Intan Rahmawati - 172310101001 - LP Hipertensi
Intan Rahmawati - 172310101001 - LP Hipertensi
oleh
Intan Rahmawati
NIM 172310101001
oleh
Intan Rahmawati
NIM 172310101001
Kelompok : 9
Kelas/Angkatan : A-2017
Hari/Tanggal :
Makalah ini dikerjakan dan disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil
jiplakan atau reproduksi ulang makalah yang telah ada.
Penulis
Intan Rahmawati
NIM 172310101001
Mengetahui
PJMK dan Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
dengan judul “Konsep Dasar Penyakit Hipertensi”. Laporan Pendahuluan ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal pada Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembacanya
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
KONSEP PENYAKIT
1.2 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu peningkatan
abnormal darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
suatu periode (Udjianti, 2011). Hal ini terjadi akibat krontriksi arteriola
yang membuat darah sulit mengalir dan tekanan meningkat saat melawan
dinding arteri. Hipertensi juga didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah
mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun (Saputra, 2013).
Hipertensi dapat menambah beban kerja jantung dan arteri serta bila
berlanjut mampu menimbulkan gejala lanjutan ke organ tertentu seperti
stroke (otak), penyakit jantung koroner (pembuluh darah jantung), dan
hipertropi ventrikel kanan (otot jantung) (Bustan, 2015).
1.3 Epidemiologi
WHO memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus
meningkat seiring pertumbuhan penduduk hingga tahun 2025 sekitar 29%
dari penduduk dunia. WHO menyebutkan penderita hipertensi pada negara
ekonomi berkembang sebesar 40% sedangkan negara maju sekitar 35%. Di
kawasan Asia penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang per tahun
(Widiyani, 2013). Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan RI (2013),
hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis dengan proporsi kematiannya mencapai 6,7% dari populasi
kematian segala usia penduduk Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Balitbangkes (2013) menyebutkan prevalensi hipertensi secara nasional
mencapai 25,8%. Penderita hipertensi di Indonesia sekitar 15 juta tetapi
hanya 4% yang termasuk hipertensi terkerndali (controlled hypertention)
(Tarigan, 2018). Hipertensi terkendali yang dimaksud ialah mereka yang
menderita hipertensi dan menyadari pengobatan sebagai pengendalian
5
kemungkinan serangan kenaikan tekanan darah yang berlebih (Bustan,
2015).
Hipertensi terutama menyerang usia dewasa tengah-lansia. Lebih dari
50% orang berusia 60-74 tahun dan sekitar 75% berusia 74 tahun keatas.
Prevalensi hipertensi sebesar 6-15% pada orang dewasa terjadi sebagai
akibat proses degeneratif. Kecenderungan peningkatan tekanan darah
sistolik terkait usia adalah faktor utama penyebab tingginya insidensi
hipertensi pada usia dewasa tengah-lansia. Sebanyak 50% penderita tidak
menyadari bahwa dirinya sebagai penderita hipertensi sehingga cenderung
mengalami gejala yang lebih berat akibat tidak adanya upaya pencegahan
faktor risiko dan pengubahan pola hidup. Sekitar 70% penderita
dikelompokan sebagai hipertensi ringan, karena itu hipertensi banyak
diabaikan sampai menjadi ganas (hipertensi maligna) (Bustan, 2015).
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi derajat hipertensi berdasarkan JNC-8
Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Normal <120 <80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-159 90-99
Derajat I
Hipertensi ≥ 160 ≥ 100
Derajat II
Sumber : Padilla, 2013
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi :
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik). 90% dari seluruh kasus hipertensi tergolongkan
sebagai tipe ini (Udjianti, 2011).
6
2. Hipertensi sekunder
Peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi yang telah
muncul sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid.
Faktor pencetus timbulnya hipertensi sekunder yaitu, penggunaan
kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak,
ensefalitis, gangguan psikiatri), kehamilan, peningkatan volume
intravaskular, luka bakar, dan stres (Udjianti, 2011).
1.5 Etiologi
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Defek awal
diperkirakan terkait dengan gangguan mekanisme pengaturan cairan tubuh
dan tekanan oleh ginjal. Dalam hal ini faktor hereditas berperan bila terjadi
ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Intake
berlebih natrium dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung.
Kemudian pembuluh darah memberi reaksi atas peningkatan aliran darah
melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi
adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian
dipertahankan pada tingkat lebih tinggi sebagai timbal balik peningkatan
tahanan perifer (Udjianti, 2011). Beberapa faktor yang berkaitan seperti :
a. Riwayat Genetik
Individu dengan riwayat keluarga hipertensi memiliki risiko
tinggi juga mengidap penyakit ini.
b. Ras
Hipertensi primer lebih sering dijumpai pada orang kulit hitam
dibanding etnik lain. Lebih banyak orang Afro Amerika penderita
hipertensi mempunyai kadar renin rendah dan perubahan ekskresi
natrium ginjal pada kadar tekanan darah normal.
c. Jenis kelamin dan usia
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause
berisiko tinggi mengalami hipertensi. Penuan mempengaruhi
baroreseptor yang terlibat dalam pengturan tekanan darahserta
7
kelenturan arteri. Ketika arteri menjadi kurang lentur, tekanan
dalam pembuluh meningkat sehingga tampak jelas peningkatan
bertahap tekanan sistolik seriring penuaan.
d. Diet
Diet tinggi garam maupun lemak berhubungan secara langsung
pada kejadian resistensi cairan. Asupan kalium, kalsium dan
magnesium rendah yang rendah juga berperan pada hipertensi
yang tidak diketahui mekanismenya. Perbandingan asupan
natrium dan kalium tampak berperan penting, kemungkinan lewat
efek peningkatan asupan kalium terhadap ekskresi natrium.
Kalium berperan untuk meningkatkan vasodilatasi dengan
menurunkan respon terhadap katekolamin dan angiostensin II.
Magnesium terbukti mampu menurunkan tekanan darah.
e. Berat badan
Obesitas (>25% di atas BB ideal) berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi.
f. Gaya hidup
Perilaku merokok, konsumsi alkohol, sedikit aktivitas fisik dapat
meningkatkan tekanan darah apabila gaya hidup tersebut
menetap.
