Anda di halaman 1dari 47

DRAMA MUSIKAL

KARMA
SANG
PENDOSA
(diangkat dari Cerita Rakyat Jawa Barat, Dalem Boncel)

Karya
ROSYID E. ABBY

PERHATIAN!
Bila Anda akan mementaskan naskah ini mohon untuk menghubungi penulis
naskah untuk sekedar pemberitahuan.

www.bandarnaskah.com
DRAMA MUSIKAL
MUSIKAL
Karma SANG PENDOSA
(diangkat dari Cerita Rakyat Jawa Barat, Dalem Boncel)

Karya
ROSYID E. ABBY

KARAKTER

DALEM BONCEL
PAK BONCEL
MAK BONCEL
JUAG AWANG
NYIMAS SELIR
JURAGAN KARTA
JURAGAN KAPALA/JURAGAN PATIH
JURAGAN ISTRI
DANG SURYA
PARA BABU (ISAH, IMAS, MINAH, KARSIH, NINGSIH, IJEM, SURTI)
PARA PEMBURU (1, 2, 3, 4, 5)
PARA PEDAGANG KELILING (1, 2, 3, 4, 5, 6)
PARA PONGGAWA (1,2)
UTUSAN (1, 2)
EMBAN
DUKUN IKEM
DUKUN ONAH
DUKUN UTI
SEEKOR RUSA

www.bandarnaskah.com 2
(1)

HALAMAN SEBUAH RUMAH BESAR MILIK JURAGAN KARTA, DI DESA


KANDANGWESI, KAKI GUNUNG GIRIAWAS, PAGI HARI.
DI SANA TERDAPAT BEBERAPA TEMPAT JEMURAN, YANG TIANG-
TIANGNYA TERBUAT DARI BAMBU.
MASUKLAH PARA BABU (ISAH, MINAH, KARSIH, IMAS, NINGSIH),
MASING2 MENGEPIT KERANJANG JEMURAN.
SAMBIL MASUK ITU MEREKA BERNYANYI DAN MENARI DENGAN
GENITNYA.

PARA BABU
Kami para babu, babu Juragan Karta
Di sinilah, di sinilah kami bekerja
Mencari penghidupan
Biar punya masa depan

Walau Sang Juragan bengis


Kami takkan meringis
Walau Sang Juragan pelit
Kami bekerja gesit

Bekerja, bekerja, bekerja


Biar punya masa depan
Bekerja, bekerja, bekerja
Biar kami bisa makan

MEREKA KEMUDIAN MENJEMUR CUCIANNYA MASING-MASING, DI


TALI JEMURAN.

IMAS
(SAMBIL SIBUK MENJEMUR, NGOMEL-NGOMEL)
Huh, kerja, kerja, tiap hari selalu kerja. Tiap pagi selalu begini. Seolah
hidup ini tak ada habis-habisnya untuk bekerja. Monoton. Tak ada
variasi.

IJEM
Iya. Kita ini rupanya dilahirkan untuk jadi babu. Kapan sih hidup ini
meningkat? Apa sampai tua? Apa sampai mati? Melarat terus tak ada
habis-habisnya!

www.bandarnaskah.com 3
SURTI
Perempuan seperti kita ini, Imas, Ijem, memang dilahirkan untuk
melarat. Kerja keras macam apa pun, tak akan merubah nasib. Inilah
takdir kita. Takdir untuk jadi orang miskin! Takdir untuk jadi babu!

NINGSIH
Jangan ngomel. Jalani saja. Kalau tidak begini, mana mungkin kita
bisa hidup. Hidup ini kan untuk bekerja.

KARSIH
Apa tidak terbalik tuh, Ningsih? Bukan hidup untuk bekerja. Yang betul
adalah... bekerja untuk hidup. Kalau tidak bekerja, kita tidak punya
duit. Kalau tidak punya duit, kita tidak bisa makan. Kalau tidak makan,
kita tidak bisa hidup alias ko’it. Kesimpulannya, kita bekerja ini ya
untuk mempertahankan hidup!

NINGSIH
Karsih, Karsih... Kamu ini bisanya cuma membalik-balik kata. Kata
dibolak-balik, hasilnya malah membingungkan. Sekarang saya tanya
sama kamu, hidup untuk makan atau makan untuk hidup, mana yang
betul?

MINAH
Alah, sudahlah! Buat apa pusing-pusing mikir kalimat yang dibolak-
balik. Itu mah kerjaan ahli bahasa, bukan kerjaan kita. Kerjaan kita
mah, ya ini (MENUNJUK CUCIAN YANG MASIH MENUMPUK DI
KERANJANG) Kerjaan ini harus kita selesaikan cepat-cepat, jangan
sampai Juragan Karta marah!

TIBA-TIBA TERDENGAR JURAGAN KARTA MEMANGGIL-MANGGIL


DENGAN SUARA KHASNYA YANG MENGGELEGAR.

JURAGAN KARTA
(DARI DALAM RUMAH)
Babu-babuuu...! Babu-babuuu...!

MINAH
Tuh kan, apa kataku?!

www.bandarnaskah.com 4
PARA BABU SEGERA SIBUK KEMBALI MEMBERESKAN
PEKERJAANNYA MASING-MASING.
TAK BERAPA LAMA MUNCULLAH JURAGAN KARTA DENGAN WAJAH
MENYIRATKAN MARAH.

JURAGAN KARTA
Heh, babu-babu!

PARA BABU
(SEREMPAK)
Iya, Juragan?

JURAGAN KARTA
Apa kalian tidak melihat Si Boncel?

PARA BABU
(SEREMPAK, SAMBIL TETAP MENEBARKAN CUCIANNYA DI JEMURAN)
Boncel, Juragan?

JURAGAN KARTA
Iya, conge! Siapa lagi yang kutanyakan selain si pemalas itu?!

KARSIH
Maaf, Juragan... Setahu Karsih, Boncel tak pernah malas. Dia sangat
getol.

JURAGAN KARTA
(MENGHARDIK)
Getol, getol! Aku tidak tanya pendapatmu soal anak tak tahu diri itu.
Yang kutanyakan... apa kalian lihat dia?

MINAH
Maaf, Juragan... Setahu Minah, Boncel tahu diri, Juragan! Dia bisa
menempatkan dirinya sebagai bujang yang...

JURAGAN KARTA
Kamu lagi! Aku juga tidak tanya pendapatmu soal anak sialan itu. Yang
kutanyakan... di mana dia sekarang?!

ISAH

www.bandarnaskah.com 5
Maafkan Isah, Juragan... Kan Juragan tahu sendiri, tiap pagi dia sering
mencari rumput. Barangkali dia masih di huma, Juragan.

IJEM
Mohon maaf, Juragan... Barangkali dia ada di sungai. Biasanya, sepagi
ini dia suka mandi di pancuran yang ada di tepian sungai...

SURTI
(PADA IJEM) Eh, bukan di pancuran. Kamu ini sok tahu, Ijem... (PADA
JURAGAN KARTA) Heheh... maafkan Surti, Juragan.

JURAGAN KARTA
Memangnya kamu tahu, Surti?

SURTI
Heheh... sekali lagi maafkan Surti, Juragan,.. Justru Surti juga tidak
tahu, Juragan.

JURAGAN KARTA
Kamu ini bagaimana?! Dasar! (PADA IMAS) Imas, kamu tahu ke mana Si
Boncel pergi?

IMAS
Mungkin Si Boncel ngasruk ke hutan, Juragan. Kan di hutan banyak
rumput-rumput segar, Juragan. Maafkan Imas, Juragan, kan Juragan
sendiri yang suruh dia ngarit rumput tiap pagi.

NINGSIH
Ningsih juga maafkan, Juragan. Mungkin dia pulang dulu ke rumahnya.
Soalnya...

JURAGAN KARTA
Alah, sudahlah, sudah! Mungkin, mungkin! Masa tidak ada yang tahu
pasti, ke mana dia pergi?! Dasar babu, mulutnya selalu nyeroscos.
Bawel!

ISAH
Kalau menurut Isah, Juragan, mungkin Boncel itu...

JURAGAN KARTA

www.bandarnaskah.com 6
Mungkin lagi, mungkin lagi! Lagi-lagi mungkin! Sudah, sudah! Aku tak
mau dengar lagi omongan kalian! Cepat, kerjakan saja tugas kalian!
(HENDAK BERLALU DARI TEMPAT ITU, SEMENTARA PARA BABU
BERSIAP-SIAP LAGI UNTUK MENERUSKAN KERJANYA. TAPI BARU
BEBERAPA LANGKAH, JURAGAN KARTA MENGHENTIKAN
LANGKAHNYA)
Dan jangan lupa kalian, nanti kalau Si Boncel datang, suruh dia
menghadapku! Jangan sampai nanti cambukku menyentuh tubuhnya
lagi. Paham?!!

PARA BABU
(SEREMPAK)
Pahaaam, Juragan...

JURAGAN KARTA
Sudah, lanjutkan kerja kalian! Jangan malas, tak dikasih makan, tahu
rasa kalian!

JURAGAN KARTA BERGEGAS MASUK KE RUMAHNYA, DENGAN WAJAH


TETAP MENYIRATKAN KEMARAHAN.
SEMENTARA PARA BABU SALING PANDANG DAN BISIK-BISIK SAMBIL
MENCIBIRKAN BIBIR, KEMUDIAN SEGERA MELANJUTKAN
PEKERJAANNYA.

PARA BABU
Yo, ayo, kita bekerja
Biar punya masa depan
Yo, ayo, kita bekerja
Biar kita bisa makan...

