Anda di halaman 1dari 4

Keramat Riak

Cerita Rakyat Bengkulu

Keramat Riak merupakan cerita rakyat Bengkulu. Di Provinsi Bengkulu ada sebuah daerah
bernama Keramat Riak. Dahulu, daerah tersebut ditinggali oleh sekelompok masyarakat yang
dipimpin oleh seorang raja kejam bernama Riak Bakau. Raja Riak Bakau tidak segan-segan akan
menghukum siapa saja yang berani menentangnya. Hingga suatu ketika, ada sebuah kejadian
yang membuat Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan lebat dan seluruh penduduknya
menjelma menjadi kera.
___________________________________________________________________

Alkisah dahulu kala, di suatu siang terik, nampak seorang kakek tua berjalan tertatih sambil
menggendong sebuah jala melewati pendopo istana kerajaan Keramat Riak. Si kakek tampak
begitu lelah. Rupanya, ia baru saja pulang dari sungai mencari ikan. Ia memutuskan untuk
duduk beristirahat di depan pendopo istana yang selalu dijaga ketat oleh dua orang prajurit
kerajaan. Jala milik Si kakek yang memakai pemberat dari rantai emas diletakkannya di tanah.
Rantai jala itu nampak berkilau diterpa sinar matahari sehingga menarik perhatian kedua
prajurit penjaga pendopo istana.

“Kakek baru pulang mencari ikan ya? Jala milik Kakek bagus sekali, terlihat berkilau dari
kejauhan.” tanya seorang prajurit.

“Iya, Tuan! Ini jala warisan orang tua Kakek. Setiap hari Kakek menggunakannya untuk mencari
ikan. Oh ya, bolehkah Kakek menumpang shalat dhuhur di pendopo istana?” kata si kakek.

“Oh ya boleh… boleh… Silahkan Kakek shalat di pendopo” jawab kedua prajurit.

Si kakek tua kemudian memasuki pendopo istana untuk melaksanakan shalat dhuhur.
Sementara jala miliknya dibiarkan tergeletak di luar pendopo istana. Saat kakek tengah shalat,
kedua prajurit penjaga merasa penasaran dengan jala si kakek. Keduanya melihat jala tersebut
dengan seksama, ternyata dugaan mereka berdua benar bahwa rantai jala itu terbuat dari
emas. Namun, betapa terkejutnya mereka saat hendak mengangkat jala itu yang ternyata
sangat berat dan seolah-olah menempel di tanah.

“Bukan main, rantai jala ini berat sekali?” ujar salah seorang prajurit.

Kemudian kedua prajurit tersebut bersama-sama berusaha mengangkat jala milik si kakek.
Namun jala itu tidak bergeser sedikit pun. Melihat keanehan itu, salah seorang dari prajurit
tersebut segera bergegas memasuki istana untuk melaporkan kejadian aneh tersebut kepada
Raja Riak Bakau. Mendengar laporan si prajurit, segera saja Raja Riak Bakau diiringi beberapa
pengawalnya menemui kakek tua pemilik jala.

“Apa benar Kakek adalah pemilik jala emas?” tanya Raja Riak Bakau pada si Kakek.
“Ampun, Baginda. Benar Hamba adalah pemilik jala emas itu. Terimakasih telah mengizinkan
Hamba melaksanakan shalat dhuhur di pendopo istana. Sekarang mohon izinkanlah hamba
pergi.” pinta kakek.

“Jangan pergi dulu, Kek! Aku ada perlu dengan Kakek. Hai, Kakek budiman. Bolehkah aku
memiliki jala rantai emasmu milikmu?” kata Raja Riak Bakau.

“Maafkan hamba Baginda. Bukannya hamba bermaksud mengecewakan hati Baginda. Hamba
belum bisa memenuhi permintaan Baginda. Jala ini satu-satunya harta milik hamba” jawab
kakek.

