Anda di halaman 1dari 14

Kerjasama Sister Provinsi Antara Provinsi Madang Dengan Provinsi

Papua Pada Sektor Ekspor Produksi Pertanian

Dosen Pengampu: Syaiful Anam,S.IP.,M.Sc

Oleh:

(Vioneida Pranggadia Lestari Alen, L1A017109)

Vioneida123@gmail.com

Prodi Hubungan Internasional

Universitas Mataram

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa Globalisasi saat ini, kerjasama internasional tidak hanya terbatas atas
negara dengan negara,atau negara dengan perusahaan transnasional yang sering disebut
dengan kerjama antara pemerintah pusat. Akan tetapi, kerjasama internasional bisa juga
dilakukan oleh pemerinrtah daerah. Hal ini didukung oleh kebijakan desentralisasi yang
dilaksanakan oleh masing-masing negara di dunia, khususnya Indonesia. Kerjasama
internasional seperti ini sering disebut dengan kerjasama sister provinsi. Sister provinsi
adalah konsep penggandengan dua daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah di
Indonesia dengan pemerintah daerah di luar negeri, yang memiliki kesetaraan wilayah
administrasi dan persamaan karakteristik dengan tujuan mempererat persahabat antara kedua
daerah melalui kontak sosial antar penduduk (Hidayat, 2008). Kerjasama seperti ini sering
dilakukan oleh pemerintah Indonesia, salah satu contoh kerjasama internasional yang telah
dilaksanakan Indonesia adalah kota Jayapura kerjasama sister provinsi dengan kota Vanimo
(PNG).

Pada akhir tahun 2018 lalu, pemerintah provinsi papua dan provinsi madang di negara
papua nugini (PNG) menandatangani nota kesepahaman “sister provinsi” atau provinsi
kembar dengan mendorong hubungan kemitraan dan kerja sama yang baik antara kedua belah
pihak. Kerjama ini dilakukan untuk kepentingan kedua belah pihak dalam meredam konflik
perbatasan yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan dapat memajukan perekonomian antar
kedua negara. Kerjasama ini memfokuskan diri terkait terkait kerja sama dalam bidang
perindustrian, perdagangan, pariwisata, sosial budaya, infrastruktur, perhubungan,Pendidikan
, dan pelatihan, kesehatan, Pendidikan, pertanian, dll. Penandatanganan nota kesepahaman ini
(MOU) merupakan tindak lanjut Letter Of intent (LOI) Yang telah dilakukan oleh kedua
belah pihak. Kerjasaama ini penting untuk dilakukan mengingat ketergantngan dan
kepentingan dari masing-masing negara (Pigome, 2017).

Provinsi papua terus berusaha untuk mewujudkan keinginnanya menjadi pintu


gerbang pasisifik bagi Indonesia dan Kawasan Asean. Papua Nuginin dijadikan pilihan
dikarenakan, Kawasan pasifik dengan jumlah 15 juta jiwa ini merupakan pasar potensial

1
Indonesia. Khususnya dalam bidang pangan dan pertanian. Indonesia diharapkan mampu
mengekspor kebtuhan beras dan makanan lainnya. Sebab,terjadi peningkatan permintaan
untuk makanan impor seperti biji-bijan,daging,dan beras. Hal ini dikarenakan meningkatnya
pertumbuhan populasi,urbanisasi dan pengembangan industri dan perubahan pola makan.
Papua nugini juga berharap dengan kerjasama ini akan terjalin alih teknologi pertanian antara
kedua negara,terutama persawahan. Sebab sektor pertanian di PNG menopang mata
pencaharian sekitar 80 persen dari populasi PNG (Soplanit, 2007).

