Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, presentasi kasus-kasus penyakit yang berdampak pada


gangguan saluran pencernaan mulai mengalami peningkatan. Kecukupan
nutrisi tubuh berpengaruh besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat
berkaitan erat dengan fungsi kerja saluran pencernaan.

Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu


memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan
penyerapan nutrisi.

Kerugian utama adanya gangguan pada organ dan saluran pencernaan


tentunya berupa terganggunya penyerapan nutrisi. Gangguan pencernaan
akibat kesalahan makanan misalnya akan menyebabkan saluran pencernaan
tidak dapat bekerja dengan baik. Hal lain berakibat pada terjadinya immuno
suppresif.

Saluran pencernaan pada hewan terdiri atas organ-organ yang meliputi


mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum,
dan anus. Namun, sistem pencernaan juga melibatkan organ-organ yang
berada diluar saluran pencernaan, seperti hati, kantung empedu, dan pankreas.
Penyebab terjadinya gangguan atau kelainan pada sistem pencernaan makanan
dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti pola makan yang salah, kurang
mengonsumsi sayuran, gaya hidup yang tidak sehat,dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pencernaan (Ulkus Peptikum, Gastroenteritis, dan Thypus Abdominalis)?

1
C. Tujuan penulisan

Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana


Asuhan Keperawatan pada Klien dengan gangguan sitem pencernaan (Ulkus
Peptikum, Gastroenteritis, dan Thypus Abdominalis.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Ulkus peptikum
1. Pengertian
Ulkus peptikum merupakan ulkus kronik yang secara khas dan
timbul karna pajanan sekresi lambung yang asam. Ulkus peptikum adalah
erosi mukosa gastro intestinal yang disebabkan oleh terlalu banyaknya asam
hidroklorida dan pepsin. Meskipun ulkus dapat terjadi pada osofagus, lokasi
paling umum adalah duodenum dan lambung.
2. Etiologi
Ideopatik Pylori, Peningkatan asam hidrochlorida dan pepsin, stress
atau marah, penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid (NSAID),
Minum alkohol dan merokok berlebihan.
3. Manifestasi Klinis
Nyeri Pirosis (Nyeri Uluhati), Muntah, Konstipasi dan Perdarahan
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan atas Endoskopi dengan barium terhadap saluran
Feces; Pemeriksaan biopsy sekretori lambung dan histology
5. Komplikasi
a. Hemoragi Perforasi
b. Obstruksi pilorik
6. Patofisiologi
Penyebab ulkus peptikum duodenum dan gaster saat ini diperberat
oleh H.pylori. Selain H.pylori, dua mekanisme berbeda pada terjadinya
ulkus peptikum di lambung dan duodenum telah diusulkan. Di lambung,
diperkirakan terjadi kerusakan perlindungan lapisan epitel secara normal
dan menyebabkan ulkus gaster. Pada situasi normal, aliran asam
hidroklorida dari lumen lambung dicegah oleh adanya hubungan yang
sangat erat dan non permeable antara sel-sel epitel dan lapisan alkali mucus
yang menyelimuti permukaan epitel lambung.

3
Patofisiologi Pada pembentukan ulkus peptikum gaster, barrier
difusi ini dapat dirusak oleh adanya cedera kronis oleh aspirin, NSAID,
kortison, hormone adrenokortikosteroid (ACTH), kafein, fenilbutazon
(butazolidin), alcohol dan agen kemoterapi. Zat-zat ini dapat merangsang
produksi asam, menyebabkam kerusakan mukosa local dan atau menekan
sekresi mucus. Zat-zat ini melepas lapisan permukaan mucus dan
menyebabkan degenerasi membrane sel epitel, dan terjadi difusi massif
asam kembali ke epitel dinding lambung. Factor pertama terjadinya ulkus
peptikum adalah kelebihan sekresi asam. Aktifitas saraf vagus meningkat
pada individu dengan ulkus duodenum, terutama selama status puasa dan
pada malam hari.
7. Penatalaksanaan Medikal
Tujuan utamanya adalah lambung. Ini dapat meliputi : mengistirahatkan
Penetralan atau buffering asam hidroklorida Menghambat sekresi asam
Penurunan aktivitas pepsin dan asam hidroklorida Membasmi H.Pylori dari
saluran gastrointestinal Obat yang diresepkan pada klien dengan ulkus
peptikum untuk 4 alasan utama:
a. Untuk menghilangkan bakteri H.Pylori dari saluran gastrointestinal
(antibiotika)
b. Untuk menurunkan sekresi (obat hiposekresi antagonis reseptor H2,
analog prostaglandin, antikolonergik, inhibitor pompa proton,
antasida).
c. Untuk menetralisasi asam (antasida)
d. Untuk melindungi barrier mukosa (sukralfat)
8. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan untuk menurunkan keasaman lambung adalah:
Mengangkat saraf yang merangsang sel yang mensekresi asam Mengangkat
bagian lambung yang mensekresi asam Tindakan tersebut meliputi:
Vasotomi Vagotomi dengan piroloplasti Gastroenterostomi Antrektomi
Gatrektomi sub total Gastrektomi total.