Yo, ayo kita bekerja


Lupakan kesedihan
Yo, ayo kita bekerja
Dengan hati penuh riang...

Semangat, semangat, yo, yo


Semangat, semangat!
Bekerja, bekerja, yo, yo
Bekerja, bekerja!

www.bandarnaskah.com 7
(2)

SEBUAH HUTAN BELANTARA. PAGI, LIMA HARI BERIKUTNYA.


DI BAWAH SEBATANG POHON YANG RIMBUN, TERBARINGLAH DENGAN
LELAPNYA SEORANG PEMUDA DENGAN PAKAIAN KUMAL, DAN DI
SANA-SINI PENUH TAMBALAN. DIALAH BONCEL.
SEMENTARA BONCEL TERLELAP, DARI KEJAUHAN TERDENGAR
TERIAKAN ORANG-ORANG YANG MENDEKAT KE ARAHNYA. BONCEL
TERBANGUN DENGAN KAGETNYA. SETELAH MENGUCEK-UCEK
KEDUA MATANYA, DIA SEGERA MEMASANG KUPINGNYA.

ORANG-ORANG
(BERTERIAK DARI KEJAUHAN)
Kejaar! Kejaaar! Kejaaar.....!!!
Tuh, tuh, tuh... Dia lari ke sana tuh! Cepat kejaarr!

ORANG-ORANG LAINNYA
(MENIMPALI TEMAN-TEMANNYA, BERTERIAK DARI KEJAUHAN)
Iya, ayo cepat kejar! Jangan sampai lepas, cepaat!

TIBA-TIBA SEEKOR RUSA BERLARI KE ARAH BONCEL TADI


TERBARING.
BONCEL KAGET, DAN SEGERA SAJA BANGKIT BERDIRI. DIA
MENGHADANG RUSA TERSEBUT. SANG RUSA KEBINGUNGAN. RUSA
ITU KEMUDIAN BERBALIK ARAH KE ARAH DARI MANA DIA MUNCUL..
TAPI TIBA-TIBA RUSA ITU KETAKUTAN DAN KEBINGUNGAN LAGI,
KARENA DI HADAPANNYA TELAH BERMUNCULAN ORANG-ORANG
YANG TADI MENGEJARNYA.

PEMBURU 1
Hahaha.... akhirnya terperangkap juga kau di sini! (TERTAWA SENANG)
Mau lari ke mana kau rusa cantik?

PEMBURU 2
(TERTAWA)
Nah, apa kataku?! Dia lari ke arah sini, kan?

PEMBURU 3

www.bandarnaskah.com 8
Ayo kita kepung!

RUSA ITU HENDAK LARI LAGI KE ARAH BONCEL. NAMUN BONCEL


MENGHALANGINYA.
RUSA KEMBALI LARI KE ARAH PARA PEMBURU. PARA PEMBURU
SEGERA MENGERUBUTINYA.
AKHIRNYA RUSA ITU TERTANGKAP JUGA.
BEBERAPA PEMBURU SEGERA MENGIKAT KEEMPAT KAKI RUSA ITU
(DIJADIKAN SATU IKATAN, BISA JUGA DUA IKATAN).
SEMENTARA PEMBURU YANG LEBIH TUA (PEMBURU 1, BISA JADI
SEBAGAI PEMIMPINNYA) SEGERA MENDEKATI BONCEL.

PEMBURU 1
Terimakasih, anak muda.
Siapakah anak muda ini?
Pagi-pagi keliaran di hutan belantara Cipatujah?

BONCEL
Aku adalah pengembara, Mamang. Namaku Boncel.

PARA PEMBURU SALING PANDANG.

PEMBURU 4
Boncel? Lalu, tujuanmu hendak ke mana, pagi-pagi begini sudah ada di
sini?

BONCEL
Namanya juga pengembara, Mamang, aku tak punya tujuan pasti. Ke
mana kaki membawaku, ke sanalah aku melangkah.

PARA PEMBURU SALING PANDANG, LALU SALING MANGGUT-


MANGGUT.

PEMBURU 5
Pengembara? Memangnya dari mana asalmu?

BONCEL
Dari Desa Kandangwesi, Mamang.

PEMBURU 2

www.bandarnaskah.com 9
Desa Kandangwesi? Jauh sekali.
Bukankah desa itu berada di kaki Gunung Giriawas?

BONCEL
Benar sekali, Mamang
Desaku di kaki Gunung Giriawas
Ibu bapakku orang miskin
Makan dari hasil mencari suluh

Aku pun tak tinggal diam


Jadi bujang di rumah orang kaya
Hartawan pelit tak kenal ramah
Kerjanya marah-marah tak keruan

Aku kerja tak pernah lalai


Tiap pagi cari rumput ke huma
Bahkan sampai masuk hutan
Tak lupa membersihkan istal

Semua kukerjakan dengan giat


Namun tetap ku dicela dan dimaki
Terkadang disiksa dipukuli
Hingga tak kuat menahan diri

Lima hari lalu, seperti biasa


Kucari rumput ke huma dan ke hutan
Entah apa sebabnya
Sejak pagi sampai siang
Tak kutemui juga rumput segar
Akhirnya aku tak berani pulang
Karna takut dimarahi Juragan

PEMBURU 3
Apa ibu-bapakmu tahu, kau minggat dari rumah Juraganmu itu?

BONCEL
Tidak.
Ku tak mau susahkan mereka
Biar derita kutanggung sendiri
Ku kan cari masa depanku yang gemilang

www.bandarnaskah.com 10
Kelak jika ku berhasil
Ku kan bawa mereka ke puncak bahagia

PEMBURU 1
Kalau begitu, ikutlah bersama kami ke Garut. Di sana Kangjeng Dalem
Garut sedang menerima tamu agung, para menak Cianjur. Menurut
kabar, Kangjeng Dalem Cianjur ada bersama para menak itu, diiring
Juragan Kapala dan para pengiringnya yang lain.

PEMBURU 4
Benar, Boncel, ikutlah bersama kami. Juragan Kapala kabarnya
membutuhkan seorang bujang.

PEMBURU 5
Kabarnya pula, Juragan Kapala orangnya sangat ramah dan baik hati,
tak pernah memarahi para pekerjanya. Ada baiknya kamu mengabdi
saja pada Juragan Kapala. Siapa tahu nasibmu bisa berubah.

SESAAT BONCEL BERPIKIR.

PEMBURU 1
Ah, sudahlah. Itu nanti saja kau pikirkan. Tak baik berpikir dengan
perut kosong. Tentunya kau lapar, bukan? Kau ikutlah dulu ke rumahku,
biar perutmu tidak keroncongan. Biar kau bisa berpikir jernih.
(PADA KAWAN-KAWANNYA) Mari kawan-kawan, kita rayakan perburuan
kita ini di rumahku. Kita adakan pesta rame-rame!

PARA PEMBURU MENYAMBUT AJAKAN PEMIMPINNYA ITU DENGAN


SUKA CITA.

(3)

DI PEKARANGAN RUMAH JURAGAN KAPALA, DI CIANJUR.


(JURAGAN KAPALA BELUM LAMA INI SUDAH DIANGKAT JADI PATIH.
KARENA ITU, PENYEBUTAN JURAGAN KAPALA UNTUK SELANJUTNYA
BERGANTI MENJADI JURAGAN PATIH).

www.bandarnaskah.com 11
TAMPAK JURAGAN PATIH BERSAMA JURAGAN ISTRI SEDANG DUDUK
MEMPERHATIKAN BONCEL YANG SORE ITU SEDANG DIBIMBING OLEH
ANAKNYA, DANG SURYA, UNTUK BELAJAR MEMBACA.
TAMPAK SUASANA KEAKRABAN TERJALIN ANTARA DANG SURYA
DENGAN BONCEL.

DANG SURYA
(SAMBIL MENULISKAN SESUATU DI GENTENG DENGAN ARANG)
Coba kau baca ini!

BONCEL
(MEMBACA DENGAN CUKUP FASIH)
I-ni Rus-di.... Ini Mis-nem...
(KEMUDIAN MENGANGKAT WAJAHNYA, MEMANDANG DANG SURYA)
Apa tidak ada kalimat lain selain ” Ini Rusdi, Ini Misnem”? Kalau tidak
salah, orang-orang sebelum kita pun, pertamanya belajar membaca ini
kan?

DANG SURYA
Sudah, jangan protes. Turuti saja apa kataku! Heh, kamu tahu tidak,
cerita Rusdi dan Misnem itu menjadi bacaan wajib di jaman kita ini,
terutama untuk sekolah-sekolah kaum bangsawan. Nah, sekarang coba
baca ini....! (SAMBIL MENULISKAN LAGI SESUATU)

BONCEL
(MEMBACA LAGI DENGAN CUKUP FASIH)
I-bu per-gi ke pa-sar...
(LAGI-LAGI MENGANGKAT WAJAHNYA, MEMANDANG DANG SURYA)
Banyak duitnya ya Si Ibu... Kenapa sih perginya selalu ke pasar, tidak
ke tempat lain? Misalnya ke sawah, ke kebun, ke hutan, ke....

DANG SURYA
(MENDELIK)
Kamu ini mau belajar apa mau berdebat sih?

MELIHAT KEAKRABAN ANAKNYA DENGAN BONCEL, JURAGAN PATIH


SENANG DIBUATNYA. DEMIKIAN PULA DENGAN JURAGAN ISTRI.

JURAGAN PATIH

www.bandarnaskah.com 12
Sungguh tak terasa ya, Nyimas... sudah jalan dua tahun Boncel bekerja
dengan kita.

JURAGAN ISTRI
Sumuhun, Kakang...
Selama dengan kita
Dia bekerja sungguh-sungguh.
Tiap perintah kita
Selalu dikerjakan dengan patuh.

JURAGAN PATIH
Yang membanggakan bagiku, Nyimas
Dia tekun belajar pada Dang Surya
Anak kita semata wayang.

JURAGAN ISTRI
Memang, sungguh ulet anak muda itu.
Ulet bekerja, ulet pula dalam belajar.
Karena itu
Dang Surya merasa punya teman
Tak lagi menganggapnya bujang

JURAGAN PATIH
Itulah, Nyimas... Aku jadi berpikir, apa mungkin dia kujadikan saja juru
tulis di kantor Kepatihan? Aku kan baru saja diangkat jadi Patih. Aku
memerlukan juru tulis yang dapat kuandalkan...

JURAGAN ISTRI
Aku pun punya pikiran yang sama, Kakang. Kalau memang di kantor
Kepatihan tak ada juru tulis yang dapat diandalkan, mulai besok kau
jadikan saja Boncel jadi juru tulis. Biar dia bantu-bantu pekerjaanmu di
Kepatihan. Sedangkan pekerjaannya di sini, biar digantikan yang lain.
Kan yang mengurusi di sini mah ada Mang Mamat sama Bi Jumsih...

JURAGAN PATIH
(SEJENAK MERENUNG)
Benar juga, ya, Bu...
(KEMUDIAN MANGGUT-MANGGUT SAMBIL TERSENYUM)

JURAGAN ISTRI MEMBALAS SENYUMAN JURAGAN PATIH.

www.bandarnaskah.com 13
KEMUDIAN TATAPAN KEDUANYA KEMBALI DIARAHKAN PADA DANG
SURYA DAN BONCEL YANG MASIH TETAP ASYIK DENGAN LATIHAN
MEMBACANYA. WAJAH MEREKA MENYIRATKAN RASA BANGGA YANG
AMAT SANGAT.

(4)

DI DALAM RUMAH GUBUK MILIK MAK DAN PAK BONCEL, DI


KANDANGWESI, SEPULUH TAHUN KEMUDIAN. SENJA BARU SAJA
MEMASUKI MALAM.
TAMPAK MAK BONCEL MENYALAKAN LAMPU TEPLOK.
SETELAH LAMPU MENYALA, DIA SEGERA MENGHEMPASKAN
TUBUHNYA DI BALE-BALE. SEJENAK DIA TERMENUNG. MATANYA
BERKACA-KACA.

MAK BONCEL
Ocen, Ocen, anakku belahan hati...
Ke mana saja kau selama ini
Emak dan Bapak lama menanti
Menanti dalam kesunyian hati

Ocen, Ocen, anakku belahan jiwa


Mengapa kau tiada kabar
Emak dan Bapak hilang akal
Cepatlah pulang Emak sudah tak sabar

(MERATAP)
Ocen, Ocen...
Ocen, anaking...

TAK LAMA MUNCULLAH PAK BONCEL SAMBIL MEMANGGUL


TUMPUKAN KAYU BAKAR BERUPA POTONGAN DAHAN DAN RANTING-
RANTING KERING.
BELUM JUGA PAK BONCEL MENARUH TUMPUKAN KAYU BAKAR ITU,
MAK BONCEL SEGERA MENGHAMPIRINYA.

MAK BONCEL
Bagaimana anak kita, Pak?

www.bandarnaskah.com 14
Apa kau menemukannya?
Apa kau menemukan Si Ocen?

PAK BONCEL
Sudahlah, Mak, sudah
Jangan ulangi lagi pertanyaan yang sama
Sepuluh tahun sudah dia pergi
Tak usah lagi dia dinanti

MAK BONCEL
Apa?! Apa kau sudah lupa pada anak kita, Pak? Apa kau tak merasa
khawatir pada keselamatannya?! Kau sebagai bapaknya, tak
seharusnya melupakan dia. Kau sebagai bapaknya, masa tidak
khawatir?!

PAK BONCEL
Bukannya tak khawatir, bukannya sudah melupakan anak kita, Mak...
Sudah sepuluh tahun Si Boncel menghilang, tapi sampai saat ini tak
ada kabar beritanya. Mau bagaimana lagi kita?! Masa kita mau terus-
menerus begini, bermuram durja, menangis, dan meratap? Sayangi
badan, Mak, sayangi badan. Jangan terus dipake nguyung begitu.
Berdo’alah biar anak kita selamat dan cepat pulang.

MAK BONCEL
(MERATAP LIRIH)
Oceeenn...
Aku takut Si Ocen kenapa-napa.
Ada kabar dia mati diterkam harimau di hutan...
Oh, Ocen, anakiiing...
Sungguh malang nasibmu, Nak...

PAK BONCEL
Sudahlah, Mak. Belum tentu berita itu benar. Aku ke dapur dulu ya,
memberesi suluh-suluh ini. Jangan lagi kau pikirkan dia. Aku yakin dia
masih hidup... Aku yakin, suatu saat pasti dia kembali.

PAK BONCEL SEGERA MEMBAWA KAYU-KAYU BAKAR ITU PERGI KE


BELAKANG, MENINGGALKAN MAK BONCEL YANG MASIH TERISAK DI
BALE-BALE.

www.bandarnaskah.com 15
TIBA-TIBA, DALAM KEREMANGAN LAMPU TEPLOK, MUNCULLAH
SESOSOK TUBUH YANG SANGAT DIKENALI MAK BONCEL. YA,
DIALAH... BONCEL!

BONCEL
Mak...!

MAK BONCEL TERPANA. TAPI HATINYA SUNGGUH BAHAGIA.

MAK BONCEL
(DENGAN SUARA TERSEKAT)
Ocen... kaukah itu, anaking?
.
BONCEL
Benar, Mak, ini Ocen, anakmu.
Jangan khawatir, Ocen masih hidup
Ocen pergi mencari bahagia
Agar Emak dan Bapak tak lagi sengsara

MAK BONCEL
Dan kini kau bahagia, anaking?

BONCEL
Ya, Mak.
Ocen sungguh bahagia.
Ocen telah beristri seorang juag
Ocen kini telah kaya
Ocen kini penguasa...

MAK BONCEL
(DENGAN WAJAH GEMBIRA)
Sungguh, anaking? Sungguh? Syukur... syukur ya Gusti..

DENGAN WAJAH GEMBIRA MAK BONCEL HENDAK MEMELUK


ANAKNYA YANG TELAH LAMA DIRINDUKANNYA.
TAPI, SESOSOK TUBUH ITU MENGHILANG DARI PANDANGANNYA.

MAK BONCEL
(KAGET DAN TERBATA-BATA)
Ocen... Ocen, anaking...

www.bandarnaskah.com 16
(5)

DI PEKARANGAN DEPAN RUMAH GUBUK PAK DAN MAK BONCEL.


PAGI ITU PAK BONCEL SEDANG GIAT BEKERJA MEMBELAH KAYU
BAKAR.

TAK LAMA MASUKLAH NYAI-NYAI PARA PEDAGANG KELILING,


MELENGGAK-LENGGOK, MENARI-NARI SAMBIL BERNYANYI.

PARA PEDAGANG KELILING


Kami para pedagang, oh pedagang keliling
Muter-muter, muter-muter ke sana kemari
Mencari penghidupan
Biar punya masa depan

Walau nasib kami jelek


Kami takkan merengek
Walau nasib kami buram
Kami tak akan muram

Berdagang, berdagang, berdagang


Biar punya penghasilan
Berdagang, berdagang, berdagang
Biar kami bisa makan

PARA PEDAGANG KELILING


(MENGHAMPIRI PAK BONCEL YANG MASIH GIAT MEMBELAH KAYU
BAKAR)
Sampurasun, Aki.

PAK BONCEL
(MENGHENTIKAN KERJANYA)
Rampes, Nyai-Nyai, Eneng-Eneng...
Sedang jualan, Nyai-Nyai, Eneng-Eneng?

PARA PEDAGANG KELILING


(DENGAN GANJENNYA)

www.bandarnaskah.com 17
Ya iya lah... Masa sedang berdandan. Si Aki ini ada-ada saja, ah!

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Lalu, Aki ini sedang apa? Sedang membelah suluh, Aki?

PAK BONCEL
(MENIRUKAN KEGANJENAN PARA PEDAGANG KELILING)
Ya iya lah... Masa sedang tidur. Si Nyai ini ada-ada saja, ah!

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Ih, Si Aki, bisa saja Aki mah... Iya, Aki, kami ini sedang jualan.

NYAI PEDAGANG KELILING 2


Sumuhun, Aki... Berdagang!

NYAI PEDAGANG KELILING 3


Belilah barang-barang kami Aki. Kami sudah keliling ke sana kemari,
tak ada juga yang membeli.

NYAI PEDAGANG KELILING 4


Iya, Aki... Mana badan sudah capek begini, dagangan tidak laku-laku!
Apa Aki tidak kasihan pada kami?

NYAI PEDAGANG KELILING 5


Betul, Aki... Kalau tidak ingat pada anak-anak di rumah mah, mana
mau kami jualan seperti ini, berdagang dari dayeuh ke dayeuh, masuk
kampung keluar kampung.

NYAI PEDAGANG KELILING 6


Makanya kasihanilah kami, Ki... Sejak subuh keluar rumah, eh... tidak
ada seorang pun yang peduli pada kami untuk beli barang-barang
dagangan kami.

PAK BONCEL
(MELIHAT-LIHAT ISI KERANJANG PARA PEDAGANG)
Memangnya, Nyai-Nyai, Eneng-Eneng ini jualan apa?

