Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

GEOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

“CEKUNGAN SUMATERA TENGAH”

Disusun Oleh :

Anisya Kesuma Ningrum


Febri Pratama
Merry Aga Hermawan
Tristan Aulia A

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2018
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... i

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 1
1.3. TUJUAN ................................................................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KONDISI GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH ............................. 2
2.1.1. TEKTONIK REGIONAL ......................................................................... 2
2.1.2. STRATIGRAFI REGIONAL ................................................................... 7
2.2. PERTOLEUM SISTEM CEKUNGAN SUMATERA TENGAH ........................ 13
2.3. POTENSI HIDROKARBON ................................................................................. 14
BAB 3. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki 60 cekungan yang tersebar di seluruh
wilayah negara ini, sebanyak 22 cekungan telah dieksplorasi secara
ekstensif dan 14 cekungan produktif menghasilnya minyakbumi dan
gas. Salah satu cekungan paling berpotensi di Indonesia adalah
Cekungan Sumatera Tengah (Central Sumatera Basin). Cekungan
Sumatera Tengah merupakan cekungan sedimen tersier penghasil
hidrokarbon terbesar di Indonesia.
Dalam memahami suatu cekungan pada suatu wilayah diperlukan
informasi geologi seperti struktur geologi, stratigrafi, dan umur.
Sehingga kita dapat mengetahui bagaimana keterbentukan cekungan dan
potensi yang terdapat pada cekungan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Bagaimana kondisi geologi pada cekungan sumatera tengah ?
2. Bagaimana stratigrafi regional pada cekungan sumatera tengah ?
3. Bagaimana petroleum sistem yang ada pada cekungan sumatera
tengah ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui kondisi geologi pada cekungan sumatera
tengah
2. Untuk mengetahui stratigrafi regional pada cekungan sumatera
tengah
3. Untuk mengetahui petroleum sistem yang ada pada cekungan
sumatera tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Geologi Cekungan Sumatra Tengah


2.1.1 Tektonik Regional
Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan sedimen tersier
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia, dengan ketebalan rata – rata
sedimen-nya mencapai dua kilometer. Cekungan ini berisi enam lapangan
minyak raksasa, yang masing – masing memiliki cadangan terbukti lebih
dari 500 juta barel minyak. Lapangan – lapangan minyak tersebut antara
lain, adalah Bangko, Minas, Bekasap, Duri, Pematang, dan Petani.
Secara fisiografis, cekungan ini terletak di antara Cekungan
Sumatera Utara dan Cekungan Sumatera Selatan. Cekungan Sumatera
Tengah ini relatif memanjang baratlaut – tenggara. Cekungan Sumatera
Tengah sendiri terbentuk akibat penujaman lempeng Hindia yang
bergerak ke arah utara terhadap lempeng Eurasia pada umur Miosen.
Ditinjau dari posisi tektoniknya cekungan ini merupakan tipe cekungan
belakang busur (back-arc basin). Cekungan ini dibatasi oleh Dataran
Tinggi Asahan di sebelah baratlaut, Pegunungan Bukit Barisan (yang
disusun oleh batuan pre-tersier) di sebelah baratdaya, Pegunungan
Tigapuluh di sebelah tenggara (yang merupakan pemisah antara
Cekungan Sumatera Tengah dan Cekungan Sumatera Selatan), dan
Paparan Sunda di sebelah timurlaut.

Gambar 2.1 elemen tektonik yang mempengaruhi cekungan sumatera tengah


(heidrick dan Aulia, 1993)
Proses subduksi lempeng Hindia – Australia menghasilkan
peregangkan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan
munculnya aliran panas (secara konveksi) ke atas dengan produk
magma yang dihasilkan terutama bersifat asam dan hipabisal. Selain itu,
terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur – jalur
sesar. Secara keseluruhan, hal – hal tersebutlah yang mengakibatkan
tingginya aliran panas (heat flow) di daerah Cekungan Sumatera Tengah
(Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di Cekungan
Sumatera Tengah adalah kehadiran Sesar Sumatera yang terbentuk
pada zaman Kapur. Subduksi lempeng yang miring dari arah
baratdaya Pulau Sumatera mengakibatkan terjadinya strong dextral
wrenching stress di Cekungan Sumatera Tengah (Wibowo, 1995). Hal ini
terbukti oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang jurus
perlapisan batuan dan struktur sesar naik. Selain itu, terbentuknya
sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen
terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Heidrick dan Aulia (1993) membagi perkembangan struktur
Cekungan Sumatera Tengah menjadi beberapa fase pembentukan, yakni :

Gambar 2.2 Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah


(Heidrick dan
Aulia, 1993)
1. Fase Pertama (F0)
Fase ini merupakan fase deformasi pada zaman Eosen (sekitar
345-65 juta tahun lalu). Merupakan fase pembentukan batuan
dasar yang berarah utara – selatan, baratlaut – tenggara, dan
timurlaut – baratdaya (Heidrick & Aulia, 1993). Pembentukan
tersebut terjadi ketika lempeng benua Sunda terbentuk dari
lempeng – lempeng kecil Mergui, Malaka, dan Mutus.

Gambar 2.3 Peta Pola Struktur Utama Batuan Dasar di Cekungan


Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)

2. Fase Kedua (F1)


Fase ini merupakan fase rifting yang terjadi pada zaman
Eosen – Oligosen (sekitar 50 – 26 juta tahun lalu). Fase ini
terjadi diakibatkan oleh tumbukan lempeng Hindia - Australia
terhadap lempeng Eurasia sehingga membentuk sistem rekahan
transtensional yang memanjang ke arah selatan, mulai dari China
bagian selatan ke Thailand, Malaysia, Sumatera hingga ke
Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia, 1993). Proses ini
menghasilkan serangkaian struktur half graben di Cekungan
Sumatera Tengah yang kemudian menjadi tempat diendapkannya
Kelompok Pematang. Pada tahap akhir fase ini, terjadi
pembalikan struktur yang lemah dan pembentukan peneplain
(morfologi yang hampir rata), hasil dari erosi berupa paleosol.
Kelompok Pematang merupakan sedimen tertua yang diendapkan
di Cekungan Sumatera Tengah dan berumur Eosen – Oligosen,
endapan ini yang mengisi half graben, pull-apart rift, dan
graben yang terbentuk pada fase ini.

Gambar 2.4 Fase Tektonik di Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan


Aulia, 1993)

3. Fase Ketiga (F2)


Fase ini merupakan fase sagging dan transtensi pada zaman
Miosen Bawah – Miosen Tengah (sekitar 26 – 13 juta tahun lalu).
Fase ini terbagi menjadi dua, yakni fase awal berupa fase sagging dan
fase akhir berupa fase transtensi. Pada fase awal proses tektonik
yang terjadi berupa fase sag basin, ketika terjadi penurunan
cekungan regional yang memperbesar highstand dan transgresi yang
dimulai dengan pengendapan Kelompok Sihapas, kemudian terbentuk
sesar – sesar normal minor yang berhubungan dengan tahap akhir
rifting yang memotong Formasi Menggala dan Formasi Bekasap.
Pada fase akhir terbentuk sesar mendatar dextral berarah utara –
selatan yang merupakan reaktivasi sesar pembentuk graben, dan juga
terbentuk sesar baru sepanjang batas batuan dasar yang berarah utara
– selatan. Struktur – struktur yang berkembang di sepanjang sesar
mendatar ini merupakan sesar tumbuh dan kombinasi pull apart
graben, half-graben, lipatan, flower structure (positif dan negatif),
sesar listrik, dan sesar normal – domino. Lipatan – lipatan yang
terbentuk di sepanjang sesar utara – selatan ini mempunyai klosur
yang lebih kecil berarah baratlaut – tenggara dan tersusun
membentuk en-echelon (Heidrick & Aulia, 1993). Formasi yang
termasuk dalam Kelompok Sihapas adalah Formasi Menggala,
Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri, pengendapan
kelompok ini berakhir pada masa Miosen Tengah dengan
pengendapan transgressive marine shale dari Formasi Telisa.
4. Fase Keempat (F3)
Fase ini merupakan fase kompresi, terjadi dari zaman
Miosen Akhir sampai sekarang (sekitar 13 juta tahun lalu –
sekarang). Fase ketiga (F2) berakhir ditandai dengan berakhirnya
proses pengendapan Formasi Telisa dan mulai teredapkannya Formasi
Petani (Miosen Tengah – Plistosen). Pengendapan Formasi Petani
merupakan akhir dari fase transgresi yang panjang dan awal dari fase
regresi di Cekungan Sumatera Tengah. Selanjutnya Formasi Minas
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Petani, berlangsung
sampai sekarang.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Proses sedimentasi di Cekungan Sumatera Tengah dimulai pada
awal Tersier, mengikuti proses pembentukan cekungan half graben
yang sudah berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal Tersier.
Konfigurasi batuan dasar cekungan tersusun oleh batuan – batuan
metasedimen berupa graywacke, kuarsit, agilit. Batuan dasar ini
diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa tempat, batuan
metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984
dalam Wibowo, 1995).
Menurut Eubank dan Makki (1981) dalam Heidrick dan
Aulia (1993), stratigrafi regional pada Cekungan Sumatera Tengah
dibagi menjadi lima unit stratigrafi, yaitu :
Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar berumur pra – Tersier ini ini terbagi menjadi
empat satuan litologi (Eubank dan Makki, 1981 dalam Heidrick dan
Aulia, 1993), yaitu :
a. Mallaca Terrane atau kelompok kuarsit, yang terdiri dari
kuarsit, argilit, batugamping kristalin, pluton – pluton granit
dan granodiorit yang berumur Jura dan dapat ditemui di
bagian coastal plain di timurlaut.
b. Mutus Assemblages, zona sutura yang memisahkan antara
Mallaca Terrane Mergui Terrane . Kumpula Mutus terletak di
sebelah baratdaya coastal plain dan terdiri dari baturijang
radiolarian, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis
batugamping, dan batuan beku basalat.
c. Mergui Terrane, terletak pada bagian barat dan baratdaya
dari Kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun atas
graywacke, pubbly-mudstone yang berasal dari Formasi
Bahorok, serta kuarsit. Selain itu, terdapat juga argilot,
filit, batugamping, dan Tuff dari Formasi Kluet, serta
sandstone-shale dan juga terdapat Batugamping Alas.
d. Kualu Terrane, terletak di bagian baratlaut Kelompok
Mergui yang berumur Perm-Karbon. Kelompok ini tersusun
atas filit, batusabak, tuff, dan batugamping.

Gambar 2.5 Sebaran Batuan Dasar di Cekungan


Sumatera Tengah (Pertamin BPPKA, 1996)

1. Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan secara tidak selaras di atas
batuan dasar, kelompok ini berumur Eosen – Oligosen. Distribusi
sedimen diperkirakan berasal dari blok yang mengalami pengangkatan
pada lingkungan fluviatil dan blok lain turun menjadi danau. Sedimen
kelompok ini umumnya diendapkan pada lingkungan danau, sungai,
dan delta. William dan Kelley (1985) membagi Kelompok Pematang
dalam lima formasi, yaitu:
a. Formasi Lower Red Beds
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau,
batulanau, batupasir kerikilan dan sedikit konglomerat serta
breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi
lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial
braid-plain dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam
konglomerat dan breksi
b. Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material
organik, dicirikan oleh warna yang coklat tua sampai
hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di
beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat
dan paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari
530 m di bagian depocenter. Formasi ini diinterpretasikan
diendapkan di lingkungan danau dalam dengan kondisi
anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi
batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses
fluvial channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini,
terdapat beberapa horison paleosol yang dimungkinkan
terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul
ke permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti
batuan di komplek Bukit Susah. Secara tektonik, formasi ini
diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat
sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
c. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat
equivalen dengan Formasi Brown Shale. Formasi ini tersusun
oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan
berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang
tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya,
formasi ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif
graben menjauhi depocenter
d. Formasi Lake Fill
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih.
Komposisi batuan terutama berupa klastika batuan filit yang
dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan
litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal
dengan beberapa gradasi terbalik mengindikasikan
lingkungan pengendapan fluvial-deltaic. Formasi ini
diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial
menuju delta pada lingkungan danau. Selama pengendapan
formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan penurunan
cekungan yang mulai melambat (late rifting stage).
Ketebalan formasi mencapai 600 m.
e. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar
sebagai seri dari endapan aluvial. Tersusun oleh batupasir,
konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai
merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat
bertransisi menjadi formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal
Zone dan Lake Fill.

2. Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi
terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap
dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun oleh batuan klastika
lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan kelompok
ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.
a. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran
butir kasar berkisar dari gravel hingga ukuran butir sedang.
Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir
sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa
kuarsa yang dominan, dengan struktur sedimen trough cross-
bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi
penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel
lingkungan braided stream. Formasi ini dibedakan dengan
Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas
berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik
(Wain et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m,
diperkirakan berumur awal Miosen bawah.
b. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan
perselingan batupasir halus-sedang. Diendapkan pada
lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera
planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan
maksimum formasi kurang lebih 100 m.
c. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran
sedang-kasar dengan sedikit interkalasi serpih, batubara dan
batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya, formasi
ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka.
Fosil pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan
seluruh formasi ini mencapai 400 m.
d. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini
equivalen dengan formasi Bekasap. Tersusun oleh batupasir
halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300
m. Formasi ini berumur N6 – N8.
f. Formasi Telisa
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada
puncak transgresi tersusun oleh serpih dengan sedikit
interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di
beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada
bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi
serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam.
Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa
lingkungan Neritik – Bathyal. Secara regional, serpih marine
dari formasi ini memiliki umur yang sama dengan Kelompok
Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan
dibawahnya adalah transisi fasies litologi yang berbeda
dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan formasi ini
mencapai 550 m, dari hasil analisis fosil didapatkan umur
formasi ini berkisar dari N6 – N11.

3. Kelompok Petani
Kelompok Petani diendapkan secara tidak selaras di atas
Kelompok Sihapas. Kelompok Petani terdiri dari Lower Petani yang
merupakan endapan laut (marine) dan Upper Petani yang merupakan
endapan laut sampai delta. Formasi ini diendapkan mulai dari lingkungan
laut dangkal, pantai, dan ke atas sampai lingkungan delta yang
menunjukkan penurunan muka air laut. Kelompok ini terdiri atas batupasir,
batulempung, batupasir gloukonitan, dan batugamping yang dapat ditemui
di bagian bawah seri sedimen tersebut, sementara itu batubara dapat
ditemukan di bagian atas dan terjadi saat pengaruh laut semakin
berkurang.

Secara keseluruhan Kelompok Petani memiliki tebal 6000 kaki dan


berumur Miosen Atas – Pliosen Bawah. Penentuan umur bagian atas
Kelompok Petani terkadang membingungkan karena tidak adanya fosil
laut. Hidrokarbon yang berada pada batupasir kelompok ini dianggap
tidak komersial dikarenakan di bagian bawahnya terdapat batulempung
Formasi Telisa yang tebal. Gas biogenik terdapat dalam jumlah yang
besar dan telah dijadikan target eksplorasi terutama di Lapangan Seng dan
Segat.

a. Formasi Minas
Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang
terdapat secara tidak selaras di atas Kelompok Petani. Tersusun
atas pasir dan kerikil, pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai
sedang serta limonit berwarna kuning yang diendapkan pada
lingkungan fluvial sampai darat. Proses pengendapan Formasi
Minas masih berlangsung sampai saat ini dan menghasilkan
endapan aluvial berupa campuran kerikil, pasir, dan lempung.

2.2 Petroleum System Cekungan Sumatera Tengah

1. Batuan Sumber (Source Rock)


Sumber utama akumulasi minyak di cekungan Sumatera Tengah
adalah serpihan lakustrin dari Kelompok Pematang. Unit – unit sumber
ini merupakan lapisan tertekan terhadap sebuah rangkaian graben rift
berumur paleogen. Penyebaran lapisan batuan sumber sampai graben
ini sangat dipengaruhi oleh morfologi struktur, gelombang sedimen,
posisi graben dan lakustrin yang terhubung dengan variasi fasies.
2. Reservoir
Dalam Cekungan Sumatera Tengah, reservoir terdapat pada
batuan Kelompok Sihapas dan Pematang. Di bagian atas ataupun bawah
Formasi Sihapas, batupasir merupakan penghasil minyak pada daerah
Lalang dan Mengkapan, namun hanya batupasir bagian bawah Formasi
Sihapas yang memiliki ketebalan yang cukup tebal dan menyediakan
aspek komersial yang sangat penting. Reservoir Sihapas bagian bawah
umumnya bersih, batupasir berkuarsa, mengandung sedikit glaukonit,
lempung detrital, feldspar dan fragmen batuan. Porositas secara umum
baik dengan rata – rata 25% pada daerah Lalang dan agak sedikit di
daerah Mengkapan bagian dalam.
3. Seal
Secara regional, serpih di atas Formasi Telisa menyediakan
penutup atas untuk akumulasi minyak sampai pasri Kelompok Sihapas.
Hasil dari sumur Lalang adalah serpih pada kelompok Sihapas
biasanya tidak efektif sebagai penutup intraformasi.
4. Migrasi
Migrasi terjadi sepanjang retakan, sesar dan ketidakselarasan.
Susunan keseluruhan struktur graben telah ditunjukkan oleh arah migrasi,
baik primer maupun sekunder. Migrasi yang terjadi adalah hidrokarbon
keluar dari sumber ke arah flexural hinge graben sepanjang garis tepi
batas sesar.

2.3 Potensi Hidrokarbon


Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan sedimen penghasil
hidrokarbon terbesar di Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya
lapangan – lapangan penghasil minyakbumi yang terdapat di cekungan
ini, contohnya Lapangan Minas, Lapangan Duri, Lapangan Bekasap, dll.
Lapangan Duri sendiri di tahun 1994 telah mencapai produksi puncak nya
yakni 300.000 barel per hari. Secara kumulatif di tahun 2006, Lapangan
Duri telah mencapai angka produksi sebanyak 2 Milyar barel. Lapangan
Minas merupakan lapangan minyakbumi terbesar di Asia Tenggara,
Lapangan Minas tercatat telah mencapai produksi kumulatif sebanyak 4
Milyar barel pada tahun 1997.

Gambar 2.7 Lapangan Duri


BAB III
KESIMPULAN

 Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan sedimen penghasil


hidrokarbon terbesar.
 Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di Cekungan Sumatera
Tengah adalah kehadiran Sesar Sumatera yang terbentuk pada zaman Kapur.
 Terdapat lima unit stratigrafi di Cekungan Sumatera Tengah, yakni :
Batuan Dasar (basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas,
Kelompok Petani, dan Formasi Minas.
DAFTAR PUSTAKA

Eubank, R.T., dan Makki, A.C., 1981, Structural Geology of the Central
Sumatera Back-Arc Basin, Proceedings of Indonesian Petroleum
Association, Tenth Annual Convention, hal. 153-174

Heidrick, T.L., dan Aulia, K., 1993, A Structural and Tectonic Model of The
Coastal Plain Block, Central Sumatera Basin, IPA 22th, hal 285-304

Heidrick, T.L., dan Aulia, K., 1996, Regional Structural Geology of The
Central Sumatera Basin, Petroleum Geology of Indonesian Basin,
Pertamina BPPKA Indonesia, hal. 13- 156

Wibowo, R.A., 1995, Pemodelan Termal Sub-Cekungan Aman Utara Sumatra


Tengah, Bidang Studi Ilmu Kebumian – Program Pasca Sarjana Institut
Teknologi Bandung, Unpublished.

Anda mungkin juga menyukai