Yang menjadi menarik untuk dibahas pada makalah ini adalah bagaimana
keberlanjutan kerjasama sister provinsi kedua Negara ketika konflik perbatasan yang tak
kunjung jera. Kelompok saparatis papua yang masih berada di papua nugini menyebabkan
penolakan yang terus terjadi di masyarakat papua nugini, bahkan masyarakat papua nugini
melakukan aksi yang menuntut pemerintah papua nugini untuk memulangkan kelompok
saparatis ini yang menurut mereka membahayakan keamanan masyarakat, bahkan aksi
tembak antara aparat dan masyarakat kerap terjadi pada perbetasan timur Indonesia ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana provinsi Papua di Indonesia dan provinsi Madang di Papua Nugini


melakukan kerjasama sister provinsi pada bidang ekspor produksi pertanian?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Paradiplomasi dan kerjasama sister city Papua Nugini dengan Papua

Paradiplomasi merupakan fenomena baru dalam kajian hubungan internasional.


Istilah paradiplomasi pertama kali digunakan oleh Panayotis pada tahun 1980-an yang
merupakan penggabungan dari kata Parallel Diplomacy (Kuznetsov, 2015). Konsep
paradiplomasi kemudian menjadi pendekatan yang sering digunakan untuk menjelaskan
masalah-masalah hubungan internasional oleh aktor daerah. Sedangkan paradiplomasi itu
sendiri merupakan hubungan diplomasi yang dilakukan pemerintah daerah yang berbeda
negara dan tidak berbatasan langsung (Fathun, 2016), namun negara dimana kedua
pemerintahan tersebut berada berbatasan langsung dalam satu kawasan. Terdapat tiga macam
kepentingan dari paradiplomasi, yaitu: 1) Kepentingan ekonomi. Dalam konteks ini,
pemerintah daerah memilliki tujuan membangun kerjasama internasional untuk menarik
investasi asing dan perluasan pasar ekspor. Paradiplomasi disini tidak menyinggung dimensi
politik serta tak memiliki isu-isu tentang kebudayaan dan berorientasi pada keuntungan
ekonomi. Program-programnya hanya fokus pada perdagangan. 2) Paradiplomasi yang
melingkupi kerjasama yang lebih luas, yakni kerjasama dalam berbagai bidang. Dalam
konteks ini, paradiplomasi lebih luas dan lebih multidimensional, karena tidak hanya terfokus
pada keuntungan ekonomi. Kerjasama yang ada pada level ini dilihat melalui adanya
komitmen dari kedua belah pihak untuk melakukan program- program yang melibatkan
exchange of knowledge. Program yang dimaksud seperti program pelatihan, pertukaran
pelajar, atau kunjungan budaya. Hubungan dalam lapisan ini disebut juga dengan
decentralized cooperation. 3) Paradiplomasi yang melibatkan pertimbangan politik. Dalam
tahap ini paradiplomasi cenderung melibatkan kepentingan untuk menunjukkan identitas
politik wilayah. Dengan melakukan paradiplomasi pada lapisan ini, entitas-entitas lokal
bertujuan untuk menegaskan otonomi mereka sebagai wilayah yang berbeda dengan sebagian
besar wilayah di negara mereka (Lecours, 2008).

