PENDAHULUAN
1
korosif, lama kontaknya dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak
dan dimuntahkan atau tidak. Akibatnya esofagitis korosif ini bisa menimbulkan
beberapa keadaan, seperti pada fase akut, fase laten dan fase kronis. Pada fase
akut, esofagitis akut mudah dikenali karena berlansung cepat dan biasanya
penyebabnya lebih mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis
yang membutuhkan waktu yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya
sudah menimbulkan komplikasi. Akibatnya penanganan esofagitis korosif pada
fase laten dan kronis juga lebih sulit.1
1.2 Tujuan
Mengetahui definisi, epidemiologi, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan pada esofagitis korosif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Anatomi Esofagus 9
Secara histologi esofagus tidak memiliki lapisan serosa, 3 lapisan esofagus dari
luar ke dalam yaitu :8
1. Lapisan paling luar terdiri dari 2 lapisan otot; yang terluar lapisan otot
longitudinal, dan pada bagian dalam lapisan otot sirkuler.
4
2. Lapisan submukosa yang terdiri dari serat elastis dan fibrous, lapisan ini
merupakan lapisan yang terkuat dari esofagus.
3. Lapisan paling dalam (lapisan mukosa) yang merupakan sel-sel epitel
squamosa, terbagi atas lamina propia dan muskularis mukosa.
Lapisan otot pada bagian sepertiga atas dari esofagus merupakan lapisan otot
lurik, sedangkan dua pertiga bawah adalah lapisan otot polos.8
5
zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia
yang bersifat korosif akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya,
sedangkan zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala keracunan
bila telah diserap oleh darah. Esofagitis ini disebut juga esofagitis kaustik karena
disebabkan oleh zat kimia kaustik.1
6
2.6 Patofisiologi Esofagitis Korosif
Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak jaringan tubuh
dengan merubah struktur ion dan struktur molekul serta mengganggu ikatan
kovalen pada sel.5
1. Basa kuat
Tertelan basa kuat menyebabkan jaringan nekrosis mencair (liquefactum
necrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan melarutkan
protein. Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi dan perusakan struktur
membran sel. Ion hidroksi (OH-) yang berasal dari zat basa bereaksi dengan
jaringan kolagen sehingga menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan
jaringan (kontraktur), trombosis pada pembuluh darah kapiler, dan produksi panas
oleh jaringan.5
Jaringan yang paling sering terkena pada kontak pertama oleh basa kuat
adalah lapisan epitel squamosa orofaring, hipofaring, dan esofagus. Esofagus
merupakan organ yang paling sering terkena dan paling parah tingkat
kerusakannya saat tertelan basa kuat dibandingkan dengan lambung, Dalam 48
jam terjadi udem jaringan yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas,
selanjutnya dalam 2-4 minggu dapat terbentuk striktur.5
2. Asam kuat
Kerusakan jaringan akibat tertelan asam kuat bersifat nekrosis
menggumpal (coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial
yang akan menimbulkan bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi
jaringan di bawahnya dari kerusakan. Lambung merupakan organ yang paling
sering terkena pada kasus tertelan asam kuat, pada 20% kasus usus kecil juga
dapat terkena. Keropeng dan bekuan protein yang terbentuk mengelupas dalam 3-
4 hari digantikan oleh jaringan granulasi, perforasi jaringan dapat terjadi pada
proses ini. Komplikasi akut yang terjadi adalah, muntah akibat dari spasme
pylorik, perforasi dan perdarahan saluran cerna. Jika zat asam terserap oleh darah
menyebabkan asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut, dan kematian.5
7
2.7 Gambaran Klinis Esofagitis Korosif
8
Berdasarkan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3 fase : 1, 4, 5
1. Fase akut
Keadaan ini berlangsung selama 1-3 hari, pada anamnesa ditemukan dispnea,
disfagia, rasa nyeri dan terbakar pada rongga mulut, odinofagia, nyeri dada dan
perut, mual dan muntah, dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan :
1. Luka bakar pada daerah mulut, bibir, dan faring yang kadang-kadang disertai
perdarahan.
2. Tanda-tanda akan terjadinya obstruksi jalan nafas seperti : stidor, suara serak,
disfoni atau afonia, takipnu, hiperpnu, batuk.