4
9. Penatalaksanaan Keperawatan
Penurunan Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam
mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau melelahkan. Penghentian
Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan
sekresi bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum.
B. Gastroenteritis
1. Pengertian
Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung, usus
besar, dan usus halus disebabkan oleh infeksi makanan yang mengandung
bakteri atau virus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih
banyak dengan konsistensi encer dan kadang-kadang disertai dengan
muntah-muntah. Dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan
parasit yang patogen.
Gastroenteritis dapat menyerang segala usia, karena ia disebabkan
oleh mikroorganisme yang merupakan bagian dari flora yang menghuni
tempat di seluruh permukaan bumi.
2. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi Virus Retavirus
a) Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau
disertai dengan muntah.
b) Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
c) Dapat ditemukan demam atau muntah.
d) Di dapatkan penurunan HCC.
2) Enterovirus
Biasanya timbul pada musim panas.
3) Adenovirus
a) Timbul sepanjang tahun.
b) Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan / pernafasan.
4) Norwalk
a) Epidemik

5
b) Dapat sembuh sendiri ( dalam 24 - 48 jam ).
b. Bakteri
1) Stigella
a) Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September.
b) Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
c) Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
d) Muntah yang tidak menonjol
e) Sel polos dalam feses
f) Sel batang dalam darah
2) Salmonella
a) Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
b) Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
c) Mungkin ada peningkatan temperatur
d) Muntah tidak menonjol
e) Sel polos dalam feses
f) Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
g) Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
3) Escherichia coli
a) Baik yang menembus mukosa ( feses berdarah ) atau yang
menghasilkan entenoksin.
b) Pasien ( biasanya bayi ) dapat terlihat sangat sakit.
4) Campylobacter
a) Sifatnya invasis ( feses yang berdarah dan bercampur mukus )
pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi
klinik yang lain.
b) Kram abdomen yang hebat.
c) Muntah / dehidrasi jarang terjadi
5) Yersinia Enterecolitica
a) Feses mukosa
b) Sering didapatkan sel polos pada feses.
c) Mungkin ada nyeri abdomen yang berat

6
d) Diare selama 1-2 minggu.
e) Sering menyerupai apendicitis.

c. Faktor Non Infeksiosus

1) Malabsorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa,maltosa,


dan sukrosa ), non sakarida ( intoleransi glukosa, fruktusa, dan
galaktosa ). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
ialah intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
c) Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.

2) Faktor makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk


alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive
enteropathy/CMPSE).

3) Faktor Psikologis : Rasa takut,cemas.

3. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus ( Rotravirus,


Adenovirus enteris, Virus Norwalk ), Bakteri atau toksin ( Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia, dan lainnya ), parasit ( Biardia
Lambia, Cryptosporidium ).

Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-


sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis biasa melalui fekal - oral dari satu penderita ke

7
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic


(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit ( Dehidrasi ) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan HipokalemiaN ), gangguan gizi ( intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah.

Normalnya makanan atau feses bergerak sepanjang usus karena


gerakan-gerakan peristaltik dan segmentasi usus. Namun akibat terjadi
infeksi oleh bakteri, maka pada saluran pencernaan akan timbul mur-mur
usus yang berlebihan dan kadang menimbulkan rasa penuh pada perut
sehingga penderita selalu ingin BAB dan berak penderita encer.
Dehidrasi merupakan komplikasi yang sering terjadi jika cairan yang
dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang masuk, cairan yang keluar
disertai elektrolit.

