Anda di halaman 1dari 12

BOLAANG MONGONDOW

Suku Mongondow adalah sebuah etnis yang mendiami Kabupaten Bolaang Mongondow
Sulawesi Utara Gorontalo. Sebelum bergabung dengan kabupaten Bolaang Mongondow,
dahulu suku ini memiliki kerajaan yang bernama Bolaang Mongondow. Dan pada tahun 1958
resmi bergabung ke dalam Indonesia dan menjadi Kabupaten Bolaang Mongondow.

Secara etimologi Bolaang Mongondow mempunyai makna kata tersendiri yaitu nama Bolaang
berasal dari kata "Bolango" atau "Balangon" yang artinya Laut. Atau dengan istilah lain
seperti "Bolaang" atau "Golaang" yang artinya menjadi Terang atau Terbuka dan Tidak gelap.
Sedangkan kata mongondow berasal dari kata "momondow" yang artinya berseru tanda
kemenangan. Namun pengertian secara luasnya adalah kata bolaang atau bolang adalah
perkampungan yang ada di laut sedangkan Mongondow adalah perkampungan yang ada di
hutan atau gunung.

Dari cerita rakyat mengenai asal usul, masyarakat Mongondow mempercayai bahwa mereka
berasal dari nenek moyang mereka yakni dari pasangan Gumalangit dan Tendeduata serta
pasangan Tumotoiboko dan Tumotoibokat. Menurutnya nenek moyang mereka tersebut
tinggal di Gunung Komasan, yang sekarang masuk ke dalam Bintauna. Keturunan dari kedua
pasangan ini lah yang kemudian menjadi suku Mongondow. Keberadaan suku ini sudah
beredar luas hingga keluar dari daerah asalnya seperti Tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli’,
Ginolantungan, Tudu in Passi, Tudu in Lolayan, Tudu in Sia’, Tudu in Bumbungon, Mahag,
Siniow, dan lain sebagainya.
✾ Bahasa

Bahasa Mongondow adalah bahasa asli etnis mongondow, salah satu dari 4 etnis utama di
semenanjung utara pulau Sulawesi. Bahasa Mongondow adalah salah satu bahasa anggota
rumpun borneo-filipin dari keluarga bahasa austronesia. Bahasa-bahasa besar yang berkerabat
dekat dengan bahasa Mongondow ialah: bahasa Gorontalo, bahsa Tagalog, dan bahasa
Cebuano. Bahasa Mongondow merupakan bahasa dengan jumlah penutur peringkat ke-10
terbanyak di pulau Sulawesi. Bahasa Mongondow merupakan murni bahasa lisa. Bahkan
semua aspek budaya pengetahuan suku Mongondow dipelihara secara lisan (oral) secara turun
menurun tanpa bantuan tulisan sama sekali.

Dokumentasi kalimat-kalimat bahasa Mongondow pertama kali muncul dalam bentuk tertulis
pada tahun 1855 dalam buku daftar kosa kata (woordenlijst) bahasa-bahasa dari berbagai etnis
penduduk di sekitar residensi Manado.
✾ Adat istiadat

Sampai sekarang ini beberapa bagian Adat Bolaang Mongondow masih dipatuhi dan
dihormati masyarakat. Antara lain, ketika mengadakan pesta pernikahan, upacara kematian
(Tonggoluan) dan tata cara berpakaian, upacara menjemput pengantin wanita oleh keluarga
pengantin pria, penjemputan tamu kehormatan dan pemberian gelar kehormatan.

Upacara adat pernikahan yang dilakukan di desa-desa Bolaang Mongondow pada intinya tetap
sama meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaannya, dimana banyak bagian-
bagian yang tidak berlaku lagi.

Upacara perkawinan/pernikahan adat tersebut dalam bentuk tertulis, telah ditulis oleh W.
Dunnebier seorang misionaris (Zendeling) asal Belanda yang menelliti daerah ini ± 25 tahun
(1905 – 1939) dengan judul asli “Verlopen en Trouwen in Bolaang Mongondow” tahun 1935.
Upacara perkawinan ini diterjemahkan oleh B. Ginupit dalam Bahasa Indonesia “Pertunangan
dan Perkawinan” yang menceritakan perkawinan seorang pemuda bernama Singkuton anak
dari Moonik dan istrinya Angkina dengan seorang perempuan bernama Dayag anak dari
Abadi dan istrinya Ibud.

