Anda di halaman 1dari 20

D.

Jenis-Jenis Metode Penugasab Dalam Ruang Rawat

1. Metode Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas
dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini
digambarkan sebagai keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi
keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat hanya
melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal. Misalnya
seorang perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang yang lain
untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang
lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi
dan tidak ada perawat yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang
pasien.

Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior


menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada tindakan
keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria efisiensi,
tugas didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat dan
dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu mengidentifikasm
tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung
jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional ini merupakan metode
praktek keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat dan berkembang
pada saat perang dunia kedua.

Kelebihan :

a.Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat dengan
pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
c. Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja
d. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.
e. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman
untuk tugas sederhana.
f.Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang
melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.

Kelemahan :
a. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga kesulitan dalam
penerapan proses keperawatan.
b. Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas pekerjaan.
c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan
saja
d. Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
e. Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
f. Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk

Gambar 1.1 : Sistem pemberian asuhan keperawatan fungsional (Marquis & Huston,
1988)
2. Metode TIM

Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan


menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat.Kelompok ini
dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman kerja serta memiliki
pengetahuan dibidangnya. (Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok
dilakukan oleh pimpinan kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab
dalam mengarahkan anggota group/tim. Selain itu ketua group bertugas memberi
pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta
membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan
selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan
pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien.

Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori
perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat
penggunaan model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan
asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang
perawat profesional (Marquis & Huston, 2000).

Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja


bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien
dibuat untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan
pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa
tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan kepuasan
karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai
kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling
melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan
kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam
pemberian asuhan keperawatan.
Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim apakah
berorientasi pada tugas atau pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim
bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di
dalam timnya dan merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji
anggota tim, memberi arahan perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan,
mengkoordinasikan aktivitas klien.

Menurut Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:

a. Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan


bagi
b. anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
c. Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau
partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
d. Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada
kelompok pasien.
e. Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses.
Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan klien, rencana perawatan klien,
laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan tim untuk mendiskusikan
kasus pasien dan umpan balik informal di antara anggota tim.

Kelebihan
a. Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
b. Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
c. Konflik anatar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk belajar.
d. Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
e. Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda secara
efektif.
f. Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat menghasilkan
sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara keseluruhan, memberikan
anggota tim perasaan bahwa ia mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan
keperawatan yang diberikan
g. Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan
h. Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas
Kelemahan :

a. Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi anggota
tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai perawat
pemimpin maupun perawat klinik
b. Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila
konsepnya tidak diimplementasikan dengan total
c. Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
d. Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung staf,
berlindung kepada anggota tim yang mampu.
e. Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
f. Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena
membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.

Tanggung jawab Kepala Ruang

1) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan


keperawatan.
2) Mengorganisir pembagian tim dan pasien
3) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
4) Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
5) Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/model tim
dalam pemberian asuhan keperawatan.
6) Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
7) Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
8) Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,
9) Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian
menindak lanjutinya,
10) Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
11) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim :

1) Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan,


2) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan oleh
kepala ruangan
3) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan
bersama-sama anggota timnya,
4) Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
5) Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan melalui
konferens.
6) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta
mendokumentasikannya.
7) Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan keperawatan,
8) Menyelenggarakan konferensi
9) Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan,
10) Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,
11) Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan.

Tanggung jawab anggota tim

1) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.


2) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan berdasarkan
respon klien.
3) Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan
4) Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
5) Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
6) Memberikan laporan
Gambar 1.2 : Sistem pemberian asuhan keperawatan tim
(Marquis & Huston, 1998)

3. Metode Primer.

Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa


konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24
jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak
klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat
primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer
tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang
mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer.

Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Setiap
perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai
kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah,
dan lain sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang
memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan
direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan
primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di antara
pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun perawat
primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan untuk
pengkoordinasian asuhan keperawatan klien

Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena


memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self
direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik,
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah
seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam bidang
keperawatan.

Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :

1) Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan pasien


selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan
2) Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan, kolaborasi
dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.
3) Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer
kepada perawat sekunder selama shift lain.
4) Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia.
5) Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer.
Kelebihan :

a. Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan


memungkinkan untuk pengembangan diri.
b. Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan
motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat
c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer
dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer
operasional dan administrasi
e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan keperawatan
secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah
memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu pengetahuan.
f. Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang
kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat diperoleh
dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya.
g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi
dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
i. Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhi
kebutuhannya secara individu.
j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
k. Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat yang
mengetahui semua tentang kliennya.
l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
n. Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan
tetapi harus berkualitas tinggi
Kelemahan :

a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional


b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan
kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
c. Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
d. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
e. Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.