Mula-mula mikroorganisme Salmonella, Escherichia Coli, Vibrio


Disentri dan Entero Virus masuk ke dalam usus, disana berkembang biak
toxin, kemudian terjadi peningkatan peristaltik usus, usus kehilangan cairan
dan elektrolit kemudian terjadi dehidrasi.

4. Tanda dan Gejala

a. Kuman Salmonella

8
Suhu badan naik, konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak,
kadang-kadang mengandung lendir dan darah, stadium prodomal
berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit kepala, nyeri dan perut
kembung.

b. Kuman Escherichia Coli

Lemah, berat badan sukar naik, pada bayi mulas yang menetap.

c. Kuman Vibrio

Konsistensi encer dan tanpa diketahui mules dalam waktu singkat


terjadi, akan berubah menjadi cairan putih keruh tidak berbau busuk amis,
yang bila diare akan berubah menjadi campuran-campuran putih, mual dan
kejang pada otot kaki.

d. Kuman Disentri

Sakit perut, muntah, sakit kepala, BAB berlendir dan berwarna


kemerahan, suhu badan bervariasi, nadi cepat.

e. Kuman Virus

Tidak suka makan, BAB berupa cair, jarang didapat darah,


berlangsung selama 2-3 hari.

f. Gastroteritis Choleform

Gejala utamanya diare dan muntah, diare yang terjadi tanpa mulas
dan tidak mual, bentuk feses seperti air cucian beras dan sering
mengakibatkan dehidrasi.

g. Gastroenteritis Desentrium

Gejala yang timbul adalah toksik diare, kotoran mengandung darah


dan lendir yang disebut sindroma desentri, jarang mengakibatkan dehidrasi

9
dan tanda yang sangat jelas timbul 4 hari sekali yaitu febris, perut
kembung, anoreksia, mual dan muntah.

5. Manifestasi Klinis

a. Nyeri perut ( abdominal discomfort )


b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba ).
i. Diare.
j. Demam.
k. Membran mukosa mulut dan bibir kering
l. Lemah
m. Diare.
n. Fontanel Cekung

6. Komplikasi.

a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

7. Tingkat Derajat Dehidrasi

Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan


sebagai berikut :

10
a. Dehidrasi ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran


klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh
pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung, minum normal,
kencing normal.

b. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran


klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat
dan dalam. gelisah, sangat haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan
mata cekung, kencing sedikit dan minum normal.

c. Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran


klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran
menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis, denyut
jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat,
pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata
cekung sekali, dan tidak mau minum.

Atau yang dikatakan dehidrasi bila:

1) Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata


25ml/kgBB.
2) Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata
75ml/kgBB.
3) Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata
125ml/kgBB.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Tinja

11
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
3) Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

b. Pemeriksaan Darah

1) pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium,


Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan keseimbangan
asama basa.
2) Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

c. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan


kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

9. Penatalaksanaan Medis.

a. Pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang.

b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita


dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan

c. Monitor dan koreksi input dan output elektrolit.

d. Obat-obatan : Berikan antibiotik : Koreksi asidosis metabolik.

C. Typus Abdominalis

1. Pengertian

Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam,


sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.

12
2. Etiologi

Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh


demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan
paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida),
Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella
yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
c. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)

3. Patologi

Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system


retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus,
limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang
bagian lain ussu halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan
plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti
infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon
sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya
dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasanya
ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar
limf mesentrial penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati
menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal.

13
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu
terinfeksi, dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah sembuh, empedu
penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi
pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan
kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian
menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan
gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat
(bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami
thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma,
m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada
penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot
bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu
dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah
tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering
didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup darah.
Ifeksi disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia
disertai dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel
mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk
ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutamahati dan limfe.
Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam hati dan limfe sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan. Kamudian

14
bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke
seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus
menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri, tukak
tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

4. Patofisiologi

Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan


dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai
retikuloendoteal pada hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut
membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendoteal melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid
usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di
atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan
perforasi usus.

5. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang


mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial,
umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut.
Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus
dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu.
Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu.

15
Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin
tinggi dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk
kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa
tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga sering
ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat
pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah
kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu)
dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran
cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain
alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat
endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa
bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu
badan menurun dan keadaan umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam
hilang. Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin
terjadi dua atau tiga kali.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:


a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
remiten dan suhu tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua

16
pasien terus berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normalkembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (rageden) lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
c. Gangguan kesadaran umum
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada
dalam kondisi apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan
epistaksis (mimisan) pada anak besar.