Sedangkan penyebab dari hipertensi sekunder umumnya diketahui.
Beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder
yaitu (Udjianti, 2011) :
1. Penyakit parenkim dan vascular ginjal
Penyebab utama hipertensi sekunder yang terkait dengan adanya
infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur serta fungsi ginjal.
Terjadi kontriksi arteri besar yang membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal klien hipertensi disebabkan oleh
arterosklerosis atau fibrous displasia.
2. Penggunaan kontrasepsi oral (estrogen)
8
Kontrasepsi oral berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.
Jika dihentikan, beberapan bulan setelahnya tekanan darah normal
kembali.
3. Gangguan endokrin
Adrenal mediated hypertension disebabkan kadar aldosteron
primer, kortisol, dan katekolamin berlebih. Aldosteron primer
biasanya timbul dari benigna korteks adrenal.
4. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang menghambat aliran
darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan hipertensi.
5. Neurogenik : tumor otak, ensefalitis, dan gangguan psikiatrik.
6. Kehamilan.
7. Luka bakar.
1.6 Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil dari curah jantung (cardiac output)
dan kontriksi arteriol (resistensi vaskuler sistemik). Tekanan darah arteri
dikontrol oleh baroreseptor dalam waktu singkat yang mendeteksi
perubahan tekanan pada arteri utama kemudian terjadi mekanisme umpan
balik hormonal menghasilkan respon bervariasi seperti frekuensi denyut
jantung, kontraksi otot jantung, kontraksi otot polos pembuluh darah untuk
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Penderita hipertensi
pasti mengalami peningkatan dari dua komponen, yaitu curah jantung atau
resistensi vaskuler sistemik (Yasmara dkk., 2016).
Hemodinamik pada hipertensi menetap tergantung pada tingginya
tenanan arteri, kontriuksi pembuluh darah ataupun kardiomegali. Hipertensi
sedang tanpa kardiomegali memiliki curah jantung normal. Namun
demikian terjadi peningkatan resistensi vaskular perifer dan penurunan
kecepatan ejeksi ventrikel kiri (Yasmara dkk., 2016).
9
Ketika hipertensi memberat dna terjadi kardiomegali, curah jantung
mengalami penurunan secara progresif meski belum muncul tanda gagal
jantung. Hal ini disebabkan resistensi perifer sistemik semakin tinggi dan
kecepatan ejeksi ventrikel kiri semakin turun. Penurunan curah jantung ini
akan mengganggu perfusi jaringan ke organ tubuh, terutama ginjal. Kondisi
berdampak pada penurunan ekstrasel dan perfusi ginjal yang berujung
dengan iskemik ginjal. Penurunan perfusi ginjal yang seperti ini akan
mengaktivasi sistem renin angiotensin (Yasmara dkk., 2016).
Renin dikeluarkan oleh ginjal akan merangsang angiotensin yntuk
mengeluarkan angiotensin I (AI) yang bersifat vasokontriktor lemah.
Adanya AI di peredaran darah akan memicu angiotensin converting enzyme
(ACE) pada endothelium paru. ACE akan mengubah AI menjadi AII yang
bersifat vasokontriktor kuat sehingga mempengaruhi keseluruhan sirkulasi.
Selain itu AII berdampak pada hipertropi jantung dan pembuluh darah,
stimulasi rasa haus, memicu produksi aldosteron dan anti-diuretic hormone
(ADH). (Yasmara dkk., 2016)
3. Elektrolit
a. Serum kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik).
b. Serum kalsium : bila terjadi peningkatan akan berdampak pada
hipertensi.
Tes Nilai Normal
Hemoglobin Wanita : 12-15 g/dL
Pria : 14-16,5 g/dL
Hematokrit Wanita : 37% -45%
Pria : 42%-50%
Kreatinin Wanita : 5-35 IU/L
kinase Pria : 5050 IU/L
Kolesterol Wanita : 170-230 mg/dL
Pria : 140-215 mg/dL
1.9 Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologis
Obat-obatan antihipertensi digunakana secara tunggal atau
kombinasi dengan obat lain. Klasfikasi obat antihipertensi dibagi
menjadi lima kategori berikut (Muttaqin, 2012), yaitu :
a. Diuretik
Terdiri dari hidroklorotizaid dan penghambat beta
- Hidroklorotizaid
Paling sering diresepkan untuk hipertensi ringan atau
penderita yang baru. Banyak obat antihipertensi dapat
menyebabkan retensi cairan sehingga diuretik bersama
antihipertensi.
12
- Penghambat beta
Penghambat beta (beta blocker) atau penghambat adrenergik
digunaakan sebagai obat antihipertensi tahap 1 atau
dikombinasi dengan diuretik dalam antihipertensi tahap II.
Beta blocker juga digunakan sebagai antiangina dan
antidisritmia. Penghambat dibagi menjadi dua, yaitu
penghambat beta tidak selektif dan penghambat beta selektif.
Penghambat beta tidak selektif mampu menghambat resepto
beta (jantung dan beta 2 bronkial) yang menyebabkan
bronkokontriksi akibat penurunan denyut jantung, contoh
obatnya propranolol. Sedangkan penghambat beta selektif
lebih disukai karena hanya bekerja pada reseptor beta 2
sehingga tidak timbul bronkokontriksi dan cenderung lebih
efektif untuk klien yang mengalami peningkatan kadar renin
serum.
Obat penghambat beta (-olol) Dosis
Propanolol D : 40 mg b.i.d, 120-240
mg/hari. Dalam dosis
terbagi 2-3
Asebutolol D : 400 mg/ hari atau 200
mg, b.i.d
Penbutolol D : 20 mg, q.i.d
Metoprolol D : 100-400 mg/hari dalam
dosis terbagi
Efek samping yang dapat timbul akibat diuretik meliputi
penurunan denyut jantung, bronkospasme (untuk penghambat
beta tidak selektif). Penghambat beta tidak boleh dihentikan
secara mendadak karena dapat menimbulkan angina, disritmia,
dan infark miokardium (Muttaqin, 2012).
b. Simpatolitik (menekan simpatetik)
- Simpatolitik bekerja di pusat
13
Bekerja di pusat menurunkan respon simpatetik dari batang
otak ke pembuluh darah perifer. Golongan obat ini memiliki
efek minimal terhadap curah jantung dan aliran darah ke
ginjal.
