A. ANATOMI
1. TAJAM PENGLIHATAN
Tajam penglihatan (visual acuity) adalah kemampuan untuk mengenali dua objek
sebagai objek-objek yang terpisah secara spatial, atau pada prinsipnya merupakan
kempuan resolusi sistem penglihatan. Kemampuan resolusi rata-rata mata manusia
normal adalah 1 menit busur. Dengan demikian, tajam penglihaatan yang dianggap
standar atau normal adalah 6/6 (ddalam satuan meter) atau 20/20 (dalam satuan feet)
atau lebih baik, yang berati bahwa orng tersebut mampu melihat dua objek yang
memiliki jarak sudut visual (visual angle) sebesar satu menit busur, sebagai dua objek
terpisah.
Tajam penglihatan jauh biasanya diukur secara subjektif menggunakan kartu/ papan
Snellen. Huruf-huruf papan Snellen terdiri dari kotak-kotak 5x5 dimana huruf
berukuran 6/6 memiliki rentang sudut pengllihatan sebesar 5 menit busur pada jarak 6
meter. Huruf terbesar pada papan Snellen ekuivalen dengan tajam penglihatan 6/60.
Emetropia adalah status refraktif di mana (media refraksi) sinar dari jarak jauh (tak
terhingga) yang masuk ke dalam mata mampu dibelokkan sehingga jatuh pada titik
fokus tepat di retina (makula). Kondisi refraktif dimana fungsi refraktif bola mata
tidak dapat memfokuskan bayangan tepat di makula disebut ametropia, yang terdiri
dari miopia (bayangan jatuh pada satu titik fokus didepan retina), hipermetropia (
bayang jatuh pada satu titik fokus di belakang retina) dan astigmatisme (bayangan
jatuh pada dua titik fokus yang berbeda akibat perbedaan kelengkungan media
refraksi di meridian yang berbeda).
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan
oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina
mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal
informasi tersebut ke otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja
simultan untuk dapat melihat suatu objek. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk
mengubah daya bias lensa dengan kontraksi siliar yang menyebabkan penambahan
tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus di retina.
Setiap saat mata perlu menyesuaikan kekuatan refraksinya dengan jarak objek yang
dilihat, salah satunya melalui penyesuaian kecembungan lensa. Perubahan
kecembungan lensa saat melihat objek dekat disbeut sebagai daya akomodasi. Daya
akomodasi mata adalah kemampuan mata untuk memfokuskan cahaya dari objek pada
berbagai jatak, jauh maupun dekat, untuk membentuk bayangan yang jelas diretina.
Perubahan bentuk lensa atau akomodasi dimungkinkan oleh sifat elastisitas lensa,
karena lensa sendiri merupakan protein-proein terlarut yang dibungkus kapsul tipis
elastis. Struktur mata yang terlibat saat mata berakomodasi adalah otot siliaris yang
berkontraksi, zonula Zinnii yang berelaksasi, serta lensa yang mencembung (trias
akomodasi)
Kemampuan lensa untuk menjadi bentuk yang lebih cembung atau pipih ditentukan
oleh tarikan dari serat-serat zonula Zinnii. Serat-serat zonula Zinnii berinsersi ke
ekuator lensa dan menghubungkan lensa ke badan siliar. Zonula Zinnii menstabilkan
posisi lensa dan menstransmisikan tarikan otot siliar ke lensa. Akomodasi terjadi
karena kontraksi otot siliar yang mengurangi diameter badan siliar dan tegangan serat-
serat zonula Zinnii sehingga lensa dapat berelaksasi menjadi lebih cembung.
Gerakan konvergensi berupa pergerakan serempak kedua mata ke arah medial yang
terlihat dekat, dimediasi oleh subkomponen sistem kontrol mototrik okular
supranuklear. Konvergensi mengubah aksis visual kedua mata melalui kontraksi otot
rektus medial mata kanan dan kiri, agar kedua bayangan tetapp jatuh pada fovea.
B. MIOPIA
1. DEFINISI
Miopia adalah keadaan refraksi mata dimana dalam keadaan mata istirahat
(tanpa akomodasi), seberkas cahaya sejajar yang beraasal dari objek yang terletak jauh
tak terhingga akan difokuskan pada satu titik fokus di depan retina.
Gambar.2 Perbandingan mata normal dengan miopia. Pada mata normal, sinar
sejajar yang berasal dari objek jauh tak terhingga akan difokuskan tepat di retina,
sedangkan pada miopia difokuskan pada satu titik di depan retina. Pada bola mata
miopik dapat dilihat panjang bola mata yang lebih panjang dari pada mata normal.