6. Komplikasi

Dapat terjadi pada:


Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:
a. Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak
disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara
hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.

17
c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
d. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis maningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi
karena infeksi sekunder yaitu : bronkopneumonia.

7. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,


aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3) Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.

18
d. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
1) Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan),
penggunaan klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu
4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
2) Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.

3) Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg


sulfametoksazol-80 mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu
pula.
4) Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam
dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
a) Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
b) Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
c) Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
d) Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
e) Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
f) Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau

19
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang
dipakai oleh pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu
diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun bebrapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral
yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan
menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun akan tetap berfungsi
dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik
maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan
septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid
yaitu untuk wanita hamil. Tidak semua antibiotik dapat diberikan.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin,
dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang
mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih
lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.

20
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil
(ampisin, amoksisilin), dan sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien
yang hipersensitif terhadap obat tersebut.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ULKUS PEPTIKUM

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a) Identitas Klien
Nama Usia Jenis kelamin Jenis pekerjaan Alamat
Suku/bangsa agama Tingkat pendidikan, dll. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu Klien mengatakan pernah
mengkonsumsi rokok, kopi dan alcohol dan klien juga merupakan
seseorang yang emosional.
b) Identitas penanggung jawab
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan pasien
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri ulu hati, seperti tertusuk nyeri
biasanya hilang dengan makan, pasien mengalami sensasi luka
bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-
kadang disertai sendawa umum terjadi bila lambung pasien
kosong, mual dan muntah, konstipasi, perdarahan pada buang air
besar, mengatakan badan terasa lemah dan letih, klien juga
mengatakan berat badan turun ( 20 % lebih di bawah BB ideal)
b) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan anggota keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum lemah, pucat Tanda vital tacikardi, pernafasan
cepat.

22
2. Wajah Klien tampak meringis, konjungtiva anemis Mulut
Mukosa bibir kering,
3. klien hanya menghabiskan 1/3 porsi yang disediakan, otot
menelan lemah Dada Inspeksi bentuk dada simetris kiri dan
kanan, pernafasan cepat. Palpasi nyeri tekan Perkusi bunyi
ketok sonor Auskultasi tidak ada suara nafas tambahan
Abdomen Inspeksi : simetris kiri dan memegang perut saat
nyeri Palpasi nyeri tekan abdomen Perkusi bunyi ketok
timpany Auskultasi bising usus kanan,
4. klien Integumen warna kulit pucat, turgor kulit jelek
Ekstremitas Takikardi, kekuatan otot lemah.
5. klien dibantu keluarga dalam beraktifitas
b. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan dengan barium terhadap atas dapat menunjukkan
saluran GI adanya ulkus Endoskopi GI mengidentifikasi perubahan
inflamasi, ulkus dan lesi.Feces dapat diambil positif terhadap darah
samar.Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan
histology melalui kultur.
c. Data Fokus
1. Data Subjektif
a) Klien mengatakan nyeri biasanya hilang dengan makan
b) Klien mengatakan nyeri uluhati, pasien mengalami sensasi
luka bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke
mulut
c) Klien mengatakan sendawa umum terjadi bila lambung
pasien kosong
d) Klien mengatakan mual dan muntah
e) Klien mengatakan konstipasi
f) Klien mengatakan perdarahan pada buang air besar
g) Klien mengatakan badan terasa lemah dan letih

23
h) Klien mengatakan berat badan turun (20% lebih di bawah
BB ideal)
2. Data Objektif
a) Klien tampak lemah
b) Klien tampak meringis Wajah klien pucat
c) Klien hanya menghabiskan 1/3 porsi yang disediakan
Bising usus Turgor kulit jelek Kekuatan otot lemah
Konjungtiva anemis Takikardi
d) Klien dibantu keluarga dalam beraktifitas Nyeri tekan pada
thorak Pernafasan cepat Nyeri tekan abdomen
e) Klien memegang perut saat nyeri Mukosa bibir kering Otot
menelan lemah Pemeriksaan dengan barium terhadap
saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus
Endoskopi GI mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus
dan lesi. Feces dapat diambil positif terhadap darah samar.
Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan
histology melalui kultur
B. ANALISA DATA
1) Data-Data Etiologi
DS Trauma :
a) Klien mengatakan nyeri biasanya hilang dengan refleks
makan
b) Klien sekunder mengatakan nyeri uluhati, pasien
mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut
DO :
a) Klien tampak meringis Wajah
b) klien pucat Nyeri tekan pada thorak Pernafasan cepat Nyeri
tekan abdomen
c) Klien memegang perut saat nyeri Masalah jaringan dan
Nyeri spasme otot terhadap gangguan visceral usus