Obat simpatolitik Pemakaian dan
Dosis
bekerja sentral Pertimbangan
Metildopa D : 250-500 mg b.i.d. Masa kerja
maksimal 3 g/hari panjang, dapat
diberikan
intravena,
bersamaan dengan
diuretik, sebagian
orang
menngganggap ini
pilihan obat selama
kehamilan.
Guanabenz D : 4 mg, b.i.d dosis Masa kerja
dapat dinaikan bertahap panjang,
bersamaan
diuretik, untuk
hipertensi dan
takikardi.
Guanapasin D : 1-3 mg/hari Masa kerja panjang
Metildopa sering digunakan untuk hipertensi kronis dan
selama kehamilan. Metildopa tidak digunakan pada klien
dengan gangguan fungsi hati sehingga perlu pemantauan
teratur enzim hati serum. Golongan obat ini mampu
menimbulkan retensi natrium dan air sehingga baik digunakan
bersama diuretik. Penghentian obat golongan ini tidak boleh
secara mendadak karena dapat terjadi krisis hipertensi (seperti
tremor, takikardi akibat peningkatan tekanan darah kembali).
14
- Simpatolitik bekerja di perifer
Penghambat neuron adrenergik merupakan obat antihipertensi
kuat yang hambat pelepasan norepinefrin. Hal ini
menyebabkan curah jantung dan tahanan perifer menurun.
Efek samping sering terjadi ialah hipotensi ortostatik. Klien
perlu dinasehati untuk bangkit perlahan dari posisi berbaring
atau duduk. Dapat digunakan bersama diuretik.
Obat simpatolitik bekerja Dosis Pemakaian dan
perifer pertimbangan
Reserpin D : 0,1-0,25 mg/hari Kini tidak sering
digunakan.
Guanetidin D : 10 mg/hari, maks. Masa kerja panjang,
25-50 mg.hari hipertensi berat,
bersama diuretik.
Guanadrel D : 5 mg/hari, maks. Masa kerja sedang,
25-75 mg/hari hipertensi sedanf
dan berat
c. Vasidilator arteriol langsung
Vasodilator yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos
pembuluh darah terutama arteri. Vasodilatasi ini mampu
menurunkan tekanan darah dan natrium serta air tertahan
sehingga terjadi edema. Diuretik dapat diberikan bersama
dengan vasodilator untuk mengurangi edema. Obat ini
digunakan untuk hipertensi sedang dan berat. Nitroprusid dan
diazoksid diresepkan untuk hipertensi akut darurat karena
cepat menurunkan tekanan darah. Nitroprusid bekerja pada
pembuluh darah arteri dan vena. Diazoksid bekerja hanya pada
pembuluh darah arteri.
Obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan
Hidralazin D : 10 mg q.id, Masa kerja singkat, bersama diuretik
15
maks. 20-25 mg untuk kurangi edema dan penghambat
beta untuk cegah takikardi.
Diazoksid D : 1-3 mg/kg Hipertensi darurat, dosis diulang
dalam bolus (30 dalam 5-15 menit, dilanjutkan obat
detik), maks. 150 antihipertensi
mg, dosis tunggal
Nitroprusid D : 1-3 Untuk krisis hipertensi, mudah terurai
µg/kg/menit cahaya, harus terbungkus alumunium
dalam larutan, foil, buang jika berubah warna
maks. 10 merah/biru
mg/kg/menit
d. Antagonis angiotensin (Penghambat enzim pengubah
angiotensin)
Golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE)
yang akan menghambat pemebentukan angiotensin II
(vasokonstriktor) dan pelepasan aldosteron. Aldosteron
meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika
aldosteron dihambat, natrium diekskresikan bersama dengan
air. Kaptropil, enalapril, dan lisinopril adalah ketiga antagonis
angiotensin. Efek samping golongan ini yaitu mual, muntah,
diare, sakit kepala, pusing, insomnia, hyperkalemia, dan
takikardi. Oleh karena itu golongan obat ini tidak boleh
digunakan bersama dengan diuretik hemat kalium.
Obat Dosis Pemakaian dan Pertimbangan
Kaptropil D : 12,5 – 25 mg Hipertensi ringan-berat dan PJK,
b.i.d, t.i.d bisa bersama diuretik
Enalapril D : 5 mg/hari serupa dengan kaptropil
Lisinopril D : 10 mg/hari
e. Penghambat saluran kalsium
Obat Dosis Pemakaian dan Pertimbangan
16
Nifedipin D : 30-60 Hipertensi bentuk sustained release
mg/hari
Diltiazem D : 60 -120 mg Hipertensi bentuk sustained release
b.i.d, maks.
240-360 mg
Verapamil D : 240 Hipertensi bentuk sustained release.
mg/hari Diminum bersama makanan.
18
1.10 Pathway
Faktor predisposisi : usia, JK, stres, kurang olahraga, genetik, konsumsi alkohol & natrium, obesitas
19
Ginjal Pembuluh darah Retina
TIK ↑ Suplai O2 &
nutrisi Vasokontriksi Spasme
Resistensi PD otak ↑ otak↓ PD ginjal arteriol
Sistemik Koroner
Edema
Penurunan Fatique
Kelebihan volume curah jantung
cairan Intoleransi
aktivitas
20
BAB II
1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai
dari pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang
klien. Pada fase pengkajian ini terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan
data dari klien (sumber primer) dan keluarga, tenaga kesehatan (sumber
sekunder) serta analisa data untuk diagnosa keperawatan.
a. Identitas
Penderita hipertensi banyak dialami oleh laki-laki usia 35-50
tahun dan wanita pasca menopause. Faktor pendidikan dan gaya
hidup yang salah dapat memicu terjadinya hipertensi. Banyak
mengkonsumsi makanan tinggi natrium, kolesterol dan kurang
aktivitas fisik.
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang :
Klien hipertensi masuk rumah sakit biasanya memiliki keluhan
fatique, sakit kepala (rasa berat di tengkuk), nyeri dada, sulit
napas dan kesulitan tidur, palpitasi, kelelahan, mual, muntah,
ansietas, nokturia, keringat berlebih, tremor otot, pandangan
kabur atau ganda, dan tinnitus (Udjianti, 2011).