Mendengar jawaban kakek, Raja Riak Bakau merasa sangat marah karena baru kali ini ada
orang berani menolak permintaannya.

“Hai, Kakek! Engkau pasti tahu, Aku adalah penguasa di negeri ini. Siapa pun yang menginjak
tanah negeri ini harus tunduk padaku.” jawab Raja Riak Bakau gusar.

Si Kakek tidak takut terhadap ancaman Raja. Ia tetap tak mau memberikan jala emasnya kepada
Raja Riak Bakau. Tentu saja sikap si kakek membuat Raja Riak Bakau bertambah marah.

“Hai, Kakek! Serahkan jalamu milikmu sekarang juga atau aku sendiri yang akan
mengambilnya!” teriak Raja Riak Bakau.

“Silakan saja, jika Baginda sanggup mengangkatnya” kata kakek.

Raja Riak Bakau naik pitam merasa diremehkan oleh kakek. Ia kemudian segera mengangkat
jala rantai emas dengan segenap kekuatannya. Namun anehnya, jala itu tidak bergerak sedikit
pun. Meskipun ia telah memerintahkan beberapa prajuritnya untuk membantu
mengangkatnya, namun tetap saja jala emas tak bisa diangkat. Kendati demikian, Raja Riak
Bakau tidak kehabisan akal.

“Baiklah, Kek! Aku mengakui jala emas milikmu sulit diangkat. Bagaimana kalau kita mengadu
ayam saja. Jika ayam aduanku kalah, kakek boleh memiliki semua harta serta kekuasaanku.
Tapi, jika ayam aduan kakek kalah, jala rantai emas milikmu harus menjadi milikku” tantang
Raja Riak Bakau.
Sabung Ayam

Semula si kakek menolak, namun karena terus didesak oleh Raja Riak Bakau akhirnya ia pun
menerima tantangan Raja. Akhirnya disepakati bahwa pertandingan sabung ayam akan
dilaksanakan di depan istana tiga hari kemudian.

Kabar mengenai pertandingan sabung ayam Raja Riak Bakau tersebar hingga ke seluruh
pelosok negeri. Di hari yang telah ditentukan, pertandingan sabung ayam segera dimulai
dengan disaksikan seluruh rakyat Negeri Keramat Riak. Si kakek tua membawa seekor ayam
aduan bertubuh kurus, sedangkan ayam aduan milik Raja Riak Bakau bertubuh besar. Melihat
ayam aduan si kakek tua, Raja Riak Bakau merasa yakin akan memenangkan pertandingan
dengan mudah.
Begitu gong dibunyikan sebagai tanda pertandingan sabung ayam dimulai, Raja Riak Bakau dan
si kakek tua segera melepaskan ayam aduan milik mereka masing-masing di arena
pertarungan. Kedua ayam aduan langsung berhadap-hadapan untuk bertarung. Ayam aduan
Raja Riak Bakau langsung menyerang secara bertubi-tubi sehingga ayam aduan si kakek harus
melompat ke sana-kemari menghindari serangan. Ayam si kakek tua sesekali jatuh terkena
tendangan kaki ayam aduan Raja Riak Bakau. Namun, setelah beberapa lama adu ayam
berlangsung, ayam aduan Raja Riak Bakau mulai kelelahan. Justru kini ayam aduan kakek tua
yang menyerang secara ganas. Hanya sekali tendang, ayam aduan Raja Riak Bakau langsung
jatuh. Ayam aduan Raja Riak Bakau akhirnya tak bisa melanjutkan pertarungan.

Walaupun ayam aduannya kalah, Raja Riak Bakau masih belum bisa menerima kekalahannya.
Raja tentu saja tak ingin kehilangan seluruh kekuasaannya. Kemudian ia menantang lagi kakek
tua untuk bertarung. Tapi si kakek kembali menolak tantangan raja.

