Anda di halaman 1dari 26

Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian
Republik Indonesia
DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENGELOLAAN ENERGI,
SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
2019

Kajian Akademik Supply &


Demand Komoditas Mineral
Besi, Aluminium, Nikel,
Tembaga dan Timah
EXECUTIVE SUMMARY
Executive Summary

Kajian Akademik Supply & Demand Komoditas Mineral Besi,


Aluminium, Nikel, Tembaga dan Timah

Pendahuluan

Program peningkatan nilai tambah mineral yang merupakan amanah UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan upaya untuk mendorong industri hilir
pertambangan mineral melalui kebijakan pelarangan ekspor mineral dalam bentuk bijih (raw
material) dengan mewajibkan perusahaan pertambangan mineral untuk mengolah dan/atau
memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri.

Meski saat ini telah selesai terbangun 31 unit smelter1, namun demikian terdapat beberapa
permasalahan yang terus mengemuka, kurangnya stok bahan baku menyebabkan beberapa
smelter yang sudah selesai terbangun berhenti beroperasi. Selain itu, walaupun smelter mineral
telah banyak dibangun di dalam negeri, masih terdapat beberapa industri hilir yang justru
mengimpor bahan bakunya (PT Krakatau Posco, PT Inalum, PT Pindad), padahal sektor hulu
dari bahan baku utama tersedia di dalam negeri. Ada permasalahan supply & demand dan link
and match antara hulu dan hilir di sektor industri pertambangan.

Kajian ini melakukan analisis mendalam terkait dengan hal tersebut seperti:

• Mengidentifikasi kapasitas input dan kapasitas output per tahun untuk semua smelter
berbasis mineral logam, untuk saat ini terbatas pada: tembaga, nikel, bauksit, besi, timah
yang ada di dalam negeri sampai dengan tiga tahun kedepan.
• Mengidentifikasi kebutuhan input per tahun untuk industri pengguna akhir (end user)
pengguna produk smelter sesuai struktur pohon industri yang disepakati.

1Smelter: perlalatan yang digunakan untuk memperoleh logam dari bijih logam dengan pemanasan
melebihi titik lebur logam tersebut dengan bantuan agen oksidator seperti udara atau agen reduktor seperti
kokas. (sumber: Encyclopaedia Britannica)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |02


• Mengidentifikasi rantai pasokan (supply chain) dari produk hasil pengolahan dan/atau
pemurnian mineral untuk masing-masing smelter berbasis mineral logam berdasarkan
jenis bahan baku (untuk saat ini terbatas pada: tembaga, nikel, bauksit, besi, timah).
• Mengidentifikasi strategi industri untuk mewujudkan kemandirian industri nasional yang
berkelanjutan.

Metodologi

Dalam menyusun Kajian Akademis Pemetaan Supply dan Demand Industri Pengolahan dan/atau
Pemurnian Mineral, dilakukan pengumpulan data baik data sekunder maupun data primer yang
diperoleh melalui studi literatur, survei lapangan, rapat-rapat, maupun Focus Group Discussion.
Hasil pengumpulan data tersebut kemudian di analisis terutama aspek supply-demandnya agar
didapatkan usulan rekomendasinya. Pembahasan dan analisis dilakukan per komoditi karena
karekteristik kondisi industrinya yang berbeda-beda.

Istilah dan Batasan Terminologi

• Menurut Permen ESDM No.5 Tahun 2017, pengolahan mineral merupakan upaya untuk
meningkatkan nilai Mineral yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang
tidak berubah dari Mineral asal. Sedangkan pemurnian mineral merupakan upaya untuk
meningkatkan nilai Mineral Logam melalui proses ekstraksi serta proses peningkatan
kemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang
berbeda dari Mineral asal.
• Industri mineral hulu adalah industri yang hanya mengolah mineral bijih logam menjadi
bahan setengah jadi. Industri ini melakukan pengolahan mineral logam hanya untuk
menyediakan bahan baku untuk kegiatan produksi industri lain.
• Industri mineral hilir adalah industri yang mengolah bahan baku yang dihasilkan oleh
industri mineral hulu atau produk antara menjadi barang jadi.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |03