3. Tanda-tanda lain seperti demam, drooling, adanya membran putih pada
palatum, udem laring, spasme laring, tanda-tanda peritonitis.
2. Fase laten
Berlangsung selama 2-6 minggu, pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu
badan menurun, pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik,
akan tetapi sebenarnya proses masih berjalan dengan membentuk jaringan parut
(sikatriks).
3. Fase kronis
Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan
parut, sehingga terjadi striktur esofagus. Gejala lain yang bisa timbul adalah
fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan peningkatan resiko kanker saluran cerna.
Hal-hal lain yang menjadi masalah penting dan perlu diperhatikan pada kasus
esofagitis korosif antara lain : 5
1. Akibat dari udem, perdarahan, dan pembentukan jaringan nekrosis dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas atas, oleh karena itu perlu dijaga
agar jalan nafas tetap baik.
9
2. Perforasi tidak hanya mengenai esofagus, tetapi dapat juga mengenai lambung,
usus, saluran pernafasan, dan pembuluh darah.
3. Kehilangan cairan dari muntah, adanya rongga ketiga (third space), dan
perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya syok dan hipovolemia.8
4. Pada kasus tertelan asam kuat yang cukup banyak dapat menyebabkan
terjandinya asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut dan kegagalan fungsi
multiorgan.
5. Walaupun pasien dapat selamat dari fase akut, namun pada fase kronis dapat
terjadi fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan kanker saluran cerna.
10
Untuk menegakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta gambaran
keluhan dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, radiologik, esofagoskopi.1
1. Pemeriksaan radiologi4
a. Foto torak dan abdomen
Pada fase akut, foto polos dengan posisi leteral dan pastero-anterior dapat
memperlihatkan adanya perforasi seperti udara pada mediastinum, pneumotorak,
cairan pada pleura, atau gambaran udara bebas di bawah diafragma. Pemeriksaan
esofagogram dapat membantu untuk melihat adanya striktur maupun perforasi.
Gambaran adanya striktur esofagus biasanya lumen yang menyempit, pinggir
yang tidak rata, tapi bisa juga rata, tampak kaku, dan pada umumnya terjadi pada
bagian dekat arkus aorta.
11
Gambar 3. Mukosa esofagus yang hancur.10
b. CT-Scan
Pemeriksaan dengan CT-Scan lebih sensitif dan lebih dini dalam
mendeteksi adanya perforasi, striktur serta kemungkinan adanya kelainan pada
organ lain sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih dini.
2. Pemeriksaan laboratorium5
Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat
tanda-tanda gangguan elektrolit. Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan
adalah :
a. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin untuk
melihat tanda-tanda keracunan sistemik.
b. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk membantu menjaga
keseimbangan cairan.
12
3. Pemeriksaan endoskopi dengan esofagoskopi.1, 5
Pemeriksaan esofagoskopi dilakukan pada hari ketiga setelah kejadian atau
jika luka pada bibir, mulut, dan faring sudah tenang. Jika pada waktu melakukan
esofagoskopi ditemukan ulkus, maka esofagoskop tidak boleh dipaksa melalui
ulkus tersebut karena ditakutkan terjadi perforasi.
Esofagoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda
perforasi saluran cerna yang jelas, udem atau nekrosis saluran nafas yang hebat,
dan pasien dengan hemodinamik tidak stabil, dengan alasan meningkatkan resiko
terjadinya cedera yang lebih parah.
Derajat luka bakar pada esofagus yang ditemukan pada esofagoskopi dapat
dibagi menjadi : 4
· Derajat I : eritema dan udem mukosa.
· Derajat IIA : perdarahan, erosi, lepuhan, ulkus, eksudat.
· Derajat IIB : lesi yang mengelilingi lumen esofagus (circumferential lesions).
· Derajat III : ulkus yang dalam, multipel, dan bewarna hitam kecoklatan atau abu-
abu.
· Derajat IV : perforasi.
13
Gambar 5. Mukosa esofagus setelah tertelan basa kuat.