Ringkasnya prosesi perkawinan tersebut adalah sebagai berikut:

Meminang, (melamar) – moguman don mobuloi

Bila pertunangan diterima, dilanjutkan oleh tokoh-tokoh adat (guhanga) meminta imbalan
(yoko’). Pada jaman dahulu yoko’ tersebut bisa berupa barang seperti sebidang tanah berisi
tanaman kelapa, (lontad in bango’), rumpun rumbia, ternak terdiri dari sapi, kuda, maupun
barang-barang berharga lainnya dan uang.

Guat, berupa pemberian pihak keluarga calon pengantin pria untuk memisahkan (guat) calon
pengantin wanita dari ibu dan bapaknya.

Uku’ ukud, pemberian bantuan biaya dalam bentuk uang sesuai kesepakatan antar keluarga.

Taba’ adalah utusan pihak keluarga wanita kepada keluarga pihak pria bahwa seorang
pemuda bernama “A” telah meminang seorang wanita dari keluarga bernama “B”.
Mahar, pemberian yang diminta oleh calon pengantin wanita kepada calon pengantin pria (hal
ini menurut syariat Islam dalam bentuk cincin atau apapun yang diminta oleh pengantin
wanita).

Upacara Pernikahan, pembacaan Ijab Qabul oleh orang tua pihak wanita (semacam
penyerahan tanggungjawab memelihara/menjaga pengantin wanita dengan membayar
sejumlah uang tunai (Akad Nikah)

Gama’, menjemput pengantin wanita oleh keluarga pengantin pria yang terdiri dari 13
(tigabelas) tahapan sebagai berikut:

1) Tompangkoi in Gama’ – Persiapan

2) Lampangan kon tutugan in lanag – melangkah ke tirisan atap.

3) Lolanan kon tubig – menyeberang sungai.

(ketiga tahap pertama ini dilakukan di rumah pengantin wanita).

4) Poponikan kon tukad – menaiki tangga rumah

5) Lampangan kon tonom – melangkah ke pintu rumah

6) Puat in kaludu’ – membuka kerudung

7) Pilat ini siripu – melepaskan sepatu

8) Pilat in paung – menutup payung

9) Pinogapangan – pendampingan

10) Pinomama’an – makan sirih pinang


11) Pinonduya’an – meludah (setelah makan sirih)

12) Pinogiobawan/pinolimumugan – makan dan berkumur

13) Pinobuian – pulang/kembali kerumah pengantin wanita

• Upacara Adat Kematian

Bila seorang anggota keluarga meninggal dunia, maka diadakan upacara adat kematian
sebagai berikut:

Pemberitahuan kepada khalayak/masyarakat bahwa ada anggota keluarga/warga kampung


yang meninggal dunia dengan memukul gong (golantung) ke seluruh kampung. Di rumah
orang yang meninggal dipasang Arkus berupa hiasan dari daun enau muda yang dipasang
pada lengkungan sebatang bambu dibelah empat dan dibentuk kerucut masing-masing
belahan ditempatkan pada empat sisi yang dipasangi tiang bambu (matubo).

Bila yang meninggal itu suami maka anggota keluarga pihak suami datang dengan barang-
barang hantaran boleh juga berupa uang ditaruh di atas piring antik, bersama sisir, bedak,
cermin, dipimpin oleh seorang guhanga. Sedangkan istri/janda dari suami yang meninggal
duduk disamping persemayaman jenazah (tonggoluan) dan dengan bahasa Mongondow (halus)
guhanga mengatakan: “wahai ibu/saudari kali ini anda telah putus hubungan dengan suami
bukan karena cerai tetapi atas kehendak Ilahi (bontowon) tetapi masih ada hubungan tanda
mata berupa anak-anak dan cucu”. Sesudah itu diserahkan piring antik untuk menampung air
mata.

Langkah berikut diserahkan bungkusan berupa uang dan istri/jandanya diajak berjalan ke arah
jendela dan guhanga tersebut berkata lagi: “wahai ibu/saudari lihatlah betapa luasnya alam
raya di luar sana, mulai saat ini tidak ada lagi halangan bagimu untuk melakukan kegiatan
selanjutnya”.