24
2) Data-Data
DS :
a) Klien mengatakan badan lemah dan letih
b) Klien mengatakan berat badan turun (20% lebih di bawah
BB ideal)
DO :
a) Klien hanya menghabiskan 1/3 porsi yang disediakan
Bising usus Turgor kulit jelek -Mukosa bibir kering Otot
menelan lemah Etiologi Intake yang tidak adekuat Masalah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh dari
3) . Data-Data
DS :
a) Klien mengatakan badan terasa lemah dan letih
b) Klien mengatakan mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di
punggung .
DO :
a) Kekuatan otot lemah Klien dibantu keluarga dalam
beraktifitas Kekuatan otot lemah Konjungtiva anemis
Wajah klien pucat Etiologi Kelemahan otot Masalah
Intoleransi aktivitas
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder terhadap gangguan visceral usus. ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa NOC NIC
Diagnose NOC NIC Nyeri berhubungan dengan trauma
Kriteria hasil: jaringan dan reflex spasme otot Mengenali sekunder

25
a. penyebab terhadap gangguan visceral usus Definisi: sensori
menyenangkan dan yang tidak. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif manage termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, ment kualitas dan factor presipitasi
Menggunakan metode pengalaman factor Pain Aktifitas non
analgetik Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien emosional yang muncul secara
mengurangi nyeri actual atau potensial kerusakan Mengenali
gejala nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan jaringan
gejala nyeri kebisingan atau menggambarkan adanya kerusakan
ke serangan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Melaporkan nyeri Ajarkan tentang teknik non farmakologi
mendadak atau pelan intensitasnya yang Tingkatkan istirahat
dari ringan sampai berat yang dapat terkontrol Berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri sudah diantisipasi dengan
akhir yang Kriteria penilaian NOC: dapat diprediksi dan
dengan durasi.
b. Tidak kurang dari 6 bulan Analges Cek riwayat alergi sama
sekali ic Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, Jarang
dilakukan adminis Dilaporkan secara verbal atau
c. Kadang dilakukan tration non verbal
d. Sering dilakukan analgesic ketika pemberian lebih dari satu,
tentukan fakta dan observasi
e. Selalu dilakukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya
nyeri tingkah laku berhati-hati Batasan karakteristik dilakukan :
a) Frekuensi
b) Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dan Pilih
rute IV, IM untuk pengobatan nyeri - Berikan analgesic
tepat waktu terutama saat nyeri hebat
c)

26
2. Diagnosa NOC NIC
Diagnosa NOC NIC Ketidakseimbangan nutrisi kurang Nutritional
status: dari kebutuhan tubuh b/d intake food yang tidak adekuat intake
and Aktifitas fluid Nutrition Kaji adanya alergi makanan management
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Definisi: intake, nutrisi tidak cukup.
Kriteria hasil: Yakinkan diet yang dimakan mengandung untuk
keperluan metabolisme tubuh Adanya Batasan karakteristik
peningkatan berat Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori badan
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kolaborasi Dilaporkan
adanya intake tinggi serat sesuai makanan yang kurang dengan tujuan
Mudah Mampu menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
mengidentifikasi dibutuhkan pasien sesaat merasa setelah kenyang
mengunyah makanan Keengganan untuk makan ahli gizi kebutuhan
nutrisi Nutrition BB pasien dalam batas normal monitoring - monitor
adanya penurunan berat badan Tidak adanya nyeri monitor lingkungan
selama makan abdominal Adanya keinginan untuk makan, Nyeri
abdominal dengan atau tanpa patologi dengan monitor mual dan
muntah monitor kalori dan intake nutrisi Kriteria penilaian NOC:
a) Tidak dilakukan sama sekali
b) Jarang dilakukan
c) Kadang dilakukan
d) Sering dilakukan
e) Selalu dilakukan untuk
3. Diagnosa NOC NIC
Diagnosa NOC NIC Intoleransi aktifitas berhubungan Energy
dengan kelemahan otot conservation Definisi: ketidakcukupan energy
secara fisiologis maupunpsikologis untuk meneruskan menyelesaikan
aktifitas atau aktifitas nadi aktifitas dan pernafasan terhadap Mampu
melakukan aktifitas sehari-hari Respon abnormal dan tekanan darah
berpartisipasi monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat Monitor

