.

19
Gambar 13. Data Distribusi Keluhan Penderita Baru GO RS dr. Soetomo
Surabaya

e. Distribusi status lokalis genitalia pasien baru gonore di URJ Kesehatan

Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010-2012

(Lumintang, 2014)

Gambar 14. Data Distribusi Status Lokalis Penderita Baru GO RS dr.


Soetomo Surabaya

Tempat masuknya kuman pada pria di uretra menimbulkan uretritis.

Yang paling sering adalah uretritis anterior akuta dan dapat menj alar ke

proksimal, Selain mempertimbangkan keluhan subjektif, pada

pemeriksaan tampak orifisium uretra ekst ernum yang kemerahan,

edema dan ektropion. Sementara pada wanita, mulanya hanya mengenai

serviks, dapat asimtomatik, kadang menimbulkan nye ri pada panggul

20
bawah. Pada pe mer i ksaan serviks tampak merah dengan erosi dan

sekret yang mukopurulen.

f. Distribusi penatalaksanaan pasien baru gonore di URJ Kesehatan Kulit

dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2010-2012

Gambar 15. Data Distribusi Penatalaksanaan Penderita Baru GO RS dr.


Soetomo Surabaya

3.2 Prevalensi Gonore di RSUD Jombang 2018-2019

1-4 5-14 15-24 25-44 45-64


Bulan
L P L P L P L P L P
Oktober’18 2
November’18 1 1
Desember’18 1
Januari’19 3
Februari’19 2
Maret’19 1
April’19 1 1
Mei’19 3 1
Juni’19 1
Juli’19 1
Agustus’19 1
September’19 1
Jumlah Penderita Total 23
Gambar 16. Data Distribusi Penderita GO di RSUD Jombang tahun
2018-2019

21
Prevalensi gonore di RSUD Jombang pada tahun 2018-2019 adalah

penderita laki-laki dengan rata-rata usia 15-24 tahun dengan jumlah total

penderita adalah 20 orang.

3.3 Prevalensi Gonore di RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto

Tahun 2014.

a. Gonore berdasarkan usia di RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo Kota

Mojokerto Tahun 2014

jumlah pasien

14

0 0
0-12 tahun 16-24 tahun 25-44 tahun

Gambar 17. Gonore berdasarkan usia di RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo


Kota Mojokerto Tahun 2014

Usia 10-12 tahun frekuensi 0 dan presentasi 0% , sedangkan pada usia

13-15 tahun frekuensi 0 presentasi 0%, dan usia 16-24 tahun frekuensi 14

presentasi 100 %, dapat menunjukkan bahwa dari 14 responden, seluruh

responden yang mengalami penyakit menular seksual berusia 16-24 tahun

(100%). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun,

adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering

22
disebut masa pubertas. Masa remaja adalah masa periode peralihan dari masa

anak ke masa dewasa.

b. Prevalensi Gonore berdasarkan jenis kelamin di RSUD dr Wahidin Sudiro

Husodo Kota Mojokerto Tahun 2014

Prevalensi Gonore Berdasarkan Jenis


Kelamin
laki laki perempuan

10

laki-laki perempuan

Gambar 18. Prevalensi Gonore berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD dr


Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto Tahun 2014

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin di RSUD dr Wahidin Sudiro

Husodo Kota Mojokerto Tahun 2014, jenis kelamin laki-laki frekuensi 4

presentasi 28,6%, jenis kelamin perempuan frekuensi 10 presentasi 71,4%, dari

hasilnya menunjukkan bahwa dari 14 responden sebagian besar berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 responden (71,4%).

23
BAB 4

KESIMPULAN

Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Nisseria gonorrhoeae –

suatu kuman gram negatif, berbentuk biji kopi, letaknya intra atau ekstra seluler-,

yang pada umumnya menyebabkan discharge mukopurulen pada membran mukosa

uretra.

Diagnosis gonoroe ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan

penunjang seperti pengecatan gram. Pada gonoroe akan ditemukan bakteri

diplococcus gram negatif.

