Anda di halaman 1dari 2

LEGENDA AJI SAKA

Diceritakan kerajaan Medang Kamolan diperintah oleh seorang raja yang bernama Prabu
Dewata Cengkar, yang mempunyai kebiasaan dan kegemaran memakan daging manusia. Banyak
sekali rakyatnya yang menjadi korban. Suatu hari raja memerintahkan prajuritnya untuk
menjemput salah satu juru masak istana yang bernama Rara Cangik untuk dijadikan
santapannya. Tetapi Rara Cangik berhasil diselamatkan oleh seorang pengembara yang bernama
Aji Saka, dan Aji Saka lah yang menjadi penggantinya. Maka Aji Saka dibawa menghadap Prabu
Dewata Cengkar. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Awal kisah kita lihat di TKP!

Prajurit : “ (berlutut memberi hormat). Paduka Raja hamba kemari bersama Aji
Saka”

Raja : “ Hai Aji Saka ! Apa maksud kedatanganmu ke sini?”

Aji Saka : “ Ampun yang Mulia, maksud kedatangan hamba kesini, untuk menyerahkan
diri hamba untuk menjadi santapan baginda Yang Mulia. Tetapi sebelum hamba
Paduka santap, hamba punya satu permintaan.”

Raja : “ Apa permintaanmu, pasti akan aku kabulkan.”

Aji Saka : “ Hamba hanya ingin meminta tanah selebar sorban yang ada di kepala hamba
ini, dan hanya Yang Mulia yang mengukurnya.”

Raja : “ Ha…ha…ha…ha….hanya itu permintaanmu? Dasar anak bodoh. Bisa untuk


apa tanah selebar sorban? Ha…ha…ha…ha…Baiklah aku penuhi
permintaanmu, aku sudah tidak sabar untuk menyantap dagingmu yang empuk
itu. Ayo segera kita ukur!!!“

Aji Saka : “ Baiklah. Mohon Paduka pegang ujung sorban hamba ini.”

Raja segera membuka sorban Aji Saka. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata sorban itu tidak pernah
sampai pada ujungnya, rajapun mulai panik dan kebingungan. Dalam keadaan panik dan
kebingungan itu, tanpa disadari raja sudah berada di pinggir tebing tepat di pinggir laut.

Raja : “ Ampun Aji Saka! Tolong aku. Aku menyerah. Akan ku serahkan kerajaan
Medang Kamolan ini padamu. Tapi tolong selamatkan aku.”

Aji Saka : “ Ini hukuman untuk raja yang kejam sepertimu, rasakan pembalasanku “

Aji Saka lalu menarik sorban tersebut, maka jatuhlah Prabu Dewata Cengkar kelaut selatan. Pada
saat itu terjadi keajaiban. Prabu Dewata Cengkar berubah menjadi buaya putih.

Raja : “ A….aaa…aaaaa….! Awas kamu Aji Saka! Aku akan membalasmu! Siapapun
rakyatmu yang kelaut ini, akan menjadi mangsaku. Haarrrkk…hark…har…

Demikian lah kisah Aji Saka dan Prabu Dewata Cengkar dalam legenda Bledug Kuwu. Mudah –
mudahan dapat kita ambil hikmahnya dan kita ambil pembelajaran dari kisah ini.
Aji Saka Part II (Asal usul Bledug Kuwu)
29 September 2011 02:08 Diperbarui: 26 Juni 2015 01:31 4844 0 0