Supply-Demand ALUMINIUM

• Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Mineral dan Batubara per tahun
2017 bahwa cadangan bauksit Indonesia adalah 2,4 milyar ton dengan umur cadangan
mencapai 422 Tahun.
• Pada prinsipnya, mineral bauksit dapat dimanfaatkan dengan diolah menjadi alumina
terlebih dahulu sebelum digunakan untuk proses selanjutnya. Alumina yang dihasilkan
dari bauksit, secara umum dibagi kedalam 2 jenis grade alumina, yaitu (1) chemical grade
alumina, dan (2) smelter grade alumina.
• Chemical grade alumina digunakan sebagai bahan baku antara lain untuk batu tahan api
(refractories), juga untuk industri kimia/kosmetik seperti pasta gigi, katalis, kosmetik dan
lainnya.
• Saat ini di Indonesia chemical grade alumina (CGA) diproduksi oleh 1 perusahaan saja
yaitu PT. Indonesia Chemical Alumina yang memiliki kapasitas 300.000 ton dengan
produksi yang ada saat ini sebesar 111.620 ton per tahun. Sifatnya yang customized juga
membuat perusahaan CGA harus pandai-pandai memilih varian produk yang diproduksi
dan memilih pasar yang tepat. ICA sendiri setidaknya sudah dapat menghasilkan 30-an
jenis varian produk turunan untuk digunakan di industri hilirnya.
• Smelter Grade Alumina digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan logam
aluminium, dan saat ini di Indonesia kebutuhan untuk logam aluminium memang relatif
tinggi.
• Dalam rantai industri Aluminium Indonesia, kondisi industri hulu sebagai pemasok bahan
baku bagi industri hilir perlu mendapat perhatian. Produsen alumina hingga saat ini hanya
PT. Well Harvest Winning, dan produsen aluminium hanya PT. Inalum.
• Alumina PT. WHW yang memproduksi 1 juta ton alumina per tahun dengan kapasitas
produksi mencapai 3 juta ton per tahun pun belum menjadi bahan baku untuk PT. Inalum.
Kebutuhan alumina PT. Inalum dengan perkiraan kebutuhan 500 ribu ton per tahun, masih
diimpor dari luar Indonesia.
• Untuk menjaga kebutuhan dalam negeri, karena produk PT. WHW ditujukan untuk
kebutuhan ekspor (sister company), maka perlu dibuat perusahaan dalam negeri (BUMN)
yang bisa memproduksi alumina. Saat ini, PT Borneo Alumina Indonesia adalah
perusahaan yang sedang dalam tahap pembangunan untuk memproduksi smelter grade

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |04


alumina (SGA) yang nantinya akan memasok kebutuhan SGA untuk smelter di PT Inalum.
PT BAI adalah joint venture antara PT Inalum dan PT ANTAM

PT. Indonesia Chemical


Alumina (ICA)
Kapasitas 300.000 tpy
Produk: Alumina & Hydrate
111.620 tpy

Chemical
Grade Chemical Industries
Alumina

Bauxite
Casting Casting 320.000 tpy

Smelter Extrusion/Construction 120.000 tpy


Aluminium
Deposit: 1,6 Milyar MT Grade Smelter 80.000 tpy
Produksi : 2 juta tpy Alumina Plate/Sheet
washed bauxite 80.00 tpy
Extrusion/Construction
PT. Well Harvest PT. Inalum (Persero)
Winning Refinery Kapasitas : 250 rb tpy
Kapasitas: 3 juta tpy Produk: 250 rb tpy
Produk: 1 juta tpy

Gambar 1. Supply-Demand Alumunium

• Berdasarkan proyeksi Lemtek UI, kebutuhan alumunium nasional tahun 2017 - 2025.
Proyeksi kebutuhan alumunium nasional dibandingkan dengan proyeksi Kemenperin
2013, dapat dilihat di Gambar 2. sebagai berikut:

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |05


Produksi Aluminium Inalum vs Proyeksi Kebutuhan Alumunium
Nasional (Ton)
1,400.0
Thousands

1,200.0 1,332.7
1,263.3
1,197.4 1,000.0
1,000.0 1,135.5
1,076.8
1,021.7
969.8
800.0 889.0 921.8
847.7 876.3
823.7
600.0 500.0 500.0 500.0 500.0

400.0 280.0 280.0 280.0 280.0 280.0 280.0 280.0

200.0

-
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Produksi Inalum Kebutuhan Alumnium Nasional

Sumber : Hasil pengolahan data

Gambar 2. Produksi Aluminium Inalum vs Proyeksi Kebutuhan Alumunium Nasional 2020 – 2025

• Proyeksi ini memperkirakan kebutuhan alumunium nasional tahun 2017 ini sebesar 876,3
ribu ton, akan melampaui besaran 1 juta ton pada tahun 2020 dan pada tahun 2025
diperkirakan masih di kisaran 1,333 juta ton, jauh dibawah perkiraan Kemenperin senilai
2,265 juta ton. Proyeksi ini sangat konservatif dengan perkiraan pertumbuhan kebutuhan
alumunium sama dengan estimasi pertumbuhan ekonomi nasional, antara 5,1% - 5,5%.
• Kebutuhan (demand) logam aluminium dalam negeri yang tinggi dan pemasok (supply)
dalam negeri yang hanya 1 (satu) membuat impor logam aluminum menjadi cukup
banyak. Berdasarkan data impor dari Kementerian Perdagangan, impor dalam 3 tahun
(2015-2017) terlihat terus mengalami kenaikan, mulai dari 573 ribuan ton per tahun hingga
765 ribuan ton per tahun. Tahun 2019 diperkirakan jumlah impor aluminum sudah
mencapai 800 ribuan ton per tahun.
• Kebutuhan aluminium nasional tersebut, dipasok oleh produsen/smelter aluminium baik
dari luar maupun dalam negeri. Dari dalam negeri, seperti yang diketahui saat ini suplai
aluminium hanya dilakukan oleh PT. Inalum yang dapat memproduksi 280.000 ton primary
aluminium pure ingot per tahun. Meski PT. Inalum sudah merencanakan akan
meningkatkan kapasitas produksi hingga 500.000 ton per tahun pada tahun 2021 dan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |06


menjadi 1.000.000 ton per tahun pada 2025, namun dapat dilihat suplai dari PT. Inalum
tersebut masih belum dapat mencukupi kebutuhan aluminium nasional yang akan terus
meningkat setiap tahunnya.

Arahan Kebijakan dan Strategi Mineral Logam Aluminium

• Melihat kapasitas supply dan kondisi demand 3-5 tahun ke depan, dapat diperkirakan
bahwa supply dalam negeri tidak akan dapat memenuhi demand-nya. Kebutuhan
aluminium di sisi hilir yang tinggi, akan selalu menyebabkan impor aluminium karena
pasokan dari dalam negeri tidak pernah mencukupi. Dengan demikian kebijakan
membuka keran impor akan tetap diperlukan.

• Pembangunan pabrik alumina dan aluminium tetap diperlukan karena Indonesia memiliki
bahan bakunya berupa bijih bauksit, serta juga memiliki pasarnya yang terus bertumbuh.

• Mengejar defisit sangat diperlukan apalagi menjadi surplus, karena logam aluminium
menjadi logam masa depan, terutama industri otomotif yang memerlukan bahan yang
ringan namun kuat, logam aluminium memang menjadi pilihan utama. Tiga industri yang
menjadi champion pada sektor industri logam aluminium adalah: Industri Otomotif (parts),
Industri konstruksi (extrusion), dan Industri Energi (kabel listrik berbasis Aluminium).
Sehingga ke 3 sektor ini yang menjadi prioritas pengembangan kebutuhan dan industri
aluminium.

• Dengan demikian type aluminium yang jadi prioritas adalah A356.x (aluminium alloy
ingot), dan 6xxx Series (billet)

• Energi menjadi masalah utama dalam membangun pabrik aluminium. Oleh karena itu,
kebijakan dan strategi yang mendorong terciptanya energi listrik murah yaitu energi listrik
dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) perlu dibuat dan dijaga implementasinya.

• Sinergi antara BUMN Tambang dan BUMN Transportasi (terutama KAI) perlu dilakukan
untuk menambah pasar baru (kebutuhan baru) agar kemandirian dalam negeri terus
dijaga.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |07


Supply-Demand NIKEL

• Nikel merupakan salah satu mineral unggulan yang ada di Indonesia. Selain
keberadaannya yang melimpah yaitu sebanyak 3,57 milyar ton (Ditjen Minerba, 2019).
Sumber daya mineral nikel banyak terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara, sebarannya
hampir di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara dengan perkiraan luas sebaran mencapai
480.032,13 ha [Kajian Resources Rent Tax Mineral Nikel di Indonesia, 2017
Kementerian ESDM ISBN: 978-602-0836-27-0].
• Fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel yang tersedia saat ini dapat menampung 17,9
juta ton bijih nikel dan rencana pembangunan unit pengolahan dan pemurnian nikel dapat
menampung 14,5 jutan ton bijih nikel sehingga total produksi nikel yang dapat ditampung
di dalam negeri mencapai 32,4 juta ton. Jika membandingkan total cadangan yang dimiliki
dengan total produksi tahunan nikel, maka prediksi umur cadangan nikel di Indonesia
masih sekitar 116 tahun lagi.
• Nikel ditambang dari dua jenis bijih: laterit dan sulfida. Meskipun sekitar 70% dari
cadangan bijih ditemukan di bijih laterit, hanya sekitar 40% dari produksi nikel berasal dari
laterit. Laterit sebagian besar digunakan untuk memproduksi feronikel, yang nantinya
akan digunakan langsung dalam pembuatan baja (baja tahan karat), sekitar 80% produk
pengolahan nikel digunakan untuk stainless steel. Beberapa bijih laterit digunakan untuk
membuat melting-grade nikel (NPI) dan nikel matte. Sedangkan nikel sulfida dilakukan
proses refining untuk menghasilkan high-grade nikel.
• Industri Nikel di Indonesia sebetulnya sudah lama berkembang, banyak perusahaan
sudah masuk dalam industri ini, sepeti PT. Aneka Tambang Tbk., PT. Inco, PT. VALE dan
lainnya.
• Selain memproduksi bijih nikel, Indonesia juga memproduksi nikel intermediet/nikel
olahan, yaitu berupa feronikel (20% Ni) dan nikel matte (78% Ni). Kapasitas produksi nikel
intermediete Indonesia saat ini adalah sekitar 89.000 ton (ekuivalen dengan 34.900 ton
nikel murni) atau hanya sekitar 2% dari kapasitas produksi nikel antara dunia yang
sebesar 1,7 juta ton. Semua hasil produksi nikel antara Indonesia digunakan untuk
diekspor ke luar negeri.
• Industri nikel hulu Indonesia saat ini menghasilkan produk berupa ferronickel, nickel-
matte, dan nickel pig iron dimana produk antara ini memang banyak dibutuhkan pasar
dunia. Di sisi lain, industri hilir nikel saat ini memiliki kebutuhan (demand) yang kecil.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |08


Penggunaan nikel hampir 70%-80% adalah stainless steel namun jika melihat industri
nikel di Indonesia, hingga 2019 ini tidak ada satu pun yang menghasilkan primary
stainless steel. Meski ada industri stainless steel CRC (cold rolling coil) namun bahan
bakunya merupakan stainless steel impor, atau dengan kata lain industri yang ada hanya
melakukan rolling (pengerolan) saja. Baru di tahun 2019, Thingshan Group menghasilkan
stainless steel di pabrik mereka di Morowali, dengan jumlah produksi 1 juta ton per tahun
dan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun dan semua produknya diekspor.

Nickel
Pig
Iron
• Sebagian besar produk
FeNi, NPI, Nickel Matte
PT. Aneka diekspor
FeNi Tambang, Vale,
• Hanya Thingshan Group
Thingshan
yang membuat SS plate
Nickel hingga 3 juta ton
Nickel
Matte

Masih dalam proses kajian dan rencana


Ni-OH pengembangan untuk batteray electric
vehicles

Gambar 3. Supply-Demand Nikel

• Demand nikel yang ada, saat ini sangat kecil yaitu dari industri pengecoran (casting) yang
umumnya memerlukannya untuk paduan (Ni-alloy), dan demand juga datang dari industri
plating (pelapisan) terutama pada Ni-plating. Berdasarkan data impor stainless steel dapat
diperkirakan besarnya demand total hanya sekitar 300 ribu ton per tahun, dengan
sebagian besar berbentuk pelat (plate).
• Kebutuhan nikel dalam negeri yang sangat kecil, menyebabkan pasokan produk antara
(NPI, Nickel-matte, Ferronickel) menjadi berlimpah dan membuka peluang untuk
diekspor.
• Supply produk nikel berupa stainless-steel saat ini sebetulnya sudah bertambah dengan
beroperasinya pabrik stainless steel Thingshan Group di Morowali yang menghasilkan SS

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |09


304 (CRC 10% dan HRC 90%) dengan kapasitas 3 juta ton per tahun. Meski saat ini
memproduksi 1 juta tpy, namun total produksi ini diekspor.
• Untuk stainless steel yang diproduksi oleh perusahaan dalam negeri baru direncanakan
akan berproduksi tahun 2020 sebesar 600 ribu ton per tahun (Ditjen ILMATE, 2016).

Sumber: Dirjen ILMATE, 2016

Gambar 4. Kebutuhan dan Pasokan Stainless Steel 2011-2025

• Hingga 2025, penyerapan produk antara nikel Indonesia masih sangat kecil. Kebutuhan
yang meningkat pesat hanya dapat terjadi ketika industri stainless steel tumbuh
berkembang juga.
• Peluang yang terbuka untuk turunan produk nikel adalah digunakannya nikel sebagai
bahan baku untuk pembuatan baterai mobil listrik. Saat ini masih dalam tahap rencana

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |10


pembangunan karena pertimbangan aspek lingkungan yang terkait dengan tailing proses
pengolahannya.

Arahan Kebijakan dan Strategi Mineral Logam Nikel

• Mendorong terus untuk dapat melakukan substitusi produk yang kini diimpor.

• Mendorong DMO untuk Thingshan Group, terutama spesifikasi produk pelat SS 304 yang
sesuai dengan kebutuhan industri hilir dalam negeri. Selama belum ada produsen dalam
negeri yang memproduksinya.

• Untuk tidak bergantung pada Thingshan Group maka perusahaan dalam negeri juga
didorong untuk mengakselerasi produk antara untuk kebutuhan industri hilir dalam negeri.

• Demand nikel dalam negeri hanya dapat ditingkatkan dengan bertumbuhnya industri hilir
nikel dalam negeri, oleh karenanya kebijakan yang dibuat harus mendorong dan
mendukung bertumbuhnya industri hilir ini, baik melalui insentif fiskal maupun non fiskal.

• Karena mineral nikel menjadi salah satu bahan baku industri yang diperlukan di masa
depan (baterai mobil listrik) maka perlu kebijakan dan strategi yang mengatur penggunaan
mineral (ekspor-impor maupun pengembangan industri hulu-hilirnya) untuk menjaga
ketahanan mineral nikel Indonesia.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |11


Supply-Demand BESI-BAJA

• Mineral besi pada umumnya berbentuk bijih besi dan pasir besi. Cadangan mineral besi
sebesar 3 milyar ton, dengan produksi pada tahun 2018 sebanyak 3,9 juta ton bijih besi
dan pasir besi, atau 3,1 juta ton per tahun konsentrat besi.

• Smelter yang beroperasi saat ini sebanyak 2 smelter dengan output 501 ribu ton Fe.
Ada beberapa smelter yang ditutup karena masalah pasokan bahan baku bijih/pasir
besi serta sumber energi yang diperlukan.

• KS-POSCO dibangun untuk memberikan supply slab dan billet pada KS, karena
produksi slab dan billet KS terhenti akibat alasan ketidakekonomisan. Slab dan billet
merupakan produk antara (intermediate products) yang oleh KS selanjutnya dibuat
menjadi long products dan plate products. Pada kenyataannya tidak semua produk KS-
POSCO dapat diterima oleh KS. Untuk mengatasi kekurangan terhadap slab dan billet,
PT. KS mengimpornya untuk selanjutnya diproses menjadi long dan plate products.

• Dari sisi pasokan raw material bijih besi dan pasir besi, memang secara geografis
letaknya menyebar (scattered) sehingga dari sisi ekonomis menjadi tidak feasible.
Begitu juga dengan kebutuhan kokas, tidak ada kokas (batubara berkalori tinggi) yang
ada di Indonesia, sehingga kebutuhan ini harus diimpor, atau jika pun dibuat harganya
menjadi tidak kompetitif.

Supply Dalam Negeri: Demand :


7 juta tpy 14-15 juta tpy

Konsentrat PT Sumber Surya-daya Prima: 500.000


Pasir Besi
ton konsentrat pasir besi

Long Products Industri Konstruksi


Sponge PT MJIS, PT Delta Prima Steel, PT SILO:
iron 3.120.000 ton Sponge Iron
Mineral
Besi PT Jogja Magasa Iron, PT Mikgro Metal
Pig Iron Perdana, PT Indoferro: 6.540.000 ton pig
iron
Industri Otomotif,
Plate Products
Maritime
Steel
Billet Kakatau Posco: 3000.000 ton steel billet

Gambar 5. Supply-Demand Besi/Baja

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |12


• Pada dasarnya, produk besi-baja nasional sebagian besar hanya didorong oleh bentuk
long product yang produk-produknya banyak digunakan pada pada industri konstruksi,
dan plate product yang produk-produknya digunakan terutama untuk industri otomotif
dan marine/perkapalan sebagai body mobil atau kapal.

• Konsumsi nasional akan produk hilir atau produk akhir besi baja semakin meningkat
seiring dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat. Besarnya proyek infrastruktur
pemerintah dan tren kenaikan harga baja diperkirakan mendongkrak penjualan baja
maupun profitabilitas perusahaan-perusahaan di subsektor manufaktur ini. Di samping
itu ada multiple effect ke kebutuhan yang lain seperti otomotif yang relatif stabil. Adapun
proyek-proyek yang saat ini sudah berjalan antara lain proyek swasta dan BUMN
berupa jalan tol dan tower listrik.

• Tahun 2017, pasar baja domestik diperkirakan sekitar 14 juta ton, hampir dua kali lipat
dibanding 10 tahun terakhir. Dari sisi volume, pasokan baja dari pemain lokal
mengalami kenaikan, tetapi dari prosentase relatif tetap sekitar 53,7% (Ijang
Suherman, 2018).

25000
Proyeksi

20000

Aktual
15000
dalam ribu ton

10000

5000

0
2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024

Konsumsi Produksi
Sumber: IISIA 2017, assumption GDP 5-6% (telah diolah kembali)

Gambar 6. Kebutuhan dan Pasokan Besi-Baja 2017-2024

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |13


• Produsen besi-baja lokal secara umum dibagi menjadi 2 golongan, yaitu yang
memproduksi besi-baja primer (primary steel) seperti Krakatau Steel yang bahan bakunya
berasal dari bijih besi, dan besi-baja sekunder (secondary steel) seperti Gunung Garuda
Group yang bahan bakunya berasal dari scrap.
• Jika melihat kebutuhan dan pasokan hingga 2014, sudah dapat dipastikan bahwa
pasokan dalam negeri tidak akan memenuhi kebutuhan besi-bajanya. Sehingga cara
yang dilakukan adalah mengimpor. Kesenjangan supply-demand akan terus melebar, jika
tidak dilakukan langkah-langkah strategis untuk menutupinya.

Arahan Kebijakan dan Strategi Mineral Logam Besi

• Pada dasarnya supply-demand produk industri besi-baja didorong oleh long product dan
flat product. Demand yang besar tidak sepenuhnya dapat dipasok oleh produsen baja
dalam negeri, sehingga dapat dipastikan kebijakan impor besi-baja terus dilanjutkan.

• Penggunaan bahan baku bijih besi atau pasir besi lokal dapat dikesampingkan karena
karakternya yang scattered, dan secara ekonomis not feasible. Jika ada smelter yang
beroperasi, maka keran impor bahan baku untuk industri antara ini, yang menggunakan
bahan baku impor (bijih besi, batubara/kokas) dapat dijalankan dengan tujuan
menyelamatkan industri antara dalam negeri.

• Untuk memenuhi kebutuhan 14 juta tpy besi baja, sementara produksi lokal dengan
kapasitas maksimal 7 juta tpy atau setengah dari kebutuhan baja total, maka yang dapat
dilakukan adalah:

• menstop/mengontrol impor (besi/baja) untuk produk besi-baja intermediate atau


antara dan produk akhir

• Untuk mengontrol impor produk jadi, karena juga ada kesepakkatan WTO, maka
yang dapat dilakukan adalah dengan technical barrier/instrument (harus dibuat di
dalam negeri, SNI dll.)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |14


• Untuk industri antara yang menggunakan scrap sebagai bahan baku memang masih ada
dispute karena ada scrap masih dianggap kelompok B3, maka:

• Pemangku kepentingan perlu duduk bersama kembali terkait dengan scrap. Yang
perlu dijaga untuk lingkungan lebih tepat adalah emisi gas buangnya.

• Dengan demikian untuk industri pengguna scrap ini didorong menginstall


peralatan ramah lingkungan, dengan memberi insentif seperti menggunakan
instrumentas pajak, kemudahan impor peralatan ramah lingkungan yang menjaga
emisi gas buangnya, dll.)

• Utilisasi industri baja dalam negeri masih bisa ditingkatkan, utilisasi tidak maksimal hanya
karena harga baja impor murah yang menjadikan industri dalam negeri kalah bersaing.
Artinya produsen ini tidak akan memproduksi maksimal.