NYAI PEDAGANG KELILING 2


Ini, Ki, jualan kain batik dan kebaya. Siapa tahu Aki berminat beli
untuk Si Nini. Nih, ada kebaya Bandung, juga ada kebaya Tasik, Ki....

www.bandarnaskah.com 18
NYAI PEDAGANG KELILING 5
Kalau Si Nini perlu batik, tidak usah jauh-jauh pergi ke dayeuh, ke
Garut, saya juga punya batik Garutan, Aki. Kalau mau batik Tasikan
juga, nih ada...

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Untuk Aki juga ada, Ki. Nih, ada iket, baju kampret dan celana pangsi.
Dengan memakai iket, baju kampret dan celana pangsi ini, saya jamin
Aki kelihatan muda kembali... Dijamin kinclong, Ki...

NYAI PEDAGANG KELILING 4


Lebih kinclong lagi kalau Aki pakai tarumpah ini, Ki. Atau pakai saja
bakiak ini. Saya jamin, Aki bakal kelihatan ginding.

NYAI PEDAGANG KELILING 3


O iya, Aki... Mungkin Si Nini perlu panci, katel, teko, atau barang-
barang kelontong lainnya? Jangan khawatir, Aki, saya menyediakannya
juga...

PAK BONCEL
Ambuing, ambuing... komplit sekali ya... Serba ada. Sampai-sampai Aki
ini bingung milihnya... (TERBENGONG-BENGONG) Lagi pula duit dari
mana atuh Aki teh, Nyai-Nyai, Eneng-Eneng... Jangankan beli barang,
untuk makan sehari-hari pun sangat sulit. (PADA NYAI PEDAGANG
KELILING 6) Eh, ini Nyai yang satunya lagi, jualan apa Nyai teh?

NYAI PEDAGANG KELILING 6


Kalau saya mah, Aki, jualan ini... alat-alat tani... Nih kalau Aki minat,
ada arit dan etem...

PAK BONCEL
(MENGANGGUK-ANGGUK) Hmm, sayang sekali ya, Aki ini tak punya
duit. Eh, ngomong-ngomong, Nyai-Nyai Eneng-Eneng ini baru ya jualan
ke daerah sini? Soalnya Aki baru lihat...

NYAI PEDAGANG KELILING 2


Memang benar, Aki. Kami ini dari Tasik. Baru hari ini kami dagang ke
daerah sini. Kemarin-kemarin mah kami jualannya ke daerah kulon,
bahkan sampai ke Caringin segala, Ki...

www.bandarnaskah.com 19
PAK BONCEL
Caringin? Daerah mana itu teh, Nyai?

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Daerah Labuan, Ki, sebelah kulon Pulau Jawa ini.

PAK BONCEL
(GELENG-GELENG KEPALA)
Ck, ck, ck, ambuing-ambuing, jauh sekali ya, Nyai.

NYAI PEDAGANG KELILING 3


Iya, Ki. Cari peruntungan mah harus berani ngambil resiko atuh. Tapi
tidak percuma jualan ke sana juga, semua barang dagangan kami
habis diborong Juag Awang.

MAK BONCEL YANG TELAH CUKUP LAMA KELUAR DARI RUMAHNYA,


BERDIRI DI AMBANG PINTU SAMBIL MEMPERHATIKAN OBROLAN PAK
BONCEL DAN NYAI-NYAI PEDAGANG KELILING, SEGERA IKUT
NIMBRUNG.

MAK BONCEL
(SAMBIL MENGHAMPIRI MEREKA)
Juag Awang? Siapa Juag Awang teh, Nyai-Nyai, Eneng-Eneng?

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Eh, Nini... dikira teh tidak nguping.
Itu, Ni, istrinya Dalem Caringin. Nasib orang mah tidak terduga, ya, Ni.
Kata orang, kan Dalem Caringin teh tadinya mah orang melarat. Orang
susah, Nini.

NYAI PEDAGANG KELILING 5


Benar, Nini. Malah kata orang-orang, dia tidak punya darah ningrat.
Kabarnya, dia itu berasal dari Priangan sini, Nini.

MAK BONCEL
Dari daerah Priangan sini?

NYAI PEDAGANG KELILING 2

www.bandarnaskah.com 20
Memang benar, Ni, dari daerah Priangan sini. Asalnya dia bubujang
pada Juragan Kapala. Karena pintar maca dan nulis, waktu Juragan
Kapala jadi Patih, dia dijadikan juru tulisnya di Kepatihan.

NYAI PEDAGANG KELILING 3


Jadi juru tulisnya juga tidak lama, Ni. Karena orangnya rajin dan
sangat dipercaya, tidak lama kemudian dia diangkat jadi Asesor.

PAK & MAK BONCEL


(HAMPIR BERSAMAAN)
Asesor...?

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Iya, termasuk priyayi kelas tinggi atuh Asesor mah, Aki, Nini.
Eh... dasar nasibnya lagi mujur, lagi-lagi dia naik jabatan jadi Jaksa di
Bogor, lalu menikah dengan Juag Awang...

PAK & MAK BONCEL


(HAMPIR BERSAMAAN)
Juag Awang...?

NYAI PEDAGANG KELILING 2


Itu..., putrinya Kangjeng Dalem Caringin. Nah, waktu Kangjeng Dalem
pensiun, dia dipilih sebagai penggantinya. Jadilah dia juga seorang
Dalem...

MAK BONCEL
Ck, ck, ck... benar-benar nasib mujur.

PAK BONCEL
Begitulah. Kalau Gusti berkehendak, maka takkan ada yang tak
mungkin di dunia ini.

NYAI PEDAGANG KELILING 3


Lamun keyeng tangtu pareng, ya, Ki?

PAK BONCEL MENGANGGUK.

NYAI PEDAGANG KELILING 4

www.bandarnaskah.com 21
Dan karena dia sudah jadi Dalem, dia pun punya selir yang biasa
dipanggil Nyimas Selir. Sayangnya, Nyimas Selir ini tidak begitu ramah,
sangat jauh berbeda dengan tabiat Juag Awang yang baik hati, ramah
kepada semua orang. Pokoknya, Nyimas Selir ini orangnya judes sekali,
Aki, Nini...

NYAI PEDAGANG KELILING 6


Hus, kamu ini! Ngomong sembarangan! Masuk kerangkeng, tahu rasa
kamu!

MAK BONCEL
Ngomong-ngomong, siapa nama Dalem Caringin itu, Nyai-Nyai, Eneng-
Eneng?

NYAI PEDAGANG KELILING 1


Karena berasal dari rakyat biasa, namanya juga tidak seperti
kebanyakan para ningrat lainnya, Ni. Namanya teh... Boncel.

PAK & MAK BONCEL


(KAGET. HAMPIR BERSAMAAN)
Siapa, Nyai?!

NYAI PEDAGANG KELILING 3


Eh, Aki-Nini teh bonge! Boncel, Aki, Nini... Boncel!

PAK & MAK BONCEL


(SEAKAN TAK PERCAYA PADA PENDENGARANNYA)
Bon... cel...?
(KEMUDIAN KEDUANYA SALING PANDANG, MASIH TAK PERCAYA)

MAK BONCEL
(INGIN MEYAKINKAN) Benar, Nyai-Nyai, Eneng-Eneng? Namanya teh
Boncel?

PARA PEDAGANG KELILING


(SEREMPAK)
Benar, Nini. Namanya Boncel! Dalem Boncel!

PAK & MAK BONCEL


(SEAKAN MASIH TAK PERCAYA PADA PENDENGARANNYA)

www.bandarnaskah.com 22
Dalem Bon... cel...???
(KEDUANYA KEMBALI SALING PANDANG, LAGI-LAGI MASIH TAK
PERCAYA)

PARA PEDAGANG KELILING MENGANGGUK, TAPI DENGAN WAJAH


PENUH KEBINGUNGAN.

PAK BONCEL
Bagaimana ciri-ciri Kangjeng Dalem itu, Nyai? Apa Nyai pernah
bertemu orangnya?

NYAI PEDAGANG KELILING 1


(MASIH TETAP DENGAN WAJAH BINGUNG) Pernah. Kan waktu Juag
Awang memborong dagangan kami, Dalem Boncellah yang
mengeluarkan ringgitnya.

MAK BONCEL
(TAK SABAR) Bagaimana ciri-cirinya, Nyai? Perawakannya bagaimana?

NYAI PEDAGANG KELILING 2


(MEMANDANG KEDUA TEMANNYA)
Tubuhnya tinggi agak kurus, Ni. Kulitnya agak hitam.
(BEBAS, BOLEH DISESUAIKAN DENGAN CIRI-CIRI FISIK PEMERAN
DALEM BONCEL.)

PAK BONCEL
Mungkin Nyai-Nyai Eneng-Eneng teliti juga... Pipi sebelah kanannya
bagaimana, Nyai?

NYAI PEDAGANG KELILING 3


Kalau tidak salah... di pipi kanannya ada tanda kehitaman, Ki... Ya, ada
tanda tompelnya.
(NAH, KALAU CIRI INI TAK BOLEH NGARANG, HARUS ADA! KARENA,
ITULAH CIRI KHUSUS SI TOKOH UTAMA INI.)

MAK BONCEL
(MENJERIT KEGIRANGAN) Bonceeel, anakiiing... (PADA PAK BONCEL)
Dia anak kita, Pak! Dalam mimpiku juga dia menyebut dirinya
penguasa. Aku yakin, dia anak kita!

www.bandarnaskah.com 23
PARA PEDAGANG KELILING
(TERBENGONG-BENGONG, KEMUDIAN SALING PANDANG, TAK
PERCAYA)
Anak? Bagaimana mungkin?