2. Riwayat kesehatan lalu :
Klien hipertensi biasanya memiliki riwayat penyakit hipertensi
keturunan, aterosklerosis, penyakit katup jantung, penyakit
parenkim dan vaskular ginjal, penggunaan kontrasepsi oral,
gangguan endokrin
3. Riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat anggota keluarga klien biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita hipertensi.
21
c. Pengkajian pola gordon
22
6 Pola Kognitif Klien hipertensi mengalami penurunan dalam
dan penglihatan (penglihatan ganda), penderngaran
konseptual (tinnitus) juga terganggu.
7 Pola persepsi Tidak terdapat perubahan struktur secara fisik
diri namun ada perubahan atau penurunan fungsi tubuh.
Lamanya perawatan, biaya pengobatan dapat
menyebabkan klien mengalami ansietas.
8 Pola peran Pasien hipertensi akan membatasi kegiatan dengan
dan beban yang berat. Hal tersebut dapat menyebabkan
hubungan kurangnya hubungan sosial antara pasien dengan
lingkungan sosialnya dan peran yang dimiliki klien
tidak terpenuhi dengan baik.
9 Pola Tidak terjadi perubahan pada pola seksualitas dan
seksualitas reproduksi untuk pasien hipertensi.
dan
reproduksi
10 Pola toleransi Lamanya waktu perawatan membuat klien
coping- ketergantungan dan ketidakberdayaan yang bisa
stress mengakibatkan reaksi psikologis negatif yaitu,
ansietas, marah, mudah tersinggung (mungkin
mengindikasikan gangguan serebral). Hal ini
menyebabkan mekanisme koping klien tidak efektif.
11 Pola tata Perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
nilai dan tubuh penderita hipertensi tidak menghambat klien
kepercayaan untuk beribadah akan tetapi mempengaruhi pola
ibadah klien.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien hipertensi :
23
1.Kesadaran : klien hipertensi biasanya datang ke RS dalam
kondisi composmentis dan mengalami peningkatan frekuensi
denyut jantung, takikardia, disritmia, dan takinpea.
2.Tanda-tanda vital : terkait dengan pemeriksaan tekanan darah,
nadi, suhu, turgor kulit, dan frekuensi pernafasan.
3.Sistem Tubuh
i) Kepala dan Leher : mengkaji bentuk kepala, apakah ada
pembesaran pada leher, telinga berdengung,lidah terasa tebal, air
ludah kental,gigi mudah goyah,gusi bengkak dan berdarah,
bagaimana penglihatan mata, apakah kabur, diplopia.
ii) Sistem Integumen : melihat warna kulit, kuku, suhu kulit,
tekstur kulit, tekstur rambut, dan apakah CRT > 2 detik.
iii) Sistem Pernafasan : melihat adanya sesak napas saat
beraktivitas, takipnea, othopnea, batuk, sputum,nyeri dada.
iv) Sistem Kardiovaskuler : tekanan darah tinggi (diukur secara
serial), takikardi, disritmia, denyut apikal jantung
bergeser/menguat, bunyi jantung S2 san S3 mengeras, nadi
meningkat pada arteri jugularis, arteri karotis,
v) Sistem gastrointestinal : adanya mual, muntah, perubahan
berat badan, riwayat penggunaan diuretik, peningkatan lingkar
abdomen.
vi) Sistem perkemihan : apakah terjadi glokusuria, nokturia saat
klien berekmih.
vii) Sistem muskoloskeletal : cepat lelah dan nyeri, penyebaran
massa otot, perubahan tinggi badan
viii) Sistem neurologis : terjadi penurunan sensoris, parasthesia,
letargi, mengantuk, kacau mental, dan disorientasi.
24
kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan
dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut
adalah diagnosa keperawatan klien hipertensi menurut NANDA (2018)
1. Nyeri kepala akut b.d. peningkatan tekanan vaskular otak
2. Penurunan curah jantung b.d. peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemi miokard, hipertrofi/rigiditas ventrikel
3. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d. hipertensi
5. Gangguan pola tidur b.d. kesulitan memulai tertidur terkait
dengan sakit kepala, tidak merasa cukup istirahat
6. Berat badan berlebih b.d. asupan berlebihan terkait dengan
kebutuhan metabolik atau aktivitas fisik
7. Kelebihan volume cairan b.d. kelebihan asupan natrium
8. Ketidakefektifan manajemen kesehatan (pengobatan) b.d. nilai
hidup klien, harga obat, efek samping obat
9. Risiko trauma fisik b.d. pandangan kabur, ruptur pembuluh
darah otak, epistaksis.
10. Ketidakefektifan koping b.d. ketidakadekuatan sumber yang
tersedia, tingkat kepercayaan, krisis situasi
11. Defisien pengetahuan b.d. kurangnya informasi tentang
pengelolaan penyakit hipertensi.
25
teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis yang memberikan gambaran
tepat tentang rencana keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien
berdasarkan diagnosa keperawatan, sesuai kebutuhan.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
No Keperawatan Hasil
Domain 12. Tujuan: 1400-Manajemen Nyeri
1.
Kenyamanan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
Kelas 1. tindakan keperawatan nyeri komprehensif 1.Mengetahui lokasi,
Kenyamanan selama 2 x 24 jam PQRST karakteristik, durasi,
Fisik diharapkan nyeri klien 2. Observasi petunjuk frekuensi, kualitas,
(00214) dapat berkurang non-verbal mengenai intensitas, dan beratnya
Nyeri Akut b.d dengan ketidaknyamanan nyeri
peningkatan Kriteria Hasil: 3. Ajarkan prinsip-
vaskular serebral 2102-Tingkat nyeri prinsip manajemen 2.Mengetahui tingkat
26
reguler yang dilakukan dengan intervensi sudah tepat
dipertahankan pada pemantauan ketat atau belum
skala 2 (agak puas) 7. Evaluasi Keefektifan
8.Cek kondisi umum
ditingkatkan ke 4 tindakan pengontrolan
klien
(sangat puas) nyeri yang dilakukan
8. Pantau TTV klien
Domain 4. Tujuan: 4062-Peawatan
2. 1. Agar mengetahui
Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan Sirkulasi : Insufisiensi
perubahan tekanan
Kelas 4. Respon tindakan keperawatan Arteri
darah
kardiovaskuler / selama 3 x 24 jam 1. Kaji tekanan darah
2. Untuk mengetahui
pulmonal diharapkan saat tidur, duduk
adanya peningkatan
(00092) ketidakefektifan 2. Pantau elektrolit,
yang menunjukan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer BUN, kreatinin
penurunan perfusi
perfusi jaringan b.d klien berkurang dengan 3. Ukur intake dan
3. Agar tidak terjadi
penurunan sirkulasi Kriteria Hasil output cairan
syok jaringan
darah ke perifer, 0407-Perfusi jaringan 4. Pertahankan tirah
4. Memastikan klien
proses penyakit perifer baring
tidak banyak
hipertensi 1. Nyeri ujung jari 5. Instruksikan klien dan
mengeluarkan
terlokalisasi keluarga untuk
energy terlebih
dipertahankan pada menjaga posisi yang
dahulu
skala 2 (cukup berat) benar
5. Untuk menjaga
ditingkatkan ke 3
posisi tubuh yang
(sedang)
baik
2. Kulit pucat
dipertahankan pada
skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke 4
(ringan)
3. Pengisian kapiler
jari dipertahankan pada
27
skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan ke 4
(ringan)
28
dipertahankan pada
2 (banyak
terganggu)
ditingkatkan ke 4
(sedikit terganggu)
Domain 4 Tujuan: 1850-Peningkatan
4. 1.Menentukan waktu
Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan Tidur
dan lama tidur klien
Kelas 1 tindakan keperawatan 1. Tentukan pola tidur
Tidur/Istirahat selama 1 x 24 jam klien 2. Agar klien mengerti
(00198) diharapkan tidur klien 2. Jelaskan pentingnya pentingnya istirahat
Gangguan pola adekuat dengan tidur untuk penderita
tidur b.d nyeri Kriteria Hasil hipertensi 3.Mengetahui status
29
untuk meningkatkan
tidur
Domain 5. Tujuan: 5510-Pendidikan 1. Persiapan sebelum
5.
Persepsi/kognisi Setelah dilakukan Kesehatan pendidikan
Kelas 4. Kognisi tindakan keperawatan 1. Rumuskan tujuan kesehatan
(00126) selama 1 x 24 jam dalam program 2. Mencari sumber
Defisiensi diharapkan pendidikan kesehatan daya yang mampu
pengetahuan b.d ketidakstabilan tekanan 2. Identifikasi sumber mendukung
kurangnya darah menjadi normal daya untuk kelancaran
informasi dengan melakukan pendidikan
mengenai proses Kriteria Hasil pendiidkan kesehatan kesehatan
penyakit, 1837-Pengetahuan : 3. Melakukan 3. Supaya klien
perawatan, dan Manajemen Hipertensi pemerikasaan pada mengetahui cara
pengobatan 1. Target tekanan tekanan darah mengukur tekanan
darah 4. Rencanakan dan darahnya dan
dipertahankan implementasikan mengetahui kondisi
pada skala 3 tindak lanjut jangka klien
(pengetahuan panjang untuk 4. Supaya perawatan
sedang) memperkuat perilaku efektif, benar dan
ditingkatkan ke kesehatan atau efisien
skala 5 adaptasi terhadap
(pengetahuan gaya hidup
sangat banyak)
2. Komplikasi
potensial
hipertensi
dipertahankan
pada skala 2
(pengetahuan
terbatas)
30
ditingkatkan ke
skala 4
(pengetahuan
banyak)
31
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS HIPERTENSI
I. Identitas Klien
1. Diagnosa Medik
Hipertensi
2. Keluhan Utama
Klien datang ke rumah sakit mengatakan kepala pusing, nyeri pada
dada, sakit kepala disertai leher yang terasa tegang dan kaku.
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien dirawat di Rumah Sakit Umum Dr. RM Djoelham di ruangan
mengkudu. Saat pengkajian, klien dalam keadaan terbaring dan
membuka mata. Klien mampu menjawab semua pertanyaan,
32
orientasi klien baik. Klien mengungkapkan bahwa sebelum klien
MRS, klien mendatangi acara pernikahan keluarganya dan memakan
lima belas tusuk sate kambing dan gulai kemudian didapatkan klien
merasakan kepala pusing skala nyeri 7, nyeri dada, leher dan
tengkuk terasa tegang, klien mengatakan sulit beraktivitas. Klien
tampak meringis menahan sakitnya.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien pernah dirawat di
rumah sakit selama 4 hari pada tahun 2008 dengan kasus yang
sama. Selain itu klien mengatakan bahwa klien juga mengalami
penyakit hipertensi sejak lebih dari 5 tahun yang lalu dan diberi
obat untuk proses penyembuhan. Namun klien tidak
mengkonsumsi obat yang telah diresepkan.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Keluarga dan klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki
alergi pada obat ataupun makanan tertentu.
c. Imunisasi:
Keluarga klien mengatakan tidak tahu tentang imunisasi apa saja
yang pernah diberikan pada klien
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Klien dan keluarga mengatakan bahwa dulu ketika masih aktif
bekerja klien merupakan seorang perokok aktif. Klien
mengatakan, dalam sehari dapat menghabiskan 2 pack atau lebih
rokok dalam sehari. Namun saat ini, sejak 6 tahun yang lalu,
klien sudah tidak merokok kembali.
e. Obat-obat yang digunakan
Keluarga mengatakan bahwa klien pernah diberikan obat
hipertensi akan tetapi tidak diminum.
33
5. Riwayat penyakit keluarga:
Keluarga klien mengatakan bahwa di dalam keluarga memiliki
riwayat penyakit menurun yakni, ibu klien memiliki riwayat
penyakit hipertensi juga.
Genogram:
34
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Baik
Interpretasi :
35
-Mukosa bibir lembab
-CRT > 2 detik
Interpretasi :
Klien terlihat cukup lemas dan kurang berenergi
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
Sebelum MRS pola makan biasa 3 x 1 hari, makanan
kesukaan yang berlemak, tidak ada alergi makanan. Sesudah
MRS pola makan 3x1 hari, porsi yang disajikan habis 1/3
porsi dengan diet tanpa mengandung banyak minyak dan
lemak.