Penanganan yang menjadi pilihan utama dalam kasus ini adalah Antibiotik

sistemik golongan sefalosporin dan di kombinasi. Periksa dan obati pasangan

seksual tetapnya bila mungkin. Anjurkan abstinensia sampai terbukti sembuh

secara laboratoris, dan bila tidak dapat menahan diri supaya menggunakan kondom.

Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan hari ke-8 Konseling jelaskan mengenai

penyakit gonore, kemungkinan komplikasi, cara penularan, serta pentingnya

pengobatan pasangannya. Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular HIV,

hepatitis B, hepatitis C, dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Centers for Disease Control and Prevention 2016, Sexually transmitted disease

surveillance 2015, pp. v, 1-2, 17-30 U.S. Department of Health and Human

Services, Atlanta.

2. World Health Organization 2016, Report on golobal sexually transmitted

infection surveillance 2015, pp. 1-11, 28-38, WHO Press, Geneva.

3. Kementerian Kesehatan RI 2015, Situasi kesehatan reproduksi remaja, pp. 1-7,

Pusat Data dan Informasi, Jakarta.

4. Kementerian Kesehatan RI 2011, Pedoman nasional penanganan infeksi

menular seksual 2011, pp. 1-4, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

5. Kinghorn, GR, Briggs, A, & Gupta, NK 2016,’Other sexually transmitted

bacterial diseases’, Rook’s textbook of dermatology, vol. 1, no. 9, pp. 30.1-

30.30.8.

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia 2014, Panduan

layanan klinis dokter spesialis dermatologi dan venereologi, pp. 278-281, PP

Perdoski, Jakarta.

7. Rizal, Y 2011, Hubungan perilaku cara mendapatkan pengobatan pada

penderitas uretritis gonore akuta non komplikata pria terhadap resistensi obat,

thesis, Padang, Universitas Andalas, viewed 26 September 2017.

8. Wolf, K, Goldsmith, LA, Katz, SI, Gilchrest, BA, Paller, AS, Leffell, DJ

2007,'Gonorrhea and other venereal diseases',Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine, no. 7, chapter 25, pp. 1-21, McGraw Hill.

25
9. Hook, EW & Handsfield, HH 2007,’Gonococcal infections in the adult’,

Sexually transmitted diseases, no. 4, chapter 35, pp. 627-645, McGraw Hill.

10. Astindari, Hans Lumintang, Trisniartami Setyaningrum, 2014, Uji Difusi

Sefiksim Terhadap Neisseria Gonorrhoeae Pada Servisitis Gonore Tanpa

Komplikasi (Sensitivity Diffusion Test Of Cefixime To Neisseria Gonorrhoeae

In Uncomplicated Cervicitis Gonorrhoeae), Departemen / Staf Medik

Fungsional Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga / Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya

11. Yeva Rosana", Agus Sjai-Irurachman'. Endang R. Sedyaningsih2, Cyrus H.

Simanjuntak2, Sumaryat1 Arjoso2, Sjaiful Fahmi Daili3, Jubianto Judanarso' &

Ika Ningsih', 2009, Studi Resistensi Neisseria Gonorrhoeae Yang Diisolasi Di

Beberapa Tempat Di Jakarta, Antimicrobial Susceptibility Pattern Of Neisseria

Gonorrhoeae Isolated In `Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Jniversitas

Indonesia, Pusat Penelitian Penyakil Menular, Badan Penelitian Dan

Pengeinbangan Kesehatan Depkes Ri Bagian Penyakit Kulit Dan Kelamin

Fakultas Kedokteran, Unirersi.Tas Indonesia

12. Fitri Abdullah Jawas, Dwi Murtiastutik 2015, Penderita Gonore Di Divisi

Penyakit Menular Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin

RSUD Wahidin Sudiro Husodo Tahun 2014.

13. Fahmi DS. Gonore In: Zubier Farida(editor). Infeksi menular Seksual edisi

keempat. FKUI. Jakarta: 2015. Pp:65

26

Anda mungkin juga menyukai