3
Salah satu contoh dari paradiplomasi ini adalah kerjasama sister city, pada dasarnya
konsep sister city adalah adalah hubungan kerjasama kota antara pemerintah kota,
pemerintah kabupaten dan pemerintah kota administratif dengan pemerintah kota setingkat di
luar negeri. Kerjasama ini bertujuan untuk berbagi pengalaman, tukar pikiran, peningkatan
hubungan yang baik dan untuk bekerjasama memecahkan masalah perkotaan (Nuralam,
2018). Adapun bidang-bidang yang boleh dijadikan subjek kerjasama antar daerah/kota
dalam kerangka sister city, bidang-bidang tersebut antara lain: 1) Kerjasama Ekonomi dalam
bidang : Perdagangan, Investasi, Ketenagakerjaan, Kelautan dan Perikanan, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Kehutanan, Pertanian, Pertambangan dan Kependudukan,
Pariwisata dan Perhubungan, Lingkungan Hidup. 2) Kerjasama Sosial Budaya dalam bidang :
Pendidikan, Kesehatan, Kepemudaan, Kewanitaan, Olahraga, Kesenian. 3) Bentuk kerjasama
lainnya yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Sedangkan pada kasus kerjasama sister city yang dilakukan oleh papua nugini dengan
papua adalah salah satu bentuk paradiplomasi yang lebih luas dimana kedua negara
melakukan kerjasama pada beberapa sektor yang tidak hanya berkaitan dengan keuntungan
ekonomi, namun ada beberapa kepentingan-kepentingan sebagai contoh transfer teknologi
dan juga kepentingan perbatasan kedua negara. Kerjasama sister city ini melibatkan dua
provinsi di dalam dua negara yakni provinsi Papua di Indonesia dan provinsi Madang di
Papua Nugini. Kerjasama yang dilakukan adalah kerjasama ekonomi yang berfokus pada
pengembangan ekonomi masing-masing provinsi. Yang sesuai dengan hukum di masing-
masing negara dimana kerjasama ini diharapkan mencapai beberapa bidang yakni
perindustrian dan perdagangan, pariwisata dan sosial budaya, infrastruktur, dan perhubungan.
Kerjasama yang disepakati tahun 2018 lalu ini masih dalam proses oleh karena itu sektor
pertanian masih menjadi fokus utama. Provinsi Papua melakukan ekspor beras kepada Papua
nugini dan papua nugini berharap akan terjadi transfer teknologi antar kedua provinsi.

2.2 kerjasama sister city provinsi Papua Nugini dan Papua dalam sektor pertanian

Kerjasama luar negeri antar daerah atau yang lebih disebut Sister City telah diatur
dalam kebijakan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Maka landasan hukum
Sister city yang dilakukan oleh mengacu pada setiap UU yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah guna menjadi landasan hukum melakukan kerjasama. Dalam melaksanakan
hubungan luar negeri antara pemerintah daerah, Indonesia telah menerapkan beberapa
4
undang-undang dan peraturan dalam negeri melalui peraturan menteri dalam mengatur
detail dan landasan hukum. Salah satu uu yang mengatur tentang kerjasama sister
provinsi adalah undang-undang nomor 32 Tahun 2004 yang mengisyaratkan perlu
dilakukan penyesuaian pelaksanaan kewenangan melakukan hubungan dan kerjasama
luar negeri oleh pemerintah daerah yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 22 Tahun
1999 tentang pemerintahan daerah. Dengan diberlakukannya UU otonomi daerah,
kerjasama internasional diarahkan untuk memberdayakan dan mempromosikan potensi
daerah, dalam kerangka integrasi Negara. Dengan adanya UU otonomi daerah maka
pemerintah daerah diberikan keleluasaan dengan mengadakan kerjasama internasional
yang berada di luar negeri seperti di implementasikan pada kerjasama Sister City.
Kerjasama sister city antara provinsi papua dan papua nugini di latarbelakangi oleh
beberpa hal (Manullang, 2014).

1. Meredam Konflik Perbatasan

Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) untuk selanjutnya disingkat RI dan PNG
merupakan negara yang bertetangga darat dan laut yang terletak batasnya berada di Provinsi
Papua di kawasan wilayah Indonesia Timur. Dua provinsi yang memiliki karakter yang khas
dan khusus dengan perbedaan yang disebut sosial, budaya, dan bahasa yang disebut ras
Melanesia. Kesamaan itu terlihat dari ciri-ciri fisik yaitu warna kulit yang sawo matang dan
hitam, rambut keriting dan hitam tua, warna bola mata hitam, budaya dan adat istiadat serta
kearifan lokal yang sama. Persamaan-persamaan yang terlihat dari penduduk Papua dan PNG
tidak dapat dilepaskan dari hubungan kedekatan wilayah yang saling terkait dan sekaligus
juga menjadi kerumitan yang kompleks untuk RI dan PNG (Septarina, 2014). Hal tersebut
menyebabkan Provinsi Papua menjadi kawasan yang mendapat perhatian khusus dari
pemerintah RI. Papua juga sebagai pintu gerbang RI di wilayah timur Indonesia yang
bertetangga langsung dengan PNG Yang tentunya berpengaruh pada berbagai persoalan
ideologi, sosial, budaya dan ekonomi. Konflik perbatasan kerap terjadi antar kedua provinsi,
Kondisi tersebut Terjadi ketika pelintas melakukan lintas batas tidak menggunakan surat pas
jalan dari pos baik untuk tujuan memenuhi kebutuhan ekonomi maupun untuk hubungan
kekeluargaan dan hubungan antara masyarakat RI dan PNG yang berada dimasing-masing
daerah. Adanya berbagai permasalahan di kawasan perbatasan menjadi sulit untuk
dikembangkan. Permasalahan itu berupa kordinasi antarinstansi, sehingga akan sulit

5
membagun kerja sama antarpelaksana yang berhasil mengatasi perbatasan. Selain itu,
minimnya infrastruktur dan kapasitas hukum sebagai tantangan dalam pengembangan
kawasan perbatasan.

Tak jarang konflik antar masyarakat papua dan papua nugini juga kerap terjadi hal ini
dikarenakan masih adanya penduduk wilayah perbatasan di sepanjang Kabupaten Merauke
dan Boven Digoel mayoritas merupakan mantan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Konflik ini memuncak ketika rakyat papua nugini mulai membuat petisi untuk memulangkan
pengungsi OPM yang dilatarbelakngi oleh kelompok saparatis ini yang kerap membuat
mereka menderita bahkan pada daerah ini kerap terjadi penembakkan antar polisi dengan
kelompok saparatis, akibat hal ini pintu perbatasan antar kedua negara sering di buka tutup
demi keaamanan bersama (Merdeka, 2019). Penutupan yang kerap terjadi tentunya akan
mengakibatkan kerugian pula bagi kedua negara hal ini dikarenakan Kawasan perbatasan
negara merupakan manifestasi utama dan memiliki peran penting serta penentu batas wilayah
perbatasan, pemanfaatan sumber dayaalam, keamanaan dan keutuhan wilayah. Kawasan
perbatasan memiliki masalah sosial, ekonomi, pertahanan keamanaan menjadi kompleks
karena bersinggungan dengan negara lain. Tentunya dengan memperhatikan peningkatan
Kesejahteraan masyarakat di Kawasan Perbatasan Dan optimalisasi Potensi Yang Disertai
development kerja sama dengan negara tetangga juga berakibat dapat meminimalisir
penyelesaian masalah. Mengingat kawasan perbatasan sebagai pusat ekonomi, yang pada
dasarnya kawasan perbatasan memiliki itensitas yang tinggi dalam arus lalu lintas orang dan
barang. Kondisi ini akan berdampak positif juga negatif bagi kedua negara meskipun adanya
Gerakan Separatis Papua (GSP) dan pendukungnya di PNG, yang memperjuangkan
kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Perjuangan tersebut ternyata mendapat penolakan dari berbagai pihak. Dan bahkan
pengikut dari kelompok saparatis ini mengharapkan kembali ke Papua dan mulai membangun
Papua dalam kerangka NKRI. Menurut mereka, bentuk perjuangan yang kini dilakukan
seharusnya adalah membangun pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi, sosial-budaya
melalui semangat Otonomi Khusus (Otsus). Oleh sebab itu kerjasama sister provinsi menjadi
jalan keluar demi terciptanya perdamaian antar kedua provinsi. Meski konflik antar warga
Papua Nugini dengan kelompok saparatis (OPM) terus terjadi kerjasama dalam bidang
ekonomi tetap dilakukan, mengingat hal ini penting demi kepentingan bersama. Mayoritas
masyarakat papua nugini menginginkan kerjasama sister city terus berlanjut bahkan pada
sektor lainnya. Rasa kebersamaan dan ikatan persaudaraan antgar kedua provinsi menjadikan
6
masyarakat kedua Negara terus menekan kedua pemerintahnya agar menjalankan kerjasama
sister city. Oleh sebab itu, sangat diharapkan agar kedua Negara memperkuat hukum di
masing-masing Negara agar memperkuat pengamanan perbatasan, sehingga tidak
menimbulkan keresahan pada masyarakat sekitar perbatasan. Perlunya infrastruktur yang
memadai juga menjadi kunci utama, untuk memudahkan masyarakat melakukan transaksi
baik dalam bidang ekonomi ataupun pada bidang lainnya (Mukti, 2013).