Keadaan refraksi miopia dapat disebabkan karena panjang bola mata lebih dari
rata-rata (disebut dengan miopia aksial; atau karena kekuatan refraksi mata yang
terlalu besar (disebut dengan miopia refraktif). Kedua kondisi ini sama-sama
menyebabkan bayangan jatuh pada titik fokus di depan retina. Berdasarkan besar
koreksi yang diperlukan, miopia dapat diklasifikasikan menjadi miopia ringan (s/d -
3.00 dioptri), miopia sedang (-3.00 s/d -6.00 dioptri), dan miopia tinggi (>-6.00
dioptri).
Miopia berdasarkan penyebabnya :
1) Miopia aksial, yaitu sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-
posterior lebih panjang, bola mata lebih panjang). Untuk setiap millimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira lebih mioptik 3 dioptri
2) Miopia kurvatura/refraktif, yaitu kurvatura kornea atau lensa lebih kuat / lebih reraktif
dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih
kuat).
3) Miopia indeks, di mana indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada
diabetes mellitus.
2. EPIDEMIOLOGI
Miopia merupakan gangguan penglihatan yang umum dijumpai. Prevelensi
miopia semakin meningkat seiring dnegan bertambahnya usia. Di Amerika,
diperkirakan terdapat 3% kasus miopia anak-anak usia 5-7 tahun, 8% pada anak-anak
usia 8-10 tahun, 14% pada anak-anak usia 11-12 tahun, dan 25% pada kelompok usia
12-17 tahun. Di Taiwan, prevalensi miopia adalah 12% pada anak usia 6 tahun, dan
84% pada kelompok penduduk usia 16-18 tahun. Angka prevalensi yang hampir sama
dijumpai di Singapure dan Jepang. Prevalensi miopia di Indonesia pada anak
berdasarkan kelompok usia dewasa dilaporkan sebesar 18,7% pada anak usia Sekolah
Dasar, dan 32,3% pada anak usia 6-15 tahun berdasarkan Urban Eye Healt Study
2008.
3. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang umum dijumpai adalah kesulitan melihat objek jauh, seperti saat
melihat ke layar televisi atau papan tulis di sekolah; dan biasanya penyandang miopia
akan mampu melihat lebih jelas ketika objek didekatkan, atau ketika melihat objek-
objek dekat.
Diagnosis miopia dapat ditegakkan melalui pemeriksaan refraksi, baik
subjektif maupun objektif, di mana tajam penglihatan membaik dengan pemberian
koreksi lensa negatif. Pemeriksaan refraksi subjektif adalah pemeriksaan refraksi
menggunakan optotip Snellen, dan dilakukan pada pasien-pasienyang kooperatif
karena membutuhkan jawaban atau respon pasien. Untuk menentukan besar koreksi
miopia pada anak-anak atau pasien kurang kooperatif dpat dilakukan pemeriksaan
objektif yaitu streak retinoscopy. Panjang bola mata pada miopia tinggi dengan tipe
aksial da tipe aksial dapat dikonfirmasi dengan biometri yang bekerha berdasarkan
prinsip ultrasonografi.
4. TATALAKSANA
Miopia diterapi dnegan memberikan koreksi kaca mata atau lensa kontak.
Tergantung dari besarnya miopia, koreksi kaca mata atau lensa kontak kadang hanya
diperlukan pada kegiatan tertentu, seperti pada saat menonton film bioskop atau saat
mengemudi kendaraan. Untuk miopia sedang dan berat, koreksi kaca mata atau lensa
kontak mungkin dibutuhkan sepanjang waktu.
C. ASTIGMATISMA
2. ETIOLOGI :
Meskipun penelitian yang luas telah banyak dilauakan, penyebab pasti astigmatisme
masih belum diketahui. Satu penjelasan yang mungkin tentang etiologi astigmatisme
adalah bahwa kesalahan bias astigmatik adalah ditentukan secara genetik. Sejumlah
penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki pengaruhnya genetika pada
perkembangan astigmatik. Namun, studi genetika dan astigmatisme menyajikan
beberapa hasil yang bertentangan. Studi tertentu menunjukkan beberapa derajat
heritabilitas astigmatisme dan juga cenderung mendukung mode pewarisan autosom
dominan.
Studi lain mendukung pengaruh lingkungan yang lebih kuat.Tampaknya kedua faktor
genetik dan lingkungan memiliki peran dalam pengembangan astigmatisme. Sifat
pasti dari mekanisme ini masih belum sepenuhnya dipahami. Kemungkinan penyebab
lain termasuk interaksi mekanis antara kornea dan kelopak mata dan / atau otot
ekstraokular atau model umpan balik visual di mana astigmatisme berkembang
sebagai respons terhadap isyarat visual. Astigmatisme dapat dibagi menjadi kategori
bawaan dan diperoleh. Ketika diperoleh, itu mungkin menjadi sekunder untuk
keadaan penyakit tertentu atau akibat dari operasi mata atau trauma.
Astigmatisme memiliki etiologi multifaktorial dan dapat timbul dari kornea, lensa,
dan bahkan retina. Silindris kornea biasanya menyumbang sebagian besar yang diukur
refraksi silinder. Terjadinya astigmatisme tidak teratur bervariasi dari penyebab alami
hingga pembedahan. Contoh penyebab alami termasuk astigmatisme tidak teratur
primer dan sekunder tidak teratur astigmatisme yang disebabkan oleh berbagai
patologi kornea yang berhubungan dengan lesi yang meningkat, seperti keratoconus
atau degenerasi nodular Sallzmann. Contoh pembedahan astigmatisme yang diinduksi
termasuk pengangkatan pterigium, ekstraksi katarak, lamelar dan menembus
keratoplasti, keratomileusis rabun, keratektomi radial dan astigmatic, PRK, dan laser
in situ keratomileusis (LASIK). Penyebab lain dari astigmatisme tidak teratur
termasuk trauma dan infeksi kornea (Kaimbo, 2014)
3. MANIFESTASI KLINIS
Astigmatisma dapat ditegakkan melalui pemeriksaan refraksi subjektif menggunka
juring astigmat ( astigmatism dial technique) atau menggunakan alat jackson cross
cylinder.
Pengukuran kelengkungan kornea menggunkan keratometer dilakukan untuk
mengkonfirmasi dan mengkuantifikasi perbedaan kelengkungan kornea pada meridian
meridian utamanya. Pemetaan topografi kornea menggunkan alat topografi
terkomputerisasi juga akan memberikan gambara permukaan kornea secara lebih
menyeluruh. Perlatan sederhana berupa cakram Placido dapat digunakan untuk
memeriksa permukaan kornea da memeperkiraka kelengkunga kornea.
4. KLASIFIKASI :
Astigmatisme dibedakan menjadi astigmatism reguler dan astigmatisma
ireguler. Apabila meridian utama sistem optik mata mempunyai orientasi yang
konstan sepanjang pupil dan perbedaan kekuatan refraksinya konstan disetiap titiknya
disebut astigmatisme reguler. Pada astigmatisma reguler, mata mempunyai dua
meridian uatama yang terletak lurus dan meridian – meridian utama ini adalah
meridian yang mempunyai kekuatan pembiasaan terkuat dan terlemah.
Berdasarkan orientasi meridian utamanya astigmatism regular dibedakan
menjadi :
- Astigmatisma with the rule : astigmatisma yang kekuatan pembiasan terbesarnya
terdapat pada meridian vertikal ( meridian paling tajam). Astigmatisma jenis ini
dikoreksi dengan lensa silinder negatif pada akxis sekitar 180o.
- Astigmatisma againts the rule : astigmatisma yag kekuatan pembiasan terbesarnya
terletak pada meridian horisontal dengan koreksi lensa silinder negatif pada axis
sekitar 90o.
- Astigmatisma oblik : astigmatisma yang kekuatan pembiasaan terbesarnya terletak
pada meridian disekitar 45o dan 135o.
Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif garis
fokusnya. Berdasarkan letak garis fokus terhadap retina, astigmatisma dikalsifikasikan
menjadi 5 tipe ;
a) Astigmatisme miop simplek : astigmatisme dengan satu garis fokus pada retina,
sedangkan garis fokus yang lain terletak didepan retina.
b) Astigmatisma miop kompositus : apabila kedua garis terletak didepan retina.
c) Astigmatisma hipermetrop simpleks : astigmatisma dengan satu garis fokus pada
retina, sedagkan garis fokus lain terletak dibelakang retina.
d) . Koreksu terletak dibelakang retina.
e) Astigmatisma mikstus : astigmatisma dengan satu garis fokus di deppan retina dan
satu garis fokus berda dielakag retina.