Interpretasi :
Frekuensi pola makan klien tetap akan tetapi menurun pada
porsi makan.
3. Pola eliminasi:
BAK
- Frekuensi : 4-5 kali sehari
- Jumlah : 250 cc
- Warna : kuning jernih
- Bau : bau khas urin.
- Alat Bantu : Klien tidak terpasang kateter, bila ingin
BAK klien dibantu kursi roda menuju kamar mandi
BAB
Klien BAB 1x1 hari dengan konsistensi lembek
Interpretasi :
Pola eliminasi klien tidak terganggu namun dibantu kursi roda untuk
menuju kamar mandi.
36
Klien menunjukan kelemahan umum. Aktivitas klien di tempat tidur
dibantu keluarga. Ketika ingin melakukan toileting dibantu oleh
kursi roda.
c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
37
Gangguan tidur : Bila siang hari klien tidak dapat tidur karena nyeri
kepala, susasana ruangan bising, dan kurang
nyaman.
Interpretasi :
Klien mengatakan setelah sekitar 2 jam tidur, klien mudah terbangun
sehingga klien tampak kusam dan pucat.
38
Klien merupakan kepala rumah tangga dengan satu istri dan dua
anak yang tinggal serumah, beliau serorang pensiunan yang
membuka usaha ikan hias untuk mendapat penghasilan.
39
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
GCS=4-5-6
Tanda vital:
1. Kepala
Bentuk kepala bulat, simetris, distribusi rambut normal, sebagian
rambut berwarna putih, rambut berminyak, tidak ada lesi, tidak ada
massa.
2. Mata
Sklera jernih, konjungtiva anemis, pupil isokor, distribusi bulu mata
merata, kantung mata menonjol disertai warna gelap, tidak ada
masalah kesehatan mata.
3. Telinga
Pendengaran baik, serumen ada dalam batas normal, tidak disertai
peradangan dan perdarahan, tidak terjadi gangguan pada
pendengaran.
4. Hidung
Tidak terdapat kelainan bentuk, tulang hidung simetris, lubang
hidung normal, tidak ada lesi maupun jejas, tidak ada massa, warna
kulit hidung sama dengan warna di sekitarnya.
40
5. Mulut
Mukosa bibir lembab, warna coklat, bibir simetris, tidak ada massa,
tidak ada luka,
6. Leher
Leher klien terasa tegang dan kaku, terlihat simetris, tidak ada jejas
maupun lesi, tidak ada benjolan ataupun pembesaran kelenjar tiroid,
warna kulit dileher sama dengan warna kulit sekitarnya, tidak ada
massa, tidak ada nyeri tekan
7. Dada
I : Dada klien simetris, ada nyeri dada, tidak ada jejas maupun lesi,
tidak ada pembesaran
P : Ketika diperkusi sonor di bagian kiri dan sonor pada bagian
kanan, di area jantung pekak
P : Pengembangan paru kanan kiri sama, tidak ada massa
A : Suara nafas vesikuler, bunyi jantung 1 dan 2 terdengar jelas, dan
tidak ada bunyi jantung tambahan
8. Abdomen
I : Simetris kanan kiri, tidak terdapat penonjolan di bagian perut
A : Terdengar bising usus 3x per menit
P : Bunyi sedikit timpani di setiap lapang perut, kecuali perut
bagian hepar bunyi pekak
P : Tidak teraba massa, perut terasa keras
9. Urogenital
- Klien tidak terpasang selang kateter
- Klien BAK 4-5 kali sekitar ± 250 cc/ hari, warna kuning
- Klien BAB 1x1 hari konsistensi lembek
41
10. Ekstremitas
- Ekstremitas atas: tangan kiri terpasang infus. Warna kulit pucat.
- Ekstremitas bawah : kedua kaki dapat bergerak normal. Klien
melaporkan nyeri pada kedua ujung jari kakinya. Tanpa adanya
lesi maupun jejas. Warna kulit pucat.
- kemampuan otot
4 4
3 3
Infuse RL : 20 tpm
Amlodepine : 2 x 10 mg/hari
B. Laxadine : 3 x 1
Ludios :2x1
Sohobion :2x1
42
VI. Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium
Nilai Satuan
1. Hematologi
Hemoglobin 13,5-
Gr/dL 10
17,5
2. Faal Hati
SGOT U/L
10-35 30,5
(30ºC)
SGPT U/L
9-43 11
(30ºC)
3. Profil Lipid
4. Elektrolit
43
Kalium 3,5-5,0 mmol/L 3
Kalsium 1,57-
mmol/L 2,6
2,15
5. Faal Ginjal
Kreatinin
0,6-11 mg/dL 1,08
serum
Senin/17 Ds : Hipertensi Nyeri Akut
1.
April 2012 - Klien
/08.00 WIB mengatakan Peningkatan Ns.Intan
kepalanya pusing vaskular serebral
setelah makan 15 (agen fisik)
tusuk sate dan
gulai Gangguan suplai
- Klien darah
mengatakan
skala nyeri 7 Hipoksia
DO jaringan
- Klien nampak
meringis Nyeri akut
menahan
44
sakitnya
- Leher dan
tengkuk terasa
tegang
- Klien lemas dan
hanya berbaring
Senin/17 DS Hipertensi Ketidakefektifan
2.
April - Klien Perfusi Jaringan
2012/08.00 melaporkan nyeri Viskositas darah Ns.Intan
WIB pada kedua meningkat
ujung jari
kakinya Aliran darah
melambat
DO
- Warna kuku Iskemik jaringan
sedikit pucat
- CRT > 2 detik Ketidakefektifan
- Kulit pasien perfusi jaringan
terlihat lembab
- Tekanan Darah
170/100 mmHg
- Nadi 50 x/menit
3. Senin/17 DS Hipertensi Intoleransi aktivitas
April 2012 - Klien mengatakan
/08.00 WIB ketidaknyamanan Ketidakseimban Ns.Intan
setelah aktivitas gan suplai dan
disertai dispneu. kebutuhan
DO oksigen
- Klien mengalami
takikardi dan Kelemahan
jantung berdebar umum
45
setelah beraktivitas
- Klien menunjukan
kelemahan umum. Intoleransi
- Aktivitas klien aktivitas
dibantu keluarga, alat
dan petugas
- HB = 10 gr/dL
4. Senin/17 DS Nyeri kepala Gangguan pola
April 2012 - Klien mengatakan akut akibat tidur
/08.00 WIB durasi tidur ketika hipertensi Ns.Intan
MRS berbeda, tidur
malam yang biasanya
±8 jam menjadi ±2 Kesulitan
jam sedangkan tidur memulai tidur
siang biasanya ±1-2
jam menjadi tidak
tidur siang Jam tidur tidak
- Klien mengatakan terpenuhi
setelah sekitar 2 jam
tidur, klien mudah
terbangun Gangguan Pola
DO Tidur
- Klien tidak dapat
tidur karena nyeri
kepala, suasana
ruangan bising, dan
kurang nyaman.
- Klien tampak
kusam dan pucat.
5. Senin/17 DS : Hipertensi Hipotermi
April 2012 Klien mengatakan
46
/08.00 WIB keterbatasannya Ns.Intan
tidak mampu banyak
beraktivitas Tidak banyak
aktivitas
DO :
1. Suhu = 35ºC Mempengaruhi
2. Takikardia sel-sel
hipotalamus
3. Pengisisan CRT >
2 detik
Panas tubuh
4. Kulit dingin menghilang
Suhu tubuh
menurun
Hipotermi
47
VIII. INTERVENSI KEPERAWATAN
48
memfasilitasi 6.Faktor
penurunan nyeri keselematan klien
sesuai kebutuhan
7.Indikator apakah
6. Pastikan
intervensi sudah
perawatan
tepat atau belum
analgesik bagi
pasien yang 8.Cek kondisi
dilakukan dengan umum klien
pemantauan ketat
7. Evaluasi
Keefektifan
tindakan
pengontrolan
nyeri yang
dilakukan
8. Pantau TTV klien
49
dipertahankan pada skala menjaga posisi terjadi syok
2 (cukup berat) yang benar jaringan
ditingkatkan ke 3 4. Memastikan
(sedang) klien tidak
banyak
2. Kulit pucat
mengeluarkan
dipertahankan pada skala
energy terlebih
3 (sedang) ditingkatkan
dahulu
ke 4 (ringan)
5. Untuk menjaga
3. Pengisian kapiler jari posisi tubuh
dipertahankan pada skala yang baik
2 (cukup berat)
ditingkatkan ke 4 (ringan)
50
(sedikit terganggu) jantung paru terhadap apabila terjadi
2. Warna kulit aktivitas (missal peningkatan akibat
dipertahankan pada takikardi, dispneu, aktivitas
skala 3 (cukup pucat)
6. Menjaga klien
terganggu)
6.Batasi stimulus untuk menyimpan
ditingkatkan ke skala 4
lingkungan (missal energinya
(sedikit terganggu)
pencahayaan dan 7. Pembagian
3. Kemudahan dalam
kegaduhan) waktu antara
melakukan aktivitas
istirahat dan
hidup harian 7. Dorong untuk
aktivitas untuk
dipertahankan pada melakukan periode
menjaga energi
skala 3 (cukup istirahat dan aktivitas
8. Jadwal rutin
terganggu)
8. Rencanakan periode untuk pemulihan
ditingkatkan ke skala 4
aktivitas saat klien
(sedikit terganggu)
memiliki banyak
tenaga
51
terganggu) siklus tidur yang lingkungan yang
normal kondusif
2. Pola tidur
12. Bantu
dipertahankan pada 3 5. Mengembalikan
meningkatkan
(cukup terganggu) jam tidur klien
jumlah jam tidur
ditingkatkan ke 4 (sedikit mendekati seperti
13. Ajarkan klien
terganggu) sebelum MRS
melakukan
3. Kualitas tidur ketika relaksasi otot 6. Teknik relaksasi
beraktivitas dipertahankan autogenik atau (non farmakologi
pada 2 (banyak non-farmakologi lain) dapat
terganggu) ditingkatkan lainnya untuk membantu percepat
ke 4 (sedikit terganggu) memancing tidur tidur
14. Diskusikan dengan
klien dan keluarga 7. Supaya klien dan
untuk mempraktekannya
52
skala 5 (tidak dan pakaian hangat panas dari tubuh
terganggu) pasien
4. Monitor warna dan
2. Peningkatan suhu kulit 4. Melakukan
suhu kulit
dipertahankan pada monitoring
skala 3 (cukup terkait tanda
terganggu) hiopotermia
ditingkatkan pada membaik/buruk
skala 5 (tidak
terganggu)
53
IX. CATATAN PERKEMBANGAN
54
pasien yang dilakukan dengan A : Masalah teratasi sebagian
pemantauan ketat
7. Mengevaluasi Keefektifan tindakan P:
pengontrolan nyeri yang dilakukan 1. Pantau TTV Klien
8. Memantau TTV klien 2. Pantau tingkat nyeri Klien
3. Ajarkan teknik nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
2. Rabu/19 Hipotermi 1. Memonitor suhu pasien, menggunakan S:
April alat pengukur Klien mengatakan badannya tidak lagi
2012/16.00 kedinginan dan sedikit mengeluarkan keringat
2. Membebaskan pasien dari lingkungan
yang dingin
O:
3. Memberikan pemanas pasif seperti 1. Suhu = 36ºC
Ns.Intan
selimut dan pakaian hangat
2. Pengisisan CRT 2 detik
4. Memonitor warna dan suhu kulit
3. Kulit teraba hangat
55
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
1. Tetap monitor suhu kulit terhadap
perubahan
2. Gunakan pakaian tebal untuk mencegah
pengeluaran panas tubuh
3. Rabu/19 Gangguan Pola 1. Menentukan pola tidur klien S:
April Tidur 2. Menjelaskan pentingnya tidur untuk -Klien mengatakan lebih mudah memulai
2012/20.00 penderita hipertensi tidur, jam tidur menjadi ±5 jam
3. Memonitor pola tidur dan catat kondisi
klien
- Klien merasakan tidur yang cukup
4. Mengatur rangsang lingkungan untuk O:
Ns.Intan
siklus tidur yang normal -Klien terlihat lebih segar karena tercukupi
5. Membantu meningkatkan jumlah jam tidur kebutuhan tidur
6. Mengajarkan klien melakukan relaksasi -TD 125/80 mmHg, RR 20 x/menit, N= 60
56
otot autogenik atau non-farmakologi x/menit, S = 36,40C.