• Perlu perbaikan efisiensi industri baja dalam negeri, dalam hal Kualitas, Harga dan
Pengirimannya (Quality, Cost, Delivery) untuk mampu bersaing dengan besi-baja impor.
Program ke arah ini harus didukung pemerintah, dan mendapat monitoring dan apresiasi
yang baik.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |15


Supply-Demand TEMBAGA

• Berdasarkan data dari Dirjen Minerba tahun 2019 bahwa cadangan mineral tembaga
Indonesia sebesar 2,76 milyar ton dengan umur cadangan yakni 39 tahun. Proses
penambangan mineral logam tembaga dilakukan oleh PT Freeport Indonesia yang
memiliki konsesi penambangan di Papua Barat dan PT Newmont Nusa Tenggara di pulau
Nusa Tenggara Barat yang berganti nama menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
• Selain dua perusahaan besar ini, terdapat juga perusahaan lain yang bergerak dalam
penambangan mineral bijih tembaga yakni PT Kalimantan Surya Kencana dan PT Batutua
Tembaga Raya. PT Kalimantan Surya Kencana ditargetkan mulai beroperasi pada 2020
sedangkan PT Batutua Tembaga Raya sudah beroperasi dan juga merupakan anak
perusahaan PT Merdeka Copper & Gold.

Gambar 7. Supply-Demand Tembaga

• Industri hulu mineral bijih tembaga mengolah mineral bijih menjadi konsentrat tembaga
sebaga komoditas jual atau juga bahan baku di smelter. Komoditas konsentrat tembaga
sudah terdaftar di LME.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |16


• Industri antara dari mineral bijih tembaga adalah industri smelter yang menghasilkan
katoda tembaga yang memiliki tingkat kemurnian 99.99% Cu. Katoda tembaga ini
kemudian akan menjadi bahan baku industri hilir.

• PT Smelter Tbk yg merupakan satu-satunya smelter konsentrat tembaga di Indonesia


menghasilkan katoda tembaga sebanyak 300.000 ton per tahun dimana 57% nya diekspor
sedangkan sisa 43% dijual di dalam negeri. PT Smelter Tbk sudah terikat kesepakatan
dengan company pemegang saham terbesar yang mengharuskan melakukan ekspor ke
sister company.

• Menurut data dari APKABEL yg mewadahi industri-industri hilir yg memproduksi kabel


sebagai produk turunan logam tembaga, kebutuhan logam tembaga adalah sebanyak
430.000 ton per tahun sedangkan supply dari smelter lokal hanya sebesar 129.000 ton
per tahun, hal ini mendorong impor logam tembaga sebesar 301.000 ton per tahun.

• Logam tembaga adalah logam dengan konduktivitas listrik sangat baik sehingga banyak
digunakan dibidang pembangkitan listrik. Sejajar dengan proyek 35.000 MW yang
diperkirakan akan selesai di tahun 2026 maka kebutuhan akan logam tembaga
diperkirakan terus mengalami kenaikan untuk mendukung terselesaikannya proyek ini
dengan baik.

• Berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk membuat smelter, maka telah ada
beberapa perusahaan yang akan membangun smelter konsentrat tembaga seperti PT
Freeport Indonesia (500.000 tpy), PT Amman Mineral Nusa Tenggara (375.000 tpy), PT
Batutua Tembaga Raya (23.000 tpy) dan PT Kalimantan Surya Kencana (25.000 tpy).
Jika semua smelter ini beroperasi penuh maka akan ada tambahan produk katoda
tembaga sebanyak 923.000 ton per tahun. Sehingga potensi over supply dapat terjadi dan
membuka pintu ekspor untuk katoda tembaga.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |17


Proyeksi Tembaga Nasional
400000
Ekspor
350000 Proyeksi
Produksi Nasional
300000

250000
TPY

200000

150000
Impor
100000

50000

0
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026
Series1 Series2 Series3 Series4 Linear (Series1)

Sumber: Trademap, PT Smelting, Tbk, 2019 (telah diolah kembali)

Gambar 8. Proyeksi Produksi Tembaga Nasional

• Adapun hal yang menjadi keengganan pembangunan smelter konsentrat tembaga oleh
perusahaan-perusahaan tambang mineral tembaga adalah marjin keuntungan yang tipis
yakni sebesar 5-6% jika mengolah konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga. Jika
dibandingkan dengan mengolah mineral bijih tembaga menjadi konsentrat tembaga
memberikan marjin keuntungan yang besar (94-95%).

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |18


Arahan Kebijakan dan Strategi Mineral Tembaga

• Supply bahan baku tembaga tidak mencukupi kebutuhan demand, terutama untuk pasar
utama yaitu cable. Begitu juga dengan kebutuhan pada industri hilir yang lain, sehingga
masih banyak bahan baku tembaga yang diimpor.

• Untuk mengatasinya perlu kebijakan yang mewajibkan penambang tembaga juga


membuat copper-smelter untuk memenuhi demand dalam negeri. Akan terdapat dampak
yang positif jika smelter konsentrat tembaga dibangun yakni multiplier effect terhadap
ekonomi lokal nya sangat besar seperti membuka lapangan pekerjaan, menggerakkan
roda perniagaan setempat, dan lain-lain. Ini juga mendorong penambang tidak hanya
melulu mementingkan profit (nilai ekonomi), tetapi juga ikut menumbuhkan perekonomian
daerah.