14
untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel pada mukosa mulut
atau esofagus. Sedangkan pada kasus asam kuat atau basa kuat cair
pemberian susu atau air ditakutkan akan merangsang muntah sehingga
dapat menyebabkan perforasi dinding esofagus.
2. Perawatan instalasi gawat darurat
a. Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, jantung, dan pemasangan IVFD,
pemberian CaCl2 pada pasien yang tertelan zat hidrogen florida dapat
mencegah cardiac arrest oleh karena hipokalsemia.
b. Pengendalian jalan nafas, karena dapat terjadi udem pada jalan nafas,
maka monitoring harus sesegera mungkin, peralatan untuk intubasi
maupun trakeostomi harus siap.
c. Pengosongan lambung dan dekontaminasi
Jangan merangsang timbulnya muntah karena akan menyebabkan
terjadinya paparan ulang zat kaustik ke mukosa esofagus yang bisa
memperparah derajat luka bakar.
Metode bilas lambung dengan cara-cara tradisional yang menggunakan
pipa orogastrik dengan kaliber yang besar seperti menggunakan Edwal’s
orogastric tube dikontraindikasikan untuk kasus tertelan asam kuat
maupun basa kuat karena resiko perforasi dan aspirasi trakea yang tinggi.
Penggunaan naso-gastric tube (NGT) sangat baik pada kasus tertelan asam
kuat karena dapat mencegah masuknya zat kaustik ke usus kecil.
d. Pembedahan segera dilakukan jika terdapat perforasi, mediastinitis atau
peritonitis.5,10
3. Terapi medikamentosa
a. Antibiotik golongan sefalosporin seperti ceftriakson mempunyai spektrum
antibakteri yang luas terhadap gram positif dan gram negatif.
b. Preparat penghambat pompa proton seperti omeprazol dan pantoprazol
dapat mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus yang dapat
mengurangi resiko terjadinya striktur.
15
c. Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dipertimbangkan karena penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan striktur terjadi berdasarkan derajat
kerusakan jaringan.
16
terpasang pada pasien dengan pembentukan striktur untuk mencegah hilangnya
lumen secara total.1,10
Pasien dengan striktur korosif esofagus dapat ditanggulangi dengan
dilatasi atau rekontruksi esofagus. Dilatasi dapat dilakukan dengan metode
mekanis prograd, metode mekanis retograd dari Tucker, dan metode hidrostatik,
menggunakan busi berisi air raksa. Dilatasi dilakukan dengan bantuan
esofagoskopi, selama sekali sampai 2 kali seminggu, bila keadaan pasien lebih
baik dilakukan sekali 2 minggu, sekali sebulan, sekali 3 bulan dan seterusnya
sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya
kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomose
ujung ke ujung (end to end).6
17
Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Esofagitis Korosif
18
3. Mediastinitis, perikarditis, pleuritis, fistel trakeoesofageal, fistel esofagealaorta,
and peritonitis.
4. Pembentukan striktur dalam 2-4 minggu.
5. Obstruksi saluran lambung ke duodenum.
6. Pardarahan saluran cerna.
7. Gejala keracunan sistemik akibat terserapnya zat ke dalam darah.
8. Cardiac arrest oleh karena hipokalsimia akibat hidrogen florida.
9. Karsinoma sel skuamosa, dapat terjadi dalam 40 tahun setelah paparan.
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh
luka bakar karena zat kimia bersifat korosif. Penyebab esofagitis korosif adalah
asam kuat, basa kuat dan zat organik. Keluhan dan gejala yang timbul akibat
tertelan zat korosif tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif,
jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding esofagus, sengaja diminum
atau tidak dan dimuntahkan atau tidak.
Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat
organik, pemeriksaan fisik, bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian,
pemeriksaan radiologik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
esofagoskopi.
Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk mencegah
pembentukan striktur. Terapi esofagitis korosif dibagi dalam fase akut dan fase
kronik. Pada fase akut, dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa
terapi medik dan esofagoskopi. Fase kronik telah terjadi striktur, sehingga
dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop.
Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring,
pneumonia aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian. Prognosis
tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat yang
tertelan, lama paparan, pH, volume, konsentrasi, kemampuannya menembus
jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir zat
yang masuk.
20
DAFTAR PUSTAKA
21