lainnya untuk memancing tidur
7. Mendiskusikan dengan klien dan keluarga A : Masalah teratasi sebagian
mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur P:
1. Tingkatkan jam tidur klien
2. Lanjutkan relaksasi untuk meningkatkan
kualitas tidur
4. Kamis/20 Ketidakefektifan 1. Mengkaji tekanan darah saat tidur, duduk S
April Perfusi Jaringan 2. Memantau elektrolit, BUN, kreatinin - Klien mengatakan nyeri pada ujung jari
2012/14.00 3. Mengukur intake dan output cairan kakinya berkurang
4. Mempertahankan tirah baring -Klien mengatakan badannya sudah tidak
5. Menginstruksikan klien dan keluarga untuk terlalu lemas lagi
menjaga posisi yang benar
Ns.Intan
O
-CRT klien <2 detik
-Akral hangat
57
-Warna sudah tidak pucat
A
Masalah teratasi sebagian
P
-Lanjutkan monitor elektrolit, BUN, kreatinin
-Lanjutkan klien untuk tetap tirah baring
58
sumber energi yang adekuat A
Masalah teratasi sebagian
5.Mengobservasi respon jantung paru
terhadap aktivitas (missal takikardi, dispneu,
P
pucat)
-Lanjutkan intervensi untuk mengurangi
6.Membatasi stimulus lingkungan (missal kelelahan umum
pencahayaan dan kegaduhan) -Pantau pola tidur dan catat kondisi klien
-Atur jadwal rutin untuk aktivitas klien
7. Mendorong untuk melakukan periode
istirahat dan aktivitas
59
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu peningkatan
abnormal darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
suatu periode. Hal ini terjadi akibat krontriksi arteriola yang membuat darah
sulit mengalir dan tekanan meningkat saat melawan dinding arteri.
Hipertensi juga didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan darah 140/90
mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Hipertensi dikenal sebagai salah
satu faktor risiko utama penyebab serangan jantung dan stroke yang banyak
menyerang penduduk dunia. Tanda gejala yang sering muncul seperti terasa
nyeri pada bagian kepala, leher tegang, kadang diikuti masalah pendengaran
(tinitus), pandangan mata kabur. Penatalaksanaan dapat farmakologi
maupun non farmakologi yang mana pengendalian penyakit hipertensi
membutuhkan waktu yang panjang dan kepatuhan ketika meminum obat
anti hipertensi.
4.2 Saran
a. Untuk penderita hipertensi
Diharapkan penderita hipertensi selalu mengontrol tekanan
darah, membatasi makanan yang dapat memicu peningkatan
tekanan darah. Mengikuti diet yang disarankan, dan melakukan
aktivitas fisik secara teratur.
b. Untuk keluarga
Diharapkan keluarga mampu mengawasi dan memperhatikan
klien yang mengalami hipertensi, karena dukungan dari keluarga
juga hal yang penting untuk klien.
c. Untuk tenaga kesehatan
Diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang baik,
dan bertugas sesuai dengan tupoksi masing-masing.
60
DAFTAR PUSTAKA
61
Widiyani, R. 2013. Penderita Hipertensi Terus Meningkat.
https://sains.kompas.com/read/2013/04/05/1404008/Penderita.Hiperte
nsi.Terus. [Terakhir diakses pada 1 November 2019].
62
Pertanyaan-Jawaban
1. Siti Nur Wahidah
Suhu tubuh klien 35ºC, apakah tidak dapat diambil diagnose hipotermi?
Ya, bisa. Batasan karakteristik yang ada di NANDA juga sesuai dengan
kasus. Suhu tubuh klien 35ºC, takikardia, kulit dingin, pengisian ulang
kapiler lambat yang mana terjadi pada pasien hipertensi dengan
kekurangan aktivitas (tirah baring) selama perawatan
2. Yudha Ferdian F.
Pada penatalaksanaan non farmakologi terdapat terapi aroma pijat kaki.
Bisa dijelaskan fungsinya?
Teknik aroma pijat kaki ini digunakan pada klien hipertensi secara
signifikan efektif menurunkan tekanan darah sistolik-diastolik,
frekuensi napas, kecemasan, dan kualitas hidup. Pijat kaki dapat
membantu meningkatkan sirkulasi sehingga terjadi homeostatis dalam
tubuh. Kemudian aromaterapi dari minyak esensial lavender,
chamomile bekerja melalui sistem penghidu untuk menciptakan
relaksasi sehingga tekanan darah dan kecemasan menurun.
3. Wella Pasya Dhea
Kenapa tidak mengambil resiko penurunan perfusi jaringan jantung?
Tidak diambil karena saya mengambil diagnosa aktual sebagai prioritas
dan batasan karakteristik yang berhubungan dengan kasus juga lebih
cocok dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
4. Rifka Sabrianti F.
Kenapa tidak mengambil diagnose hambatan mobilitas fisik?
Tidak diambil karena klien tidak mampu beraktivitas karena
ketidakcukupan energi akibat penyakitnya sehingga lebih cocok
memilih diagnosa intoleransi aktivitas. Klien tidak mampu beraktivitas
secara lama karena menyebabkan kelelahan dan dispneu. Jika hambatan
mobilitas fisik lebih cocok diambil pada kasus yang memiliki masalah
atau keterbatasan dalam gerakan fisik ekstemitas.
63
5. Ayu Prisilia Fatimah
Nyeri klien 7, apakah perlu menggunakan analgesik langsung?
Kemudian apakah tatalaksana non farmakologi juga digunakan?
Ya, untuk nyeri skala 7 perlu dikontrol dengan analgesik karena
termasuk nyeri berat (tidak mampu melaksanakan aktivitas secara
mandiri). Selain itu, penatalaksanaan non farmakologi juga perlu
dilakukan untuk mengektifkan hasil dari manajemen nyeri. Seperti
contohnya pemberian kompres hangat pada tengkuk dapat mengurangi
nyeri kepala, tarik napas dalam juga mampu menurunkan kecemasan.
64