Bagi orang Mongondow yang beragama Islam biasanya setelah pemakaman diadakan
pengajian selama 3 (tiga) hari, 7 (tujuh) hari dan sesudah itu tonggoluan 9tempat
persemayaman jenazah) dibongkar dan diberi sejenis Itu-itum, monginsingog yang dilakukan
oleh seorang Iman sambil membakar kemenyan berkata: “wahai Almarhum, sekalipun engkau
telah dimakamkan, kami tetap mengenangmu, namun kita sudah berbeda alam/alam nyata dan
alam arwah, Anda pasti melihat kami karena penglihatanmu sangat terang sekarang, tetapi
demi kehidupan kami selanjutnya maka janganlah bersedih hati tempat tidurmu kami akan
benahi/bongkar karena Anda telah berpindah ke alam gaib, sedangkan kami masih melakukan
tugas kehidupan nyata di dunia dan seterusnya”.

Selesai upacara itu yang biasa dilakukan adalah Hataman Qur’an, maka upacara selesai dan
para undangan/pelayat pulang ke rumah masing-masing.

•Upacara Adat Penjemputan Tamu dan Pemberian Gelar Kehormatan

Apabila ada seorang pembesar negeri berkenan mengunjungi suatu tempat atau desa/kota,
maka seluruh kota/desa dipersiapkan sedemikian rupa kebersihan/kerapihan dengan
memasang umbul-umbul, arkus disetiap rumah dan matubo di tempat penjemputan.

Ketika saat tamu pembesar negeri itu tiba, diadakan jemputan berupa Tari Perang/Mosau oleh
sekelompok penari/penjemput yang bersenjatakan tombak dan perisai yang dikomandani oleh
seorang komandan diiringi dengan bunyi tetabuhan (tambur). Pada tempat yang sudah
ditentukan, seorang guhanga dan pemangku adat mengucapkan Itu-itum sejenis ucapan
selamat datang dan doa. Setelah itu tamu pembesar negeri tersebut dipersilahkan masuk ke
dalam rumah dan duduk di tempat yang sudah ditentukan. Bila pembesar negeri itu seorang
Kepala Negara, maka akan diberi gelar yang tinggi “Ki Tule Molantud”, “Ki Sinungkudan”,
Tonawat dan diberi hadiah berupa Pedang Mongondow yang berlapis emas pada hulu pedang
dan sarung pedang (guma’) terbuat dari kayu hitam/ebony yang memakai ikat (tombasi)
berupa emas. Biasanya pemberian tersebut diletakkan dalam kotak kaca yang telah disediakan
dan untuk “penawar” agar pedang itu tidak membahayakan pemakai kelak, maka Sang
Pembesar Negeri harus memberi sekeping uang logam bernilai seratus atau sekarang lima
ratus Rupiah kepada pemberi hadiah. Upacara kemudian dilanjutkan dengan penjemputan
resmi seremonial.

perkawinan, upacara adat kematian dan penjemputan adat serta pemberian/


penghargaan/penobatan gelar adat bagi pejabat tinggi negara.

✾ Pakaian adat

Pakaian Adat Bolaang Mongondow, Sulawersi utara sangat erat kaitannya dengan latar
belakang kehidupan masyarakat pada masa lalu. Struktur kehidupan masyarakat yang
bernuansa kerajaan pada waktu itu, melahirkan stratifikasi sosial yang tegas. Masyarakat
terbagi atas beberapa lapisan sosial, mulai dari golongan rakyat biasa hingga kaum bangsawan
yang menempati kedudukan paling tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidaklah heran
bila pakaian adat mereka relatif lebih banyak, karena setiap lapisan masyarakat memiliki
pakaian tersendiri.

Pakaian yang pada umumnya dipakai oleh kaum bangsawan terlihat lebih beragam. Hal ini
dikarenakan kehidupan golongan ini lebih variatif. Pakaian adat lain yang dipakai golongan di
luar bangsawan misalnya pakaian kohongian, yakni pakaian yang dikenakan golongan status
sosial satu tinggak di bawah kaum bangsawan. Pakaian ini dikenakan pada upacara
perkawinan. Pakaian simpal, yaitu pakaian yang khusus digunakan golongan pendamping
pemerintah dalam kerajaan. Sama halnya dengan pakaian kohongian, pakaian simpal pun
dikenakan pada upacara perkawinan. Pakaian Kerja guha-heha, yaitu pakaian kerja para
pemangku adat yang dipakai pada saat upacara-upacara kerajaan. Selain itu, ada juga pakaian
rakyat biasa yang sering kali tampak pada saat melakukan panen padi. Pengaruh melayu
begitu kental dan dominan mewarnai pakaian adat tradisional daerah Bolaang Mongondow.