27
akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebih tekanan darah,
nadi verbal kelemahan kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
peningkatan secara Observasi adanya pembatasan klien dalam
beraktifitas fisik tanpa disertai kelelahan adanya management Self
care: ADL dalam diminta Batasan karakteristik: Melaporkan Energy
Kriteria Hasil:
1. Aktifitas Activity therapy bantu klien untuk mengidentifikasi
aktifitas yang mampu dilakukan bantu untuk memilih aktifitas
konsisten yang Kriteria penilaian
NOC : sesuai psikologis Tidak dilakukan sama sekali dengan
kemampuan fisik dan Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
2. Jarang dilakukan aktifitas seperti kursi roda
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan dalam merencanakan program terapi
5. Selalu dilakukan tepat Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi
medic

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GASTROENTIRITIS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa
data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara
intervensi, observasi, psikal assessment.
Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama : Feces semakin cair,muntah,bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor

28
kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi
BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui
prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya,
mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
a. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari
4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia,
menyebabkan penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadran composmentis
sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah,
pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
1. Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut
dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.

29
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak
dehidrasi sehingga berat badan menurun.
d. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan doodenum intubation
yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi
BAB yang berlebihan.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi
abdomen.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
C. INTERVENSI
a. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
2. Mukosa mulut.
3. Bibir lembab.
4. Cairan seimbang.

Intervensi :

1. Observasi tanda-tanda vital.


2. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
3. Ukur infut dan output cairan ( balanc ccairan )

30
4. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum
yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan
pemeriksaan lab elektrolit.
6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah
sodium.
b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
1. Intake nutrisi klien meningkat.
2. Diet habis 1 porsi yang disediakan.
3. Mual dan muntah tidak ada.
Intervensi :
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
2. Timbang berat badan klien.
3. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
4. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen ( palpasi,perkusi,dan
auskultasi ).
5. Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi
BAB yang berlebihan.
Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
1. Integritas kulit kembali normal
2. Iritasi tidak ada
3. Tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
1. Ganti popok anak jika basah.
2. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol.

31
3. Beri salep seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
4. Observasi bokong dan perineum dari infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi
sesuai indikasi.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi
abdomen.
Tujuan : Nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. Nyeri dapat berkurang / hilang.
2. Ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji tingkat rasa nyeri.
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien.
4. Beri kompres hangat pada daerah abdomen.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi
analgetik sesuai indikasi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat.
Kriteria hasil :
1. Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien.
2. Ekspresi wajah tenang
3. Keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit
klien.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses
penyakit klien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui
penkes.

32
4. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum
dimengertinya.
5. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
D. IMPLEMENTASI
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
a. Mengobservasi tanda-tanda vital.
b. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi.
c. Mengukur infut dan output cairan ( balanc ccairan ).
d. Memberikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum
yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan
pemeriksaan lab elektrolit.
f. Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah
sodium.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah.
a. Mengkaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
b. Menimbang berat badan klien.
c. Mengkaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
d. Melakukan pemerikasaan fisik abdomen ( palpasi,perkusi,dan
auskultasi ).
e. Memberikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
f. Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB
yang berlebihan.
a. Mengganti popok anak jika basah.
b. Membersihkan bokong perlahan sabun non alcohol.
c. Memberi salep seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
d. Mengobservasi bokong dan perineum dari infeksi.

33
e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi
sesuai indikasi.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
a. Mengobservasi tanda-tanda vital.
b. Mengkaji tingkat rasa nyeri.
c. Mengtur posisi yang nyaman bagi klie.
d. Memberi kompres hangat pada daerah abdomen.
e. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik
sesuai indikasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
a. Mengkaji tingkat pendidikan keluarga klien.
b. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
klien.
c. Menjelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui
penkes.
d. Memberikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum
dimengertinya.
e. Melibatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
E. EVALUASI
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.

