TINJAUAN PUSTAKA
berada pada cekungan belakang busur (back arc basin) dan memanjang sepanjang tepi
paparan Sunda di barat daya Asia Tenggara (Gambar 2.1). Cekungan Sumatera Tengah
terbentuk akibat aktivitas tektonik, yaitu penunjaman lempeng Samudera Hindia yang
bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke bawah lempeng Benua Eurasia.
Oligosen yang merupakan serangkaian dari struktur half graben dengan arah utara-
barat laut sub-paralel dan dipisahkan oleh blok horst (Williams dan Eubank, 1995).
Pada struktur half-graben diendapkan batuan klastik yang berasal dari darat, yaitu
>1829 m atau 600 ft (Eubank dan Makki 1981; Williams et al. 1985). Cekungan
Sumatera Tengah bagian barat daya dibatasi oleh pegunungan barisan yang tersusun
atas batuan pra-tersier, sedangkan bagian timur dibatasi oleh paparan Sunda. Bagian
Sumatera Tengah dengan cekungan Sumatera Selatan. Bagian barat laut adalah busur
Sebagian besar akumulasi hidrokarbon saat ini terletak tepat di atas atau
berdekatan dengan synrift graben, hasil dari pengendapan yang relatif dangkal dan
immaturity dari urutan postrift (Gambar 2.2). Terdapat lima graben produktif, yaitu
Bengkalis, Aman, Balam, Tanjung Medan dan Kiri/Rangau yang memiliki suksesi
stratigrafi yang sama dengan asosiasi fasies proksimal (Williams dan Eubank, 1995
dalam Dovist dan Noble, 2008). Graben ini terbentuk sepanjang struktur pra-Tersier
Struktur cekungan Sumatera Tengah didominasi oleh arah utara selatan dan
barat laut tenggara (Heidrick dan Aulia, 1993). Evolusi struktur yang terjadi cekungan
sumatera tengah menurut Eubank dan Makki (1981) dibagi menjadi tiga, yaitu (1) fase
ekstensional pada kala Eosen-Oligosen yang membentuk graben dan half-graben yang
dikontrol oleh pengendapan dan distribusi fasies kelompok Pematang. Fase patahan,
lipatan terjadi pada akhir fase tektonik ini, (2) aktivitas tektonik utama yang kedua
terjadi pada Miosen awal-tengah, yaitu menghasilkan pengangkatan dan lipatan dan
diikuti oleh wrench faulting. Aktivitas tektonik ini yang membentuk struktur akumulasi
minyak utama di cekungan Sumatera Tengah, dan (3) akhir aktivitas tektonik adalah
(1993) terbagi menjadi empat (4), yaitu episode tektonik F0 (deformasi basement pra-
tersier), (2) Episode tektonik F1 (rifting pada kala eosen-akhir oligosen), (3) Episode
tektonik F1 (rifting pada kala eosen-akhir oligosen), dan (4) Episode tektonik F3
basement yang terdiri atas batuan metasedimen, yaitu greywacke, kuarsit, argilit,
batuan metasedimen yang terintrusi oleh granit (Koning dan Darmono, 1984 dalam
Wibowo, 1995). Patahan dan dan lipatan telah terbentuk pada trias akhir- jura awal
sistem rekahan ekstensional (rifting) pada batuan dasar yang merupakan siklus pertama
pada tektonik tersier dan sedimentasi synorogenic. Fase ekstensional ini membentuk
struktur graben, half graben, dan deformasi awal pada pembentukan isi sedimen
lingkungan aluvial, danau, dan fluvio-deltaic. Terjadi 4 fase periode synrift di mana
tiga fase pertama terjadi pada awal synrift dan fase empat terjadi pada akhir synrift,
yaitu (1) Eosen awal: N-S dan NW-SE dan pembentukan rifting dan half graben
dengan batas patahan utama di sisi barat, (2) eosen tengah: pembebanan yang terjadi
secara cepat, (3) oligosen: pembebanan berlanjut dan terjadi episode dextral
dan terjadinya transgresi. Kelompok Sihapas mulai terendapkan dan tersusun atas
Duri, dan Formasi Telisa sebagai batuan penudung secara regional. Deformasi yang
terjadi pada fase F2 ini berasosiasi dengan sesar mendatar regional. Selama Miosen
awal-tengah terjadi pengangkatan dan lipatan disertai dengan sesar mendatar sepanjang
arah NW-SE (Bukit Barisan). Pada periode ini diikuti dengan awal post rifting. Pada
fase ini terjadi deformasi yang membentuk perangkap struktural (structural trap) untuk
terkait dengan pengembangan margin transform Sumatera dimulai pada 13-15 Ma.