2. Meningkatkan Ekonomi Antar Provinsi

Akibat kesamaan fisik maupun sosial dan budaya, mengakibatkan kedua provinsi tidak
dapat dilepaskan, oleh sebab itu sudah sewajarnya jika pemerintah indonesia memberikan
perlakuan khusus pada provinsi ini. Sama-sama menjadi negara berkembang dan memiliki
sejarah yang sama serta permasalahan ekonomi yang sama, sering membuat kedua negara
saling mendukung dalam hal ekonomi. Kedekatan kedua negara semakin mesra ketika papua
nugini mendukung indonesia menjadi anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (UN Security Council) periode 2019-2020. Kedua negara juga terlibat dalam
keanggotaan Apec. Indonesia melakukan kerjasama dengan papua nugini dikarenakan
Pemerintah PNG merupakan negara yang berpengaruh di wilayah Pasifik dan mendukung
integrasi NKRI di dunia internasional maupun regional. Dukungan PNG terhadap integritas
wilayah Indonesia telah ditunjukkan pada forum-forum internasional seperti di PBB dan pada
organisasi regional seperti Pacific IslandForum (PIF), Melanesian Spearhead Group (MSG),
dan SwPD (Southwest Pasific Dialogue). Kerjasma ekonomi antar kedua negara sudah sejak
lama terjadi, Nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan Papua New Guinea pada tahun
2014 mencapai 206,68 juta dolar AS dengan surplus bagi Indonesia sebesar 111,55 juta dolar
AS. Wapres RI juga mendorong kelanjutan partisipasi delegasi bisnis Papua New Guinea
dalam kegiatan Trade Expo Indonesia dan pameran perdagangan lainnya di Indonesia
(Masan, 2018).
Papua Nugini membutuhkan Papua untuk melakukan ekspor yang mayoritas
masyarakatnya bekerja pada bidang pertanian. Sejumlah produk yang akan diekspor ke
Indonesia adalah pisang jenis Cavendish, brokoli, jahe, kopi, kakao yang sudah dikeringkan,
hingga ikan tuna. hubungan dagang dengan Indonesia nantinya bisa membantu kesejahteraan
kehidupan pedesaan di Papua Nugini (Australia, 2019). Alasan lainnya papua nugini mau

7
bekerjasama dengan Papua yang notabennya berada di indonesia yakni karena menurut
mereka Indonesia adalah negara yang memiliki ekonomi yang cukup stabil yang diharapkan
mampu memberikan transfer teknologi khususnya dalam bidang pertanian. Sedangkan,
Provinsi Papua melakukan kesempatan ini untuk menjadikan Papua Nugini sebagai pasar
dalam produksi beras. kondisi surplus beras dialami Merauke, Hal ini dapat membuka lebar
peluang ekspor beras ke Papua Nugini. Sebelumnya, akibat surplus beras, banyak beras
petani tidak laku terjual karena satu satunya pembeli yaitu bulog tidak sanggup menyerap
beras petani. Ekspor beras ke papua nugini diharapkan mampu mengatasi persoalan beras
petani yang tidak laku terjual. Surplus yang terjadi dikarenakan Luas lahan sawah dan lahan
kering di Merauke sebanyak 64 ribu hektare. Lahan ini sudah dilakukan penanaman padi.
Produksi beras di Merauke 110 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan hanya 25 ribu ton
per tahun. Kerjasama ini akan meningkatkan ekonomi kedua pihak, Hal ini dikarenakan
selama ini Papua Nugini impor beras dari Filipina, Thailand, dan Vietnam. Namun, dengan
mengekspor beras di papua maka harga akan lebih murah dan tentunya menguntungkan
ekonomi negara. Berdasarkan saling ketergantungan ekonomi ini lah yang menyebabkan
sister city antara kedua provinsi tidak bisa dihindari dan bahkan akan terus berlanjut,
perubahan pola makan Papua Nugini yang beralih pada beras menjadi peluang besar Papua
untuk memasarkan berasnya sehingga cita-cita Papua menjadi lumbung beras terbesar di
Indonesia bukan tidak mungkin akan dapat terwujud. Awal kerjasama ini diharapkan mampu
menjadi awal bagi Papua untuk mewujudkan impiannya untuk menjadi pintu masuk
perdagangan asia-pasifik diwilayah timur.