• Dengan adanya prediksi over supply yang di masa depan maka pemerintah perlu
mendorong industri-industri hilir yang memproduksi barang jadi dari logam tembaga
sehingga mengurangi ketergantungan terhadap impor produk hilir logam tembaga.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |19


Supply-Demand TIMAH

• Indonesia merupakan produsen timah kedua terbesar di dunia memiliki 7% sumber timah
dunia dan 15% cadangan timah dunia (data: ITRI 2015), setelah Tiongkok yang memiliki
35% sumber timah dunia dan 43% cadangan timah dunia pada tahun 2017. Sementara
PT Timah Tbk (TINS) adalah perusahaan produsen timah kedua terbesar di dunia di
bawah Yunnan Tin dari Tiongkok. Ironisnya, hingga saat ini harga acuan komoditi timah
masih ditentukan oleh London Metal Exchange (LME) di Inggris, negara yang memiliki
tambang timah tetapi hanya dalam sejarah.

• Update data mengenai cadangan mineral bijih timah Indonesia menurut data dari Dirjen
Minerba tahun 2019 adalah sebanyak 1.500.000 ton dengan umur cadangan diperkirakan
selama 18 tahun.

• Diperkirakan 70.900 ton timah ditambang pada 2015. PT Timah, Tbk memiliki cadangan
sebesar 328.392 ton timah dimana sebanyak 276.772 ton (84%) berada di lepas pantai
(offshore). Meskipun begitu, proporsi signifikan dari produksi timah di Indonesia berasal
dari sektor privat (sekitar 60% di tahun 2015) dan sektor penambang informal yang tidak
memiliki estimasi cadangan.

• Industri hulu mineral bijih timah mengolah mineral bijih menjadi ingot logam sebagai
komoditas jual. PT Timah Tbk merupakan satu-satunya smelter timah di Indonesia yang
menghasilkan logam timah dengan kapasitas produksi 35.000 ton per tahun.

Gambar 9. Supply-Demand Timah

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |20


• PT Timah Tbk mengekspor sekitar 95% logam timah yang dihasilkan sehingga Indonesia
menempati peringkat ke-2 sebagai penghasil dan pengekspor logam timah di dunia. Akan
tetapi, hal ini menjadi ironi karena industri hilir yang menggunakan logam timah harus
impor.

• Industri hilir timah di Indonesia yang tercatat adalah industri Tin Plate yakni PT Latinusa
yang memproduksi Tin Plate sebanyak 160.000 tpy (membutuhkan timah sebanyak
~2.400 ton) sehingga mensuplai 56% kebutuhan di pasar domestik. Selain itu, industry
solder masih sepenuhnya melakukan impor bahan baku timah. Fakta lain yang terjadi di
lapangan adalah, Indonesia masih mengimpor sebanyak 863,66 tpy Tin Alloy.

Proyeksi Timah Nasional


120,000

Produksi Nasional
100,000
Ekspor Proyeksi

80,000
TPY

60,000

40,000

20,000 Impor

-
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026
Series1 Series2 Series3 Series4 Linear (Series1)

Sumber: Trademap, PT Timah, Tbk, 2019 (telah diolah kembali)

Gambar 10. Proyeksi Produksi Timah Nasional

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |21


• Smelter timah tetap yang terbesar adalah PT. Timah Tbk. meski dikatakan banyak
smelter, tetapi yang disebut adalah peleburan tradisionil skala kecil yang secara jumlah
tidak signifikan jika dibandingkan dengan PT. Timah Tbk.

• PT Timah, Tbk juga menghasilkan produk sampingan dari pengolahan mineral bijih timah
yang masih bernilai ekonomis. Hasil sampingan tersebut adalah mineral-mineral ikutan
daripada mineral utama Cassiterite yakni Zircon, Ilmenite dan Monazit. Hasil sampingan
ini belum dilakukan komersialisasi, dan disimpan pada stock-pile serta direncanakan
untuk diolah sendiri sebagai rare-earth (monazite).

Arahan Kebijakan dan Strategi Mineral Logam Timah

• Orientasi ekspor produk timah (ingot) terus dilanjutkan, karena kebutuhan (demand)
dalam negeri masih relatif kecil. Produk yang menggunakan timah terutama untuk tin-
plate dan timah solder.

• Proses eksplorasi cadangan bijih timah hendaknya terus dilakukan. Selain untuk
mendapatkan tin-ingot sebagai produk utama, namun potensi adanya kandungan rare-
earth (logam tanah jarang) menjadi salah satu pertimbangan utama.

• Mendorong pertumbuhan dan terbangunnya industri hilir timah agar bisa seoptimal
mungkin memanfaatkan supply timah (ingot) dalam negeri.

• Rare-earth mineral (logam tanah jarang) yang terkandung dalam logam timah
memerlukan kebijakan dan strategi yang tepat. Sebelum memiliki roadmap yang jelas
terhadap pemanfaatan rare earth akan lebih baik jika bahan baku ini tidak
diperdagangkan terlebih dahulu. Prinsip scarcity dalam ekonomi mineral perlu
dipertimbangkan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |22


Penutup

• Hasil Kajian menunjukkan bahwa setiap supply-demand mineral logam memiliki


permasalahan dan kondisi industri yang berbeda-beda, sehingga kebijakan, strategi dan
regulasi yang diambil juga berbeda-beda.

• Kebijakan dan strategi yang diambil, selain berkepentingan untuk investasi dan
pengembangan bisnis, namun harus tetap mengedepankan sustainability
(keberlangsungan) industri mineral logam ke masa depan.

• Pengelolaan sumber daya alam (mineral resources) dari hulu hingga ke hilir, juga tetap
menjaga ketahanan sumber mineral logam negara untuk kesejahteraan rakyat
Indonesia.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |23


Daftar Pustaka

1. Presentasi materi proses produksi PT KS untuk kemenkoekuin 12-09-2019


2. Hasil pengisian kuisioner PT KS 2019
3. Annual Report PT. Krakatau Steel 2018
4. Ijang Suherman dan Ridwan Saleh. Analisis Rantai Nilai Besi Baja di Indonesia. 2018.
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol. 14, No.3, pp 233-252
5. Analisis perkembangan industri edisi II. 2018. Pusdatin Kemenperin
6. E. Ric, “Ferrous metals at the LME,” pp. 0–3, 2019.
7. Seel market development Q2-2019, OECD 2019
8. World Bank Commodity Price Data (The Pink Sheet), Updated on July 02 2019
9. Data Olahan IISIA (2018), Kementerian Perindustrian, Kementrian Perdagangan
10. Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM dan
Perekonomian Nasional, Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya
Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2015
11. Konsolidasi Rantai Pasok Material dan Peralatan Konstruksi Tahun 2017, Sub Direktorat
Material dan Peralatan Konstruksi, Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa
Konstruksi
12. Djamaluddin, H., Thamrin, M. and Achmad, A. (0300) “Potensi dan prospek peningkatan
nilai tambah mineral logam di Indonesia (Suatu kajian terhadap upaya konservasi
mineral),” in Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik. Bandung: Institut Teknologi
Bandung, pp. TG3-1-TG3-14.
13. Haryadi, H. and Saleh, R. (0300) “Analisis keekonomian bijih besi Indonesia,” Jurnal
Teknologi Mineral dan Batubara, 8(1), pp. 1–16
14. Ishlah, T. (0330) “Potensi bijih besi Indonesia dalam kerangka pengembangan klaster
industri baja,” Buletin Sumber Daya Geologi, 4(2), pp. 11–21.
15. Purnama, A. B. and Subarna, Y. S. (2016) “Pendugaan area prospek bijih besi dengan
metoda geomagnet dari eksplorasi geofisika di Daerah ‘ABC’ Kabupaten Katapang,
Kalimantan Barat,” in Santoso, B., Ardha, N., Umar, D. F., Rochani, S., Husaini,
Madiutomo, N., Ningrum, N. S., Wahyudi, T., Damayanti, R., and Handayani, S. (eds.)
Prosiding Kolokium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara 2016. Bandung:
Puslitbang tekMIRA, pp. 295–302.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |24


16. Suherman, I., Pramusanto, Sudjarwanto, Suseno, T., Jafril and Saefudin, R. (2011) Kajian
teknoekonomi dan kebijakan peningkatan nilai tambah bauksit, nikel, bijih besi, mangan
dan anode slime. Bandung: Puslitbang tekMIRA
17. Usman, D. N. (2015) Ketersediaan Potensi Endapan Bijih Besi Indonesia Dalam
Mendukung Industri Besi Dan Baja Nasional, www.academia.edu.
18. Yunianto, B. (0300) “Analisis dampak penerapan kebijakan nilaitambah mineral Indonesia
terhadap ekspor dan tenaga kerja,” Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 10(3),
pp.127–141.
19. Presentasi Materi Proses Produksi PT Smelting, Tbk. Tanggal 9-11 September 2019
20. Hasil Pengisian Kuesioner PT Smelting, Tbk. Tahun 2019
21. Presentasi Materi Proses Produksi PT Timah, Tbk. Tanggal 12-14 September 2019
22. Hasil Pengisian Kuesioner PT Timah, Tbk. Tahun 2019
23. Mineral Commodity Summaries 2019. US. Geological Survey
24. 2017 Annual Report Freeport-McMoRan
25. 2017 Annual Report PT Medco Energi Inernational, Tbk
26. Top Copper Production by Country. Diakses pada 20 Oktober 2019.
https://investingnews.com/daily/resource-investing/base-metals-investing/copper-
investing/copper-production-country/
27. Hidir Tresnadi. Perkembangan Industri Tembaga Global Sebagai Masukan untuk
Pengembangan Industri Tembaga Nasional. PROSIDING TPT XXIII PERHAPI 2014
28. Ijang Suherman. ANALISIS TEKNOEKONOMI PENGEMBANGAN MINERAL TEMBAGA
DI INDONESIA. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 12, Nomor 2, Mei 2016 :
117 - 136
29. Ridwan Saleh. POTENSI PENINGKATAN NILAI TAMBAH DARI LOGAM IKUTAN HASIL
PEMURNIAN TEMBAGA. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 8, Nomor 1,
Januari 2012 : 17 - 27
30. 2018 Copper Outlook. ING
31. Copper Market Outlook: Long term prospects are positive. Copper to the World
Conference, Adelaide Convention Centre, 26th June 2018
32. Agus Sugiyono. Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Tembaga.
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013
33. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG. Direktur
Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari
2016

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |25


34. Copper Market Study Report 2017
35. Tin Market Outlook. 6th London Tin Seminar. ITRi. 2017
36. Zamroni Salim dan Ernawati Munadi. Info Komoditi Timah. Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2016
37. 2016 Report on Global Tin Resources & Reserves. ITRi
38. ITRI Survey shows robust growth in tin use. ITRi. 2017
39. Presentasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral. “Supply-Demand Industri Pengolahan dan Pemurnian”. Jakarta, 22
November 2019

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia |26

Anda mungkin juga menyukai