Gambar.5 Tipe-tipe refraksi pada astigmatisma reguler yang disebabkan
karena adanya dua garis fokus terhadap retina
5. TATATLAKSANA :
Astigmatisma dapat dikoreksi dengan menggunakan :
o Kacamata
Kacamata merupakan pilihan pertama untuk koreksi astigmatisma. Lensa silinder
mempunyai tambahan kekuatan pembiasan pada meridian tertentu. Koreksi
astigmatisma menggunakan lensa silindris dapat digabungkan dengan kelainan
refraksi yag lan, bak miopia, hipermetropia dan presbiopia. Untuk mengurangi distorsi
bayagan yag terjadi, lensa silinder yag biasa digunkan untuk koreksi astigmatisma
adalah lensa silinder negatif.
o Lensa konta
Pada kasus astigmatisma tinggi atau astigmatisma ireguler, lensa kontak dapat
memeberikan koreksi penglihatan yag lebih bak dibandingkan kaca mata. Lensa konta
juga memeberikan penglihatan yang lebih tajam dan lapang pandangan lebih luas.
o Tindakan bedah
Astigmatisma dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraktif yaitu LASIK (laser in
situ keratomileusis)atau photorefractive keratectomy (PRK).
D. AMBLIOPIA
1. DEFINISI
1) Strabismus
2) Anisometropia atau kelainan refraksi bilateral berat ( anisometropia )
3) Deprivasi stimulus ( akibat ekeruhan pada jalur penglihatan, misalnya ptosis,
katarak, tumor palpebral)
Amblyopia merupakan penyebab umum penurunan tajam penglihatan
unilateral pada masa anak – anak. Namun sebagian besar penurunan penglihatan
akibat amblyopia dapat dicegah dan bersifat reversibel apabila terdeteksi dini serta
mendapat intervensi yang tepat. Oleh karena itu, skrining berperan penting dalam
mendeteksi amblyopia dan masalah penglihatan lain pada masa anak anak . Skrining
dapat dilakukan di layanan kesehatan primer/Pukesmas, dan penting dilakukan secara
berkala untuk menili perkembangan masalah penglihatan serta mendeteksi dini
adanya amblyopia. Ambliopia biasanya melibatkan tajam penglihatan sentral, lapang
pandangan perifer biasanya tidak terganggu.
2. KLASIFIKASI
1) Ambliopia strabismuk
Bentuk paling umum ambliopia ini terjadi pada mata yang mengalami
juling/strabismus. Heteropia ( khususnya esodeviasi ) yang terus menerus terjadi
pada satu mata (non-alternating) merupakan penyebab ambliopia tersering. Pada
ambliopia akibat strabismus, penurunan tajam penglihatan menggunakan kartu
Snellen tidak terjadi seberat penurunan kemamapuan mendeteksi bentuk. Mata
yang terkena akan melihat bentuk objek terdistrosi, atau berubah menjadi
berkelok- kelok/metamorfopsia.
2) Ambliopia anisometropia
Ambliopia anisotometropia terjadi jika terdapat perbedaan status refraksi di
antara kedua mata. Hiperopria ringan atau perbedaan astigmatisme kedua mata
sebesar 1-2 D dapat memicu ambliopia ringan. Anisometropia myopia ringan (
kurang dari 3D) biasanya tidak menyebabkan ambliopia, tetapi myopia berat
unilateral (lebih dari 6 D) sering mengakibatkan ambliopia berat. Maka yang
mengalami ambliopia anisometripia akan terlihat normal, kecuali bila terdapat
strabismus. Hal ini seringkali menyebabkan keterlambatan deteksi dan
penatalakasanaan.
3) Ambliopia (iso)ametropia
Pada ambiopia ametropia atau (iso)-metropia, penurunan visus ringan pada
kedua mata terjadi akibat kelainan refraksi relatif hamper berimbang antara kedua
mata, yang tidak terkoreksi pada masa anak-anak sehingga menyebabkan
bayangan kabur di retina dan selanjutnya proses perkembangan visual yang
buruk. Hiperopia lebih dari 5D dan miopia lebih dari 6D merupakan predisposisi
terjadinya ambliopia bilateral.
4) Ambliopia deprivasi
Ambliopia deprivasi terjadi jika terdapat hambatan diamnapaun di sepanjang
sumbu penglihatan ( kekeruhan media refraksi), sehingga terjadi
deprivasi/kekurangan stimulus sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
pembentukan bayangan, yang akhirnya menimbulkan ambliopia. Penyebab utama
adalah katarak kongenital atau katarak pada usia dini ( katarak juvenilis), selain
itu juga dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea dan eprdarahan vitreus.
Ambliopia deprivasi merupakan tipe ambliopia yang paling jarang terjadi, namun
paling berat dan sulit diterapi dibandingkan tipe ambliopia lain.
3. MANIFESTASI KLINIS
Pada pemeriksaan tajam penglihatan, fenomena crowding merupakan tanda khas dari
ambliopia, yaitukesulitan mengidentifikasi huruf jika huruf tersebut diampilkan/
terdapat dalam satu barisan linear bersama huruf-huruf lain seperti pada snellen chart,
dibandingkan jika huruf ditapilkansecara individual.
4. TATALAKSANA