“Mohon ampun Baginda Raja. Hamba tidak ingin bertarung karena tak ada manfaatnya.
Bagaimana kalau hasil pertandingan tadi kita anggap impas. Hamba tak akan menuntut apapun
dari Baginda, tapi izinkanlah hamba pergi membawa jala rantai emas milik hamba ini.” jawab
si kakek hati-hati.

Raja Riak Bakau akhirnya mengambulkan permintaan kakek tua. Sebelum pergi, kakek tua
mampir terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat di pendopo istana, sementara jala emas
miliknya ia diletakkan di depan pendopo. Ternyata diam-diam Raja Riak Bakau bersama
pengawalnya membuntuti si kakek. Raja nampaknya masih berminat untuk memiliki jala rantai
emas. Ketika melihat kakek tua tengah khusyuk shalat, Raja Riak Bakau segera menghunus keris
yang terselip di pinggangnya lalu menusuk tubuh si kakek dari belakang. Tapi sungguh ajaib,
walau terluka parah, si kakek masih dapat menyelesaikan shalatnya.

Usai mengucapkan salam, kakek misterius kemudian mengambil lidi. Lidi tersebut ia tancapkan
di empat sudut pendopo istana. Si kakek tua kemudian pergi meninggalkan negeri Keramat
Riak dalam kondisi terluka parah. Setelah si kakek pergi, beberapa prajurit berusaha mencabut
lidi itu, namun tak seorang pun berhasil. Akhirnya, terpaksa Raja Riak Bakau sendiri yang
mencabutnya. Begitu lidi-lidi tersebut tercabut, air menyembur keluar dengan derasnya. Makin
lama semburan air semakin deras sehingga dalam waktu sekejap air menggenangi seluruh
negeri Keramat Riak. Seluruh rakyat Keramat Riak berhamburan berusaha menyelamatkan diri.
Ada yang berlari ke gunung, sedangkan Raja Riak Bakau beserta pengikutnya berusaha
memanjat pohon tinggi agar tidak terkena luapan air yang sudah hampir menenggelamkan
seluruh negeri Keramat Riak.

Raja Riak Bakau beserta pengikutnya yang memanjat ke atas pohon berhasil selamat dari
banjir. Akan tetapi, Tuhan murka kepada perbuatan keji mereka. Tiba-tiba saja langit menjadi
gelap. Beberapa saat kemudian, hujan deras turun disertai angin kencang. Raja Riak Bakau yang
berada di atas pohon beserta pengikutnya terombang-ambing diterpa angin kencang. Pada
saat itulah terdengar suara misterius menggema dari balik awan.
“Wahai kalian, Raja Riak Bakau yang kejam! Wahai kalian seluruh rakyat kerajaan Keramat Riak!
Tetaplah kalian seperti itu, bergelantungan seperti kera” begitulah kata-kata dari suara
misterius.

Setelah suara misterius hilang, tiba-tiba Raja Riak Bakau dan seluruh rakyatnya yang selamat
menjelma menjadi kera. Kemudian hujan deras menjadi reda. Cuaca kembali cerah. Air pun
mulai surut sehingga yang terlihat hanya kera-kera bergelantungan di atas pohon. Lama-
kelamaan negeri Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan rimba yang dihuni oleh kawanan
kera. Sementara, si kakek tua misterius telah menghilang entah ke mana.

Beberapa tahun kemudian, beberapa awak kapal dari Cina mendarat di hutan lebat Keramat
Riak. Konon, mereka adalah para pedagang yang pernah ditolong oleh si kakek tua misterius.
Mereka datang untuk memenuhi pesan sang kakek agar dibuatkan makam di Keramat Riak.
Mereka pun membuat sebuah makam megah di hutan Keramat Riak. Pada nisan makam
tertulis, Syekh Abdullatif, yang konon merupakan nama dari kakek misterius. Selanjutnya,
masyarakat menyebut makam Syekh Abdullatif dengan nama makam Keramat Riak.

Anda mungkin juga menyukai