Pergerakan berlanjut hingga Plio-Pleistosen, yaitu sesar dengan arah barat laut-
sequence, yaitu kelompok Pematang dan marine post rift sequence, yaitu kelompok
Sihapas. Menurut (Eubank dan Makki, 1981) tiga urutan stratigrafi utama di cekungan
Sumatera Tengah yang dipisahkan oleh batas ketidakselarasan, yaitu (1) Palogen
Kelompok Pematang, (2) Miosen Bawah Kelompok Sihapas, dan (3) Miosen
terendapkan pada awal fase rifting. Kelompok pematang terletak di atas basement di
cekungan Sumatera Tengah dan terdiri dari fasies sedimen darat, yaitu batulempung,
batupasir kasar, dan batulanau. Kelompok Pematang sering dipisahkan dari kelompok
Sihapas di atasnya oleh angular unconformity yang berbeda pada awal sedimentasi
Formasi Menggala pada 28-29 Ma (Eubank dan Makki, 1981). Kelompok Pematang
fluvio-lacustrine terdiri dari tiga formasi, yaitu (1) unit fluvial /alluvial (lower red bed),
(2) unit lacustrine medial (brown shale), dan (3) unit fluvial /alluvial (upper red bed)
batupasir, batulempung pasiran, dan konglomerat di bagian barat pada cekungan yang
berdekatan dengan batas patahan. Formasi ini disebut red bed karena batuan pada
formasi ini terekspos ke permukaan dan terjadi oksidasi sehingga karakter fisik batuan
Formasi brown shale tersusun atas shale, batupasir halus, dan batulanau. Pada akhir
pengendapan brown shale, fase regresif terjadi dengan danau menjadi lebih dangkal
dan secara bertahap mengisi danau dari pengendapan upper red bed formation. Litologi
upper red bed tersusun atas batu pasir halus dan kasar, batu lanau, dan batu lempung.
Menurut Sitohang dan Sukanto (1997), sedimen pada upper red bed formation tersusun
oleh batu pasir sedang-kasar dan sortasi buruk. Sedimen ini terendapkan di atas fasies
yang berukuran halus dan diinterpretasikan bahwa upper red bed formation diendapkan
laut sepanjang Miosen awal dengan pengendapan kelompok Sihapas. Urutan sedimen
klastik laut pada kelompok Sihapas pada kala Miosen menjelaskan siklus transgresi.
Reservoir batupasir dan batuan penudung di cekungan Sumatra Tengah sebagian besar
berasal dari perisai Malaysia di sebelah timur. Di atas kelompok Pematang terendapkan
marine post-rift sequence, yaitu kelompok Bekasap yang terdiri dari formasi Menggala
Formasi Telisa, dan Formasi Duri. Berikut merupakan penjelasan formasi batuan pada
a. Formasi Menggala
stream clastics, dan semakin didominasi oleh laut terbuka (open marine). Formasi
Menggala mencerminkan unit transgresif pada kelompok Sihapas yang tersusun oleh
b. Formasi Bangko
miosen, tersusun oleh urutan grey calcareous shales yang diendapkan pada ligkungan
paparan laut terbuka. Formasi Bangko pinches out di atas Formasi Duri dan Tinggian
Minas dengan ketebalan di bagian barat mencapai maksimum 110 m (360 ft).
Batulempung ini menjadi batuan penudung (seal) untuk reservoir di bawah Formasi
Menggala.
c. Formasi Bekasap
sedimen klastik kasar urutan dari fasies air payau sampai laut dangkal. Formasi
Bekasap juga terdiri atas batupasir masif halus-kasar dengan sedikit batulempung.
d. Formasi Duri
e. Formasi Telisa
tersusun oleh marine shale dan sedikit sisipan batulanau dan menjadi batuan penudung
pada formasi bekasap dan reservoir batupasir formasi Duri. Ketebalan maksimumnya
f. Formasi Petani
Sedimentasi pada Formasi Petani adalah fase regresi pada pengendapan tersier
cekungan Sumatera Tengah. Formasi Petani tersusun oleh grey non-calcareous shales
dan bagian atas menjadi batupasir dengan batubara dan konglomerat. Ketebalan
g. Formasi Minas
Formasi Minas secara tidak selaras terendapkan di atas Formasi Petani, dimulai
pada Plio-Plistosen (2.8 Ma). Formasi Minas merupakan fase akhir pengendapan
Sistem minyak bumi terdiri dari batuan induk (source rock), reservoir, trap, dan
batuan penudung (seal). Sistem kelompok Pematang dan Sihapas dimulai dari
pengendapakan pada lingkungan fluvial-lacustrine. Reservoir utama diendapkan pada
kala Miosen di lingkungan laut, yaitu kelompok Sihapas. Secara regional batuan
Batuan induk (source rock) adalah batuan yang memiliki material organik.