Setelah Prabu Dewata Cengkar berubah menjadi bajul putih (buaya putih) di laut kidul,
maka Aji Saka lah yang kini memegang kendali kerajaan Medhangkamulan. Sebagai seorang
raja, Aji Saka terkenal karena sangat arif, dan bijaksana, serta membela kepentingan rakyatnya.
Setiap ada kesempatan, Aji Saka selalu meninjau langsung kehidupan rakyatnya. Hingga suatu
hari tatkala dia berjalan di sebuah desa yang tentram, Aji Saka melihat segerombolan gadis yang
sedang menumbuk padi dengan menggunakan lesung dan alu. Di antara gerombolan gadis-gadis
itu, ada seorang gadis yang sangat cantik rupawan, dan memiliki senyum menawan. Hal itu
membuat kalbu Aji Saka bergetar. [caption id="attachment_132865" align="aligncenter"
width="400" caption="Ilustrasi gambar dari google"][/caption] Saat sedang menumbuk padi itu,
tiba-tiba kain jarik yang dipakai sang gadis tersingkap, sehingga nampaklah betis gadis ayu
tersebut. Dan melihat pemandangan tersebut, Aji Saka menjadi sangat bernafsu, sehingga (maaf
beribu-ribu maaf) meneteslah sepermanya di tanah dan dipatuk oleh seekor ayam jago. Untuk
tetap menjaga wibawa, Aji Saka segera kembali ke kerajaan Medhangkamulan. Dan dikisahkan,
ayam jago tersebut bertelor dan oleh pemilik ayam (seorang janda tua) telor tersebut dieramkan
di lumbung padinya. Setelah beberapa waktu, tiba-tiba desa tersebut menjadi gempar karena telor
tersebut menetas, tapi bukan anak ayam melainkan seekor ular yang besar. Di sepanjang badan
ular tersebut bertuliskan "putrane Aji Saka" dengan huruf Jawa. Dan anehnya lagi ular tersebut
bisa berbicara layaknya manusia. [caption id="attachment_132866" align="aligncenter"
width="240" caption="Ilustrasi gambar dari google"][/caption] Karena selalu mencari ayahnya,
maka oleh janda tua tersebut si ular diantar ke kerajaan. Bagi Aji Saka sendiri ini benar-benar
mengejutkan. Namun sebagai seorang raja yang arif, Aji Saka mau mengakui sang ular puteranya
dengan syarat jika sang ular bisa membunuh bajul putih (buaya putih) di laut kidul. Untuk
menghindari kehebohan masyarakat, maka sang ular diharuskan lewat dalam bumi (dalam tanah)
selama berangkat dan pulang dari laut kidul. Sang ularpun menyanggupi dan segera berangkat ke
laut kidul. Perkelahian hebat terjadi antara sang ular dengan bajul putih. Dan dimenangkan oleh
sang ular. Saat pulang dari laut kidul menuju Medhangkamulan, sang ular bingung. Ketika dia
melongokkan kepala, ternyata baru sampai di Kuwu (wilayah di Kab. Grobogan Jateng). "Besuk
rejane jaman, di daerah ini akan terdapat sumber garam, yang bisa dijadikan untuk mata
pencaharian warga di sekitar sini" ujar sang ular. [caption id="attachment_132868"
align="aligncenter" width="448" caption="bledug Kuwu (diambil dari google)"][/caption] Sang
ular pun kembali melanjutkan perjalananya. Dan untuk yang kedua kali sang ular melongokkan
kepala di Jono (masih di wilayah Kab. Grobogan Jateng), dan yang ke tiga di Crewek ( Wilayah
Kab. Grobogan). Sampai ketiga kalinya belum tepat, snag ular menangis dan meneteslah air
matanya. Hingga sekarang di kedua tempat tersebut juga bisa menghasilkan garam, namun untuk
wilayah Crewek garamnya terlihat kemerahan (hal ini diyakini karena air mata sang ular).
Akhirnya tibalah sang ular di kerajaan Medhangkamulan, dan dengan besar hati, Aji Saka
mengakui ular tersebut puteranya dan diberi nama Jaka Linglung. Sejak saat itu Jaka Linglung
pun tinggal bersama ayahnya di kerajaan Medhangkamulan. Jadi menurut dongeng almarhum
Bapak saya, bledug Kuwu (di mana daerah tersebut jauh dari laut), namun airnya mengandung
garam karena ada aliran bekas jalannya Jaka Linglung dari laut kidul. Percaya atau tidak, ini
hanya sebuah Dongeng ( yang dalam bahasa Jawa Dongeng = dipaidho kengeng = bisa
disangkal)

Anda mungkin juga menyukai