2.3 Implementasi Kerjasama city sister Provinsi Papua dan Papua Nugini

Provinsi Papua terus berupaya mewujudkan keinginannya menjadi pintu gerbang


Pasifik bagi Indonesia dan kawasan ASEAN. Hal ini dikarenakan barang asia sangat mudah
dan cepat masuk melalui jalur papua. Kawasan Pasifik dengan jumlah populasi sekitar 15 juta
jiwa ini merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Demi mewujudkan keinginan itu,
Pemerintah Provinsi Papua merintis melalui penandatanganan Memorandum of
Understanding (MoU) Sister Province dengan salah satu provinsi di Papua New Guinea
(PNG), yakni Provinsi Madang. Provinsi Papua dan Provinsi Madang, Papua New Guinea
(PNG) secara resmi menandatangani Letter of Intent (LoI) Sister Province di Gedung Negara,
Jayapura. Isi MoU itu, adalah Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Madang
berkeinginan untuk mendorong hubungan kemitraan dan kerjasama yang baik antara kedua
8
pihak. (Papua, 2018) Kedua provinsi mengakui pentingnya kesetaraan dan saling
menguntungkan bagi kedua provinsi. LoI Sister Province ini ditandatangani sebagai tindak
lanjut rencana kerjasama dua provinsi yang meskipun berada di satu daratan namun berbeda
negara ini. Kerjasama ini tidak hanya kerjamasa perekonomian saja, Lebih dari itu, LoI ini
memuat poin-poin kerjasama di bidang perindustrian dan perdagangan, pariwisata dan social
budaya, infrastruktur, perhubungan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, pertanian,
peternakan, perikanan, kehutanan, karantina, pertambangan hingga search and rescue.

Kerjasama di bidang perdagangan ini adalah kerjasama yang paling siap dilakukan
karena kedua provinsi telah mensepakati beberapa hal seperti kesiapan sarana perkapalan,
lahan hingga pergudangan, sehingga Papua dan Madang memiliki pelabuhan yang siap secara
infrastruktur. Pelabuhan di masing-masing kota sudah menjalankan impor dan ekspor
komoditi, seperti kayu maupun barang-barang kebutuhan lainnya. Madang merupakan kota
ketiga di PNG yang pelabuhannya bisa melakukan aktivitas ekspor impor, setelah Port
Moresby dan Lae. sehingga komitmennya untuk mewujudkan Sister Province sama kuatnya
dengan komitmen masing-masing negara. Kemudian kedepannya diharapkan kerjasama ini
mampu menyentuh ranah pendidikan dan pelatihan, kesehatan, pertanian, peternakan,
perikanan, kehutanan, karantina, pertambangan, search and rescue dan bidang-bidang lainnya
yang disepakati para pihak. PNG, adalah pasar potensial untuk komoditi pertanian dan
perkebunan Indonesia. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan permintaan
untuk makanan impor seperti biji-bijian dan daging di PNG karena meningkatnya
pertumbuhan populasi, urbanisasi dan pengembangan industri dan perubahan pola makanan
(Nurckhalik, 2013).