Batuan induk cekungan Sumatera Tengah adalah kelompok Pematang, yaitu lower red
bed, brown Shale, dan upper red bed. Secara umum fasies gas adalah berasoisasi
dengan danau, delta, dan fan delta system. Brown shale memiliki nilai API kurang dari
20°-47°. Konten minyak kurang dari 0.2 wt% sulfur. Batuan reservoir adalah batuan
meloloskan fluida. Batuan reservoir pada cekungan Sumatera Tengah adalah kelompok
Menggala dan Sihapas dengan cakupan Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi
Bekasap, Formasi Duri, dan Formasi Telisa. Trap atau geometri batuan sebagai
cekungan Sumatera Tengah adakah perangkap struktural, yaitu antiklin. Formasi Telisa
secara regional menjadi super seal di cekungan Sumatera Tengah. Unit batulempung
dari Formasi Telisa menahan hidrokarbon untuk migrasi ke permukaan. Formasi Telisa
penudung (seal) di cekungan Sumatera Tengah adalah dari Bangko Shale dan
kelompok Pematang, khususnya formasi Brown Shale. Secara lokal batuan penudung
Menurut (Cannon, 2015) Logging adalah metode pengukuran sifat fisik batuan
di bawah permukaan secara menerus dalam lubang bor per kedalaman dengan
menggunakan kabel yang diposisikan dekat rig floor (Gambar 2.5). Hasil logging ini
akan ditampilkan dalam log yang biasanya dikenal dengan well logs. Well logs
merupakan hasil dari pengukuran geofisika pada lubang bor yang mana menjadi
hidrokarbon. Pengukuran logging dilakukan, baik pada open hole maupun cased hole
logging. Open hole logging merupakan lubang bor yang dibor dalam formasi segera
Sementara itu, cased hole logging merupakan lubang bor setelah dipasang besi casing
Log gamma ray adalah log untuk mengukur radioaktif alami batuan. Prinsip
kerja log Gamma Ray adalah merekam jumlah emisi gamma dari formasi batuan ke
lubang bor. Emisi gamma dihasilkan dari peluruhan radioaktif alami isotop, yaitu
potassium, uranium dan thorium yang terdapat dalam matriks formasi batuan (Asquith
dan Krygowski, 1992). Sifat radioaktif ini lebih banyak terkandung pada batuan yang
berukuran butir halus, yaitu shale yang dikarenakan kahadiran ion potassium pada
struktur lattice pada mineral lempung. Oleh karena itu, shale akan lebih radioaktif
dibandingkan dengan batupasir yang bersih dari material lempung (clean sand) dan
batugamping.
Kuarsa dan kalsium karbonat hampir tidak menghasilkan radiasi. Namun,
batupasir yang bersih dari material lempung (clean sand) dapat juga memberikan
respon yang tinggi terhadap nilai radioaktif jika batupasir tersebut mengandung
potassium feldspar, mika, glaukonit, dan air yang kaya uranium. Log GR memberikan
informasi mengenai formasi batuan yang memiliki sifat radioaktif yang rendah karena
berpotensi mengandung hidrokarbon yang dapat bergerak. Log gamma ray dapat
batuan reservoir, yaitu batupasir dan batugamping. Pengukuran sinar gamma alami
memiliki resolusi vertikal sekitar 1 ft atau 30 cm, tetapi resolusi vertical tergantung
intensitas resolusi veritikal yang baik karena efisiensi detektor ditingkatkan pada
tingkat yang tinggi. Pengukuran sinar gamma alami memiliki resolusi vertikal sekitar
1 ft atau 30 cm, tetapi resolusi vertikal tergantung pada kecepatan logging. Pada lapian
yang tipis, resolusi alat pengukuran dapat meningkat hanya pada saat kecepatan
logging yang rendah. Keuntungan pada alat pengukuran gamma ray adalah dapat
diukur pada lubang bor yang sudah di casing atau sering dikenal dengan cased hole
logging. Walaupun besi pada lubang bor, dapat mengurangi tingkat radioaktif sekitar
30 %.
volume volume lempung (Vsh) pada batuan. Volume lempung ini sangat penting untuk
perhitungan saturasi air. Tidak seperti log SP (Spontaneous), log gamma ray tidak
dipengaruhi oleh resistivitas air (Rw) karena log gamma ray merespon radioaktif alami
pada formasi batuan dibandingkan dengan sifat kelistrikan alami sehingga dapat diukur
dengan cased hole logging dan open hole logging yang mengandung lumpur non
konduktif. Log gamma ray ditampilkan pada track 1 pada standar log, yaitu biasanya
dengan log caliper dan Tracks 2 dan 3 yang biasanya menampilkan log resistivitas dan
log porositas.
resistivitas air formasi dan estimasi volume lempung pada lapisan permeabel (Gambar
elektroda yang bergerak di lubang bor dan potensial elektroda di permukaan (Dol,
1948). Unit pengukuran log SP adalah millivolts (mV). Respon alat dari pengukuran
log SP dibentuk oleh variasi elektrokima antara fluida lubang bor dan batuan reservoir
yang disebabkan oleh perbedaan salinitas lumpur filtrat dan air formasi dalam lapisan
permeabel. Respons dapat positif (ke kanan) atau negatif (ke kiri) terutama tergantung
Salinitas berbeda antara lumpur filtrat dan air formasi yang dibentuk sebagai ion
interval reservoir adalah mengukur defleksi dari garis dasar serpih pada kedalaman
tersebut. Dalam pengukuran spontaneous potential terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan, seperti jenis lumpur yang digunakan adalah lumpur yang konduktif
(water based mud), lapisan batuan yang berpori dan permeabel yang dikelilingi oleh
lapisan batuan impermeabel, dan perbedaan salinitas antara lumpur filtrat dan air
formasi. Sumber spontaneous potential adalah dari komponen yang berbeda, yaitu
elektrokimia (interaksi ion antara lumpur filtrat dan air formasi) dan elektrokinetik
(pergerakan ion bermuatan listrik dalam fluida terhadap batuan). Elektrokimia ini
terdiri atas dua efek, yaitu liquid-junction potential dan membrane potential atau yang
Potensi ini ada di antara zona yang terinvasi dan yang tidak terinvasi dan
merupakan hasil langsung dari perbedaan salinitas antara lumpur filtrat dan air formasi
(Asquith dan Krygowski, 1992). Jika air formasi lebih saline dibandingkan dengan
lumpur filtrat, ion terlarut dalam sistem adalah Na+ dan Cl-, seperti NaCl. Ion klorida
memiliki mobilitas yang lebih tinggi daripada ion natrium. Ion dari lumpur filtrat
salinitas tinggi akan berdifusi ke dalam zona fresh water untuk menyeimbangkan
salinitas ke luar. Ion klorida lebih mobile dan banyak berdifusi ke dalam zona invasi
daripada natrium. Hasil akhirnya adalah aliran muatan negatif ke zona yang terinvasi,
difusi.