34
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
TYPHUS ABDOMINALIS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
2. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas, dan demam.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah
demam, anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak di perut,
pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid
(kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
b. Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan
dirawat dengan yang sama, atau apakah menderita penyakit
lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah
menderita yang sama atau sakit yang lainnya.
d. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya
mua, muntah selama sakit, lidah kotor, dan terasa pahit waktu

35
makan sehingga dapat memepengaruhi status nutrisi berubah
karena terjadi gangguan pada usus halus.
b. Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat
karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah,
kadang diare. Kebiasaan tidur pasien akan terganggu
dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien
merasa gelisah pada waktu tidur.
c. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
d. Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan
gerak akibat penyakitnya.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi
bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi
cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
f. Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah
menikah.
g. Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan
memengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.
i. Pola penanggulangan stress

36
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.
j. Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
berhubungan interpersonal dan peran serta mengalami
tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien,
maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian,
serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak
sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien.
b. Tanda - tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan
tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien.
Disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan
nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien typhoid
mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
c. Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak
mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka
tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan
ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

37
d. Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur,
didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
e. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara
tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
f. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang
ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan
suhu tubuh.
g. Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat,
berkeringat banyak, akral hangat.
h. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
i. Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan
bawah atau tidak ada gangguan.
j. Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada
pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.
k. Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen
dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhii

38
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia,
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
7. Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest
total.
8. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
C. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
a. Observasi suhu tubuh klien
R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.
b. Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha,
temporal bila terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
c. Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian
tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan
suhu tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul.

39
e. Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
f. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak ( 2,5 liter / 24 jam).
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
R/ menurunkan panas dengan obat.
Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Nafsu makan meningkat
b. Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan
Intervensi :
a. Kaji pola nutrisi klien
R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu
makan.
b. Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari
pemberian makan yang tidak disukai.
c. Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
R/ penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
d. Timbang berat badan tiap hari
R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
e. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
R/ mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
f. Hindari pemberian laksatif.

40
R/ penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai
pembersih makanan/kalori tubuh oleh pasien.
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
h. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat,
tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan
dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
i. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi
parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral
dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
j. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
R/ mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan
yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


peningkatan kebutuhan metabolik.

Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)


optimal.

Intervensi :

a. Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan


mobilisasi sebatas kemampuan (mis : Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi
bagi pasien yang bedrest.
b. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
c. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.

41
d. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya
dekubitus.
Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang
dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang
berlebihan (mual/muntah).
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada
pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada
pasien.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24
jam.
c. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
d. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik.
R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat
muntah dan/atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah
kehilangan cairan lanjut.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi
(secara parenteral).
Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
pencernaan.
Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah
tindakan pereda nyeri diberikan.

42
Intervensi :
1. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala
0 – 10).
R/ membantu diagnosa keluhan nyeri.
2. Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.
3. Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)
R/ menghilangkan nyeri.
Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
respon imun.
Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan
dengan infeksi dan kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
a. Kaji adanya faktor prediktif.
R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah
teridentifikasi mampu meningkatkan resiko infeksi dan
menurunkan pertahanan hospes.
b. Kaji adanya faktor penyulit.
R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.
c. Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.
R/ mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan
program terapi bedrest total.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal
hygiene)
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab.
R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.

43
2. Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan
diri.
R/ Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan
diri.
3. Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.
R/ Melindungi klien dari resiko integritas kulit.
4. Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk
mempertahankan aktivitas.
R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah
tekanan lama pada jaringan.
Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang
penyakitnya.
2. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan
pencegahan penyakit typhoid.
3. Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila
ada yang belum dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan
keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
4. Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan
sakitnya.

44
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa Ulkus peptikum adalah
erosi mukosa gastro intestinal yang disebabkan oleh terlalu banyaknya asam
hidroklorida dan pepsin.
Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung, usus besar,
dan usus halus disebabkan oleh infeksi makanan yang mengandung bakteri atau
virus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dengan
konsistensi encer dan kadang-kadang disertai dengan muntah-muntah.
Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.
B. Saran
Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar
pembaca senantiasa memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan
sekitarnya agar terhindar dari penyakit khususnya penyakit yang berhubungan
dengan system pencernaan seperti Ulkus peptikum, Gastroenteritis dan Thypus
Abdominalis

45

Anda mungkin juga menyukai