Pada umumnya, pakaian kaum wanita terdiri atas kain dan kebaya atau salu, sedangkan
pakaian kaum prianya, meliputi ikat kepala atau mangilenso, baju atau baniang, celana dan
sarung tenun. Pakaian adat yang dikenakan kaum bangsawan atau golongan masyarakat
lainnya tampak serupa. Akan tetapi, ada bagian pakaian yang dapat membedakan kedudukan
seseorang. Perbedaan itu terletak pada detil pakaian, kelengkapan aksesoris yang menempel
pada tubuh serta kualitas bahan yang digunakan.

Pakaian adat kaum bangsawan tampil dengan satu citra tersendiri. Keberanian dalam memilih
warna-warna yang terang dan mencolok seperti merah, ungu, kuning, keemasan, dan hijau
dipadu dengan aksesoris emas, serta kualitas bahan terbaik, tidak diragukan lagi melahirkan
satu sosok pakaian adat yang cukup indah dan menawan. Selain pakaian kebesaran seperti itu,
para bangsawan pun memiliki pakaian kedukaan, yakni pakaian berwarna hitam yang dipakai
pada waktu menghadiri upacara kematian. Untuk suasana seperti ini, ada larangan untuk
memakai berbagai perhiasan sejenis apapun.
✾ Rumah Adat

Rumah Adat Bolaang Mongondow asli yang dihuni oleh masyarakat yang rata-rata sudah
berumur diatas 80 tahun. dua buah rumah adat di daerah Desa Kopandakan Kecamatan
Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu yang di huni oleh Keluarga Babuyongki terinformasi
rumah tersebut adalah peninggalan dari orang tua sekitar tiga generasi diatas mereka. Kondisi
rumah tersebut masih dalam keadaan baik dengan belum di rehab sedikitpun kecuali cat
rumah itu sudah di perbaharui tiap tahunnya, artinya seluruh bahan dan model rumah tersebut
masih asli buatan Masyarakat Mongondow zaman dulu.

✾ Tari Khas

1) TARI TAYO

Biasanya ditarikan oleh seorang bolian atau burangin, seorang wanita dalam intrans
(kesurupan), diiringi tabuhan gimbal dan golantung (kecil dan besar). Sambil menari,
menyanyikan lagu-lagu bondit diselang-selingi tenden yang dinyanyikan oleh beberapa orang
wanita atau pria. Pada upacara pengobatan tradisional atau upacara ritual lainnya.

2) TARI JOKE

Ditarikan oleh pria satu orang atau bersama-sama sambil menari diiringi lagu bondit, tolibag,
odenon. Penari yang lincah dapat menimbulkan tawa ria, apalagi karena saat menari
diselubungi selendang atau sapu tangan warna warni oleh gadis-gadis.
2) TARI MOSAU

Biasanya ditarikan oleh pria saat mengawal raja atau pengantin menuju ke rumah pengantin
wanita. Penari memakai pedang kayu dan perisai (kaleau) diiringi tabuhan gandang.

3) TARI RONKO/TARI RAGAI

Sejenis tari silat untuk memperlihatkan keperkasaan atau kelincahan. Kebanyakan tari ini
dipentaskan oleh laki-laki, namun ada juga perempuan yang ikut dalam tarian ini.

4) TARI TUITAN

Ditarikan oleh barisan pengawal raja (kolano), diiringi tabuhan gandang. Penari berselempang
sikayu, ikat kepala dan membawa tungkudon (tombak berhias bulu) dan kaleaw (perisai).
Tuitan dapat juga dimainkan pada saat penjemputan tamu agung, diiringi tabuhan kulintang
besi.

5) TARI KABELA

Dikreasikan dari adat kebiasaan menjemput tamu dengan menyuguhkan sirih pinang yang
diletakkan dalam kabela. Ditarikan berkelompok oleh wanita. Setiap penari masing-masing
memegang sebuah kabela. Tari ini bisa di bilang tari yang paling terkenal di Bolaang
Mongondow.

6) TARI KALIBOMBANG

Dikreasikan berdasarkan ceritra perjodohan antara pria Oyotan dari Bolaang dan wanita
Kalibombang dari Mongondow. Penarinya berkelompok pria dan wanita berpasang-pasangan
dengan memegang selendang.

7) TARI POMAMAAN

Dikreasikan dari adat kebiasaan menjemput tamu dengan menyuguhkan sirih pinang yang
diletakkan dalam pomamaan (sejenis bakul tempat sirih pinang). Ditarikan secara
berkelompok oleh wanita sambil menyandang bakul.
8) TARI MONUGAL

Dikreasikan dari cara penanaman padi ladang dengan memakai totugal (alat pelubang tanah),
pria memegang totugal sedangkan wanita memegangi bakul tempat benih padi, dilengkapi
dengan penari yang menutupi lubang dengan sapu (mogibu).

9) TARI MOKOYUT

Dikreasikan dari cara memetik padi ladang dengan memakai langkapa (ani-ani) dan kompe
(bakul). Dalam tari mokoyut nampak gerakan memetik, melepaskan padi dari bulirnya
(molidok), menjemur, menumbuk, menampi hingga menjadi beras. Ditarikan oleh wanita
secara berkelompok.

10) TARI KIKOYOG

Dikreasiakan dari cara memetik padi dengan menuruti kepercayaan leluhur, bahwa padi
memiliki dewi yang harus dihormati agar dapat memberi hasil banyak. Juga ditarikan secara
berkelompok.

11) TARI MOKOSAMBE

Sebuah sendra tari yang dikreasikan berdasarkan cerita tentang seorang pangeran bernama
Mokosambe kawin dengan putri bungsu dari kayangan bernama Poyondi’. Konon seorang
bernama Bangkele’ memiliki tujuh buah sumur dekat sebuah gua di tepi pantai. Satu saat
seorang putra raja bernama Mokosambe datang memancing di laut dekat gua dan sumur
bangkele.

✾ Alat Musik

1). Kolintang

Kolintang adalah salah satu alat musik tradisional masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara.
Alat musik ini terbuat dari kayu khusus yang disusun dan dimainkan dengan cara dipukul.
Sekilas Kolintang ini hampir sama dengan alat musik Gambang dari Jawa, namun yang
membedakan adalah nada yang dihasilkan lebih lengkap dan cara memainkannya sedikit
berbeda. Kolintang merupakan salah satu alat musik tradisional yang cukup terkenal di
masyarakat Minahasa, dan sering digunakan untuk mengiringi upacara adat, pertunjukan tari,
pengiring nyanyian, bahkan pertunjukan musik.
2). garputala bambu

Garpu tala adalah alat yang berbentuk seperti garpu bergigi dua (atau berbentuk huruf y) dan
beresonansi pada frekuensi tertentu bila dihentakkan pada suatu benda. Garpu tala hanya
bergetar pada satu frekuensi, misalnya nada a' dengan frekuensi 440 Hertz. Karena frekuensi
ini tetap, garpu tala biasanya digunakan untuk menala alat musik lain, seperti gitar dan piano.
Garpu tala dapat memuai jika panas dan menyusut jika dingin sehingga memengaruhi
frekuensi yang dihasilkan tidak standar lagi. Pada garpu tala yang berkualitas baik tidak akan
mudah menyusut atau memuai sehingga frekuensi yang dihasilkan tetap standar.
3). Salude

Salude adalah alat musik jenis sitar tabung yang termasuk dalam kelompok idio-kordofon.
Salude dibuat dari seruas bambu dan dilengkapi dua dawai yang diperoleh dari kulit ari
bambu tersebut. Pada bagian tengah badan bambu terdapat lubang yang berfungsi sebagai
resonator. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipetik dan dipukul dengan pelepah pinang.

✾ Makanan Khas

Makanan khas dari suku Bolaang Mongondow yang paling popular adalah Da un Bagu bo
yondog binango an. Makanan lainnya adalah:

➣Sinorang

➣Pogioton

➣Sinabedak

➣Dinangoi

➣Binarundak

➣Allingkoge

➣Gogodu

➣Lalampa

➣Sangkara

Anda mungkin juga menyukai