Potensi difusi menyebabkan arus mengalir (dari negatif ke positif) dari zona
invasi ke zona non-invasi. Garis dasar serpih tidak konstan di sepanjang lubang bor
akan terjadi pada zona permeabel yang berlawanan. Properti ini membuat SP
log SP juga akan bereaksi terhadap variasi kandungan serpih di reservoir sehingga
dapat digunakan untuk mengenali karakteristik batuan dan korelasi dari sumur ke
sumur. Dua aplikasi tersebut sangat baik pada batupasir dan batulempung jika terdapat
perbedaan salinitas yang cukup antara filtrat lumpur dan air formasi. Zona permeabel
bersih memberikan informasi tentang salinitas air formasi. Jika air formasi lebih salin
daripada filtrat lumpur, SP akan menunjukkan defleksi negatif. Jika air formasi lebih
bersih (fresh) daripada filtrat lumpur, defleksi SP akan positif. Jika kedua salinitas
serupa, tidak ada defleksi yang akan diamati. Variasi dalam salinitas air formasi dengan
kedalaman dapat dideteksi oleh perbedaan defleksi SP di zona bersih yang berlawanan.
Hal Ini adalah informasi penting karena ini mengindikasikan isolasi hidrolik antara
interval reservoir.
air, indentifikasi zona permeabel, dan determinasi porositas. Dijelaskan oleh Asquith
dan Krygowski, (1992) bahwa butiran pada batuan adalah non konduktif dan
hidrokarbon dalam pori-pori batuan juga non konduktif. Saat saturasi hidrokabron pada
pori-pori batuan meningkat (saturasi air rendah), resistivitas formasi meningkat. Saat
salinitas air pada pori-pori batuan meningkat (Rw meningkat), resistivitas batuan juga
menurun. Log resistivitas menghasilkan arus dalam formasi dan mengukur respons
formasi terhadap arus tersebut. Arus dapat dihasilkan dan diukur dengan metode
2015). Alat elektroda biasanya digunakan untuk mengukur resistivitas batuan pada
zona yang terinvasi oleh lumpur (mud), sedangkan alat induksi digunakan untuk
pengukuran pada zona yang tidak terinvasi. Invasi dapat memengaruhi laterolog.
Namun, karena resistivitas lumpur filtrate sama dengan resistivitas air formasi (Rmf ~
Rw) saat sebuah sumur dibor dengan lumpur air asin, invasi tidak sangat
mempengaruhi nilai Rt yang diperoleh dari laterolog. Namun, saat sumur dibor dengan
lumpur air tawar (di mana Rmf> 3 Rw), laterolog dapat sangat dipengaruhi oleh invasi
Dalam kondisi ini, laterolog tidak dapat digunakan. Ukuran lubang bor dan
resistivitas laterolog dapat diambil sebagai Rt. DLL (dual lateral log) merupakan salah
satu pengukuran resistivitas yang utama. DLL adalah perangkat elektroda terfokus
yang dirancang untuk meminimalkan pengaruh dari cairan lubang bor dan formasi yang
berdekatan. Pengukuran arus yang dipancarkan dari elektroda pusat mengalir secara
lateral ke dalam formasi dengan aksi fokus dari elektroda yang mengelilingi elektroda
pusat.
resistivitas dalam (LLD) dan resistivitas dangkal (LLS). DLL terdiri dari elektroda
pusat yang memancarkan arus dan diposisikan di antara elektroda pelindung. Elektroda
fokus untuk menjaga nol beda potensial antara elektroda penjaga dan elektroda pusat
zona yang dekat dengan lubang bor (Rxo) atau disebut flushed zone, dan uninvended
Log yang dihasilkan adalah kurva pembacaan pengukuran dangkal (RLLS) dan
resistivity berarti investigasi pengukuran hanya pada jarak yang dangkal yang mana
menunjukkan resistivitas batuan yang telah terinvasi oleh semen (mud). Deep
resisitivty menunjukkan resistivitas batuan dari zona yang terinvasi oleh semen (mud)
dengan jarak yang lebih dalam. Kurva ini ditampilkan dalam track 2 dan 3 dan biasanya
(RMSFL) yang memiliki kedalaman pengukuran yang sangat dangkal dan mengukur
resistivitas formasi yang sangat dekat (dalam beberapa inci) dari lubang bor. Ketika
tiga kombinasi kurva-resistivitas ini, yaitu, dalam, dangkal, dan sangat dangkal
digunakan, kurva laterolog yang dalam (RLLD) dapat dikoreksi untuk efek invasi untuk
zona yang tidak terinvasi oleh semen (mud) yang dianggap sebagai resistivitas yang
sebenarnya meskipun kurva bacaan yang paling dalam pun dapat dipengaruhi oleh
keberadaan lumpur filtrat. Dengan mengevaluasi pemisahan antara kurva ini, geologist
dapat memperkirakan diameter invasi oleh filtrat lumpur dan menentukan zona mana
yang lebih permeabel dari lapisan batuan yang lain. Kebalikan dari resistivitas adalah
konduktivitas.