Dan telah menjadi makanan pokok di daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan.
Namun, sebagian besar kebutuhan beras diimpor. Diperkirakan impor beras tahunan
mencapai 200.000 ton per tahun senilai lebih dari K400 juta. Oleh sebab itu Papua secara
optimis bisa menjadi pemasok beras dan komoditi lainnya di PNG melalui kerjasama dengan
Provinsi Madang. Sementara itu, Provinsi Madang berharap, selain mengekspor beras, Papua
juga bisa bekerjasama dalam hal alih teknologi pertanian, terutama persawahan. Sebab, sektor
pertanian menopang mata pencaharian sekitar 80 persen dari populasi di PNG. Dari populasi
ini, mayoritas adalah petani subsisten yang menanam tanaman tradisional seperti ubi jalar,
talas, ubi dan sagu, sementara beberapa terlibat dalam menghasilkan tanaman komersial
untuk ekspor seperti kopra, kopi, kakao dan kelapa sawit. Hingga saat ini Provinsi Papua
9
telah mengekspor beras sebanyak 50 ton. Beras ini, di distribusikan kepada sekolah-sekolah
di PNG serta salah satu pulau di Provinsi East Britain yang mengalami bencana alam gunung
meletus. Agar kerjasama ini bisa berjalan secara efektif dan efisien, kedua Gubernur sepakat
untuk mendorong pemerintah negara masing-masing segera membuka akses transportasi,
baik udara maupun laut berikut sarana lainnya seperti imigrasi dan karantina. Duta Besar
Indonesia untuk PNG, telah bertemu dalam penandatanganan MoU dan mendiskusikan
kemungkinan dibukanya akses udara dari Papua ke PNG oleh pemerintah Indonesia. Tentu
saja hal ini disambut baik oleh Papua nugini sebab Pemerintah PNG sendiri kekurangan
pesawat, maka PNG berharap Indonesia bisa membuka jalur penerbangan dari Papua ke
PNG. Bahkan gubernur Papua telah membicarakan perihal ini pada salah satu maskapai
penerbengan dan menanmkan saham, agar kerjasama ini dapat terus dilakukan.
Masa depan dari kerjasama ini akan direncanakan memenuhi semua kebutuhan yang
berasal dari Papua Nugini, kerjasama ini akan melibatkan ukm-ukm kecil di kedua Negara,
serta perusahaan-perusahaan yang berkepentingan, bahkan menurut gubernur Papua
mengatakan jika di Papua tidak dapat memenuhi akan kebutuhan Papua Nugini, maka
pengusahan papua akan membuka kerjasama yang lebih luas lagi, dengan membuka
kerjasama dengan pengusaha laiinya yang berada di Indonesia (Pratiwi, 2018). Kerjasama ini
juga menjadi peluang besar bagi masyarakat kedua Negara yang selama ini dibatasi akibat
infrastruktur dan masalah keamanan.

10
BAB III
SIMPULAN

Dalam melakukan hubungan internasional tak jarang diplomasi antar kedua Negara
menjadi penentu keberhasilan kerjasama tersebut. Banyak bentuk diplomasi yang dapat
digunakan, tergantung kepentingan masing-masing Negara, salah satunya adalah
paradiplomasi. Paradiplomasi adalah hubungan diplomasi yang dilakukan pemerintah daerah
yang berbeda negara dan tidak berbatasan langsung (Fathun, 2016), namun negara dimana
kedua pemerintahan tersebut berada berbatasan langsung dalam satu kawasan (David
Criekemans, 2008:34) dan salah satu implementasi dari diplomasi ini adalah kerjasama sister
city yang dilakukan oleh provinsi papua dan provinsi madang. Kerjasama yang dilakukan
sejak 2018 lalu ini di latarbelakngi oleh konflik perbatasan yang tak kunjung reda dan
ketergantungan ekonomi antar kedua provinsi. Diharapkan dengan adanya kerjasama ini akan
mengurangi ketegangan kedua provinsi pada perbatasan. Namun, hingga saat ini ekspor
produksi pertanian masih menjadi fokus utama, papua yang sering terjadi surplus beras
membutuhkan tempat pemasaran beras yang cocok begitu pula sebaliknya, papua nugini yang
membutuhkan transfer teknologi juga memberikan harapan yang besar terhadap kerjasama
sister city ini.

Tantangan yang masih dihadapi dalam kerjasama ini adalah, infrastruktur yang belum
memadai dan juga konflik perbatasan yang masih belum terselesaikan. Namun, kedepannya
kerjasama ini akan terus berlanjut bahkan akan merambah pada kerjasama lainnya selain pada
sektor ekspor pertanian. Sebelumnya, Indonesia sering melakukan kerjasama sister city, salah
satunya dengan jepang dan terbukti hingga saat ini kerjasama tersebut terus berlanjut. Dalam
kasus kerjasama sister city antara papua nugini dengan Indonesia juga akan terjadi hal yang
sama, faktor kesamaan fisik, dan sosial budaya menjadi factor mendasar yang menyebabkan
terciptanya ikatan persaudaraan antara kedua provinsi ini. Ketergantungan ekonomi yang
terus berlanjut juga menjadi faktor penentu lainnya dalam membuktikan keberlanjutan
kerjasama sister city antara provinsi papua dan provinsi madang di papua nugini.

11
DAFTAR PUSTAKA
Australia, A. (2019, 10 22). Papua Nugini Akan Mulai Ekspor Produk Pertanian ke
Indonesia Akhir Tahun Ini. Retrieved 12 2, 2019, from https://news.detik.com/abc-
australia/d-4755438/papua-nugini-akan-mulai-ekspor-produk-pertanian-ke-indonesia-
akhir-tahun-ini

fathun, L. M. (2016). Paradiplomasi Menuju Kota Dunia: Studi Kasus. Indonesian


Perspective, 77-78.

Hidayat, S. (2008). desentralisasi dan otonomi daerah dalam perspektif state-society relation.
jurnal poelitik vol.1 no.1.

Kuznetsov. (2015). theory and practice of paradiplomacy: subnational governments in


international affairs. new york: routledge.

lecours, a. (2008). political issues of paradiplomacy: lesson from the developed world.
netherland institute of international relation "clingendael', 1.

Manullang, R. E. (2014). urgensi pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama sister city di


indonesia. Jurnal Mahasiswa Fakultas.

Masan, G. (2018, 10 22). Usai Tandatangani LoI Sister Province, Gubernur Lukas:
Kerjasama Perdagangan Paling Siap. Retrieved 12 2, 2019, from
https://www.papuabangkit.com/2018/10/22/usai-tandatangani-loi-sister-city-gubernur-
lukas-kerjasama-perdagangan-paling-siap/

merdeka. (2019, 10 9). warga perbatasan papua nugini tolak kehadiran saparatis papua.
Retrieved 12 2, 2019, from https://www.merdeka.com/dunia/warga-perbatasan-papua-
nugini-tolak-kehadiran-separatis-papua.html

Mukti, T. A. (2013). paradiplomacy kerjasama luar negeri oleh pemda di indonesia.


repository.umy.ac.id.

Nuralam, I. P. (2018). PERAN STRATEGIS PENERAPAN KONSEP SISTER CITY.


Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, , 146-147.

nurckhalik, m. (2013). peluang dan tantangan kerjasama sister city kota baubau-seoul.
hasanuddin university.

12
Papua, S. (2018, 10 23). provinsi papua dan madang tandatangani loi sister city. Retrieved
12 2, 2019, from https://suarapapua.com/2018/10/23/provinsi-papua-dan-madang-
tandatangani-loi-sister-city/

Pigome, S. S. (2017). kerjasama indonesia – papua new guinea melalui sister citydalam
meningkatkan pendidikan di perbatasan kedua negara (study kasus:kampung mosso) .
Skripsi(S1) thesis, 50-62.

Pratiwi, Q. (2018, 10 23). Tindaklanjuti Kerjasama Papua-Madang, Kadin Bertemu


Pengusaha PNG. Retrieved 12 6, 2019, from https://kabarpapua.co/tindaklanjuti-
kerjasama-papua-madang-kadin-bertemu-pengusaha-png/

Septarina, M. (2014). sengketa-sengketa perbatasan di wilayah darat indonesia. Jurnal


Hukum,.

Soplanit, J. L. (2007). ketersediaan teknologi dan potensi pengembangan ubi jalar (ipomoea
batatas l.) di papuA. Jurnal Litbang Pertanian, 77-95.

13

Anda mungkin juga menyukai