Ketenagaan metode primer

a. Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”


b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
d. Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professional sebagai
perawat asisten

Gambar1.3 : Diagram system asuhan keperawatan primer


(Marquis & Huston, 1998)
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer

1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer


2) Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer
3) Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
4) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
5) Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff

Tanggung jawab perawat primer :

1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif


2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin
lain maupun perawat lain
5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
6) Menyipakan penyuluhan untuk pulang
7) Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial
dimasyarakat
8) Membuat jadual perjanjian klinis
9) Mengadakan kunjungan rumah

Ketenagaan metode primer

1) Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”


2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professiona
sebagai perawat asisten.
4. Metode Kasus

Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien
tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian
perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk
perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.

Kelebihan :
- Perawat lebih memahami kasus per kasus
- Sistem evaluasi da

Kekurangan :
- Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
- Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama

5. Metode Modifikasi

Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan


modifikasi antara tim dan primer.
Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai dengan kondisi
sumber daya manusia yang ada, antara lain adalah:

a. Model Praktek Keperawatan Profesional III


Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional
tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor
dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing
para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan

b. Model Praktek Keperawatan Profesional II


Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan
yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area
spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang
untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah
perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)

Model Praktek Keperawatan Profesional I.

Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan. Pada model ini
adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.

c. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula

Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap awal


untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
asuhan keperawatan

Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan sistem model MAKP ii diasarkan
pada beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan SI keperawatan atau setara
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan
akountabilitasnya terdapat pada primer.
Disamping itu karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagaian besar adalah
lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer atau ketua tim tentang
asuhan keperawatan.
Nilai-nilai profesional dari penatalaksanaan kegiatan keperawatan diaplikasikan dalam
bentuk aktifitas pelayanan profesional yang dipaparkan dalam 4 pilar sebagai berikut :
1. Pendekatan Manajemen (Management Approach )
2. Penghargaan karir ( compensatory rewards )
3. Hubungan Profesional ( professional relationship)
4. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system )

Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP
yang dapat dikembangkan jika tenaga keperawatan yang bekerja berkualitas.

Gambar 1.4
Struktur Organisasi Ruangan A
DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani, Model Praktek Keperawatan di Rumah Sakit, disampaikan pada seminar
keperawatan yang diselenggarakan DPD I PPNI, Jawa timur di Surabaya, 11
Desember 1999.

Cobell, C. ( 1992) , The efficacy of primary Nursing as a Foundation For Patient Advocacy
Nursing Practic, hal : 2-5

Douglas, LM. (1984) , the Effevtive Nurse Leader and Menager, Second edition, St.
Louis, the CV Mosby.

Gillies, D. (1989) , Nursing Management company a Sistem Approach, Philadelphia, W.B.


Saunders.

Huber,. D., (2000). Leadershi~ and nursing care management Philadelpia: W.B. Saunders
Company.

Kelompok Pekerja Keperawatan , Konsorsium Ilmu Kesehatan (1995), Konsep Model


Praktek Keperawatan, tidak dipublikasikan.

Keliat, B.A., dkk (2000). Pedoman manajemen sumber daya manusia perawat ruang
model praktek keperawatan profesional rumah sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Makalah : tidak
dipublikasikan

Manurung, I., (2001). Model Pemberian Asuhan Keperawatan Makalah. Bogor: tidak
dipublikasi

Marquis, BL & Huston, Cj (1998), Management Decision Making For Nurses, 124 Cases
Studies, 3 Ed. Philadelphia : JB Lippincott
Nursalam (2007), Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Proffesional. Jakarta :
Salemba Medika

Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Sudarsono, R.S. (2000). Berbagai model praktek keperawatan profesional di rumah sakit.
Makalah seminar dan semiloka MPKP II. Jakarta : tidak dipublikasikan

Russel C. Swanburg .(1994). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Untuk


Perawat Klinis, Jakarta : EGC

Tappen, R.M., (l 995). Nursing Leadership and Management. Concepts and Practice. (3 rd
edition). Philadelpia:
F.A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai