Anda di halaman 1dari 4

Keramat Siak

Alkisah dahulu kala, di suatu siang terik, nampak seorang kakek tuaberjalan tertatih sambil
menggendong sebuah jala melewati pendopo istana kerajaan Keramat Riak. Si kakek tampak
begitu lelah.

Rupanya, ia baru saja pulang dari sungai mencari ikan. Ia memutuskan untuk duduk
beristirahat di depan pendopo istana yang selalu dijaga ketat oleh dua orang prajurit
kerajaan. Jala milik Si kakek yang memakai pemberat dari rantai emas diletakkannya
di tanah.

Rantai jala itu nampak berkilau diterpa sinar matahari sehingga menarik perhatian kedua
prajurit penjaga pendopo istana.

“Kakek baru pulang mencari ikan ya? Jala milik Kakek bagus sekali, terlihat berkilau dari
kejauhan.” tanya seorang prajurit.

“Iya, Tuan! Ini jala warisan orang tua Kakek. Setiap hari Kakek menggunakannya untuk
mencari ikan. Oh ya, bolehkah Kakek menumpang shalat dhuhur di pendopo istana?” kata si
kakek

“Oh ya boleh… boleh… Silahkan Kakek shalat di pendopo” jawab kedua prajurit.

Si kakek tua kemudian memasuki pendopo istana untuk melaksanakan shalat dhuhur.

Sementara jala miliknya dibiarkan tergeletak di luar pendopo istana.

Saat kakek tengah shalat, kedua prajurit penjaga merasa penasaran dengan jala si
kakek. Keduanya melihat jala tersebut dengan seksama, ternyata dugaan mereka berdua benar
bahwa rantai jala itu terbuat dari emas.

Namun, betapa terkejutnya mereka saat hendak mengangkat jala itu yang ternyata sangat
berat dan seolah-olah menempel di tanah.

“Bukan main, rantai jala ini berat sekali?” ujar salah seorang prajurit.

Kemudian kedua prajurit tersebut bersama-sama berusaha mengangkat jala milik si


kakek. Namun jala itu tidak bergeser sedikit pun. Melihat keanehan itu, salah seorang dari
prajurit tersebut segera bergegas memasuki istana untuk melaporkan kejadian aneh tersebut
kepada Raja Riak Bakau.

Mendengar laporan si prajurit, segera saja Raja Riak Bakau diiringi beberapa pengawalnya
menemui kakek tua pemilik jala.

Raja Riak Bakau Meminta Jala Emas

“Apa benar Kakek adalah pemilik jala emas?” tanya Raja Riak Bakau pada si Kakek.
“Ampun, Baginda. Benar Hamba adalah pemilik jala emas itu. Terimakasih telah
mengizinkan Hamba melaksanakan shalat dhuhur di pendopo istana. Sekarang mohon
izinkanlah hamba pergi.” pinta kakek.

“Jangan pergi dulu, Kek! Aku ada perlu dengan Kakek. Hai, Kakek budiman. Bolehkah aku
memiliki jala rantai emasmu milikmu?” kata Raja Riak Bakau.

“Maafkan hamba Baginda. Bukannya hamba bermaksud mengecewakan hati Baginda.


Hamba belum bisa memenuhi permintaan Baginda. Jala ini satu-satunya harta milik hamba”
jawab kakek.

Mendengar jawaban kakek, Raja Riak Bakau merasa sangat marah karena baru kali ini ada
orang berani menolak permintaannya.

“Hai, Kakek! Engkau pasti tahu, Aku adalah penguasa di negeri ini. Siapa pun yang
menginjak tanah negeri ini harus tunduk padaku.” jawab Raja Riak Bakau gusar.

Si Kakek tidak takut terhadap ancaman Raja.

Ia tetap tak mau memberikan jala emasnya kepada Raja Riak Bakau.

Tentu saja sikap si kakek membuat Raja Riak Bakau bertambah marah.

“Hai, Kakek! Serahkan jalamu milikmu sekarang juga atau aku sendiri yang akan
mengambilnya!” teriak Raja Riak Bakau.

“Silakan saja, jika Baginda sanggup mengangkatnya” kata kakek.

Raja Riak Bakau naik pitam merasa diremehkan oleh kakek.

Ia kemudian segera mengangkat jala rantai emas dengan segenap kekuatannya.

Namun anehnya, jala itu tidak bergerak sedikit pun.

Meskipun ia telah memerintahkan beberapa prajuritnya untuk membantu mengangkatnya,


namun tetap saja jala emas tak bisa diangkat.

Kendati demikian, Raja Riak Bakau tidak kehabisan akal.

“Baiklah, Kek! Aku mengakui jala emas milikmu sulit diangkat. Bagaimana kalau kita
mengadu ayamsaja. Jika ayam aduanku kalah, kakek boleh memiliki semua harta serta
kekuasaanku. Tapi, jika ayam aduan kakek kalah, jala rantai emas milikmu harus menjadi
milikku” tantang Raja Riak Bakau.
Sabung Ayam

Semula si kakek menolak, namun karena terus didesak oleh Raja Riak Bakau akhirnya ia pun
menerima tantangan Raja.

Akhirnya disepakati bahwa pertandingan sabung ayam akan dilaksanakan di depan istana tiga
hari kemudian.
Kabar mengenai pertandingan sabung ayam Raja Riak Bakau tersebar hingga ke seluruh
pelosok negeri.

Di hari yang telah ditentukan, pertandingan sabung ayam segera dimulai dengan disaksikan
seluruh rakyat Negeri Keramat Riak.

Si kakek tua membawa seekor ayam aduan bertubuh kurus, sedangkan ayam aduan milik
Raja Riak Bakau bertubuh besar.

Melihat ayam aduan si kakek tua, Raja Riak Bakau merasa yakin akan memenangkan
pertandingan dengan mudah.

Begitu gong dibunyikan sebagai tanda pertandingan sabung ayam dimulai, Raja Riak Bakau
dan si kakek tua segera melepaskan ayam aduan milik mereka masing-masing di arena
pertarungan.

Kedua ayam aduan langsung berhadap-hadapan untuk bertarung. Ayam aduan Raja Riak
Bakau langsung menyerang secara bertubi-tubi sehingga ayam aduan si kakek harus
melompat ke sana-kemari menghindari serangan. Ayam si kakek tua sesekali jatuh terkena
tendangan kaki ayam aduan Raja Riak Bakau. Namun, setelah beberapa lama adu ayam
berlangsung, ayam aduan Raja Riak Bakau mulai kelelahan. Justru kini ayam aduan kakek
tua yang menyerang secara ganas. Hanya sekali tendang, ayam aduan Raja Riak Bakau
langsung jatuh.

Ayam aduan Raja Riak Bakau akhirnya tak bisa melanjutkan pertarungan. Walaupun ayam
aduannya kalah, Raja Riak Bakau masih belum bisa menerima kekalahannya. Raja tentu saja
tak ingin kehilangan seluruh kekuasaannya. Kemudian ia menantang lagi kakek tua untuk
bertarung. Tapi si kakek kembali menolak tantangan raja.

“Mohon ampun Baginda Raja. Hamba tidak ingin bertarung karena tak ada manfaatnya.
Bagaimana kalau hasil pertandingan tadi kita anggap impas. Hamba tak akan menuntut
apapun dari Baginda, tapi izinkanlah hamba pergi membawa jala rantai emas milik hamba
ini.” jawab si kakek hati-hati.

Raja Riak Bakau akhirnya mengambulkan permintaan kakek tua. Sebelum pergi, kakek tua
mampir terlebih dahulu untuk melaksanakan shalat di pendopo istana, sementara jala emas
miliknya ia diletakkan di depan pendopo. Ternyata diam-diam Raja Riak Bakau bersama
pengawalnya membuntuti si kakek. Raja nampaknya masih berminat untuk memiliki jala
rantai emas.

Ketika melihat kakek tua tengah khusyuk shalat, Raja Riak Bakau segera menghunus keris
yang terselip di pinggangnya lalu menusuk tubuh si kakek dari belakang. Tapi sungguh ajaib,
walau terluka parah, si kakek masih dapat menyelesaikan shalatnya.

Raja Menjadi Kera

Usai mengucapkan salam, kakek misterius kemudian mengambil lidi. Lidi tersebut ia
tancapkan di empat sudut pendopo istana. Si kakek tua kemudian pergi meninggalkan negeri
Keramat Riak dalam kondisi terluka parah. Setelah si kakek pergi, beberapa prajurit berusaha
mencabut lidi itu, namun tak seorang pun berhasil.
Akhirnya, terpaksa Raja Riak Bakau sendiri yang mencabutnya. Begitu lidi-lidi tersebut
tercabut, airmenyembur keluar dengan derasnya. Makin lama semburan air semakin deras
sehingga dalam waktu sekejap air menggenangi seluruh negeri Keramat Riak.

Seluruh rakyat Keramat Riak berhamburan berusaha menyelamatkan diri. Ada yang berlari
ke gunung, sedangkan Raja Riak Bakau beserta pengikutnya berusaha memanjat pohon tinggi
agar tidak terkena luapan air yang sudah hampir menenggelamkan seluruh negeri Keramat
Riak.

Raja Riak Bakau beserta pengikutnya yang memanjat ke atas pohon berhasil selamat
dari banjir. Akan tetapi, Tuhan murka kepada perbuatan keji mereka.

Tiba-tiba saja langit menjadi gelap. Beberapa saat kemudian, hujan deras turun disertai angin
kencang. Raja Riak Bakau yang berada di atas pohon beserta pengikutnya terombang-ambing
diterpa angin kencang.

Pada saat itulah terdengar suara misterius menggema dari balik awan.

“Wahai kalian, Raja Riak Bakau yang kejam! Wahai kalian seluruh rakyat kerajaan Keramat
Riak! Tetaplah kalian seperti itu, bergelantungan seperti kera” begitulah kata-kata dari suara
misterius.

Setelah suara misterius hilang, tiba-tiba Raja Riak Bakau dan seluruh rakyatnya yang selamat
menjelma menjadi kera.

Kemudian hujan deras menjadi reda. Cuaca kembali cerah. Air pun mulai surut sehingga
yang terlihat hanya kera-kera bergelantungan di atas pohon.

Lama-kelamaan negeri Keramat Riak berubah menjadi sebuah hutan rimba yang dihuni oleh
kawanan kera. Sementara, si kakek tua misterius telah menghilang entah ke mana.

Makam Keramat Riak

Beberapa tahun kemudian, beberapa awak kapaldari Cina mendarat di hutan lebat Keramat
Riak. Konon, mereka adalah para pedagang yang pernah ditolong oleh si kakek tua misterius.

Mereka datang untuk memenuhi pesan sang kakek agar dibuatkan makam di Keramat
Riak. Mereka pun membuat sebuah makam megah di hutan Keramat Riak.

Pada nisan makam tertulis, Syekh Abdullatif, yang konon merupakan nama dari kakek
misterius. Selanjutnya, masyarakat menyebut makam Syekh Abdullatif dengan nama makam
Keramat Riak.

Anda mungkin juga menyukai