SEMENTARA PAK BONCEL MENADAHKAN KEDUA TELAPAK


TANGANNYA. MULUTNYA TAK HENTI-HENTI BERGUMAM
MENGUCAPKAN DO’A.

PAK BONCEL
Syukur ya Gusti, Pangeran abdi, syukur...
Kau telah kabulkan keinginan anakku
Lepas dari kesengsaraan dunia
Jadi orang berpangkat dan mulia
Syukur ya Gusti, Pangeran abdi, syukur...

(6)

DI PENDOPO KADALEMAN/KABUPATEN CARINGIN.


DALEM BONCEL DUDUK DENGAN GAGAHNYA, DI KURSI
KEBESARANNYA. DI SISI KIRI KANANNYA, BERDIRI PARA PONGGAWA
KADALEMAN.

DALEM BONCEL
Akulah Dalem Boncel
Panggillah aku Kangjeng Dalem
Karena aku kini bangsawan tinggi
Penguasa tinggi kadaleman Caringin

Akulah Dalem Boncel


Panggillah aku Kangjeng Dalem
Karena aku kini jadi priyayi
Segala kebijakan, aku pegang kendali

TIBA-TIBA MUNCULLAH SEORANG PONGGAWA (PONGGAWA 1),


MENGHADAP DALEM BONCEL, DAN SEGERA MENGHATURKAN
SEMBAH.

www.bandarnaskah.com 24
PONGGAWA 1
(MENGHATURKAN SEMBAH)
Pangapunten, Kangjeng Dalem...

DALEM BONCEL
Aya naon, Ponggawa? Ada apa?!

PONGGAWA 1
Di luar ada seorang kakek dan nenek.
Mereka ingin menghadap Kangjeng Dalem, katanya.

DALEM BONCEL
Kakek dan nenek?
Sudah kau tanya, siapa mereka, hai Ponggawa?

JUAG AWANG KELUAR DARI KAMARNYA. DALEM BONCEL


MENATAPNYA SEJENAK.

PONGGAWA 1
Maafkan, Kangjeng Dalem...
Dilihat dari penampilannya, mereka itu orang miskin.
Pakaian mereka penuh tambalan.
Pastilah dari dusun.
Tak mungkin mereka orangtua Kangjeng Dalem.

DALEM BONCEL
Apa? Orangtuaku?!
(SALING PANDANG DENGAN JUAG AWANG)

PONGGAWA 1
(DENGAN RASA TAKUT)
Maafkan hamba, Kangjeng...
Begitulah menurut pengakuan mereka

DALEM BONCEL
(DENGAN WAJAH MEMERAH)
Gagabah, siah!
Aku ini sudah tak punya orangtua
Bagaimana mungkin mereka mengaku orangtuaku?

www.bandarnaskah.com 25
Sudah, usir saja mereka!

MUNCULLAH PONGGAWA LAINNYA (PONGGAWA 2), YANG SEGERA


MENGHATURKAN SEMBAH PADA KANGJENG DALEM.

PONGGAWA 2
(MENGHATURKAN SEMBAH, SAMBIL KETAKUTAN)
Pangapunten, Kangjeng Dalem...
Sudah coba kami usir
Namun tetap tak mau pergi
Sebelum meyakinkan diri
Kangjeng Dalem bukan anaknya

DALEM BONCEL
Aku tak mau tahu.
Aku tak peduli.
Pokoknya, dengan apa pun cara
paksa saja mereka
Agar segera pergi dari sini!

JUAG AWANG SEGERA MENGHAMPIRI DALEM BONCEL, DAN MENCOBA


MENENANGKAN HATINYA.

JUAG AWANG
Kakang
Ada baiknya mereka suruh kemari dulu
Mungkin benar mereka orangtuamu

DALEM BONCEL
Tidak, Nyimas. Aku sudah tak punya orangtua lagi.

TIBA-TIBA MASUKLAH KEDUA ORANGTUA BONCEL.


DENGAN RASA KERINDUAN YANG SANGAT DALAM, MEREKA SEGERA
MEMBURU ANAKNYA.

MAK BONCEL
(HENDAK MERANGKUL ANAKNYA DENGAN BAHAGIA)
Ocen, anaking...

www.bandarnaskah.com 26
TAPI DENGAN KASARNYA, DALEM BONCEL MENEPIS TANGAN YANG
HENDAK MERANGKUL ITU, DAN DENGAN KERASNYA MENENDANG
MAK BONCEL HINGGA TERJEREMBAB.

DALEM BONCEL
Kurang ajar, heh! Siapa kalian?!
Berani-beraninya tangan kotor kalian hendak menyentuh pakaianku!

SEMUA KAGET DIBUATNYA, TAK MENYANGKA AKAN KEJADIAN


TERSEBUT.

JUAG AWANG
Kakang...!!

PAK BONCEL SEGERA MEMBURU ISTERINYA.

PAK BONCEL
Mak... !

MAK BONCEL
(BANGKIT DENGAN DIBANTU PAK BONCEL)
Ocen, anaking...
Ini Emak, ibu kandungmu
Ibu yang mengandung dan melahirkanmu.
Dan ini bapakmu (MENUNJUK PAK BONCEL)
Kami telah merawat, menjaga dan membesarkanmu dengan kasih
sayang.
Apa kau tak ingat, anakku...?
Apa tak ingat...?!

DALEM BONCEL
Tidak!
Aku tak punya orangtua gila seperti kalian
Lagi pula
Orangtuaku sudah lama mati!

PAK BONCEL
Teganya kau berkata begitu, Boncel!
Sebelum kemari, kami memang ragu kau anak kami.
Kami bimbang, tak mungkin anak kami seorang Dalem

www.bandarnaskah.com 27
Tapi kini kami yakin, kau adalah anak kami.
Anak kami satu-satunya.

DALEM BONCEL
Aku tak peduli dengan keyakinanmu itu, Aki-aki peot!
Mana mungkin aku Kangjeng Dalem
Berpangkat tinggi dan dimuliakan orang
Lahir dari perut pengemis yang tak waras?!
Gelo siah!
Sinting siah!

JUAG AWANG
Kakang... sudahlah
Kalau mereka benar orangtuamu
Akuilah, jangan merasa malu

DALEM BONCEL
(MENGHARDIK)
Jangan ikut campur, Nyimas!
Sudah berkali-kali kukatakan
Orangtuaku telah tiada
Dan mereka ini orang gila
Hanya mengaku-ngaku
Demi semata mencari untung
(PADA PARA PONGGAWA)
Heh, kalian jangan bengong saja!
Cepat, seret mereka keluar!
Aku sudah muak melihat wajah gelandangannya itu!

PARA PONGGAWA SEGERA BERGERAK MENYERET PAK DAN MAK


BONCEL KELUAR.

MAK BONCEL
Ocen... Ocen...
Eling, anaking, eling...
Ini Emak dan Bapakmu...

PAK BONCEL
Boncel...
Jangan biarkan hatimu dikuasai napsu, Anakku

www.bandarnaskah.com 28
Jangan biarkan kekayaan dan kekuasaan
Membuatmu lupa.

SEMENTARA PAK DAN MAK BONCEL DISERET KELUAR OLEH PARA


PONGGAWA KADALEMAN, MUNCULLAH NYIMAS SELIR YANG SEGERA
MENGHAMPIRI DALEM BONCEL.

NYIMAS SELIR
Kakang, ada apa ribut-ribut?

DALEM BONCEL
(MENGGERUTU)
Dasar tak waras!
Pengemis sinting!
Berani-beraninya datang kemari
Mengaku-ngaku Emak dan Bapakku.
Kalau perlu duit, minta saja terus terang
Tak usah menipu
Mengaku-ngaku orangtuaku!

NYIMAS SELIR
Lalu, sudah Kakang usir mereka?

DALEM BONCEL
Ya, sudah kuusir mereka!
Mereka tak pantas menginjakkan kaki di sini
Tempat yang seharusnya
Diperuntukkan bagi orang-orang terhormat seperti kita!

NYIMAS SELIR
Masih untung diusir.
Coba Kakang hukum mati, biar kapok!
Kita sebagai keluarga menak
Tak sepantasnya dipermalukan begitu!

JUAG AWANG
(MENDELIK MARAH)
Jaga bicaramu, Rayi!
Kalau tak tahu permasalahannya
Tak usah memperkeruh suasana

www.bandarnaskah.com 29
Dengan omongan yang tak patut!

DALEM BONCEL
(PADA JUAG AWANG)
Diam, Nyimas!
Kau pun tidak tahu permasalahannya!
Kau tidak tahu
Siapa sesungguhnya orangtuaku
Jadi tak usah bicara macam-macam!

JUAG AWANG
Kakang, walau aku tak tahu permasalahannya
Walau aku tak tahu orangtuamu yang sesungguhnya
Tapi hati kecilku merasa yakin
Dan batinku mengiyakan
Orangtua yang kau sebut pengemis gila itu
Yang kausir dengan cara yang sangat kasar itu
Sesungguhnya adalah orangtuamu.
Aku yakin itu, Kakang, aku yakin
Mereka orangtuamu!

DALEM BONCEL
(TERTAWA SINIS)
Nyimas, Nyimas...
Rasa kasihanmu pada mereka
rupanya telah menggelapkan nalarmu
Hingga kau percaya bahwa mereka adalah orangtuaku.
Sudahlah, Nyimas
jangan menambah-nambah amarahku saja!
(BERLALU DARI TEMPAT ITU)

JUAG AWANG
(BERTERIAK KE ARAH BERLALUNYA DALEM BONCEL)
Kakang, ingatlah...
Indung tunggul rahayu
Bapa tangkal darajat
Mereka tak pantas kita hinakan begitu rupa!
Mereka harus kita hormati!