persamaan berikut:
1000
𝐶=
𝑅
Keterangan:
C = Konduktivitas dalam millimho/m
R = Resistivitas dalam ohm-m
Alat induksi terdiri atas beberapa kumparan yang memancarkan arus dengan
frekuensi yang tinggi. Alat induksi bekerja dengan baik pada sumur yang mengandung
fluida non konduktif, yaitu oil base mud atau lumpur air tawar (Rmf> 3 Rw). Log
induksi bekerja lebih baik pada formasi yang resistivitas rendah hingga sedang.
yang membuat log induksi sedikit kurang digunakan dibandingkan dengan log
lateralog untuk formasi yang resistivitasnya tinggi (resistivitas lebih dari 100 ohm-m).
hidrogen index (HI) (Gambar 2.8). Sumber hidrogen yang paling umum dalam formasi
adalah air atau hidrokarbon karena air dan hidrokarbon terkonsentrasi di pori-pori
batuan. Konsentrasi atom hidrogen dapat digunakan untuk menentukan porositas yang
diisi oleh fluida. Atom hidrogen memiliki nomer massa atom yang hampir sama dengan
neutron. Alat logging neutron diletakkan dekat dinding lubang bor (eccentered) dan
2.8).
formasi. Dengan setiap tumbukan elastis, neutron kehilangan energi dan akhirnya
neutron diserap oleh nukleus dan sinar gamma dipancarkan. Kehilangan energi
maksimum terjadi ketika neutron bertubrukan dengan atom hidrogen karena atom
hidrogen memiliki massa atom yang sama. Tingkat yang mana neutron mencapai
keadaan termal sebanding dengan konsentrasi atau indeks hidrogen (HI). Alat porositas
neutron mengukur indeks hidrogen (HI) yang kemudian dikonversi menjadi porositas
neutron. Oleh karena itu, respons alat dikontrol oleh kandungan hidrogen formasi yang
dapat langsung berhubungan dengan porositas batuan. Jika semakin rendah nilai
neutron yang ditangkap oleh detektor, semakin banyak atom hidrogen pada batuan.
Hidrogen terkonsentrasi dalam batuan yang berpori. Energi yang hilang berhubungan
dengan porositas formasi batuan. Saat pori-pori batuan terisi oleh gas dibandingkan
minyak atau air, porositas neutron lebih kecil dibandingkan dengan porositas formasi
yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena rendahnya hidrogen pada gas dibandingkan
dengan minyak dan air. Proses perekaman log neutron pada formasi batuan dapat
Penurunan porositas neutron yang diakibatkan oleh gas disebut dengan efek gas
(gas effect), yaitu ada 'cross-over' dengan log densitas ketika porositas neutron kurang
dari bulk density di zona berpori dan permeabel. Saat material lempung adalah bagian
dari matriks formasi, porositas neutron akan lebih besar dibandingkan dengan porositas
formasi yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena hidrogen dalam struktur lempung dan
air yang terikat pada lempung. Meningkatkan nilai porositas neutron disebabkan
kehadiran lempung yang disebut dengan efek lempung (shale effect). Kombinasi antara
Gas dalam pori-pori batuan menyebabkan porositas densitas sangat tinggi (gas
memiliki densitas lebih rendah daripada minyak atau air) dan menyebabkan porositas
neutron terlalu rendah (konsentrasi atom hidrogen yang lebih rendah pada gas daripada
Log densitas mengukur bulk density pada batuan, oleh karena itu, densitas batuan
dan juga fluida yang terdapat di pori-pori batuan. Densitas batuan diukur dalam gram
per kubik cm g/cm3 (atau Kg/m3) dan disimbolkan dalam (rho). Log densitas biasanya
ditampilkan dalam track 2 atau 3 bersama dengan Log neutron dan log PEF dengan
skala biasanya adalah 1.95-2.95 cm g/cm3. Secara umum porositas berbanding terbalik
dengan densitas batuan. Untuk menghitung porositas batuan dari log densitas perlu
sinar gamma ke dalam formasi seperti diperlihatkan pada (Gambar 2.9). Sinar gamma
bertumbukkan dengan elektron dalam formasi. Hasil dari tumbukkan ini menghasilkan
energi yang hilang dari partikel gamma yang dikenal sebagai compton scattering.
Partikel gamma yang kembali ke detektor diukur dalam dua rentang, yaitu energi yang
lebih tinggi dipengaruhi oleh hamburan Compton dan energi yang lebih rendah yang
diatur oleh efek fotolistrik (PEF). Jumlah partikel energi yang lebih tinggi yang
kembali ke detektor sebanding dengan densitas elektron formasi batuan (Tittman dan
Wahl, 1965).
Gambar 2.9 Perekaman Log Densitas
Dengan Detektor Dipasang Eccentred pada
Lubang Bor (Cannon, 2015)
Dalam formasi densitas rendah, lebih banyak sinar gamma yang tersebar
mencapai detektor dibandingkan dengan formasi dengan densitas lebih tinggi. Elektron
densitas adalah berhubungan dengan dua densitas yang diukur dalam log densitas, yaitu
bulk density (ρb atau RHOB) dan densitas matriks (ρma). Bulk density atau densitas
total dari seluruh batuan meliputi bagian padat dan fluida dalam batuan (Asquith dan
Krygowski, 1992). Bulk density atau ρb adalah fungsi dari matriks densitas, porositas,
dan densitas dari fluida pada pori-pori batuan (lumpur air asin, lumpur air tawar, dan
pada kecepatan logging. Alat yang digunakan dalam pengukuran densitas batuan terdiri
dari sumber sinar gamma dengan energi sedang, yaitu cobalt (60Co) dan cesium (137Ce).
Kurva koreksi, yaitu DRHO (dalam g/cm3 atau Kg/m3) menunjukkan tingkat koreksi
dalam track 2 dan 3. Kurva ini mengindentifikasi seberapa besar koreksi yang
dilakukan terhadap densitas batuan selama proses logging karena efek lubang bor
(terutama efek ketebalan lumpur) dan digunakan sebagai indikator kontrol kualitas.
Log densitas digunakan untuk identifikasi mineral evaporit, mendeteksi zona gas,
(Shlumberger, 1972).
Gas pada batuan sering memberikan efek pada pengukuran bulk density pada
batuan (pada batuan yang porositas tinggi, permeabilitas tinggi yang mana invasinya
adalah rendah, tetapi alat densitas dan neutron dilakukan secara kombinasi. Dua
pengukuran ini melengkapi pengukuran satu sama lain yang mana densitas dan neutron
merespon terhadap efek gas dalam arah yang berbeda. Separasi antara log densitas dan
yaitu:
ρma − ρb
ΦD =
𝑝𝑚𝑎 − 𝑝𝑓𝑙
Keterangan:
ΦD = densitas porositas
ρma = matriks densitas
ρb = bulk density
ρfl = Densitas fluida
Log sonik adalah log yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu (Δt, delta
t, atau DT) dari gelombang suara yang melalui formasi batuan sepanjang lubang bor
(Asquith dan Krygowski, 1992). Gelombang suara ini dapat melewati benda padat,
cair, dan gas, namun media yang paling cepat gelombang lalui adalah benda padat.
Oleh karena itu, alat log sonik dapat merekam matriks porositas pada formasi batuan.
Perangkat log sonik terdiri dari satu atau lebih pemancar ultrasonik dan dua atau lebih
penerima yang diposisikan secara vertikal untuk meminimalkan dan mengimbangi efek
dari rugositas lubang bor (Gambar 2.10). Interval waktu transit (Δt) adalah kebalikan
dari kecepatan gelombang suara yang melewati formasi dan diukur dalam mikrodetik
(BHC). Perangkat ini dirancang untuk mengurangi efek yang tidak asli pada variasi
ukuran lubang bor (Kobesh dan Blizard, 1959) serta ketidakakuratan karena
kemiringan alat dengan sumbu lubang bor (Schlumberger, 1972) dengan rata-rata
sinyal dari pemancar-penerima yang berbeda. Waktu transit interval (Δt) dalam
mikrodetik per kaki, μsec / ft (atau mikrodetik per meter, μsec / m) adalah kebalikan
dari kecepatan gelombang suara dalam ft per detik (atau meter per detik). Interval
interval (Δt) pada formasi batuan akan meningkat karena kahadiran hidrokarbon. Jika
efek hidrokarbon tidak tepat, nilai sonik log akan sangat tinggi. Berikut merupakan
persamaan untuk perhitungan waktu transit interval (Δt) menurut (Wyllie et al., 1958).
Δtlog − Δtma
ΦS =
Δtfl − Δtma
Keterangan:
ΦS = Porosity dari log sonik
Δtma = Interval waktu pada matriks
Δtlog = Interval waktu pada formasi
Δtfl = Interval waktu pada fluida dalam formasi (freshwater mud 189 μdetik/ft; lumpur air
asin =185 μdetik/ft)
Log caliper adalah mengukur diameter dan bentuk lubang bor. Alat caliper
memiliki dua atau lebih lengan yang dapat bergerak masuk dan keluar saat alat ditarik
dari lubang bor dan gerakan diubah menjadi sinyal listrik oleh potensiometer. Kurva
Log caliper ditampilkan pada track 1 bersamaan dengan bit size. Lubang yang
memiliki ukuran diameter yang sama dengan bit yang mengebornya disebut dengan
gauge (Gambar 2.11). Lubang gauge adalah target untuk semua pengeboran dan pada
Lubang dengan diameter yang jauh lebih besar dari ukuran bit disebut dengan
caved atau washed out. Artinya, selama pendalaman lubang, dinding lubang bor
memiliki bentuk seperti gerowong, menyebabkan diameter lubang bor membesar yang
diakibatkan oleh pipa bor atau terkikis oleh sirkulasi lumpur lubang bor. Kondisi ini
bisaa terjadi pada shale, khususnya secara kondisi geologi pada batuan yang muda dan
memiliki makna litologi yang umum. Kaliper dapat menunjukkan diameter lubang
yang lebih kecil dari ukuran bit (bit size). Jika log memiliki profil yang halus,
diindikasikan mud cake atau kue lumpur. Kondisi ini merupakan indicator, yaitu hanya
lapisan permeabel yang memungkinkan mud cake terbentuk (Rider, 1995). Batas mud
cake atau kue lumpur menunjukkan dengan jelas batas reservoir potensial. Ketebalan
kue lumpur dapat diperkirakan dari caliper dengan membagi penurunan ukuran lubang
Evaluasi formasi atau yang dikenal dengan formation evaluation adalah studi
properties fisik batuan dan evaluasi untuk mengetahui potensi reservoir hidrokarbon.
Data evaluasi formasi didapatkan dari hasil logging atau LWD (logging-while-drilling)
yang diinterpretasikan pada kedalaman dan ditampilkan dalam grafik yang disebut log.
Evaluasi formasi yang dilakukan adalah dengan menganalisis sifat fisik batuan yang
disebut juga dengan analisis petrofisika. Analisisi petrofisika dilakukan dengan
menghitung properti batuan melalui hasil proses logging sumur (well logging). Analisis
batuan. Penentuan litologi batuan dilakukan dengan menentukan baseline litologi, baik
sand baseline dan shale baseline. Analisis kualitatif juga dilakukan untuk mengetahui
lempung (Vsh) (Vsh), porositas, saturasi air, dan permeabilitas. Nilai properties batuan
tersebut didapatkan dari perhitungan data log, yaitu dengan bantuan perangkat lunak
menghitung jumlah volume lempung (VSh) pada batuan. Volume lempung ini
memengaruhi kualitas suatu reservoir karena lempung menghambat suatu batuan untuk
mengalirkan fluida karena sifat dari shale yang impermeable (tidak dapat mengalirkan
fluida). Semakin banyak volume lempung pada batuan akan mudah menghambat fluida
untuk masuk ke dalam batuan karena shale memiliki sifat radioaktif dibandingkan
dengan batupasir dan batugamping. Oleh karena itu, log gamma ray digunakan untuk
perhitungan volume lempung pada reservoir. Volume lempung ini disimbolkan dengan
fraksi desimal atau persen (%) yang dikenal dengan Vshale. Perhitungan pada indeks
gamma ray untuk menentukan volume lempung dari log gamma ray, yaitu dengan
rumus berikut:
𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
𝐼𝐺𝑅 =
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
Keterangan:
IGR = Indeks Gamma ray
GRlog = Pembacaan gamma ray pada log
GRmin = Minimun gamma ray (Batupasir atau batugamping)
GRmax = Maksimum gamma ray (shale).
Berbeda dengan log SP yang digunakan dalam hubungan linear antara respon
dan volume lempung, log gamma ray memiliki beberapa respons empiris nonlinear
serta respons linear (Gambar 2.12). Respons nonlinier didasarkan pada area geografis
atau umur formasi. Dibandingkan dengan respon linear, semua hubungan nonlinear
lebih optimis, yaitu menghasilkan nilai volume lempung yang lebih rendah
dibandingkan dengan persamaan linier. Untuk estimasi urutan pertama volume serpih,
respons linear, di mana Vshale = IGR harus digunakan. Perhitungan non liner yang
b. Steiber (1970)
𝐼𝐺𝑅
𝑉𝑠ℎ =
3 − 2 × 𝐼𝐺𝑅
c. Clavier (1971)
𝑉𝑠ℎ = 1.7 − [3.38 − (𝐼𝐺𝑅 − 0.7)2 ]1/2
serpih (Vsh), perhitungan nilai volume lempung (Vsh) sama dengan nilai indeks
radioaktif (IGR) pada metode linear. Metode larionov (batuan yang lebih tua) memiliki
nilai volume lempung (Vsh) hampir mendekati dengan metode linear yamg kemudian
diikuti oleh metode clavier, Stieber, dan Larionov untuk batuan tersier.
2.6.2.2 Porositas
Porositas total merupakan volume pori-pori yang tidak terisi padatan, yaitu diisi
dengan cairan dibagi dengan volume total batu (Crain, 1986). Porositas ditunjukkan
dengan fraksi desimal atau persen (%) dan disimbolkan dengan phi (Φ). Porositas yang
dihitung adalah porositas total (PHIT) yang termasuk juga volume clay bound water
(CBW) pada shale dan porositas efektif (PHIE). Perhitungan porositas didapatkan
dengan bantuan log densitas dan log neutron. Porositas total (PHIT) adalah
dan kualitas porositas batuan dapat dilihat pada (Tabel 2.2. Porositas batuan
Crossplot antara log neutron (NPHI) dan log densitas (RHOB) dilakukan untuk
menghitung porositas total dan porositas efektif. Dengan crossplot ini didapatkan tiga
parameter, yaitu MA (matriks, fluida, dan dry shale (DSH), yang nantinya dapat
mengetahui nilai free fluid, clay bound water, capillary bound water/ irreducible water.
Clay bound water (CBW) merupakan air yang terikat dengan lempung dan
digambarkan dengan air yang terkait dengan lapisan pori dan lempung sebagai
Secara umum porositas cenderung lebih rendah pada batuan yang lebih dalam
dan lebih tua karena sementasi dan tekanan overburden pada batuan (Rider, 1996).
Porositas batuan juga dipengaruhi oleh tekstur batuan sedimen. Tekstur batuan yang
meliputi ukuran butir, bentuk butir, sortasi, dan kemas dipengaruhi oleh proses
sedimentasi yang terjadi sebelumnya. Hasil dari sedimentasi ini yang membentuk
tekstur batuan dan memberikan pengaruh terhadap properties batuan. Batuan dengan
ukuran butir halus dan terpilah buruk memiliki porositas yang kecil dibandingkan
dengan batuan yang memiliki ukuran butir kasar dan terpilah baik.
2.6.2.3 Permeabilitas
satua mili darcy (md) dan disimbolkan dengan K. Permeabilitas dikontrol oleh ukuran
dari pori-pori atau kapiler. Kemampuan batuan untuk meloloskan fluida, saat
merujuk kepada kemampuan batuan untuk meloloskan satu jenis fluida dalam
kehadirannya fluida lain saat dua fluida yang tidak dapat bercampur. Air formasi
permeabilitas dengan porositas efektif (PHIE) dan volume lempung (Vsh). Nilai dan
Saturasi air adalah besarnya volume pori batuan yang terisi oleh air formasi yang
dinyatakan dalam fraksi. Saturasi air ditunjukkan dalam fraksi desimal atau persentasi
dengan simbol Sw. Pada perhitungan saturasi air, penulis menggunakan perhitungan
dengan metode Archie dan Simandoux. Nilai saturasi air menunjukkan derajat
kejenuhan air dalam batuan. Semakin kecil nilai saturasi air pada batuan
memungkinkan fluida hidrokarbon, baik minyak maupun gas lebih banyak. Nilai
saturasi ini mengindikasikan di mana zona hidrokarbon. Saturasi air yang tidak dapat
terserap pada butiran dalam batuan atau ditahan oleh tekanan kapiler. Pada irreducible
water saturation (Swirr), air tidak dapat bergerak dan permeabilitas relatif terhadap air
adalah nol.
Resistivitas air formasi (Rw) adalah parameter penting untuk analisis openhole
logging karena nilai resistivitas air dibutuhkan dalam perhitugan saturasi fluida atau
gas pada reservoir. Air formasi berasal dari air dalam batuan, air laut, air hujan, dan air
hasil dari diagenesis. Komposisi kimia dipengaruhi oleh filtrasi melalui partikel
lempung, pertukaran ion, presipitasi mineral, dan reaksi matriks batuan dengan fluida
lainnya. Terdapat dua cara untuk mendapatkan resistivitas air formasi (Rw), yaitu
dengan data uji analisa laboratorium dan picket plot. Berikut penjelasan mengenai
kali diusulkan untuk formasi clean sand (Archie, 1942) dan dinamai formula Archie.
Metode archie pada awalnya menghubungkan antara index resistivitas atau yang
dikenal dengan (RI) dengan faktor formasi (F), yang dituliskan dalam persamaan
Kemudiaan, persamaan kedua merupakan hubungan antara faktor formasi (F) dengan
porositas (Φ) yang dituliskan dalam persamaan berikut (Archie, G.E., 1942):
dikenal dengan persamaan perhitungan saturasi air metode Archie berikut ini (Archie,
G.E., 1942):
Metode simandoux tepat digunakan untuk karakter litologi shaly sand, yaitu nilai
menggunakan bantuan log densitas dan log neutron dalam menghitung nilai porositas.
Volume lempung (Vsh) ditentukan dari log Gamma ray dengan metode linear maupun
beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan mekanisme pengendapan
tertentu (Boggs, 2006). Menurut Walker dan James (1992), fasies merupakan suatu
tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi,
struktur sedimen, dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari
tubuh batuan yang ada di bawah, atas, dan di sekelilingnya. Karakteristik dari fasies
adalah lingkungan transgresif di bibir sungai, yang menerima sedimen baik dari fluvial
dan laut, dan terdiri dari fasies yang dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang, dan
proses fluvial. Menurut Darymple, Zaitlin, dan Boyd (1992), estuari hanya dapat
terbentuk pada proses transgresi (sea level rise) (Gambar 2.13). Berdasarkan kekuatan
relatif dari proses gelombang dan pasang surut, estuarine dibagi menjadi dua jenis
Proses pasang surut dapat mendominasi dalam rezim mesotidal dan macrotidal
yang mana energi arus pasang surut melebihi energi gelombang di mouth estuary.
Bentuk corong estuari cenderung meningkatkan kekuatan arus banjir, tetapi menurun
hingga nol pada batas pasang surut (tidal limit). Estuari yang didominasi oleh pasang
surut (tidal) kurang begitu diperhatian dibandingkan dengan estuari yang didominasi
oleh gelombang (wave) karena sistem pantai yang kurang umum (Dalrymple et al.
(1992).
Estuari dengan pengaruhuh pasang surut kecil dan energi gelombang yang
tinggi. Sedimentasi yang didominasi oleh gelombang terjadi di sepanjang bagian sayap
atau sisi muara pada bagian luarnya. Pantai terbuka yang berbatasan dengan tide-
pasang tinggi dengan kecepatan arus pasang surut minimal berada di zona upper
intertidal zone.