NYIMAS SELIR

www.bandarnaskah.com 30
(SINIS)
Raka Nyimas,
Sebagai seorang Juag
Raka seharusnya ikut juga menjaga kehormatan suami
Bukan menghinakannya seperti ini!
(KEMUDIAN BERLALU DARI TEMPAT ITU, MENGIKUTI ARAH
KELUARNYA DALEM BONCEL)

JUAG AWANG
(BERTERIAK KE ARAH BERLALUNYA NYIMAS SELIR)
Rayi, jangan lupa, kau hanya seorang selir!
Seorang selir tak akan bisa menguasai keadaan!
Ingatlah itu, Rayi, ingatlah!

(7)

DI PERADUAN DALEM BONCEL.


DALEM BONCEL DUDUK TERMENUNG DI KURSINYA. TANGANNYA TAK
MAU DIAM MENGGARUK-GARUK SEKUJUR TUBUHNYA. SEBAGIAN DI
KEDUA TANGAN DAN KAKINYA SUDAH TAMPAK BERNANAH DAN
BERDARAH-DARAH.
JUAG AWANG DAN NYIMAS SELIR TAMPAK SEDANG MEMBERSIHKAN
BADAN DALEM BONCEL.
TIBA-TIBA DATANG SEORANG EMBAN MENGHADAP KANGJENG DALEM
BONCEL.

EMBAN
(JUAG AWANG DAN NYIMAS SELIR)
Pangapunten, Nyimas Juag, Nyimas Selir....

JUAG AWANG & NYIMAS SELIR


Ada apa, Bibi?

EMBAN
Di luar sudah ada lagi dukun yang akan mengobati Kangjeng Dalem...

DALEM BONCEL
(AGAK BANGKIT)

www.bandarnaskah.com 31
Apa? Dukun? Dukun dari mana lagi, heh? Sedangkan dukun-dukun yang
kemarin juga tak dapat mengobati penyakit gatal-gatalku ini.

EMBAN
Maafkan, Kangjeng... Mereka ada tiga orang. Yang seorang datang dari
Ujungkulon, yang seorang lagi dari Ujungjaya, dan yang seorang lagi
dari Ujungberung.

DALEM BONCEL
Kamu yakin, mereka akan dapat mengobati penyakitku ini, heh? Kamu
yakin...?

NYIMAS SELIR
Ah, yang sudah-sudah juga gagal, Kakang... Jangan terlalu
menggantungkan harapan pada mereka...

JUAG AWANG
(MENDELIK PADA NYAI SELIR) Kamu ini, Rayi, tak seharusnya
memutus harapan Kakang. (PADA DALEM BONCEL) Sudahlah,
Kakang... Ijinkan saja mereka untuk mengobatimu. Siapa tahu, di
tangan mereka penyakitmu akan segera sembuh. Siapa tahu, justru
merekalah jalan satu-satunya untuk kesembuhanmu.

DALEM BONCEL
Aku sudah muak dengan segala macam pengobatan ini, Nyimas.
Segala usaha untuk penyembuhanku, selalu menemui jalan buntu.
Hampir semua dukun yang ada di Pulau Jawa ini sudah berusaha
menyembuhkan penyakitku ini. Tapi apa hasilnya? Apa? Gatal-gatalku
bukan semakin berkurang, malah semakin bertambah. Gatal-gatal di
sekujur badan. Bila kugaruk, muncul nanah-nanah sialan ini! Selain
gatal-gatal, rasanya semakin nyeri...

JUAG AWANG
Sabarlah, Kakang... Beri kesempatan dukun-dukun itu untuk mengobati
penyakitmu. Yang namanya penyakit, tak bisa kita biarkan begitu saja.
Biar pun harus menempuh berbagai cara, kita patut mencobanya.

NYIMAS SELIR
Tapi kalau mencoba terus tak ada hasilnya, bagaimana?

www.bandarnaskah.com 32
JUAG AWANG
(AGAK JENGKEL) Ya namanya juga mencoba, Rayi... Soal ada hasil dan
tidaknya, itu urusan lain. Itu urusan Gusti Yang Mahasuci... (PADA
DALEM BONCEL) Bagaimana, Kakang?

DALEM BONCEL
(BERPIKIR SEJENAK...)
Baiklah kalau begitu... Bibi, panggil mereka kemari. Satu-satu saja,
giliran.

EMBAN
Mangga, Kangjeng... (SEGERA BERLALU)

DALEM BONCEL
(SAMBIL TERUS MENGGARUK-GARUK SEKUJUR TUBUHNYA)
Aduh, aduh, tak kuat rasanya
Gatal-gatal di seluruh badan
Sampai berdarah, sampai bernanah
Ya Gusti, jangan hukum hamba
Dengan karma yang begini rupa

JUAG AWANG
Tahanlah, Kakang. Si Bibi sedang memanggil dukun. Sebentar juga
pasti datang.

DATANGLAH EMBAN DIIRINGKAN SEORANG DUKUN.

EMBAN
Haturan, Kangjeng, Nyimas Juag, Nyimas Selir... Ini Mak Onah, dukun
sakti dari Ujungberung... Dia akan mencoba mengobati Kangjeng
Dalem...

DALEM BONCEL
(PADA DUKUN ONAH) Kemarilah, Mak... Benar kau sanggup mengobati
penyakitku ini?

DUKUN ONAH
Akan saya coba, Kangjeng... Hakikatnya, saya hanya bisa berusaha
mengobati, sembuh tidaknya tergantung yang Maha Kawasa...
(KEMUDIAN MEMEJAMKAN MATANYA, KOMAT-KAMIT MELAFALKAN

www.bandarnaskah.com 33
SEBUAH MANTERA. SETELAH BEBERAPA LAMA, DIA MENATAP JUAG
AWANG DAN NYIMAS SELIR BERGILIRAN)

JUAG AWANG
Bagaimana, Mak...? Apa Kangjeng Dalem dapat disembuhkan...?

DUKUN ONAH
(MENGGELENGKAN KEPALANYA)
Maafkan, Juag, Kangjeng Dalem rupanya memiliki penyakit yang tidak
bisa disembuhkan...

DALEM BONCEL
(MENDELIK MARAH) Apa?! Tidak dapat disembuhkan?! Lagakmu
seperti dukun sakti, komat-kamit mengucapkan mantera, tapi
mengobati penyakitku yang seperti ini kau tidak becus!

DUKUN ONAH
Pangapunten, Kangjeng...

DALEM BONCEL
(MEMANGGIL) Ponggawa...!

MUNCUL SEORANG PONGGAWA (PONGGAWA 1) DENGAN TERGESA-


GESA.

PONGGAWA 1
Ada apa Kangjeng? Kangjeng memanggil hamba?

DALEM BONCEL
Cepat seret dukun palsu ini keluar! Beri hukuman cambuk biar dia tak
berani mempermainkanku lagi...

JUAG AWANG
Kakang... Sadarlah! Jangan menambah-nambah dosa lagi!

DALEM BONCEL
Diam, Nyimas! Jangan turut campur urusanku! (PADA PONGGAWA 1)
Ponggawa, cepat seret dukun palsu ini keluar!

DUKUN ONAH

www.bandarnaskah.com 34
(KETAKUTAN)
Maafkan, Kangjeng... Saya tidak bersalah.... Saya bukan dukun palsu...

TAPI DUKUN ONAH TAK BISA BERBUAT BANYAK, IA DISERET DENGAN


PAKSA OLEH PONGGAWA 1.

DALEM BONCEL
(PADA JUAG DAN SELIR) Nyimas, Rayi... Ada dukun dari mana lagi, di
luar? Aku ingin tahu, sampai mana kehebatan mereka?!

JUAG AWANG
(PADA EMBAN) Bibi, cepatlah, panggil lagi dukun yang lain!

EMBAN SEGERA KELUAR, HENDAK MEMANGGIL DUKUN.

JUAG AWANG
(DENGAN LEMBUT PENUH KASIH SAYANG)
Seharusnya Kakang jangan mengumbar amarah begitu.
Apalagi sampai memberikan hukuman pada Mak Dukun itu.
Kasihan. Dia kan hendak berusaha menolong.

DALEM BONCEL
Menolong apa?! Buktinya dia tak bisa menolongku! Malah menambah-
nambah amarahku saja!

NYIMAS SELIR
Benar, Kakang! Dia tak bisa menolong apa-apa. Sudah sepatutnya dia
dihukum!

JUAG AWANG
(MEMELOTOTI NYIMAS SELIR) Apa yang kamu bicarakan, Rayi?!

NAMUN SUASANA TERSEBUT TAK BERLANGSUNG LAMA, KARENA


TAK LAMA KEMUDIAN MUNCULLAH EMBAN DIIRINGKAN MAK IKEM,
DUKUN DARI UJUNGJAYA.

EMBAN

www.bandarnaskah.com 35
Haturan, Kangjeng, Nyimas Juag, Nyimas Selir... Ini Mak Ikem, dukun
yang dari Ujungjaya itu... Moga-moga dia berhasil mengobati Kangjeng
Dalem...

DALEM BONCEL
Ya, mudah-mudahan saja dia bisa mengobati penyakitku ini. Sebab
kalau tidak, nasibnya bakal sama dengan dukun yang tadi...

DUKUN IKEM
(MEMBERANIKAN DIRI, KEMUDIAN MEMANDANG YANG ADA DI SANA)
Bakal sama? Maksudnya... bakal sama bagaimana, Kangjeng Dalem?

DALEM BONCEL
Ah, sudahlah... Kau kerjakan saja tugasmu. Cepat, obati penyakitku ini!
Kalau berhasil, berpundi-pundi emas akan kuhadiahkan untukmu.
Cepat, kemari!

DUKUN IKEM SEGERA MENGHAMPIRI DALEM BONCEL, DAN


KEMUDIAN MEMERIKSA PENYAKITNYA SAMBIL BERGIDIK-GIDIK,
MERASA JIJIK.

DALEM BONCEL
(MENEPISKAN TANGAN MAK IKEM, DAN MENDORONG TUBUH MAK
IKEM HINGGA TERJENGKANG) Kurang ajar, kamu! Tidak tahu sopan
santun! Apa kamu merasa jijik, heh?!

NYIMAS SELIR
(MENGHARDIK) Kamu ini, dukun kampung bau lisung, mau coba-coba
berlagak di Kadaleman, heh? Lagakmu ini sudah menghina martabat
Kangjeng Dalem sebagai penguasa!

DUKUN IKEM
Bu... bu... bukan begitu... Saya bukan jijik, tapi kasihan melihat
keadaan Kangjeng Dalem ini... Hampir seluruh badan Kangjeng Dalem
melepuh oleh darah dan nanah... Saya tak kuasa menatapnya lama-
lama...

NYIMAS SELIR
Dukun apa kamu ini, hah?! Masa seorang dukun merasa jijik pada
penyakit pasiennya?

www.bandarnaskah.com 36
DUKUN IKEM
Maafkan, Kangjeng, Juag, Juragan Selir, maafkan saya ... sekali lagi...,
saya bukannya merasa jijik.... Tapi...

DALEM BONCEL
Sudah! Jangan cari-cari alasan! Bilang saja, kau memang tak becus
mengobati! (MEMANGGIL PONGGAWA) Ponggawa!

JUAG AWANG
Kakang... Ampunilah Mak Dukun ini. Aku yakin, dia tak bermaksud
menghina Kakang. Dia tak sengaja berbuat demikian, Kakang.

DALEM BONCEL
(TAK MENGGUBRIS PERMINTAAN JUAG AWANG, DIA KEMBALI
MEMANGGIL PONGGAWA DENGAN SUARA YANG KERAS) Ponggawa!

DENGAN TERGOPOH-GOPOH, PONGGAWA LAINNYA (PONGGAWA 2)


MUNCUL, DAN SEGERA MENGHATURKAN SEMBAH.

PONGGAWA 2
Daulat, Kangjeng? Kangjeng memanggil hamba?

DALEM BONCEL
Cepat seret keluar dukun ini! Dan beri hukuman yang setimpal atas
perlakuannya yang tak sopan terhadapku!

DUKUN IKEM
Maafkan, Kangjeng... Saya tak bermaksud tidak sopan. Saya hanya....

DALEM BONCEL
Sudah! Jangan banyak cingcong! (PADA PONGGAWA 2) Ponggawa,
cepat seret keluar!

DENGAN SUSAH PAYAHNYA, PONGGAWA 2 MENYERET DUKUN IKEM


YANG MENCOBA MELAWAN DENGAN MERONTA-RONTA.

TIBA-TIBA DALEM BONCEL MENGERANG-ERANG DENGAN KESAKITAN


YANG AMAT SANGAT. TUBUHNYA MENGGELEPAR-GELEPAR SAMBIL

www.bandarnaskah.com 37
TANGANNYA MERAMBAH KE SEKUJUR TUBUHNYA, MENGGARUK-
GARUK.

JUAG AWANG
(PADA EMBAN, DENGAN RASA CEMAS YANG AMAT SANGAT) Cepat
panggil dukun yang seorang lagi kemari!

EMBAN SEGERA BERLALU.

DALEM BONCEL
(MERATAP DENGAN LIRIH)
Ya Gusti Yang Mahasuci
Beginikah Kau hukum hamba ini
Sampai kapan ini berakhir, ya Gusti
Aku sudah tak kuat lagi
Menahan sakit tak terperi

TAK BERAPA LAMA MUNCULLAH EMBAN DIIRINGKAN DUKUN UTI.

JUAG AWANG
Cepat, Mak... kemari! Emak yang dari Ujungkulon itu, kan?

DUKUN UTI
Benar, Juag... Nama saya Uti... Panggil saja saya Mak Uti...

NYIMAS SELIR
(KETUS) Sudah! Tak perlu memperkenalkan diri! Tak perlu banyak
basa-basi! Kerjakan saja tugasmu, cepat!

DUKUN UTI SEGERA DUDUK BERSILA DI HADAPAN KANGJENG DALEM


BONCEL. MATANYA TERPEJAM, SEMENTARA MULUTNYA KOMAT-KAMIT
MENGUCAPKAN MANTERA.

DUKUN UTI
Sagala jurig nyiliwuri
Sagala setan marakayangan
Sagala genderewo anu rewog
Sagala kuntilanak nu ngagalaksak
Sagala demit amit-amit
Sagala jin iprit

www.bandarnaskah.com 38
Halik nyingkir ka pipir
Nyingkah siah ka sawah
Montong aya di Kadaleman
Di dieu mah lain tempat sia
Puah, puah, puah...!

TAK LAMA DUKUN UTI KERASUKAN/KESURUPAN. DIA MENUNJUK-


NUNJUK DALEM BONCEL DENGAN SOROT MATANYA YANG SEOLAH
MENYALA.
JUAG AWANG DAN NYIMAS SELIR KETAKUTAN. MEREKA BERLINDUNG
DI BALIK TUBUH DALEM BONCEL.
SEMENTARA BEBERAPA PONGGAWA DENGAN SUSAH PAYAH
MEMEGANG TANGAN DUKUN UTI YANG MERONTA-RONTA DENGAN
HEBATNYA.

DUKUN UTI
Sia, Dalem... Sia geus doraka ka indung sia
Ka bapa sia!
Panyakit sia moal cageur, siah!
Lantaran, eta panyakit lain kokotor tina waruga sia!
Tapi kokotor tina sukma sia
Tina hate sia anu kiruh sakiruh-kiruhna siga cai bajigur!
Sia geus doraka siah, Dalem!
Doraka ka indung-bapa sia!
Sing percaya, nepi ka modar ge panyakit sia teh moal cageur!

DALEM BONCEL
(WAJAHNYA MEMERAH TANDA MEMENDAM AMARAH YANG AMAT
SANGAT)
Gagabah, siah!
(PADA PONGGAWA)
Ponggawa! Cepat seret dia keluar! Beri hukuman juga dia!

PARA PONGGAWA SEGERA MENYERET DUKUN UTI KELUAR.


SEMENTARA MULUTNYA TERUS NYEROSCOS: ”Inget, siah, Dalem...!
Sia geus doraka ka indung-bapa sia!”

DALEM BONCEL TERDUDUK LEMAS. SEGERA SAJA DIA


MENENANGKAN DIRI. SEJENAK DIA MERENUNG.
JUAG AWANG DAN NYIMAS SELIR SEGERA MENGHAMPIRINYA.

www.bandarnaskah.com 39
JUAG AWANG
Sudahlah, Kakang... jangan kau pikirkan omongannya...

NYIMAS SELIR
Dukun sinting! Bagusnya dia dihukum pancung!

DALEM BONCEL
(DENGAN BIBIR GEMETAR DAN MATA BERKACA-KACA) Tidak, Rayi...
Kalau dipikir-pikir, omongannya itu benar... Hanya karena rasa malu,
juga kepongahanku ini, aku tak mau mengakui semua omongannya.
Padahal hati kecilku mengakui itu. Aku memang anak durhaka,
Nyimas, Rayi... (TERINGAT SESUATU) O, ya... bagaimana ibu-bapakku?
Apa sudah ada kabar?

JUAG AWANG
Saya sudah menyuruh dua orang Utusan untuk menjemput mereka
kemari, Kakang. Tapi sampai saat ini, belum ada kabar berita. Mungkin
sebentar lagi mereka datang... Mudah-mudahan saja mereka tak
menolak dijemput kemari.

DALEM BONCEL
Ya, mudah-mudahan saja, Nyimas... Aku sudah tak tahan ingin segera
bertemu dengan mereka. Rasa kangenku tiba-tiba saja muncul
dibarengi perasaan bersalah yang semakin menyesaki dada. Kenapa
penyesalan selalu datang terlambat, Nyimas? Kenapa? (TAK KUAT
MENAHAN TANGIS)

JUAG AWANG
Kakang, cobalah tenangkan hatimu. Penyesalan memang tak pernah
datang awal-awal. Tapi tak perlulah Kakang dibebani perasaaan
bersalah yang menyiksa diri.

DALEM BONCEL
Walau bagaimana pun, Nyimas, mereka orangtuaku. Sebagai orangtua,
harkat mereka telah kuhinakan. Karena itu, aku ingin segera bertemu
mereka, ingin segera berlutut di kaki mereka. Akan kumuliakan
mereka dengan segenap hati.

TIBA-TIBA DATANGLAH EMBAN MENGHADAP.

www.bandarnaskah.com 40
EMBAN
Maafkan, Kangjeng Dalem, Juag... Utusan yang diutus ke
Kandangwesi, katanya mohon menghadap, Kangjeng...

DALEM BONCEL
(BERBINAR)
Hah, mereka sudah datang? Biar... biar aku temui mereka... Tak usah
menghadap... Aku sendiri yang akan menyambutnya... Mari, Nyimas,
Rayi, kita sambut mereka...
(BERGEGAS HENDAK KELUAR)

EMBAN
Tapi, Kangjeng...

DALEM BONCEL MENGURUNGKAN LANGKAHNYA.

DALEM BONCEL
Apa lagi, heh? Cepat katakan!

TIBA-TIBA MUNCULLAH DUA ORANG UTUSAN DENGAN SIKAP PENUH


HORMAT.
SEMENTARA EMBAN BERGEGAS MENINGGALKAN TEMPAT ITU.

UTUSAN 1 & 2
(MENGHATURKAN SEMBAH)
Pangapunten, Kangjeng...

DALEM BONCEL
Heh, kalian...?! Mana mereka?! Mana kedua orangtuaku?! Apa mereka
masih ada di luar?! Kenapa tidak kalian bawa kemari, heh?!

UTUSAN 1 & 2
(SEREMPAK)
Maafkan, Kangjeng...

DALEM BONCEL
Maafkan?! Tidak perlu minta maaf! Cepat kalian katakan!

UTUSAN 1

www.bandarnaskah.com 41
Mereka telah tiada, Kangjeng... Maafkan hamba...

DALEM BONCEL & JUAG AWANG & NYIMAS SELIR


(SALING PANDANG, SEJENAK TERPANA)
Te...lah... ti... a...da...?

UTUSAN 2
Sumuhun, Kangjeng...
Menurut penduduk, sepulangnya dari sini, ibunda Kangjeng sakit parah.
Dan akhirnya meninggal.... Maafkan, Kangjeng...

DALEM BONCEL & JUAG AWANG & NYIMAS SELIR


(SALING PANDANG, SEOLAH TAK PERCAYA)
Me... ning... gal...?

UTUSAN 1
Benar, Kangjeng. Maafkan hamba. Beberapa hari kemudian, karena
kesepian, ayahanda Kangjeng pun meninggal pula.

MENDENGAR ITU, DALEM BONCEL TERDUDUK LEMAS, TAK BERDAYA


UNTUK BERDIRI.
JUAG AWANG DAN NYIMAS SELIR SEGERA MERANGKUL TUBUHNYA.
SEMENTARA UTUSAN TAK BISA BERBUAT APA-APA. SERBA SALAH.

NYIMAS SELIR
(PADA UTUSAN) Panggil Si Bibi Emban, cepat! Suruh bawa air hangat
kemari!

KEDUA UTUSAN ITU SEGERA PERGI KELUAR. MENINGGALKAN


MEREKA BERDUA DALAM KESEDIHAN.

DALEM BONCEL
(TAK KUASA MENAHAN TANGIS)
Emak... Bapak...
Maafkan aku, Mak...
Maafkan aku, Pak....

JUAG AWANG DAN NYIMAS SELIR IKUT TERHANYUT DALAM


KESEDIHAN DALEM BONCEL. TANGANNYA YANG LEMBUT MEMBELAI-
BELAI PUNGGUNG DALEM BONCEL, DENGAN PENUH KASIH SAYANG.

www.bandarnaskah.com 42
SEMENTARA DALEM BONCEL TERUS MERATAP, SAMPAI AKHIRNYA
TAMPAK BAYANGAN ORANGTUA DALEM BONCEL DALAM SILHUET.
DALEM BONCEL MENATAP KOSONG KE ARAH BAYANGAN ITU, TAPI
BIBIRNYA GEMETAR MENYEBUT ”MAK” DAN ”BAPAK” BERULANG-
ULANG, DI CELAH-CELAH OMONGAN MAK BONCEL DAN PAK BONCEL.

MAK BONCEL
Ocen, anaking...
Ini Emak, ibu kandungmu
Ibu yang mengandung dan melahirkanmu.
Eling, anaking, eling....

PAK BONCEL
Dan aku ini bapakmu, Boncel
Yang telah merawat, menjaga dan membesarkanmu
Apa kau tak ingat, Boncel...?
Apa tak ingat...?!

MAK BONCEL
Benar, Ocen...
Ini Emak dan Bapakmu...
Janganlah kau jadi anak durhaka, anaking...

PAK BONCEL
Boncel...
Jangan biarkan hatimu dikuasai napsu, Anakku
Jangan biarkan kekayaan dan kekuasaan
Membuatmu lupa.
Eling, Nak, eling....

MENDENGAR ITU, DALEM BONCEL TERDUDUK LEMAS. TANGISNYA


SEMAKIN TAK BISA DITAHAN.
AKHIRNYA, PADA PUNCAK KESEDIHANNYA, IA MENJERIT LIRIH:

DALEM BONCEL
Emak..... Maafkan Ocen, Mak....
Maafkanlah Ocen, Pak....

(TERSEDU-SEDU, SAMPAI AKHIRNYA.... FADE OUT)

www.bandarnaskah.com 43
(8)

KETIKA FADE IN...


MUNCULLAH PARA KARAKTER (PELAKU/PEMAIN), MELENGGAK-
LENGGOK, MENARI SAMBIL BERNYANYI, PENUH KERIANGAN.

PERTAMA, MASUKLAH PARA BABU DAN JURAGAN KARTA, SAMBIL


BERNYANYI...
Kami ini para babu
Dan ini Juragan Karta
Di sinilah, di sinilah
Dulu Boncel pernah kerja

LALU MASUK PARA PEMBURU...


Ini kami Sang Pemburu
Tuduh jalan pada Boncel
Untuk raih masa depan
Masa depan yang gemilang

DIIKUTI JURAGAN PATIH, JURAGAN ISTRI, DENGAN ANAKNYA, DANG


SURYA...
Kami Patih sekluarga
Buka jalan takdir Boncel
Untuk jadi penguasa
Penguasa Kadaleman

SELANJUTNYA MASUK PARA PEDAGANG...


Kami pedagang keliling
Pemberi kabar kluarga
Orang miskin jadi dalem
Dialah ya Dalem Boncel

SELANJUTNYA LAGI MASUK PARA PONGGAWA, EMBAN DAN


UTUSAN...
Kami dari Kadaleman
Kadaleman Dalem Boncel
Abdi dalem yang setia
Mengabdi siang dan malam

www.bandarnaskah.com 44
DAN PARA DUKUN TAK KETINGGALAN PULA...
Kami ini para dukun
Mengobati Kangjeng Dalem
Karma dari kepongahan
Tak akui ibu bapak

JUGA MAK BONCEL DAN PAK BONCEL...


Wahai Boncel, wahai Boncel
Inilah Emak dan Bapak
Akuilah orangtua
Jangan jadi pendurhaka

TERAKHIR... SEMUA BERNYANYI RIANG...


Ini lakon Dalem Boncel
Ada hikmah kebaikan
Hayatilah, renungkanlah
Moga ada manfaatnya

SELESAI

Bandung, Juli 2012


Rosyid E. Abby

Izin pementasan, hub:


re_abby@yahoo.com
hp. 0818227202

Kata, kalimat, ungkapan, dan istilah Sunda:

Adegan (1)
Bujang = buruh, pembantu (laki-laki)
Getol = rajin

www.bandarnaskah.com 45
Juragan = tuan, majikan, panggilan hormat terhadap orang yang
ditinggikan martabatnya.
Ngarit = memotong (pakai sabit); ngarit rumput = memotong rumput
(kata umum untuk ”mencari rumput”)
Ngasruk = masuk, memasuki; ngasruk hutan = memasuki hutan

Adegan (2)
Dalem/Kangjeng Dalem = priyayi/bangsawan tinggi pada jaman dulu
(sekarang setara dengan bupati)
Istal = kandang kuda
Mamang = paman
Menak = priyayi, bangsawan
Suluh = kayu bakar

Adegan (3)
Dang = panggilan terhadap anak priyayi
Sumuhun = memang, iya, betul

Adegan (4)
Anaking = panggilan sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bisa juga
diartikan; Anakku.
Nguyung = murung, bersedih hati, bermuram durja
Juag = sebutan/panggilan istri priyayi

Adegan (5)
Ambuing-ambuing = kata sebagai tanda kekaguman
Arit = parang
Bonge = tuli
Bubujang = menjadi buruh/pekerja
Dayeuh = kota
Ginding = perlente, modis
Iket, baju kampret, celana pangsi = setelan pakaian adat Sunda; iket =
ikat kepala.
Ki, Aki = Kek, Kakek
Kulon = barat
Lamun keyeng tangtu pareng = ungkapan b. Sunda, hampir sama
dengan ungkapan: kalau ada kemauan tentu ada jalan.
Maca dan nulis = membaca dan menulis
Ni, Nini = Nek, Nenek

www.bandarnaskah.com 46
Rampes = jawaban salam dalam bahasa Sunda (semacam
”Wa’alaikumsalam”)
Sampurasun = ungkapan salam dalam bahasa Sunda (semacam
”Assalamu’alaikum”)
Syukur ya Gusti, Pangeran abdi = syukur ya Tuhanku

Adegan (6)
Aya naon = ada apa
Eling, anaking, eling = sadarlah, anakku, sadarlah
Gagabah, siah! = Gegabah, kamu!
Indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat = ungkapan b. Sunda,
yang artinya: orangtua adalah sumber kebahagiaan, keselamatan dan
kemuliaan.
Pangapunten = permisi, maafkan
Gelo siah! Sinting siah! = Sinting kamu ini, ya!

Adegan (7)
Dukun kampung bau lisung = dukun udik
Haturan = ijin menghadap
Maha Kawasa = Maha Kuasa
Mangga = baiklah

www.bandarnaskah.com 47

Anda mungkin juga menyukai